Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) dan Pemberdayaan Masyarakat

Posted By frf on Sabtu, 25 Maret 2017 | 02.44.00

Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) dan Pemberdayaan Masyarakat 
ABSTRAK
Dalam program pemberdayaan masyarakat, dan bergulir merupakan satu aspek penting akan tetapi kelembagaainnya masih perlu penyempurnaan. Makalah ini membahas salah satu alternataif kelembagaan yang mungkin dilakukan. 

Pembahasan menggunakan metode deskriptif tentang kasus perguliran dana mikro yang dilakukan sebagai bagian dari program pengabdian kepada masyarakat (PKM) menggunakan penelitian aksi.

Dengan menggunakan skema perguliran dana mikro yang disebut skema rutin, kegiatan PKM dapat memberikan hasil yang baik bagi pemberdayaan masyarakat. Kelurahan sebagai basis kegiatan dapat memanfaatkan lembaga masyarakat yang telah ada menjadi unsur pokok bagi pencapaian hasil berdaya tersebut, meskipun masih diperlukan penyesuaian jika akan diterapkan di level wilayah yang lebih luas, apalagi jika diharapkan dapat mensinergikan antara kegiatan PKM, pemberdayaan masyarakat dan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan. Hal-hal pokok yang dicakup dalam model ini adalah kelurahan sebagai basis kegiatan, LKM berbadan hukum sebagai pelaksana, lingkungan Rt sebagai fokus kerja, dan pendampingan berkelanjutan dilakukan secara intensif.
Kata Kunci : pengabdian kepada masyarakat, perguliran dana mikro, pemberdayaan masyarakat

Latar Belakang, Masalah dan Tujuan
Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu aspek penting yang harus dilakukan pada saat ini karena ketidakberdayaan masyarakat menjadi salah satu sumber dari permasalahan nasional yang sedang dihadapi saat ini. Ketidakberdayaan itu mulai dari kelompok yang paling kecil, keluarga atau rumahtangga, sampai dengan kelompok yang besar, seperti lembaga-lembaga pemerintahan.

Seperti diketahui, khususnya di Jakarta, saat ini di wilayah kelurahan banyak terdapat program-program pemberdayaan masyarakat, yang berupa perguliran dana untuk dipergunakan bagi kepentingan pemberdayaan rakyat tersebut. Program-program tersebut antara lain terdiri atas : Jaring Pengaman Sosial (JPS), P2KP (Program Pengentasan Kemiskinan Perkotaan), Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK), dan program-program pengembangan masyarakat lainnya yang berasal dari departemen pemerintah seperti dari Kementrian Pertanian dan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil-Menengah.

Dari program-program yang pernah dan sedang dilaksanakan sampai sekarang tersebut, jika kita total jumlah uang yang telah disalurkan oleh semua program di Jakarta ada dana sekitar Rp. 4.000.000.000,- (empat milyar rupiah) di setiap kelurahan. Jumlah ini merupakan jumlah dana yang sangat besar sekali untuk orde reformasi ini yang belum pernah terjadi sebelumnya di era Orde Baru. Besaran itu baru berupa uang tunai dan belum dalam bentuk lain seperti peralatan yang diberikan oleh program-program pemberdayaan oleh departemen-departemen teknis.

Pertanyaan yang timbul sekarang adalah apakah masyarakat di tingkat kelurahan tersebut mampu untuk melakukan perguliran uang dari dana yang masuk ke wilayah tersebut sehingga dapat terjadi proses distribusi pendapatan atau distribusi ekonomi yang lebih merata di kalangan warga kelurahan sebagai satu kesatuan wilayah otonomi ?

Pertanyaan lain yang timbul adalah sampai seberapa jauh kepentingan integral “pemberdayaan masyarakat” telah diimplementasikan di lapangan di satu kesatuan wilayah “kelurahan” ?

Kedua pertanyaan yang muncul tersebut merupakan hal yang menarik untuk diamati, dikaji dan dianalisis, dan kemudian dicarikan kemungkinan-kemungkinan pengembangannya di masa depan agar dapat dicapai salah satu tujuan program pemberdayaan masyarakat berupa “masyarakat mandiri”

Salah satu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah dikembangkannya kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) yang merupakan salah satu dharma dari tiga dharma yang ada di perguruan tinggi, yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Pada masyarakat yang berkembang, PKM harusnya menjadi “motor penggerak” perguruan tinggi untuk mengembangkan lembaganya dan juga untuk mengembangkan masyarakatnya sebagai lingkungan ekstern, serta yang tidak kalah pentingnya adalah PKM dapat menjadi sumber bagi pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang diajarkan di perguruan-perguruan tinggi.

Apa orientasi dari PKM agar dapat mendukung program pemberdayaan masyarakat yang dimaksud ? Merujuk pada uraian ahli dikemukakan bahwa penekanan terhadap aspek tertentu sebagai prioritas gagasan penyempurnaan program penanggulangan kemiskinan adalah dengan membentuk lembaga yang bertanggung-jawab mengkoordinasi program yang fokusnya berpola pemberdayaan (Sumodiningrat, 2001 : 12). 

Uraian berikut memberikan satu contoh kasus pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan PKM, hasil yang diperoleh dan analisis atas hasil tersebut dari sisi pandang pemberdayaan masyarakat.

Pemberdayaan Masyarakat : Kasus Perguliran Dana Mikro di Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Kegiatan ini merupakan salah satu dari kegiatan PKM oleh Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat (LPM) Universitas Gunadarma. Kegiatan ini bermula dari kegiatan pengentasan kemiskinan bekerjasama dengan BKKBN pada tahun 1996 yang lalu. Dari pengalaman yang ada dan berdasarkan analisis terhadap hasil yang diperoleh kemudian dikembangkan kegiatan PKM berupa perguliran dana mikro kepada kelompok masyarakat. Kegiatan berupa pendampingan kelompok, di mana setiap bulan dilakukan pertemuan rutin kelompok.

Kegiatan perguliran dana mikro kredit kelompok mandiri masyarakat kelurahan Lenteng Agung, tepatnya dilaksanakan di Rt 11 dan Rt 12, Rw 07. Kegiatan dimulai tanggal 01 Juli 2004 sampai dengan sekarang dan sudah mempunyai jumlah peserta sebanyak 15 orang, semua peserta mikro kredit adalah ibu-ibu (100%). Peserta tersebut terbagi menjadi dua kelompok, yaitu peserta tetap atau asli jumlahnya sebanyak 7 orang, mereka semua pedagang (100%) dan peserta tambahan dengan jumlah sebanyak 8 orang terdiri atas 3 orang pedagang dan 5 orang ibu rumahtangga. Peserta tetap adalah peserta yang sudah diseleksi dari kegiatan perguliran dana sebelumnya serta mempunyai usaha atau wiraswasta, sedangkan peserta tambahan adalah peserta yang belum pernah mengikuti kegiatan perguliran sebelumnya. Peserta tambahan bisa dilayani karena ada rekomendasi dari anggota sebelumnya dan kelompok dapat memperoleh akumulasi dana mandiri dari kas yang dibayarkan oleh peserta.

Pola Perguliran dengan Skema Rutin
Pola perguliran dana mikro dilakukan dengan memberikan dana stimulan kepada kelompok masyarakat, dengan pendampingan diperkenalkan pola perguliran yang diinginkan, dan kemudian dilakukan proses monitoring dan evaluasi terhadap proses dan hasil yang diperoleh. 

Pelaksanaan perguliran seperti pada tabel di atas uraiannya adalah sebagai berikut :
  • modal awal perguliran adalah Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah)
  • jumlah peserta yang mendapat pinjaman dana bergulir pada saat awal 5 orang, sehingga masing-masing mendapat pinjaman sebanyak Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah)
  • jangka waktu cicilan adalah 5 (lima) bulan, seperti diputuskan oleh peserta, sehingga besarnya cicilan adalah Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) per bulan. 
  • untuk masing-masing peserta dikenai kewajiban untuk membayar kas kelompok sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) setiap kali pembayaran cicilan sebagai dana kas untuk kelompok, seperti diputuskan oleh peserta.
  • pada setiap bulannya akan terjadi kondisi-kondisi sebagai berikut :
a. penambahan peserta yang diberi pinjaman dana minimal sebanyak 1 orang. Dana berasal dari cicilan peserta sebelumnya dan akumulasi kas kelompok.
b. penambahan kas kelompok minimal sebesar Rp. 50.000,-
  • akhir tahap perguliran I (periode cicilan ke 6) :
  • ditambahkan modal sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah)
  • diperoleh total kas sebesar Rp. 350.000,- (tiga ratus lima puluh ribu rupiah) dan total sisa dana angsuran yang masuk sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), sehingga total tambahan modal untuk perguliran adalah sebesar Rp. 1.350.000,- (satu juta tiga lima puluh ribu rupiah). Penggunaan tambahan modal ini diputuskan oleh peserta.
  • saat ini jumlah peserta total adalah 10 orang, atau telah bertambah sebanyak 5 orang dari saat awal perguliran dimulai.
  • pada akhir tahap perguliran berikutnya yaitu tahap II, diperoleh hasil sebagai berikut :
  • tambahan total kas sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) dan total tambahan sisa dana angsuran yang masuk sebesar Rp. 660.000,- (enam ratus enam puluh ribu rupiah), ditambah dengan sisa tambahan dana pada putaran satu sebesar Rp. 350.000,- (tiga ratus lima puluh ribu rupiah) sehingga total tambahan modal untuk perguliran putaran berikutnya adalah sebesar Rp. 1.210.000,- (satu juta dua ratus sepuluh ribu rupiah).
  • tambahan peserta sebanyak 5 orang, setiap satu kali tahap putaran perguliran.
  • pada akhir tahap perguliran berikutnya, III dan seterusnya, diperoleh hasil sebagai berikut :
  • tambahan total kas sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) dan total tambahan sisa dana angsuran yang masuk sebesar Rp. 0,- (nol rupiah), sehingga total tambahan modal untuk perguliran putaran berikutnya adalah sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah). tambahan peserta sebanyak 5 orang, setiap satu kali tahap putaran perguliran.
  • begitu seterusnya, sampai dengan kelompok membubarkan diri atau dibubarkan. Pertambahan dana pada putaran selanjutnya oleh karena itu hanya berasal dari akumulasi kas yang diberikan oleh masing-masing peserta perguliran dana. Pertambahan dana dari akumulasi sisa dana angsuran tidak terjadi lagi, karena semua habis dialokasikan kepada peserta baru berikutnya. 
Dengan demikian tidak ada dana yang disimpan oleh pengelola karena semua dana yang terkumpul dialokasikan untuk digulirkan kepada peserta, jika ada dana tersisa maka jumlahnya akan sedikit dan jika sudah mencapai jumlah untuk satu paket perguliran yaitu Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) maka dana tersebut bisa langsung kembali digulirkan kepada peserta baru lainnya.

Dalam pelaksanaan di lapangan sejak bulan Juli 2004 sampai dengan Juni 2010, dari segi realisasi proses perguliran dengan skema rutin sejumlah hasil yang diperoleh adalah :
  1. proses perguliran dana dapat berjalan seperti yang direncanakan, di mana dana yang diberikan sebagai dana stimulan kepada kelompok telah mengalami peningkatan jumlah. Sampai dengan akhir kegiatan pengamatan, Juni 2010, pola rutin ini telah memasuki tahap perguliran yang banyak.
  2. pada akhir periode perguliran satu, kelompok sudah dapat menghimpun dana bagi pengembalian pinjaman (jika modal awal berasal dari luar) sebesar Rp. 1.350.000,- (satu juta tiga ratus lima puluh ribu rupiah) atau lebih kurang 50% dari jumlah modal pinjaman. Sisa pinjaman sebesar Rp. 1.150.000,- (satu juta seratus lima puluh ribu rupiah) dibayar dengan tambahan modal pada periode perguliran dana berikutnya, atau lebih kurang sebanyak 3 kali periode perguliran. Setelah itu kelompok tidak mempunyai kewajiban kepada pihak luar. (dengan asumsi bahwa kelompok tidak memperoleh tambahan modal apapun atau tidak melakukan transaksi peminjaman apapun selama periode pengembalian cicilan berlangsung). Secara keseluruhan jangka waktu pengembalian pinjaman paling lama adalah 20 (dua puluh) bulan.
  3. pada akhir periode perguliran satu, selain yang seperti disebutkan di item 1, pada kelompok masih terdapat uang sebesar Rp. 2.500.000,- (dua juta rupiah) yang bergulir. Jumlah uang ini kemudian menjadi modal mandiri bagi kelompok, yang dapat dipergulirkan secara terus-menerus. 
Setelah periode perguliran satu berakhir, kelompok masih memperoleh akumulasi modal mandiri yang berasal dari tambahan jasa dan tambahan kas dari skema perguliran yang ada.

Dalam proses perguliran, dengan menggunakan data sejak tahun 2009 maka secara kuantitatif hasil yang diperoleh diantaranya adalah :
  • jumlah dana yang digulirkan adalah sebesar Rp. 21.100.000,- (dua puluh satu juta seratus rupiah), dengan rata-rata dana yang disalurkan per bulan adalah Rp. 1.200.000,- (satu juta dua ratus ribu rupiah), dan rata-rata kas yang diperoleh per bulan adalah Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah). Dana kas tersebut berfungsi sebagai tambahan modal dana perguliran kelompok.
  • terjadi tunggakan oleh peserta akan tetapi tunggakan tersebut pada akhir periode perguliran dapat dilunasi sepenuhnya. Jika dihitung dalam persentase maka 6 orang peserta tetap (40%) merupakan peserta yang sangat lancar dalam pengembalian pinjaman, 3 orang (20%) lancar, 3 orang (20%) kurang lancar, ada 3 orang sisanya (20%) meragukan. 
  • perkembangan usaha peserta yang melakukan usaha ekonomi umumnya tetap atau survive 
Selain pola perguliran menggunakan skema rutin, pada kelompok juga dilakukan perguliran dana menggunakan pola dadakan. Pola ini diberikan berupa peminjaman dana dalam jumlah terbatas, seperti Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah), dalam jangka waktu hanya satu bulan atau paling lama dua bulan, dan dengan alasan yang mendesak.

Analisis dan Pembahasan : PKM dan Pemberdayaan Masyarakat 
Kegiatan PKM yang dilaksanakan ditujukan selain untuk melaksanakan salah satu dharma perguruan tinggi juga untuk dapat memberdayakan masyarakat. Dengan merujuk pada sejumlah pustaka maka dapat disimpulkan bahwa dalam proses pemberdayaan masyarakat, ada 4 ciri yang harus dapat diidentifikasi dari kegiatan yang dilakukan, yang mencakup :
  1. keberlanjutan (sustainability), maksudnya bahwa proses pemberdayaan berlangsung sepanjang waktu dalam jangka panjang bahkan setelah fasilitator sudah tidak lagi bertugas (Bossel, 1999)
  2. mandiri (self-sustain), di mana masyarakat tidak lagi mempunyai ketergantungan yang besar kepada pihak dari luar wilayah mereka (Djohani, 1996; Rowlands dalam Eade, 1996; World Bank, 2002)
  3. integratif (integrative), pemberdayaan melibatkan segala aspek yang ada di dalam masyarakat (Robbins, 1991; Sen, 1999; Friedmann, 1992)
  4. partisipatif (participative), pemberdayaan melibatkan semua pihak yang terkait (stakeholder) di dalam masyarakat di mana proses tersebut dilaksanakan (World Bank, 2002; Conger dan Kanungo, 1988; Ohama, 2001)
Setelah dilakukan pelaksanaan yang cukup lama lebih kurang 6 tahun menggunakan skema perguliran dana mikro yang ditentukan maka pencapaian hasil dibandingkan dengan indikator keberhasilan pemberdayaan masyarakat yang telah ditetapkan dijelaskan dalam uraian berikut.

Pola perguliran dana alternatif yang dilakukan, yaitu pola perguliran dengan skema rutin, dapat ditindaklanjuti bagi kegiatan berikutnya. Pertama kali telah dilakukan identifikasi kekuatan dan kelemahan dari skema rutin. Uraian sejelasnya adalah sebagai berikut :
a. Kekuatan
  • modal awal yang dibutuhkan tidak terlalu besar, dan jumlah modal dapat dilakukan perubahan sesuai dengan kebutuhan.
  • pengelolaan sederhana, langsung dikelola oleh masyarakat, sedangkan pihak luar dapat berfungsi sebagai fasilitator dan pengawas pelaksanaan. Lingkup masyarakat yang tidak terlalu luas, yaitu lingkup wilayah Rt, membuat pengawasan atas pelaksanaan pengelolaan perguliran dana menjadi baik.
  • dapat memenuhi hampir semua indikator keberhasilan pemberdayaan masyarakat dengan pola perguliran yang telah ditetapkan, dengan demikian pola tersebut dapat diharapkan untuk membantu masyarakat melakukan pemberdayaan diri mereka. Masyarakat dapat mengembalikan pinjaman (jika pinjaman berasal dari luar masyarakat), mereka dapat memiliki modal mandiri, dan mereka juga dapat memperoleh akumulasi dari modal mandiri yang mereka miliki.
  • pinjaman dapat secara fleksibel digunakan untuk konsumsi atau untuk usaha, walaupun fokus penggunaan adalah pada konsumsi. Fokus ini secara tidak langsung dapat membantu masyarakat untuk menyediakan modal sendiri sehingga dapat terhindar dari pola simpan-pinjam yang merugikan dari sumber modal yang lain, seperti bank keliling.
  • dalam jangka panjang, akan terjadi akumulasi modal mandiri yang lebih besar, dengan demikian pemenuhan modal yang dibutuhkan oleh masyarakat oleh mereka sendiri semakin terbuka kesempatannya. Hal itu juga berarti ketergantungan masyarakat terhadap sumber modal dari luar lingkungannya semakin diperkecil.
b. Kelemahan
  • jangka waktu pengembalian kepada pihak peminjam dari luar relatif lama, sekitar 4 periode perguliran. Dalam kasus di atas pengembalian berlangsung selama 20 bulan, walaupun pengembalian untuk 50% pertama dapat dilakukan pada periode pertama perguliran (5 bulan pertama perguliran).
  • pertambahan peserta untuk setiap kali tahap cicilan hanya 1 (satu) orang, hal tersebut akan dapat menyebabkan timbulnya jumlah antrian calon peminjam.
  • pola perguliran harus dilakukan secara “ketat”, tidak fleksibel, di mana skema pinjaman sudah ditentukan khususnya dengan pertambahan peserta, dalam pelaksanaan yang telah terjadi, pertambahan peserta setiap periode cicilan hanya satu orang. Dengan demikian jika diinginkan target yang berbeda maka perlu dilakukan modifikasi pada pola yang ditetapkan.
  • pengawasan yang ketat oleh masyarakat atas pengelolaan perguliran hanya dapat dilakukan pada lingkup yang tidak terlalu luas sehingga menyebabkan perluasan cakupan pelayanan pada wilayah yang lebih besar, seperti lingkungan wilayah 1 kelurahan, perlu modifikasi lebih lanjut
Dari semua uraian yang dibahas maka pola perguliran dengan skema di atas jika ingin diharapkan melayani aspek ekonomi produktif perlu dimodifikasi lebih lanjut, akan tetapi dari pengamatan pola tersebut terlihat diterima oleh kelompok masyarakat sebagai alternatif penyedia dana masyarakat. Oleh karena itu pola perguliran tersebut dapat diistilahkan dengan perguliran dana untuk “ekonomi kesejahteraan” karena berfokus pada penyediaan dana bagi kebutuhan konsumsi masyarakat dan bukan termasuk penyedia dana bagi kegiatan ekonomi produktif.

Penutup
Dari pelaksanaan kegiatan dan analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan secara bersamaan dengan kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Keempat ciri berdaya yang diuraikan, hampir semuanya dapat dicapai oleh kelompok menggunakan pola perguliran dana yang ada. Namun demikian masih diperlukan perbaikan terhadap pola perguliran dana yang telah dilakukan. Model pemberdayaan masyarakat yang digunakan adalah model pemberdayaan masyarakat berbasis kelurahan (Budiman, 2007). Model ini menekankan pelaksanaan kegiatan di tingkat paling kecil yaitu kelurahan menggunakan lembaga masyarakat yang memang sudah ada sebelumnya atau lembaga yang baru dibentuk berupa kelompok-kelompok masyarakat. Model ini menekankan pada proses pengawasan yang ketat terhadap kegiatan yang dilakukan, sehingga jika ada masalah yang muncul dapat dengan segera dicarikan penyelesaiannya. Model ini juga dapat dilakukan secara partisipatif di mana keterlibatan peserta dalam kegiatan mempunyai intensitas tinggi, mulai dari perencanaan sampai dengan penentuan tindak-lanjut terhadap apa yang telah dicapai sebelumnya.

Ada sejumlah alasan yang dikemukakan dalam pengajuan model tersebut, di antaranya adalah :
  1. Kelompok kecil yang dimaksud minimal adalah di level kelurahan. Kelurahan menjadi salah satu sasaran karena di kelurahan pada saat ini masih menjadi wilayah otonom di mana masyarakatnya cukup banyak akan tetapi dengan keragaman yang cukup tinggi, khususnya lagi di daerah perkotaan, sehingga kesuksesan program pemberdayaan di level kelurahan diharapkan dapat menjadi dasar bagi pengembangan perluasan program pemberdayaan dalam skala yang lebih besar.
  2. dalam pelaksanaan pola manajemen diperlukan wilayah pengawasan yang terjangkau dan dari penelitian ditemukan bahwa wilayah kelurahan/desa merupakan wilayah dalam jangkauan yang tepat bagi pelaksanaan pengawasan program. Warga yang masih memiliki ikatan yang erat sehingga mereka mengenal dengan baik antara sesama warga dibandingkan dengan wilayah yang lebih luas seperti kecamatan.
  3. luas wilayah pengawasan tersebut berkaitan dengan proses pemeliharaan keberlanjutan dari program pemberdayaan yang dilakukan. Dalam wilayah kelurahan/desa salah satu ciri kondisi berdaya dari masyarakat akan lebih mudah diwujudkan yaitu keberlanjutan.
  4. dalam proses pemberdayaan ada tahapan-tahapan yang perlu dilakukan, dan tahap awal adalah konsolidasi organisasi (konsolidasi internal). Pada tahap ini dilakukan identifikasi sumberdaya yang dapat dimanfaatkan bagi pelaksanaan kerja dan kelurahan merupakan lingkup yang tepat terjangkau untuk melakukan itu dalam waktu yang relatif singkat dan dengan hasil yang relatif lebih baik. 
Model pemberdayaan masyarakat bisa dilakukan dengan berpijak pada beberapa hal pokok utama, yaitu :
  1. wilayah yang menjadi fokus kerja adalah wilayah kelurahan/desa, di mana lurah/kepala desa dan aparatnya menjadi koordinator bagi pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat seperti program perguliran dana mikro yang merupakan salah satu bagian dari program pemberdayaan masyarakat dan pembangunan masyarakat kelurahan.
  2. pengelola keuangan dana bergulir adalah lembaga keuangan mikro (LKM) yang berbadan hukum, hal itu dimaksudkan untuk dapat menjamin adanya akses dana yang lebih besar kepada sumber dana lainnya seperti perbankan dan lembaga keuangan non-perbankan lainnya, dan untuk dapat menjamin kepastian hukum terhadap peserta yang kemudian mengalami tunggakan pembayaran pinjaman
  3. lingkungan rt menjadi lingkungan yang menjadi fokus bagi pelaksanaan perguliran dana mikro, di mana penyeleksian calon peserta dan pengawasan perguliran melalui kelompok masyarakat yang sengaja dibentuk di lingkungan tersebut. Kelompok juga menjadi hal penting karena kontrol peserta perguliran tidak dapat dilakukan oleh perorangan sesama peserta atau individu lainnya, kontrol melalui kelompok memberikan pengaruh yang lebih besar dibanding dengan kontrol oleh perorangan.
  4. untuk dapat mencapai keberlanjutan dari segi proses, dilakukan pendampingan oleh pendamping yang direkrut oleh pemerintah daerah. Model ditujukan dapat mencapai keberhasilan dalam jangka panjang maka untuk itu pemilihan pendamping didasarkan pada kesediaan untuk dapat bekerja secara berkelanjutan dalam jangka panjang. Salah satu alternatif yang dapat dijadikan pendamping adalah perguruan tinggi, di mana terdapat dharma pengabdian kepada masyarakat. Pemerintah pusat, propinsi atau kotamadya, memberikan dukungan guna proses pembinaan kepada peserta dan kelompok, khususnya dalam hal kewirausahaan dan pengelolaan keuangan keluarga. Disamping itu departemen terkait, seperti Departemen Sosial dan Departemen Koperasi dan UKM, dapat memberikan pendampingan pula kepada kelompok atau LKM sesuai dengan program departemen masing-masing dengan koordinasi dengan program pembangunan kelurahan. Departemen-departemen teknis terkait juga diharapkan dapat memberikan dukungan bagi pemberian dana-dana sosial bagi anggota masyarakat yang memang tidak atau belum mampu untuk melakukan kegiatan ekonomi produktif yaitu anak-anak, orang cacat dan orang lanjut usia.
Jika PKM dan proses pemberdayaan masyarakat akan dikaitkan dengan program Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan maka yang perlu diperhatikan bahwa dalam program CSR itu sendiri belum ada kesamaan bahasa dalam merumuskan dan memaknai CSR (Wahyudi dan Azheri, 2008 : 31). Di satu sisi CSR berkaitan dengan harmonisasi dengan lingkungan dan di sisi yang lain CSR juga menuntut adanya komitmen perusahaan dalam proses pembangunan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable economic development). Dari sisi cakupan, CSR mencakup minimal 4 aspek eksternal di luar perusahaan yaitu pasar, kondisi lokasi kerja, masyarakat, dan lingkungan. Dengan demikian mengaitkan CSR dengan kedua hal tersebut adalah mungkin, akan tetapi jika melihat proses pemberdayaan agar dapat mencapai hasil maksimal membutuhkan pendampingan secara intensif dan dalam jangka panjang maka CSR seharusnya juga bisa mencari alternatif pola yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan masyarakat di mana CSR akan dilaksanakan.

Sebagai catatan akhir, berikut disajikan beberapa tips bagi kelancaran perguliran dana mikro, yaitu :
  • dalam kelompok, harus dipilih ketua kelompok yang memang dapat dipercaya oleh semua anggota
  • lingkungan yang dilibatkan adalah lingkungan kecil, yang paling tepat dan terkecil adalah rukun tetangga (rt), sebagai basis kelompok
  • jumlah dana yang digulirkan diperhitungkan sesuai dengan kondisi masyarakat sekitar. Dalam kasus di atas Rp. 500.000,- per orang merupakan pengembangan dari pola sebelumnya yang hanya berjumlah Rp. 200.000,- per orang yang dianggap sebagai yang paling tepat sesuai dengan lingkungan di mana perguliran dilakukan pada waktu itu dan sesuai dengan tujuan perguliran dana yang bisa untuk kepentingan konsumsi selain untuk usaha ekonomi.
  • perlu dilakukan pertemuan rutin bulanan, sebagai wadah bagi anggota masyarakat melakukan kontrol atas perguliran dana yang dilakukan dan kinerja dari masing-masing peserta
  • jika dimungkinkan akan sangat baik jika dilakukan pendampingan oleh fasilitator sampai dengan kelompok menjadi mandiri : dalam pengambilan keputusan dan dalam hal dana. Pendampingan terutama diperlukan untuk membenahi pencatatan dan pengembangan usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota.
  • dalam kaitannya dengan CSR, program CSR sendiri harus memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk memilih jenis kegiatan produktifnya sendiri, langsung atau tidak langsung terkait dengan proses produksi yang dilakukan oleh perusahaan. 
Daftar Pustaka;
  • Budiman, 2007, Pengembangan Model Pemberdayaan Masyarakat melalui Program Perguliran Dana Mikro pada Masyarakat Perkotaan, Disertasi pada Universitas Gunadarma, Jakarta.
  • _______, 1999, Laporan Pelaksanaan Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Kuliah Kerja Nyata Usaha (KKNU) dan Magang Kewirausahaan (MKU) 31 Agustus 1998 s/d 31 Januari 1999, Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat (LPM) Universitas Gunadarma, Jakarta.
  • Bossel, Hartmut; 1999; Indicators for Sustainable Development : Theory, Methods, Applications; International Institute for Sustainable Development, Canada. 
  • Conger, Jay A., Rabindra N. Kanungo,.Jul 1988, The Empowerment Process : Integrating Theory And Practice; dalam Academy of Management. The Academy of Management Review. Briarcliff Manor:.Vol.13, Iss. 3; pg. 471, 12 pgs
  • Djohani, Rianingsih (editor), 1996, Berbuat Bersama Berperan Setara : Acuan Penerapan Participatory Rural Appraisal, Konsorsium Pengembangan Dataran Tinggi Nusa Tenggara, Bandung. 
  • Friedman, John, 1992, Empowerment : The Politics of Alternative Development, Blackwell Publishers, Cambridge, USA. 
  • Ohama, Yutaka, 2001, Conceptual Framework of Participatory Local Social Development (PLSD) diselenggarakan oleh JICA, Nagoya. 
  • Sen, Amartya, 1999, dalam Marris, Robin, 1999, Ending Poverty, Thames & Hudson, Slovenia.
  • Sumodiningrat, Gunawan, 2001, Kepemimpinan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, Pidato Pengukuhan Guru Besar pada Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta..
  • Robbins, Stephen P, 1991, Management, 3rd ed.; Prentice-Hall Int. 
  • Rowlands, Jo, 1996, Empowerment Examined, dalam Deborah Eade (ed.) Development and Social Diversity, Oxfam, UK, hal. 86 – 92. 
  • Wahyudi, Isa dan Busyra Azheri, 2008, Corporate Social Responsibility : Prinsip, Pengaturan dan Implementasi, In-Trans Publishing, Malang-Jawa Timur.
  • World Bank, Poverty Reduction and Economic Management (PREM); 2002; Empowerment and Poverty Reduction : A Sourcebook; World Bank.
Blog, Updated at: 02.44.00

0 komentar:

Posting Komentar