Contoh dan Sejarah Singkat Desa Podorejo Kecamatan Sumbergempol Kabupaten Tulungagung

Posted By frf on Sabtu, 18 Februari 2017 | 16.40.00

A. Sejarah Singkat Desa Podorejo Kecamatan Sumbergempol Kabupaten Tulungagung. 
1. Sejarah Desa Podorejo 
Sejarah desa podorejo pada zaman mataram. Podorejo diambil dari kata Podo dan Rejo. Podo artinya sama, Rejo artinya Ramai. Berawal dari seorang senopati mataram bernama Ki Ageng Patmodilogo pada perjalanannya tiba di suatu tempat yang cukup ramai dan ternyata tempat itu berada disebelah timur gunung, dan ternyata gunung itu terdapat suatu gua yang banyak dikunjungi orang. Sedangkan lokasi yang ditempati Ki Ageng juga ikut ramai karena mau menuju gua tersebut, sehingga banyak orang lalu lalang jadi ramene. Akhirnya tempat itu dinamakan sama ramene (istilah jawa) = Podorejo. 

Desa podorejo terbagi menjadi 3 dusun atau wilayah yaitu: 
  • Dusun Dawuhan 
  • Dusun Ngadirejo 
  • Dusun Somoteleng 
Dusun Dawuhan diambil dari istilah “dawuan” yang mempunyai arti tempat pembagian air untuk mengaliri sawah. Pada zaman sekarang lebih dikenal DAM (Pintu Air). Menurut sejarah dikawasan tersebut terdapat bangunan tersebut (DAM), namun dalam perkembangannya bangunan tersebut tergusur oleh padatnya pemukiman. Sehingga saat ini tidak ada wujudnya. 

Kata Ngadirogo diambil dari kata Ngabdi Rogo. Ngabdi artinya ngabekti Rogo artinya jasad. Konon tempat itu tempatnya menjadi kawasan dimana Ki Ageng Patmodilogo untuk mengabdikan diri (jasad) sampai akhir hayatnya. Akhirnya tempat itu di namakan dengan Ngabdirogo yang pada perkembangannya berubah menjadi Ngadirogo. Di sana terletak makam Ki Ageng Patmodilogo yang sampai sekarang setiap malam jum’at tetap banyak dikunjungi para peziarah. 

Dusun Somoteleng, berasal dari kata Somo dan Teleng. Samo berarti harimau atau macan orang dulu menyebutnya, sedangkan teleng artinya sumber air atau mata air. Sejarah menceritakan di tempat itu terdapat sumber mata air yang di tunggui oleh seekor macan, sehingga tempat itu dinamakan dengan Somoteleng. Namun seiring dengan perkembangan zaman sumber air itu telah lenyap dan rat dengan tanah. 

Daftar nama orang – orang yang pernah menjabat sebagai kepala Desa Podorejo dari pertama sampai kepala desa saat ini yaitu:
  1. Bapak Dono Reso 
  2. Bapak Dono Kerto
  3. Bapak Banas Pati 
  4. Bapak Keni 
  5. Bapak Sukardi 
  6. Bapak Bambang Suwarno 
  7. Bapak Ngapani
  8. Bapak Tamyis (…. Sampai sekarang)
2. Kondisi Desa
Wilayah Desa Podorejo berada di ketinggian ± 92 M di atas permukaan laut, terletak 9 km arah tenggara kota kabupaten Tulungagung dan 5 km arah selatan dari kecamatan Sumbergempol. Desa Podorejo dengan luas wilayah 211,33 Ha di bagi menjadi tiga dusun yaitu dusun Dawuhan, dusun Ngadirejo dan dusun Somoteleng dengan batas – batas wilayah sebagai berikut: 
  • Sebelah Utara : Desa Tambakrejo (Kec. Sumbergempol)
  • Sebelah Timur : Desa Sambijajar (Kec. Sumbergempol)
  • Sebelah Selatan : Desa Junjung (Kec. Sumbergempol)
  • Sebelah Barat : Desa Doroampel (Kec. Sumbergempol)
Secara geografis Desa Podorejo memiliki letak cukup strategis karena hampir seluruh wilayah berada pada tanah datar dan dijadikan jalur penting untuk mengakses kecamatan kalidawir bahkan Ngunut dengan tingkat mobilitasa yang cukup padat. Bahkan dengan kondisi ini jalur yang melintas di desa podorejo dijadikan jalur penting untuk menuju kota. 

Dengan topografi desa di dataran dan subur dengan didukung sistem pengairan menjadi potensi pengembangan pertanian yang potensial menghasilkan produk tertanian yang baik. Pola pembangunan lahan di Desa Podorejo lebih didominasi oleh kegiatan pertanian pangan dan horticultural yaitu padi, jagung, tebu dan lain – lain. Dengan penggunaanpengairan irigasi teknis dari lodoagung yang cukup memadai serta dibantu dengan pembuatan sumur buatan, membantu sistem pertanian yang baik.

Pengertian, Sejarah, Tujuan Dan Azas Penyusunan Undang-Undang Pokok Agraria 

Namun demikian, tidak berarti tidak ada permasalahan sosial seperti kemiskinan, pengangguran dan kenakalan remaja di Desa podorejo. Potensi desa yang ada belum maksimal diberdayakan, hal ini disebabkan kurang menunjangnya infrastruktur yang memadai dan potensi sumber daya manusia yang belum tergali. 

Luas Wilayah Desa Podorejo terdiri : 
  • Tanah Sawah : 41,5 Ha
  • Tnah Tegal / Pekarangan : 56,5 Ha
  • Tanah Tempat Pemukiman : 94,5 Ha
  • Tanah untuk lain – lain : 18,83 Ha
Jumlah keseluruhan : 211,33 Ha

3. Kondisi Pemerintahan Desa 
1. Pembagian Wilayah Desa 
  • Dusun Dawuhan : 2 RT 6 RW 
  • Dusun Ngadigoro : 3 RT 7 RW
  • Dusun Somoteleng : 3 RT 9 RW 
2. Struktur Organisasi Pemerintahan 
Terlampir : 
a. Lembaga Pemerintahan 
Ø Kepala Desa : Kepala Desa berjumlah 1 (satu) orang memiliki tugas menyelenggaarakan urusan pemerintahan, pembanguanan, dan kemasyarakatan di Desa; Kepala Desa mempunyai fungsi pelaksanaan kegiatan Pemerintahan Desa, Pemberdayaan Masyarakat Desa, Pelayanan Masyarakat Desa, penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban, pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum dan pembinaan lembaga – lembaga kemasyarakatan. 

Ø Sekdes : Sekretaris Desa berjumlah 1 (satu) orang memiliki Tugas menjalankan administrasi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan di desa serta memberikan pelayanan administrasi kepada Kepala Desa; memberikan saran dan pertimbangan kepada Kepala Desa di bidang tugasnya; melaksanakan tugas Kepala Desa apabila Kepala Desa berhalangan ; mengkoordinasi urusan – urusan ; melakasanakan Tugas lain yang diberikan kepala Desa. 

Ø Kaur Pemerintahan : Kepala Urusan Pemerintahan berjumlah 1 (satu) orang mempunyai tugas melaksanakan tugas kegiatan bidang administrasi penduduk; administrasi agraris; tranmigrasi; pemilu; monografi desa. 

Ø Kaur Pembangunan : Kepala Urusan Pembangunan berjumlah 1 (satu) orang (sementara masing kosong) memiliki melaksanakan tugas kegiatan masalah – masalah pembangunan desa untuk dibahas bersama BPD; membina kelompok pendengar siaran pedesaan; koperasi; lumbung kemakmuran dan perijinan perusahaan; menyiapkan petunjuk dalam melaksanakan pembangunan kepada lembaga yang menangani bidang pembangunan; meniliti dan mengadakan evaluasi dalam rangka koordinasi dan sinkronisasi rencana pembangunan desa serta membantu penyusunan program pembangunan desa; menggiatkan pelaksanaan gotong – royong dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan; memberikan saran dan pertimbangan kepada sekretaris desa dalam bidang pembangunan desa; melaksanakan administrasi pembangunan; melaksanakan pekerjaan lain yang ditugaskan oleh sekretaris desa dan / atau kepala desa. 

Ø Kaur Kesra : Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat berjumlah 1 (satu) orang mempunyai tugas menyiapkan saran dan pertimbangan dalam penyusunan kegiatan generasi muda dan olah raga; membantu menngatur pemberian bantuan kepada korban bencana alam; mengadakan usaha – usaha untuk menghimpun dana sosial; membantu pengawasan / penanggulangan tindak perjudian, gelandangan dan tuna sosial; melaksanakan pembinaan dibidang pendidikan, kebudayaan, tempat – tempat bersejarah, kesehatan masyarakat, keagamaan, aliran kepercayaan, memelihara tempat – tempat ibadah, pembinaan badan – badan sosial dan ijin usaha sosial; memberikan saran dan perimbangan kepada sekretaris desa dibidang kesejahteraan rakyat; melaksanakan pekerjaan lain yang ditugaskan oleh sekretaris desa dan / atau kepala desa; 

Ø Kaur Keuangan : Kepala Urusan Keuangan berjumlah 1 (satu) orang mempunyai tugas mengolah administrasi keuangan desa, menyusun rencana anggaran, perubahan dan perhitungan penerimaan / pengeluaran keuangan desa serta melaksanakan tata pembukuan secara teratur; mengadakan penilaian pelaksanaan anggaran penerimaan dan pengeluaran keuangan desa, mempersiapkan secara periodic program kerja dibidang keuangan; mengurusi perkreditan yang ada di desa (KUT); memberikan saran dan pertimbangan kepada sekretaris desa dibidang keuangan desa; melaksanakan administrasi keuangan ; melaksanakan pekerjaan lain yang ditugaskan oleh sekretaris desa / atau kepala desa. 

Ø Kaur Umum : Kepala Urusan Umum berjumlah 1 (satu) orang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan surat menyurat; mengatur dan menata surat menyurat yang diselesaikan kepada desa / sekretaris desa; mengatur rumah tangga sekretaris desa, tamu – tamu dan kebutuhan kantor; menyimpan, memelihara, dan mengamankan arsip, mensitematisasikan buku – buku inventaris, dokumen – dokumen serta memberikan pelayanan adaministratif kepada semua urusan; memberikan saran dan pertimbangan kepada sekretaris desa dibidang tugasnya; melaksanakan pekerjaan lain yang di tugaskan oleh sekretaris desa dan / atau kepala desa. 

Ø Kasun : Kepala Dusun berjumlah 3 (tiga) orang mempunyai tugas menjalankan kegiatan kepala dusun dalam kepemimpinan kepala dusun di wilayah kerjanya; memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala desa di bidang tugasnya; melaksanakan pembinaan kemasyarakat di wilayahnya; melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala desa. 

Ø Jogo waluyo : Jogo waluyo berjumlah 1 (satu) orang mempunyai tugas mengurusi kesehatan masyarakat, mendata dan melaporkan terjangkitnya wabah penyakit; meningkatkan keluarga berencana; melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Urusan Umum. 
Ø RW : Berjumlah 8 Ketua RW 
Ø RT : Berjumlah 22 Ketua RT 
Ø BPD : Berjumlah sebanyak 11 orang 
Ø LPM : Lembaga Pemberdayaan Masyarakat berjumalah 13 (tiga belas) orang mempunyai tugas membantu Pemerintah Desa dalam hal : Perencanaan, pelaksanaan, pengawasan / pengendalian, pembangunan; menggerakkan dan meningkatkan prakarsa untuk melaksanakan pembangunan secara terpadu, baik berasal dari berbagai kegiatan Pemerintah maupun swadaya gotong royong masyarakat; menumbuhkan kondisi dinamis masyarakat untuk mengembangkan ketahanan masyarakat di desa; menyampaikan saran/ usul, pendapat dan pertimbangan kepada pemerintahan desa mengenai hal – hal yang berhubungan dengan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan; melaksanakan musyawarah membina kerukunan hidup masyarakat serta menyalurkan aspirasi masyarakat. 
· Tingkat Pendidikan : 
  1. Kades : SLTA
  2. Sekdes : SLTA
  3. Kaur Pemerintahan : SLTA
  4. Kaur Pembangunan : SLTA
  5. Kaur Umum : SLTA
  6. Kaur Kesra : SLTA
  7. Kaur Keuangan : SLTA
  8. Staf : SLTA
  9. Kasun : SLTP
  10. RW : SLTP – S1
  11. RT : SD - SMA
  12. BPD : SMA – S1
  13. LPM : SMA – S1
4. Keadaan Ekonomi Desa Podorejo 
Dengan kondisi secara geografis dan sistem kultur yang ada di wilayah desa Podorejo yang mayoritas berada di dataran dengan di Bantu sistem pengairan dan sumur buatan sawah sangat mempengaruhi pola mata pencaharian warga desa Podorejo. Degan mata pencaharian yang bervariasi pemanfaatan lahan desa Podorejo terbagi menjadi ; untuk pemukiman 94,5 Ha, pertanian sawah 41,5 Ha, Ladang / Tegalan 56,5 Ha, bangunan 10,8 Ha, perikanan darat 1,2 Ha dan sisa digunakan pemanfaatan lain – lain. 

Perkonomian masyarakat desa Podorejo tergolong cukup variatif dilihat dari jenis usaha yang bermacam – macam. Secara umum dilihat dari klasifikasi kelembagaan dan kelompok industry dapat dibagi sebagai berikut: 
  • Koperasi / Pra Koperasi : 2 Jumlah anggota : 94 Orang 
  • Industry Kerajinan : 114 Jumlah Pekerja : 114 Orang 
  • Industry Pakaian : 5 Jumlah Pekerja : 49 Orang
  • Industry Makanan : 4 Jumalh Pekerja : 54 Orang 
  • Industry Bangunan : 2 Jumlah Pekerja : 6 Orang 
  • Toko / Kios : 27
  • Pasar : - 
  • Kelompok Simpan Pinjam : 5 Kelompok 
  • Usaha perikanan : 31 Orang 
  • Usaha Peternakan : 31 Orang[59]
B. PRAKTEK JUAL BELI TANAH DI DESA PODOREJO
Jual beli tanah menurut UU No. 05 tahun 1960 Undang Undang Pokok Agraria (UUPA) pasal 26 ayat 1 ditentukan bahwa: “Jual beli,penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan peraturan pemerintah

Jual beli pada umumnya adalah suatu persetujuan dengan mana adanya suatu perjanjian atau suatu ikatan antara pihak yang mempunyai barang yang disebut pejual yang nantinya mempunyai kewajiban menyerahkan barang yang dimilikinya kepada pihak yang lain yang disebut pembeli adapun kewajibannya adalah membayar harga yang telah disepakati.

Setiap jual beli nanti akan menimbulkan suatu perjajian dimana perjanjian tersebut dianggap syah apabila memenui syarat syarat yang telah ditetapkan oleh undang undang. Menurut pasal 1320 KUHPdt, syrat syarat syah perjanjian antara lain yaitu ;
  • Adanya persetujuan kehendak antara pihak pihak yang membuat perjanjian 
  • Adanya kecakapan pihak pihak untuk membuat perjanjian 
  • Adanya suatu hal tertentu
  • Adany suatu hal yang halal
Jual beli yang tidak memenui syarat syarat tersebut tidak akan diakui oleh hukum, walaupun hal itu diakui oleh pihak pihak yang mebuatnya. Selagi pihak pihak mengakui dan mematui perjanjian yang mereka buat kendatipun tidak memenui syarat syarat, perjanjian itu berlaku antara mereka. Apabila sampai suatu ketika ada pihak yang tidak mengakuinya sehingga menimbulkan sengketa, maka Hakim akan membatalkan atau menyatakan perjanjian itu batal.

Menurut pasal 1457 KUHPdt apa yang disebut “jual beli tanah“ adalah suatu perjanjian dimana pihak yang mepunyai tanah yang disebut penjual berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain yang disebut pembeli, sedangkan pihak pembeli berjanji dan mengikatkan diri untuk membayar harga yang telah disetujui.

Namun walaupun telah melakukan jual beli belum terjadi perubahan hak apapun pada hak atas tanah yang bersangkutan. Biarpun misalnya pembeli sudah membayar penuh harganya dan tanahnya secara fisik sudah diserahkannya. Hak atas tanah yang dijual baru berpindah kepada pembeli jika penjual sudah menyerahkan secara yuridis kepadanya, penyerahan secara yuridis biasanya dilakukan dihadapan notaris yang membuat aktanya sekaligus melakukan pendaftarannya.




Namun realita yang ada jual beli tanah yang dilakukan tidak semua sama dengan apa yang telah dijelaskan dalam peraturan undang undang. Di desa Podorejo jual beli tanah yang dilakukan menganut hokum adat setempat, dimana jual beli yang dilakukan bukan suatu perbuatan hukum. Dimana jual beli menurut hokum adat merupakan hokum pemindahan hak dengan pembayaran tunai.

Jual beli tanah yang penulis temukan di desa Podorejo diantaranya adalah jual beli dibawah tangan dimana pihak yang mempunyai tanah menyerahkan tanahnya setelah pembeli membayar penuh harga yang telah disepakati, hal itu dilakukan tanpa sepengetahuan notaris desa atau aparat desa setempat. Selain itu ada praktek jual beli tanah warisan yang masih belum dibagi antara pewaris yang satu dengan pewaris yang lain yang pada saat itu masih di luar provinsi. Dari hasil wawancara penulis dengan salah satu warga Podorejo Rt 02/ Rw 01 bahwasannya jual beli itu terjadi apabila antara kedua belah pihak menyetujui akan perjanjian yang dilakukannya, dari situ jual beli tanah sudah dianggap syah.

Di bawah ini ada beberapa data tentang masyarakat desa Podorejo yang melakukan jual beli tanah dalam kurun waktu 5 tahun mulai tahun 2006 – 2011.
  • Bapak Sujak beliau memiliki tanah seluas 25 x 10 m2 dan menjual tanahnya dengan cara jual beli di bawah tangan
  • Ibu Lasemi beliau membeli tanahnya seluas 25 x 10 m2 dengan cara jual beli di bawah tangan 
  • Ibu Suratun memiliki tanah seluas 50 x 12 m2 beliau melakukan jual beli sesuai dengan peraturan yang ada di desa tersebut
  • Bastomi membeli tanah seluas 15 x 25 m2 tanah tersebut masih ada sengketa ahli waris
  • Mukayah pada tahun 2009 menbeli tanah hasil warisan pada saat itu msih juga ada senggketa dari ahli waris
  • Bapak sujiono membeli tanah yang sesuai dengan peraturan jual beli yang ada di desa akan tetapi beliau tidak mendaftarkan peralihan hak miliknya
  • Ibu istiroh menjual tanah seluas 45 x 87 m2 waktu itu semua urusan surat suratnya di serahkan kepada pejabat desa
  • Bapak sumaji membeli tanah sesuai dengan peraturan yang ada dalam undang undang
  • Bapak salamun membeli tanah tampa ada akta tanah
  • Ibu yayuk membeli tanah yang prosedurnya sama dengan undang undang
  • Bapak yayak juga membeli tanahyang prosedurnya sesuai dengan peraturan undang undang 
Data Responden Masyarakat Desa Podorejo Kec. Sumbergempol Kab. Tulungagung Tentang Jual Beli Tanah Menurut Peraturan Undang – Undang No. 05 tahun 1960
  • Responden A dan C sebenarnya tahu akan tetapi tidak mau tahu dengan peraturan yang ada 
  • Responden B bukannya tidak mau tahu akan tetapi benar benar tidak tahu 
  • Responden D,I dan F tidak tau dan tidak mau tau dengan Peraturan tersebut
  • Responden G dan E benar benar tidak tau 
  • Responden H, J, dan K tahu 
Dari data diatas menjelaskan bahwasannya dalam kurun waktu tahun 2006-2011, jual beli dalam prakteknya tidak semua sama dengan peraturan Undang Undang yang berlaku. Kenyataannya dari ke 11 (sebelas) responden yang diwawancarai penulis 8 (delapan) diantaranya tidak tau dengan Peraturan tentang jual beli tanah menurut Undang Undang No. 5 Tahun 1960, Tiga (3) diantaranya sesuai dengan Peraturan yang berlaku.Demikianlah data yang penulis dapatkan di lapangan tepatnya di Desa Podorejo Kecamatan Sombergempol Kabupaten Tulungagung.

C. Kendala-Kendala yang Terjadi Dalam Jual Beli Hak Atas di Desa Podorejo
Jual beli dalam bidang pertanahan baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja ( obligator ),tetapi belum memindahkan hak milik. Hak milik baru beralih kepada pembeli apabila dilakukan penyerahan bendanya itu oleh penjual kepada pembeli, peralihan hak milik benda tersebut adalah perbuatan yuridis.

Dengan telah diterbitkannya Peraturan Menteri Agraria No.3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian dan Pembatalan Keputusan hak atas tanah Negara.Proses peralihan hak atas tanah yang diperlukan untuk menjalankan usahanya,yaitu hak milik atas tanah. Menurut proses proses yang biasa,Maka hak semula ( hak milik, hak pakai atau hak guna usaha ) harus dilepaskan sehingga tanah tersebut menjadi tanah Negara dan kemudian kemudian dimohon sebagai hak milik baru.

Pejabat Notaris Bapak Ariadin desa podorejo yang merupakan salah satu pelaksana dan fungsi dari peralihan pendaftaran jual beli tanah di desa podorejo atau lingkup suatu Desa. Dalam pelaksanaannya jual beli petanahan di Desa Podorejo selama ini sudah dirasa berjalan baik, namun dalam perjalanannya, proses jual beli tanah tersebut bukan berarti tidak menemui kendala kendala,ada beberapa kendala yang sempat dialami antara lain:
  • Masyarakat tidak mau dibuat repot dengan peraturan tentang jual beli tanah yang ada
  • Masyarakat disibukan oleh pekerjaanya,sehingga segala sesuatu tentang urusan jual beli tanah terpaksa diserahkan ke kepala desa dan sekretaris desa 
  • Faktor biaya menjadi salah satu factor gagalnya proses peralihan hak atas tanah dari jual beli. 
  • Setelah pengukuran biasanya pemohon pergi ke luar negeri/ luar kota, sehingga petugas kesulitan klarifikasi data tambahan.
  • Setelah pengukuran, pethok batas bidang tanah jarang dipasang oleh pemohon dengan begitu petugas kesulitan dalam pengukuran ulang.
  • Terjadi sengketa batas antara pemohon dengan pemilik hak milik tanah sebelahnya.
  • Adanya salah satu pihak ahli waris tidak menyetujui, biasanya terjadi dalam jual beli hak waris.
Untuk harta bersama apabila suami atau istri ingin menjual tanahny maka harus mendapat persetujuan salah satunya. Missal,suami ingin menjual hak milik atas tanah harus mendapat persetujuan istri,begitu juga sebaliknya.[60]

D. Pemahaman Masyarakat Terhadap Mekanisme Jual Beli Tanah
Landasan awal jual beli atas tanah sebagai upaya memperoleh kepastian hukum Hak milik atas tanah adalah dengan dikeluarkannya Undang Undang No.5 Tahun 1960,pada Pasal 23 ayat 1 ,Undang Undang tersebut diserukan bahwa “Hak Milik,demikian pula setiap peralihannya, hapusnya hak dan pembebananya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19 Ayat 1.

Pada Pasal 19 Ayat 1 yang berbunyi bahwa”untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah dilakukan perdaftaran tanah di seluruh wilayah republik Indonesia menurut ketentua-ketentuan yang diatur oleh pemerintah. Dengan begitu maka pemerintah selaku sebagai kekuasaan tertinggi dapat memberikan kepastian hokum kepada masyarakatterhadap tanah yang dimilikinya.

Dalam pelaksanaannya diatur dalam peraturan peraturan pemerintah yang mana dalam peraturan peraturan itu memuat tentang berbagai syarat syarat dan mekanisme untuk proses jual beli tanah menurut hak milik peralihan hak milik ,satuan satuan rumah susun dan hak guna bangunan dan sebagainya.

Akan tetapi yang menjadi permasalahan di masyarakat adalah masyarakat banyak yang tidak tahu tentang bagaimana cara yang benar untuk memperoleh hak milik atas tanah dari jual beli tanah yang telah dilakukannya. Kalaupun ada masyarakat yang mengetahui mekanisme jual beli tanah benar itupun cuma sedikit, setelah penulis terjun langsung ke masyarakat tepatnya di Desa Podorejo Kecamatan Sumbergempol Kabupaten Tulungagung, ternyata benar masih banyak masyarakat yang tidak tahu tentang jual beli hak atas tanah yang benar,

Dari hasil wawancara penulis dengan beberapa warga desa Podorejo salah satunya adalah Bapak Sujak warga RT 02/ RW 01 beliau mengaku bahwa sepengetahuanya jual beli tanah itu cukup dengan adanya persetujuan dari pihak pembeli dan pihak penjual saja sudah cukup untuk melakukan jual beli, selain itu urusan yang lain diserahkan kepada aparat desa, kita tidak perlu mengurus sampai ke BPN (ujar bapak Sujak).[61]

Dari hasil wawancara itu penulis menarik kesimpulan bahwa hal tersebut disebabkan karena masyarakat tidak meperoleh penyuluhan tentang bagaimana cara melakukan jual beli tanah yang benar, yang mereka ketahui tentang jual beli tanah hanyalah adanya pembayaran seorang pembeli kepada penjual hak milik atas tanah tersebut. Selain itu apabila suatu saat mereka ingin menjual atau membeli mereka cukup melapor ke kepala desa dan perangkatnya untuk mengurusnya. Tanpa mereka tahu bagaimana proses dan tahapan tahapannya, kalaupun ada masyarakat yang tahu dengan prosedur jual beli ini, mereka juga terkesan diam dan tidak mau memberi pengalaman kepada masyarakat yang lainnya.

Kekurang pahaman masyarakat terhadap prosedur atau mekanisme jual beli tanah sangat memprihatinkan, menurut penulis kemungkinan penyebabnya adalah terbatasnya pendidikan, rasa ingin tahu yang kurang, tidak mau repot dengan proses yang dilaluinya, dan mereka condong untuk menjalankan aktifitas pekerjaannya, dan dengan berat hati mereka melimpahkan urusan urusan tersebut kepada kepala desa dan perangkatnya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Tamyis selaku Kepala Desa Podorejo dan juga Bapak Carik pada bagian staff survei, pemetaan dan pengukuran , beliau menghimbau pada masyrakat khususnya masyarakat Desa Podorejo agar ;
  • Mengusahan mendaftarkan tanah miliknya dari hasil jual beli maupun milik sendiri di Kantor Badan Pertanahan Tulungagung.
  • Memanfaatkan prugam SMS (Sertifikat Masal Swadaya)
  • Kalau ada masalah sengketa tanah usahakan diselesaikan dengan musyawarah
  • Apabila melakukan mekanisme jual beli dengan memenui syrat syarat yang ada.
Blog, Updated at: 16.40.00

1 komentar: