Pengertian Pusat Rehabilitasi Pasca-Stroke

Posted By frf on Jumat, 04 November 2016 | 16.35.00

Pengertian Pusat Rehabilitasi Pasca-Stroke
Kasus yang dipilih adalah salah satu bagian dari fasilitas kesehatan. Bentuk-bentuk fasilitas kesehatan adalah pusat rehabilitasi, rumah sakit, klinik dan poliklinik. Selain di atas masih ada bentuk lain yang konsentrasi pada kecantikan wanita atau kesehatan tubuh jasmani. Definisi rumah sakit menurut Depkes RI, Direktorat Jendral Pelayanan Medik adalah, lembaga yang bersifat dasar sebagai subspesialistik. Lima misi rumah sakit menurut Depkes RI adalah perawatan, pengobatan, rehabilitasi, pendidikan dan penelitian. Namun pada perkembangannya, untuk melayani kelima kebutuhan tersebut tidak harus dilakukan pada satu fasilitas. 

Perbedaan Pusat Rehabilitasi dan Rumah Sakit
Pusat Rehabilitasi adalah tempat yang menjadi rujukan rumah sakit jika penyakitnya sudah jelas dan memerlukan penanganan khusus untuk pemulihan pasien. Pusat Rehabilitasi bertujuan menolong pasiennya untuk mencapai tingkat independesi setinggi mungkin. Dinamakan Pusat Rehabilitasi karena di dalamnya terdapat berbagai macam fasilitas yang saling berintegrasi untuk memaksimalkan proses rehabilitasi (pemulihan).

Pusat Rehabilitasi Pasca-Stroke, membantu orang-orang yang telah mengalami serangan stroke, atau yang biasa disebut dengan IPS (Insan Penderita Stroke), untuk memperoleh kembali kemampuan yang hilang karena terjadinya kerusakan pada bagian otak pada saat mereka mengalami serangan stroke. Misalnya, kemampuan mengkordinasi pergerakan kaki untuk berjalan ataupun untuk melangkah. Rehabilitasi juga mengajarkan kepada para IPS cara baru untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Pasien mungkin harus belajar untuk mandi dan berpakaian dengan menggunakan hanya satu tangan, atau cara berkomunikasi yang efektif jika mereka kehilangan kemampuan mereka untuk menggunakan bahasa. Ada konsensi yang kuat diantara para ahli rehabilitasi bahwa elemen yang paling penting di semua program rehabilitasi adalah carefully directed, well-focused, repetitive practice.

Stroke adalah jenis penyakit yang sering disebut oleh terapis fisik sebagai kecelakaan pada Cerebro Vaskular atau CVA (Cerebrovascular Accident). Penyakit ini muncul akibat gangguan secara tiba-tiba pada otak yang tidak berhubungan dengan trauma. Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik maupun stroke hemorragik. 

Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini. Pada stroke hemorragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya. Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi. Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung.

Menurut National Institutes of Health, tipe-tipe tingkatan kecacatan yang diakibatkan oleh stroke tergantung pada bagian mana pada otak yang rusak. Secara garis besar, stroke dapat menyebabkan 5 tipe kecacatan, antara lain :
1. Paralysis atau masalah dalam mengontrol pergerakan (kontrol motorik)
Paralysis atau masalah dalam mengontrol pergerakan adalah salah satu kecacatan yang paling sering diakibatkan oleh serangan stroke. Paralysis biasanya terjadi pada bagian tubuh yang berseberangan dengan bagian otak yang mengalami kerusakan, misalnya apabila pada saat terjadi serangan stroke, otak sebelah kiri mengalami kerusakan maka bagian tubuh yang akan mengalami gangguan motorik adalah bagian tubuh sebelah kanan. Paralysis pada satu bagian tubuh ini disebut hemiplegia. Pasien stroke yang mengidap hemiparesis akan mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari, seperti berjalan atau memegang barang. Beberapa pasien penderita stroke mengalami kesulitan dalam menelan, biasa disebut dysphagia, hal ini disebabkan rusaknya bagian otak yang mengontrol otot untuk menelan. Kerusakan pada bagian otak bawah, cerebellum, dapat mempengaruhi kemampuan tubuh untuk mengkordinasikan gerak, gejala ini disebut ataxia, yang dapat menyebabkan masalah pada postur tubuh, kemampuan berjalan dan keseimbangan. 

2. Gangguan Sensorik
Pasien stroke mungkin kehilangan kemampuan untuk merasakan rabaan, sakit, temperature ataupun posisi. Gangguan sensorik juga dapat menyebabkan penurunan kemampuan untuk mengenali objek. Beberapa pasien stroke yang merasakan kesakitan, kekebalan ataupun perasaan geli seperti ditusuk pada bagian yang lumpuh, kondisi ini dikenal dengan nama paresthesia.

Pasien yang selamat dari serangan stroke memiliki kecenderungan mengalami sindrom penyakit kronik yang diakibatkan dari stroke yang merusak system saraf (neuropathic pain). Pasien yang telah sangat lemah dan lenganya mengalami kelumpuhan sering merasakan kesakitan yang menjalar dari punggung. Namun yang paling sering terjadi rasa sakit diakibatkan karena sendi menjadi lumpuh karena kekurangan pergerakan dan tendon serta ligament disekitar sendi menjadi macet di satu posisi. Hal ini biasa disebut dengan ‘sendi kaku’. Pada beberapa pasien stroke, jalur pengirim sensasi ke otak telah rusak, mengakibatkan pengiriman signal yang salah yang mengakibatkan rasa sakit pada tungkai dan lengan atau bagian tubuh yang lain yang mengalami defisit sensorik. Sindrom rasa sakit ini yang paling sering terjadi biasa disebut ‘thalamic pain syndrome’, yang akan sulit disembuhkan sekalipun dengan perawatan. 

Penderita stroke juga mungkin kehilangan kemampuan untuk merasakan keinginan untuk buang air kecil maupun air besar. Beberapa mungkin kekurangan kemampuan untuk bergerak ke toilet pada waktunya. Keadaan ini mungkin hanya sementara terjadi, namun ketidakmampuan ini walapun hanya sementara ternyata cukup mengganggu penderita secara fisik maupun emosional. 

3. Aphasia atau gangguan dalam menggunakan dan mengerti bahasa 
Sekurangnya ¼ dari penderita stroke mengalami language impairments, termasuk kemampuan untuk berbicara, menulis dan mengerti bahasa lisan dan tulisan. Stroke menimbulkan luka pada bagian otak yang mengontrol komunikasi yang mengakibatkan gangguan komunikasi verbal. Kerusakan pada pusat bahasa yang terletak pada bagian otak dominan, yang dikenal dengan nama area Broca, mengakibatkan expressive aphasia. Manusia dengan tipe aphasia akan mengalami kesulitan menerjemahkan pikiran mereka ke dalam kata-kata atau tulisan. Mereka kehilangan kemampuan untuk mengucapkan kata-kata yang mereka pikirkan dan untuk mengatur kata-kata secara koheren, dan benar secara tata bahasa. Sebaliknya, apabila kerusakan terjadi pada pusat bahasa yang terletak pada bagian otak belakang, disebut dengan area wernicke, mengakibatkan receptive aphasiai.

Penderita kondisi ini memiliki kesulitan mengerti bahasa lisan maupun tulisan dan kadang mengalami kesulitan berbicara atau berbicara tidak jelas. Walaupun mereka dapat membentuk kata-kata yang benar secara tata bahasa, pengucapan mereka kadang berbeda dengan yang dimaksudkan. Bentuk aphasia yang paling berat adalah global aphasia, disebabkan oleh kerusakan pada beberapa area termasuk pada fungsi bahasa. Penderita global aphasia kehilangan hampir semua kemampuan linguistik, mereka tidak mampu mengerti bahasa atau bahkan memikirkannya. Bentuk aphasia yang lebih ringan, biasa disebut anomic atau amnesic aphasia, berlaku ketika hanya terjadi sedikit kerusakan pada otak; efeknya kadang beragam. Penderita anomic aphasia mungkin secara selektif melupakan beberapa kelompok kata, seperti nama orang atau objek tertentu. 

4. Gangguan Pikiran dan Ingatan
Stroke dapat menyebabkan kerusakan pada bagian otak yang bertanggung jawab terhadap ingatan, pengetahuan, dan kesadaran. Penderita stroke mungkin secara dramatis memperpendek jarak perhatian atau mungkin mengalami defisit pada ingatan jangka pendek. Individu juga mungkin kehilangan kemampuan untuk membuat rencana, mengartikan, mempelajari aktifitas baru, atau melakukan aktifitas mental yang lebih kompleks lainnya. Dua kekurangan yang sering diakibatkan karena stroke adalah anosognosia, ketidakmampuan untuk mengenali kenyataan kerusakan fisik akibat stroke, dan neglect, kehilangan kemampuan untuk merespon objek atau rangsangan sensor yang terletak pada salah satu bagian tubuh, biasanya pada bagian yang rusak karena stroke. 

5. Gangguan Emosional
Banyak orang yang pernah mengalami serangan stroke merasakan ketakuatan, kegelisahan, kemarahan, kesedihan, dan perasaan berduka karena kehilangan kemampuan fisik dan mental mereka. Perasaan ini merupakan respon yang natura terhadap psikologis setelah mengalami trauma stroke. Beberapa gangguan emosional dan perubahan kepribadian disebabkan oleh efek fisik rusaknya otak. Depresi klinis, yaitu perasaan hilang harapan yang mengacaukan kemampuan individu untuk berfungsi, sering menjadi gangguan emosional yang dialami oleh penderita pasca-stroke. Tanda-tanda dari depresi klinis termasuk gangguan tidur, perubahan radikal pada pola makan yang akan menyebabkan hilangnya atau bertambahnya berat badan secara drastis, kelesuan, penarikan diri dari sosial, lekas marah, kelelahan, kebencian terhadap diri sendiri, dan keinginan untuk bunuh diri. Depresi pasca-stroke bisa diobati dengan pengobatan antidepresi dan konseling psikologis.

Menurut Jeffrey S. Hecht MD, dari Associate Professor and Chief, Division of Surgical Rehabilitation Department of Surgery, University of Tennessee Graduate, School of Medicine, ada dua hal yang mendasari situasi diatas. Pertama, keterbatasan pada pedalaman mengenai rehabilitasi dan kurangnya tenaga ahli di dalam perguruan tinggi untuk menghasilkan dokte-dokter yang cukup kompeten dan mengakomodasi jumlah pasien yang ditangani. Pasien dan keluarganya berkemungkinan memiliki pandangan yang salah mengenai stroke dan kurang motivasi untuk menaklukkna ketidakmampuan akibat stroke. Jika kesembuhan telah mencapai tingkat mustahil, pasien membutuhkan konseling dan dorongan dalam menghadapi ketidakmampuan fisiknya. Tujuan akhir dari rehabilitasi adalah mengembalikan fungsi-fungsi organ yang telah terganggu seoptimal mungkin.

Pasien yang menderita stroke memiliki komplikasi pada system bagian tubuh lainnya (di luar yang mengalami kelumpuhan). Kulit harus dilindungi untuk menghindari sakit pada kulit akibat gesekan dengan tempat tidur (decubitus ulcers), tempat tampungan urin atau bladder harus diperhatikan secara baik untuk menghindari komplikasi dan pasien harus tetap dimonotori karena resiko besar terhadap pendarahan kaki. Perhatian yang intensif diperlukan juga untuk menghindari pneumonia. Pasien harus dapat dipindahkan semudah mungkin untuk menghindari kelemahan akibat berbaring terlalu lama di tempat tidur dan komplikasi yang telah disebutkan di atas.Untuk meningkatkan optimism dalam penyembuhan, rehabilitasi harus dilaksanakan sedini mungkin setelah mengalami serangan stroke atau setelah kondisi dianggap telah stabil kembali oleh dokter. Pertanyaan apapun yang muncul , ahli patologi harus dapat mendukung konsultasi ini untuk menentukan nutrisi yang ptimal untuk menghindari pneumonia dan malnutrisi. Cairan yang encer justru sulit untuk ditelan pasien. Biasnaya, mereka merasa mudah mengunyah makanan yang lembut seperti pudding. Terapis berbicara juga membantu kesulitan-kesulitan tersebut di atas dengan cara mengajak berbicara.

Jika pasien sudah berada pada level layak untuk direhabilitasi, yaitu berada pada kondisi Stabil Sistem Organ, para petugas rumah sakit seperti perawat, pekerja sosial dan konselor rehab sebelumnya berdiskusi sebagai tim untuk perawatan. Keluarga juga diajak untuk berdiskusi mengenai pemindahan pasien ke level berikutnya. Untuk memulai agar pasien terlibat secara aktif, terapis fisik membantu latihan pergerakan sendi dan pergerakan dasar.

Ada beberapa level perawatan yaitu LTACH (Long Term Acute Care Hospital) untuk pasien yang memilki perawatan dan perhatian yang sangat intensif. Pasien ini masih berada dalam keadaan yang tidak sadar dan memiliki luka yang kompleks. Biasanya pasien memerlukan mesin bantuan untuk keberlangsungan perawatannya. Oleh karena itu, ruangan harus cukup untuk peralatan ini. Kemudian SNF (Skilled Nursing Facility), untuk pasien yang lebih stabil keadaanya dibandingkan dengan pasien LTACH atau rehabilitasi akut untuk pasien yang relative stabil, membutuhkan perhatian harian perawat. Pasien dalam SNF tidak membutuhkan perhatian intensif dari perawat. Oleh karena itu, persyaratan ruang tidak sama dengan pasien LTACH. Hanya dibutuhkan empat jam sehari untuk pengawasan dan berganti pakaian. Pasien ini dikunjungi tiga kali oleh dokter dalam seminggu. Terapi dilakukan selama satu hingga dua jam setiap harinya. Pasien dapat berpindah pada tingkatan tersebut, bergantung dari kebutuhan terapinya.

Dalam rawat jalan, psikiatri secara efektif mengatur program rehabilitasi dengan bekerjasama dengan terapis fisik utama atau okter neurologi yang bertitik tolak pada isu medis akut yang non-rehabilitatif seperti antikoagulasi, tekanan darah, kolestrol dan diabetes mellitus. 

Hal yang paling efektif dalam rehabilitasi adalah memperlakukan pasien dan keluarganya secara holistik atau menyeluruh. Segala kerusakan akibat stroke harus dapat diidentifikasikan dan diperbaiki. Rehabilitrasi harus dapat menolong pasien dan keluarganya menemukan pengertian dan pertumbuhan pribadi melalui pengalaman yang sulit ini.
Blog, Updated at: 16.35.00

0 komentar:

Posting Komentar