TEORI PENGEMBANGAN TRANSPORTASI

Posted By frf on Rabu, 26 Oktober 2016 | 15.59.00

TRANSPORTASI
I. PENDAHULUAN
Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya dengan Pancasila sebagai dasar, tujuan, dan pedoman pembangunan nasional. Pembangunan nasional dilaksanakan merata di seluruh tanah air dan tidak hanya untuk suatu golongan atau sebagian dari masyarakat, tetapi untuk seluruh masyarakat, serta harus benar-benar dapat dirasakan seluruh rakyat sebagai perbaikan tingkat hidup yang berkeadilan sosial, yang menjadi tujuan dan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia.
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 mengamanat­kan bahwa dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PIP II) pembangunan perhubungan yang meliputi transportasi, pos, dan telekomunikasi harus diarahkan agar makin menunjang pertumbuh­an ekonomi, stabilitas nasional serta upaya pemerataan dan penye­baran pembangunan, dengan menembus isolasi dan keterbelakang­an daerah terpencil sehingga akan makin memantapkan perwujudan Wawasan Nusantara dan memperkukuh Ketahanan Nasional.
Wilayah Nusantara yang luas dan berkedudukan di khatulisti­wa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudera dengan keadaan alamnya yang memiliki berbagai keunggulan komparatif merupakan modal dasar pembangunan nasional dengan wilayah yang bercirikan kepulauan dan kelautan sebagai faktor dominan­nya. Oleh karena itu, wawasan penyelenggaraan pembangunan nasional adalah Wawasan Nusantara, yang mencakup perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan politik, satu kesatuan ekonomi, satu kesatuan sosial dan budaya, serta satu kesatuan pertahanan dan keamanan. Untuk itu, perhubungan harus diseleng­garakan secara efisien sehingga makin memperlancar arus lalu lintas orang, barang, dan jasa termasuk informasi.

Dalam bab ini hanya dibahas pembangunan transportasi, sedangkan pos dan telekomunikasi dibahas dalam bab tersendiri.

Dalam fungsinya melayani mobilitas orang, barang, dan jasa baik lokal, regional, nasional maupun internasional, serta peranannya sebagai pendukung pembangunan sektor lainnya, maka pembangunan transportasi merupakan bagian yang amat penting dari pembangunan nasional. Transportasi merupakan unsur vital dalam kehidupan bangsa dan dalam memupuk kesatuan dan persatuan bangsa. Pembangunan transportasi sebagai pendukung pembangunan sektor lainnya dalam mewujudkan sasaran pem­bangunan nasional diselenggarakan melalui serangkaian program pembangunan yang menyeluruh, terarah, dan terpadu, serta ber­langsung secara terus-menerus.

Penyelenggaraan sistem transportasi nasional mencakup transportasi darat, transportasi laut, dan transportasi udara. Sistem transportasi nasional dikembangkan secara terpadu dan intermoda untuk mewujudkan sistem distribusi nasional yang mantap dan mampu memberikan pelayanan dan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat, serta dapat menjamin peningkatan kesejahteraan rakyat dan pemerataan hasil pembangunan ke seluruh wilayah Nusantara.

Transportasi darat mencakup angkutan jalan raya, angkutan kereta api, serta angkutan sungai, danau, dan penyeberangan. Angkutan jalan raya sebagai penghubung antardaerah, antarkota, dan angkutan di dalam kota, berfungsi mendistribusikan barang dan jasa dari pusat-pusat pertumbuhan dan pusat produksi ke daerah pemasarannya. Sejalan dengan itu, angkutan kereta api sebagai penghubung antarkota dan antardaerah berfungsi sebagai moda transportasi masal untuk penumpang, dan barang dalam jumlah besar. Angkutan sungai, danau, dan penyeberangan berperan dalam melengkapi jenis moda angkutan jalan raya dan kereta api sehingga dapat membentuk jaringan multimoda yang saling mendukung, di samping untuk menghubungkan daerah terbe­lakang yang belum terjangkau moda transportasi lain.

Transportasi laut berfungsi untuk melayani mobilitas orang, barang, dan jasa yang menghubungkan kegiatan ekonomi antarpulau dan hubungan internasional, sedangkan transportasi udara berfungsi untuk melayani angkutan cepat antarpulau dan antarnegara untuk orang, barang, dan jasa serta menghubungkan daerah-daerah terisolasi, daerah terpencil, dan daerah perbatasan yang belum dihubungkan oleh moda transportasi lainnya.

GBHN 1993 mengamanatkan bahwa dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun Keenam (Repelita VI) pembangunan sistem transportasi diarahkan pada peningkatan peranannya sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, sosial budaya, politik dan pertahanan keamanan antara lain dengan meningkatkan sarana dan prasarana transportasi serta menyempurnakan pengaturan yang harus selalu didasarkan pada kepentingan nasional. Perhatian khusus diberikan kepada perluasan sistem transportasi kawasan timur Indonesia, daerah terbelakang lainnya, ke dan di daerah perdesaan, daerah dan pulau terpencil serta wilayah perbatasan dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara. Pembangunan sistem transportasi darat, laut, dan udara termasuk manajemennya dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu dengan memanfaatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Selain itu dalam pembangunan transportasi juga harus ada keseimbangan antara berbagai kepentingan, yaitu keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara kepentingan pusat dan daerah serta antardaerah, kepentingan perikehidupan darat, laut, udara, dan dirgantara serta kepentingan nasional dan internasional.

Pembangunan transportasi dalam PJP II dan Repelita VI disu­sun dan diselenggarakan dengan berlandaskan pada pengarahan GBHN 1993 seperti tersebut di atas.

II. PEMBANGUNAN TRANSPORTASI DALAM PJP I
Kebijaksanaan pembangunan di bidang transportasi dalam PJP I ditujukan untuk mendukung pembangunan sektor ekonomi lainnya dalam rangka memperlancar arus distribusi barang dan jasa agar dapat memberikan pelayanan transportasi yang makin me­ningkat kepada masyarakat. Pembangunan transportasi mendukung upaya menciptakan kerangka landasan yang kukuh untuk memper­siapkan tinggal landas dalam pembangunan tahap berikutnya. Mengingat kondisi geografis, luasnya wilayah tanah air, dan penyebaran sumber daya manusia dan sumber daya alam yang tidak merata, kebijaksanaan sektor transportasi telah diarahkan pula agar mendorong keseimbangan pertumbuhan antarwilayah sesuai dengan potensi tiap daerah, serta meningkatkan perannya dalam mempersatukan wilayah Nusantara.

Pada awal PJP I pembangunan di bidang jalan lebih ditekan­kan pada rehabilitasi dan pemeliharaan jalan guna memulihkan kelancaran distribusi orang, barang, dan jasa. Seiring dengan ting­kat laju pertumbuhan ekonomi dan kebijaksanaan untuk mengga­lakkan ekspor nonmigas dan meningkatkan pertumbuhan industri, telah dilakukan pemantapan jaringan jalan yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi kendaraan angkutan jalan raya dengan tekanan gandar 10 ton. Dari kebijaksanaan yang ditempuh dalam

PJP I tersebut, prasarana jalan telah berfungsi secara meluas hampir di seluruh pelosok tanah air, termasuk di wilayah pertum­buhan, pusat-pusat produksi, dan daerah pemasarannya. Panjang seluruh jaringan jalan tersebut terdiri atas jalan nasional 17.800 kilometer, jalan propinsi 32.250 kilometer, jalan kabupaten 168.602 kilometer dan jalan perkotaan sepanjang 25.518 kilome­ter. Dari seluruh jaringan jalan tersebut, yang berfungsi sebagai jalan arteri adalah 10.420 kilometer, jalan kolektor 39.630 kilome­ter dan jalan lokal sepanjang 194.120 kilometer. Kondisi jaringan jalan arteri dan jalan kolektor pada akhir Repelita V telah menca­pai kondisi 85 persen mantap. Demikian pula halnya dengan kondisi jaringan jalan perdesaan yang telah berkembang makin baik.

Pembangunan transportasi jalan raya dalam PJP I ditandai oleh pesatnya pertumbuhan kendaraan bermotor sebagai akibat makin meningkatnya perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, yang ditunjang oleh peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana jalan raya. Pada Repelita I jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar mencapai 1,64 juta buah. Pada tahun keempat Repelita V, jumlah tersebut meningkat 7,5 kali lipat menjadi 12,39 juta buah. Dari jumlah tersebut, sebanyak 542 ribu buah (4,38 persen) berupa bus, 1,4 juta buah (11,34 persen) berupa truk, 1,7 juts buah (13,95 persen) adalah mobil penumpang dan sepeda motor sebanyak 8,7 juta buah (70,32 persen). Pesatnya pertumbuhan kendaraan bermo­tor diikuti dengan pengembangan sistem pengaturan dan per­undang-undangan, yang mengatur angkutan jalan, pemeriksaan kendaraan bermotor, prasarana dan lalu lintas jalan, serta mengenai kendaraan dan pengemudi.

Di bidang angkutan kereta api, jumlah pengguna jasa selama PJP I meningkat dengan pesat. Pada Repelita I jumlah penumpang kereta api adalah 29 juta orang dan pada tahun keempat Repelita V telah meningkat menjadi 69 juta orang, atau per tahun rata-rata mengalami peningkatan sebesar 5,5 persen. Volume angkutan barang juga meningkat dari 5 juta ton pada Repelita I menjadi 15 juta ton pada tahun keempat Repelita V, atau meningkat rata-rata dalam PJP I sebesar 7,7 persen per tahun. Jaringan jalan kereta api yang beroperasi di Jawa dan Sumatera saat ini adalah 5.051 kilometer, yang terdiri dari lintas raya sepanjang 4.454 kilometer dan lintas cabang 597 kilometer. Dari jumlah tersebut, 2.736 kilometer di antaranya berada pada kondisi mantap dan dapat dilalui dengan kecepatan di atas 70 kilometer per jam pada tekanan gandar 13 ton, serta didukung oleh fasilitas keselamatan dan pengatur lalu lintasnya. Di samping itu, dibangun pula jalur kereta api ganda di wilayah Jabotabek sepanjang 96 kilometer yang ditunjang oleh elektrifikasi jalur KA sepanjang 150 kilometer untuk pengoperasian Kereta Rel Listrik (KRL). Khusus di bidang angkutan barang, dalam PJP I telah dibangun terminal peti kemas di 5 lokasi di Jawa dan Sumatera. Perkembangan ini diikuti dengan dukungan sarana kereta api sebanyak 922 buah kereta penumpang, 8.906 buah gerbong barang, dan 364 buah lokomotif dengan faktor muat mencapai sebesar 102,2 persen untuk kereta penumpang dan 67 persen untuk angkutan barang.

Perkembangan transportasi penyeberangan terlihat dengan makin banyaknya jumlah lintasan penyeberangan, terutama di kawasan timur Indonesia. Pertumbuhan itu diikuti pula dengan meningkatnya peran swasta dalam pelayanan angkutan penye­berangan pada lintas komersial, terutama yang menghubungkan Sumatera-Jawa-Bali-Lombok-Sumbawa-Flores dan Jawa-Madura dengan dukungan tersedianya fasilitas dermaga yang memadai. Pada tahun terakhir Repelita I, jumlah penumpang yang diangkut mencapai 11 juta orang, sedangkan pada tahun keempat Repelita V jumlahnya meningkat menjadi sebanyak 56 juta orang. Angkutan barang meningkat dari 2 juta ton pada Repelita I menjadi 19 juta ton pada tahun keempat Repelita V. Kendaraan yang diangkut, jumlahnya meningkat dari 0,9 juta kendaraan pada tahun terakhir Repelita I menjadi 5 juta kendaraan pada tahun keempat Repelita V. Transportasi sungai dan danau berperan penting dalam pelayanan transportasi di beberapa daerah, seperti Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya. Dalam kaitan itu, telah dilakukan pembangunan 58 dermaga sungai dan 29 dermaga danau.

Dalam rangka menggalakkan ekspor nonmigas dan meningkatkan efisiensi penyelenggaraan angkutan laut, sejak awal Repelita IV telah diterapkan kebijaksanaan deregulasi melalui Inpres Nomor 5 Tahun 1984 tentang Penyederhanaan Perizinan di Bidang Transportasi Laut, serta Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1988 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut. Hasilnya adalah terjadinya keseimbangan antara permintaan dan penyediaan jasa transportasi laut serta adanya tarif negosiasi yang saling menguntungkan sehingga mendukung pembangunan di sektor industri dan kegiatan perdagangan.

Pembangunan transportasi laut telah meningkatkan jumlah kapal yang beroperasi untuk melayani angkutan laut dalam dan luar negeri. Untuk angkutan laut dalam negeri yang terdiri atas pelayar­an Nusantara dan pelayaran lokal pada akhir Repelita I dioperasi­kan 1.247 kapal. Pada akhir Repelita V jumlahnya meningkat menjadi 1.463 kapal. Armada pelayaran rakyat yang beroperasi meningkat dari 471 kapal pada akhir Repelita I menjadi 3.974 kapal pada akhir Repelita V dan muatan yang diangkut adalah sebesar 3,4 juta ton. Untuk pelayaran khusus dalam negeri pada akhir Repelita I dioperasikan 85 kapal, sedangkan pada akhir Repelita V jumlah kapal yang beroperasi meningkat menjadi 3.685 kapal yang mengangkut 175,6 juta ton barang. Armada pelayaran perintis telah mengoperasikan 9 kapal pada akhir Repelita I. Pada akhir Repelita V jumlahnya meningkat menjadi 26 kapal yang melayari 28 trayek dan menyinggahi 193 pelabuhan. Di bidang angkutan penumpang, pada akhir Repelita IV jumlah kapal yang dioperasikan 7 kapal. Pada akhir Repelita V jumlahnya meningkat menjadi 13 kapal dengan jumlah penumpang yang diangkut menca­pai 2,5 juta orang. Untuk angkutan laut luar negeri pada akhir Repelita V, kapal yang beroperasi sebanyak 27 kapal. Di bidang keselamatan pelayaran, sudah dimiliki 1.214 unit jumlah sarana bantu navigasi. Di bidang telekomunikasi pelayaran, telah di­bangun sejumlah stasiun radio pantai yang tersebar di 214 lokasi.

Di bidang operasional pelabuhan, telah dikeluarkan Inpres Nomor 4 Tahun 1985 dan Inpres Nomor 3 Tahun 1991 yang bertu­juan untuk memperlancar bongkar muat barang di pelabuhan, serta pembentukan perum pelabuhan sebagai. pengelola, yang akhirnya menjadi PT Persero Pelabuhan. Untuk melayani angkutan peti kemas telah dibangun tiga pelabuhan yang memiliki fasilitas khusus bongkar muat peti kemas, yaitu Belawan, Tanjung Priok, dan Tanjung Perak. Sementara itu, dalam mendorong ekspor nonmigas telah dibuka 127 pelabuhan untuk perdagangan luar negeri yang tersebar di seluruh Indonesia.

Di bidang transportasi udara, jumlah penumpang yang diang­kut pada penerbangan dalam negeri pada akhir Repelita I sebanyak 1,65 juta orang. Pada akhir Repelita V jumlahnya meningkat menjadi 8,25 juta orang. Jumlah barang yang diangkut juga meningkat dari 13,8 ribu ton pada akhir Repelita I menjadi 103,8 ribu ton pada akhir Repelita V. Untuk penerbangan luar negeri jumlah penumpang meningkat dari 97 ribu orang pada akhir Repe­lita I menjadi 2,5 juta orang pada akhir Repelita V. Jumlah barang yang diangkut juga meningkat dari 3 ribu ton pada akhir Repelita I menjadi 81 ribu ton pada akhir Repelita V. Sejalan dengan pening­katan penumpang dan barang, faktor muatan pada penerbangan dalam negeri telah mencapai 54 persen dan pada penerbangan luar negeri 47 persen pada akhir Repelita V.

Angkutan udara perintis mulai dilaksanakan pada tahun 1974. Sejak awal dimulainya pengoperasian angkutan udara perintis, terus terjadi penurunan penumpang yang diangkut rata-rata sebesar 0,3 persen setiap tahunnya. Demikian pula jumlah bandar udara yang disinggahi penerbangan perintis menurun, jika pada tahun 1983 masih berjumlah 50 lokasi, pada tahun keempat Repelita V telah turun menjadi 37 lokasi. Penurunan itu, baik dalam jumlah penumpang maupun jumlah bandar udara yang disinggahi, menun­jukkan telah tersedianya moda transportasi lain yang lebih menarik bagi masyarakat dan makin bertambahnya jumlah rute penerbangan komersial.

Jaringan pelayanan penerbangan telah mencakup 240 rute yang menjangkau seluruh propinsi dan beberapa kawasan dunia. Operasi penerbangan tersebut didukung oleh 844 buah pesawat udara besar dan kecil, termasuk 211 buah helikopter, dioperasikan oleh 2 badan usaha milik negara dan 35 perusahaan penerbangan swasta, serta 60 perusahaan penerbangan umum. Dari seluruh pesawat yang beroperasi, 16 buah di antaranya dipergunakan pada penerbangan perintis. Transportasi udara juga berperan dalam mengangkut jemaah haji. Jumlah jemaah haji yang diangkut pada akhir Repelita II mencapai 64.414 orang dan pada tahun keempat Repelita V mencapai 124.998 orang. Jumlah bandar udara yang berfungsi sebagai pintu masuk bagi penerbangan internasional telah meningkat, pada tahun keempat Repelita V telah berjumlah 19 bandar udara. Peningkatan kegiatan transportasi di berbagai moda itu menunjukkan kegiatan perekonomian yang makin berkembang serta makin terhubungkannya seluruh wilayah Nusantara sehingga makin terwujud Wawasan Nusantara dan makin kukuh Ketahanan Nasional.

Jasa meteorologi dan geofisika yang amat penting, meliputi penyediaan informasi meteorologi, klimatologi, dan geofisika, di samping telah dapat meningkatkan keselamatan penerbangan, keselamatan pelayaran dan keselamatan kehidupan masyarakat, juga telah dapat dimanfaatkan bagi kegiatan di bidang pertanian. Cakupan, jangkauan, dan rute pelayanan jasa meteorologi, klima­tologi, dan geofisika telah meningkat. Liputan pelayanan jasa dan informasi meteorologi untuk bidang pelayaran pada Repelita V mencapai 7 dari 36 wilayah pelayaran yang harus dicakup atau sebesar 19 persen liputan pelayanan. Untuk bidang penerbangan liputannya mencapai 54 persen dari kebutuhan 146 bandar udara yang harus dilayani, bidang pertanian mencapai 59 persen dari 27 propinsi, geofisika mencapai 76 persen dari 37 wilayah rawan gempa, dan lingkungan hidup mencapai 51 persen dari 57 wilayah pengamatan pencemaran.

Pada tahun terakhir Repelita V telah tersedia 5 balai wilayah, 114 stasiun meteorologi, 17 stasiun klimatologi, 28 stasiun geofisika, 3.987 pos pengamatan kerja sama mengenai hujan, iklim penguapan, dan Meteorologi Pertanian Khusus (MPK), 34 unit pengamatan komposisi atmosfer dan 3 unit pengamatan petir. Selain itu, telah tersedia 7 unit radar cuaca, 19 unit Radio Sonde dan Radar Wind, 6 unit kalibrasi, 6 unit Automatic Picture Trans-mission (APT), dan 1 unit Automatic Message Switching Centre (AMSC). Kemampuan pencarian dan penyelamatan (search and rescue) yang merupakan pelayanan masyarakat yang terkena musibah, bencana alam, dan bencana lainnya telah meningkat pula.

Menjelang akhir Repelita V telah berhasil ditetapkan peratur­an-perundangan yang mengatur pembangunan transportasi, yakni Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan, Undang­undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian, Undang­undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbang­an, dan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran.

III. TANTANGAN, KENDALA, DAN PELUANG PEMBANGUNAN
Pembangunan transportasi pada PJP I telah dapat meningkat­kan ketersediaan prasarana dan sarana serta fasilitas transportasi, di samping peningkatan kualitas pelayanan masyarakat dalam upaya memenuhi kebutuhan transportasi. Pertumbuhan transportasi baik transportasi darat, laut, maupun udara cukup besar selama PJP I. Demikian pula, penyediaan prasarana jalan dan fasilitas lainnya. Dalam PJP II nanti diperkirakan kebutuhan transportasi akan semakin besar. Untuk dapat memenuhi kebutuhan transportasi secara lebih baik, maka perlu dikenali adanya berbagai tantangan, kendala, dan peluang yang akan dihadapi.

1. Tantangan
Dalam memasuki PJP II masih banyak wilayah di Kepulauan Nusantara yang belum terlayani oleh jasa transportasi, khususnya wilayah pedalaman, kawasan perbatasan, serta sebagian besar kawasan timur Indonesia. Permasalahan yang dihadapi tidak hanya penyediaan sarana dan prasarana transportasi, tetapi juga kemudah­an pergantian antarmoda transportasi. Mengingat sifat geografi negara Indonesia, pemenuhan kebutuhan jasa transportasi nasional tidak dapat hanya bertumpu pada salah satu moda transportasi saja, tetapi harus merupakan integrasi dari berbagai moda transportasi sehingga pelayanan jasa transportasi dapat efisien dan memenuhi kebutuhan masyarakat dan keperluan pembangunan. Dengan demikian, tantangan pembangunan transportasi adalah bagaimana menciptakan sistem transportasi yang andal, berkemampuan tinggi, efisien, dan mampu menghubungkan Kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan wilayah Nusantara sehingga mendukung terbentuk­nya kemampuan daya saing yang tinggi dalam segala aspek pada tingkat internasional.

Upaya untuk melayani jasa transportasi di wilayah pedalaman dan kawasan terpencil telah dilakukan melalui pengembangan sistem transportasi perintis, baik transportasi darat, laut maupun udara. Pembangunan prasarana jalan di seluruh pelosok tanah air telah memperlancar roda perekonomian dan membuka wilayah yang terisolasi dan terbelakang. Pembangunan jalan telah menghu­bungkan daerah produksi dengan daerah pemasarannya. Namun, banyak daerah yang masih terisolasi, terutama di kawasan timur Indonesia. Selain itu, jaringan jalan belum sepenuhnya menjangkau daerah terbelakang di tingkat kabupaten dan desa. Angkutan sungai, danau, dan penyeberangan berperan penting sebagai pengganti dan penunjang angkutan jalan raya, bahkan bagi banyak masyarakat Indonesia menggunakan angkutan tradisional telah membudaya dan besar peranannya dalam melayani kebutuhan angkutan di daerah kepulauan dan daerah terpencil. Angkutan sungai, danau, dan penyeberangan perlu ditingkatkan sehingga dapat diperluas jangkauan pelayanannya, terutama dalam menem­bus keterisolasian dan mengatasi masalah kemiskinan di wilayah yang tertinggal. Oleh karena itu, dalam PJP II merupakan tantang-an pula bagaimana meningkatkan jaringan transportasi darat yang meliputi angkutan sungai, danau, dan penyeberangan mampu menjangkau seluruh daerah terpencil dan daerah pedalaman, ter­utama di kawasan timur Indonesia.

Dalam kaitan pengembangan sistem transportasi darat, pertumbuhan penduduk, dan kecenderungan bermukimnya pen­duduk di wilayah perkotaan menuntut penyediaan sarana dan prasarana transportasi yang andal dan dapat melayani kebutuhan mobilitas penduduk perkotaan. Pertumbuhan perkotaan yang cepat belum dapat diimbangi oleh sistem transportasi yang ada. Trans­portasi perkotaan ditandai oleh kemacetan dan polusi yang tinggi. Oleh karena itu, dalam pembangunan transportasi merupakan tantangan pula untuk menciptakan sistem transportasi perkotaan yang andal, aman, nyaman, terjangkau oleh masyarakat banyak, dan mampu mengangkut penumpang dalam jumlah besar serta berpolusi rendah.

Angkutan kereta api merupakan sarana transportasi yang tepat untuk melayani kebutuhan masyarakat, terutama yang berpengha­silan rendah serta kebutuhan pengangkutan barang dalam jumlah besar secara cepat, aman, dan efisien. Angkutan kereta api diban­ding dengan moda angkutan yang lain memiliki keuntungan, yaitu tarifnya bersaing dan daya angkutnya yang besar. Pada kenya­taannya tingkat pelayanan jasa angkutan kereta api masih rendah dibandingkan dengan moda angkutan lainnya. Hal ini disebabkan oleh prasarana dan sarana kereta api yang belum memadai untuk melayani permintaan jasa angkutan kereta api, selain juga mutu pelayanannya yang masih belum memuaskan pengguna jasa. Dengan demikian, menjadi tantangan pula meningkatkan pelayanan angkutan kereta api agar mampu melayani kebutuhan masyarakat serta mendorong gerak perekonomian secara efektif dan efisien.

Indonesia merupakan negara maritim sehingga transportasi laut mempunyai peranan yang penting dalam menghubungkan Kepulauan Nusantara dan menggerakkan perekonomian. Penyeleng­garaan transportasi laut dikembangkan untuk mendukung ekspor nonmigas dan kelancaran perdagangan sehingga dewasa ini penye­diaan kapasitas angkutan barang antarpulau dan ekspor-impor sepenuhnya mengikuti mekanisme pasar. Kebijaksanaan itu terus berhasil mendukung peningkatan ekspor nonmigas, tetapi sebagai akibatnya peranan armada nasional, baik angkutan dalam negeri maupun luar negeri menurun, karena tersaingi kapal-kapal asing. Dalam jangka panjang, sebagai negara bahari, Indonesia memerlu­kan armada nasionalnya sendiri dan tidak hanya bergantung kepada armada asing. Oleh karena itu, tantangan di masa mendatang, terutama dalam menghadapi globalisasi ekonomi dan kecen­derungan regionalisasi blok-blok perdagangan internasional, adalah bagaimana armada nasional dapat tumbuh berkembang menjadi armada yang tangguh, mandiri, dan mampu bersaing secara inter­nasional.

Transportasi. udara didukung oleh adanya bandar udara serta fasilitas keselamatan penerbangan. Meskipun telah banyak kemaju­an, akhirnya fasilitas tersebut secara umum masih belum memadai dan tidak seluruhnya memenuhi standar persyaratan keselamatan penerbangan. Selain itu, jumlah pesawat udara juga terbatas dan banyak yang sudah tua sehingga membutuhkan biaya pemeliharaan dan operasional yang cukup tinggi. Efisiensi pelayanan transportasi udara juga masih rendah seperti tampak pada faktor muatannya. Oleh karena itu, tantangan yang dihadapi sektor transportasi udara adalah bagaimana menyelenggarakan transportasi udara yang dapat diandalkan dalam memenuhi kebutuhan jasa transportasi udara dalam negeri dan luar negeri secara bersaing sehingga mampu memanfaatkan terbukanya pasar dunia, meningkatnya perekonomi­an Indonesia, kawasan Asia Tenggara dan Asia Pasifik, serta perkembangan ekonomi dunia pada umumnya.

Jumlah penduduk Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan saat ini mencapai 27 juta jiwa dan tersebar di 27 pro­pinsi. Sudah menjadi konsensus nasional bahwa kemiskinan harus segera diatasi. Kemiskinan terjadi antara lain karena tingkat pen­didikan dan tingkat kesehatan yang rendah serta kekurangmampuan penduduk miskin untuk meningkatkan usahanya. Salah satu penye­bab keadaan di atas adalah rendahnya tingkat pelayanan transporta­si. Dengan demikian, tantangan berikutnya adalah bagaimana agar pembangunan transportasi berperan dalam upaya mengentaskan masyarakat dari kemiskinan melalui pembangunan sarana dan prasarana transportasi, khususnya yang dapat dijangkau oleh penduduk miskin.

Pembangunan transportasi memerlukan dukungan yang kuat dari industri transportasi, baik yang diusahakan oleh Pemerintah (BUMN) maupun swasta. Namun, industri transportasi nasional yang ada belum berdiri di atas landasan yang kukuh dan masih sangat bergantung pada masukan sumber daya dari luar negeri, baik itu berupa modal, teknologi, bahan baku maupun suku ca­dang. Di samping itu, pengembangan industri transportasi juga kurang mendapat dukungan dari dunia perbankan, terutama dalam membantu pendanaan investasi industri transportasi. Oleh sebab itu, menjadi tantangan dalam pembangunan transportasi bagaimana agar industri transportasi nasional dapat tumbuh dan berkembang secara efisien dan berdaya saing tinggi.

2. Kendala
Pembangunan transportasi dalam Repelita VI dalam menjawab berbagai tantangan seperti diuraikan di atas harus memper­hitungkan beberapa kendala.

Wilayah yang luas dan terdiri atas kepulauan menyebabkan pengembangan transportasi merupakan pekerjaan yang tidak mudah. Pembangunan transportasi yang merata ke seluruh penjuru tanah air membutuhkan jaringan prasarana dan sarana yang penyediaannya memerlukan investasi yang besar. Kemampuan Pemerintah sangat terbatas, untuk menyediakan dana investasi bagi pembangunan jaringan transportasi yang menjangkau seluruh wilayah tanah air dalam suatu sistem transportasi yang andal, efi­sien, dan terjangkau oleh rakyat banyak. Di pihak lain keikutsertaan swasta dalam pembangunan prasarana transportasi juga belum berkembang.

Kendala itu juga mempengaruhi mutu pelayanan transportasi yang banyak dikeluhkan. Hal itu juga disebabkan oleh belum memadainya kualitas sumber daya manusia yang menyelenggara­kan kegiatan transportasi serta masih terbatasnya penerapan tek­nologi yang memungkinkan penyelenggaraan transportasi yang efisien.

Kendala dana investasi, serta sumber daya manusia, dan tek­nologi juga menghambat pertumbuhan industri transportasi dalam negeri yang efisien dan berdaya saing.

Dari segi kelembagaan juga masih ada kendala yang menghambat berkembangnya sistem transportasi yang terpadu antarmoda serta yang menyebabkan belum optimal dan efisiennya penyelenggaraan transportasi nasional.

3. Peluang
Selain berbagai kendala ada pula peluang yang dapat dikembangkan untuk mendukung pembangunan transportasi di masa depan.

Hasil pembangunan dalam PJP I merupakan landasan yang kuat dan menjadi modal bagi pembangunan transportasi pada tahap selanjutnya. Kesejahteraan masyarakat dan kegiatan ekonomi yang meningkat akan mendorong pertumbuhan sektor transportasi.

Dunia usaha telah berkembang pesat dan telah menjadi pendu­kung pertumbuhan ekonomi. Kemampuan usaha nasional yang makin besar akan mendorong keikutsertaan usaha swasta yang makin besar dalam pengembangan transportasi, bukan hanya dalam pengusahaan transportasi, melainkan juga dalam pembangunan prasarana, seperti jalan raya, kereta api, pelabuhan laut, dan bandar udara. Hal itu akan didukung pula oleh kualitas sumber daya manusia yang terus meningkat dengan meningkatnya derajat pendidikan serta ketersediaan teknologi yang dapat meningkatkan keekonomisan investasi di bidang transportasi.

IV. ARAHAN, SASARAN, DAN KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN
1. Arahan GBHN 1993
Pembangunan transportasi yang berperan sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, sosial budaya, politik, dan pertahanan keaman­an diarahkan pada terwujudnya sistem transportasi nasional yang andal, berkemampuan tinggi dan diselenggarakan secara terpadu, tertib, lancar, aman, nyaman, dan efisien dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, mendukung mobilitas manusia, barang dan jasa, mendukung pola distribusi nasional, serta mendukung pengembangan wilayah dan peningkatan hubungan internasional yang lebih memantapkan perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara.

Sistem transportasi nasional ditata dan terus disempurnakan dengan didukung peningkatan kualitas sumber daya manusia sehingga terwujud baik keandalan untuk pelayanan maupun keter­paduan antar- dan intramoda transportasi, serta disesuaikan dengan perkembangan ekonomi, tingkat kemajuan teknologi, kebijaksa­naan tata ruang, pelestarian fungsi lingkungan hidup, dan kebijak­sanaan energi nasional agar selalu dapat memenuhi kebutuhan pembangunan, tuntutan masyarakat serta kebutuhan perdagangan nasional dan internasional dengan memperhatikan keandalan maupun kelaikan sarana transportasi. Peran serta pihak swasta dan koperasi dalam penyelenggaraan transportasi perlu didorong dan digalakkan melalui penciptaan iklim yang menumbuhkan kompetisi yang sehat dan saling menghidupi, termasuk dalam penyediaan transportasi perintis serta pengembangan jalur transportasi yang strategis. Peran serta swasta dan badan usaha milik negara dalam sistem transportasi internasional baik laut maupun udara harus terus didorong sehingga mampu memperoleh pangsa pasar yang wajar dalam transportasi penumpang dan barang dari dan ke luar negeri. Jasa transportasi yang sangat penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak harus diselenggarakan berda­sarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada sesuai dengan kondisi dan kemampuan masyarakat serta mengabdi pada kepentingan nasional.

Transportasi ke dan di perdesaan, daerah dan pulau terpencil, daerah transmigrasi, daerah terbelakang, dan daerah perbatasan, terutama di kawasan timur Indonesia, perlu terus dibangun, dikembangkan, dilembagakan, dan ditangani secara khusus dalam rangka menunjang pengembangan wilayah dan agar peningkatan serta pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dapat dirasakan masyarakat secara lebih meluas. Di wilayah perkotaan dikembang­kan transportasi masal yang tertib, lancar, aman, nyaman, dan efisien agar memberikan daya tarik bagi pemakai jasa transportasi serta agar kemacetan dan gangguan lalu lintas dapat dihindarkan dan kualitas lingkungan hidup dapat dipertahankan.

Pembangunan transportasi darat diarahkan pada pengem­bangan secara terpadu transportasi jalan raya, kereta api, sungai, danau, dan penyeberangan di seluruh wilayah tanah air sehingga tercipta transportasi darat yang tertib, lancar, aman, nyaman, dan efisien melalui pembangunan sarana dan prasarana, peningkatan manajemen dan pelayanan, termasuk pembinaan disiplin pemakai jalan, serta kejelasan informasi lalu lintas agar mampu memacu pembangunan di semua sektor dan di daerah.

Pembangunan jalan perlu terus ditumbuhkembangkan dan diserasikan dengan perkembangan transportasi jalan raya, terutama keserasian antara beban dan kepadatan lalu lintas kendaraan dengan kemampuan daya dukung jalan, jaringan jalan di pusat pertum­buhan, pusat produksi dan yang menghubungkan pusat produksi dengan daerah pemasaran. Pembangunan jalan yang membuka daerah terpencil dan mendukung pengembangan permukiman termasuk permukiman transmigrasi terus ditingkatkan. Pembangun­an jalan tol bebas hambatan yang mendukung sistem transportasi cepat dikembangkan bersama-sama antara pemerintah dan swasta dengan tetap memperhatikan adanya jalan alternatif yang memadai. Transportasi penumpang dan barang dalam kota, antarkota dan antardaerah dibina dan dikembangkan agar mampu berperan dalam meningkatkan kelancaran arus penumpang dan barang, selaras dengan dinamika pembangunan. Keamanan, ketertiban, dan kese­lamatan transportasi jalan raya, sehubungan dengan kecanggihan peralatan yang cenderung semakin meningkatkan kecepatan ken­daraan, perlu mendapatkan perhatian khusus.

Pembangunan perkeretaapian yang memiliki potensi dan peluang besar dalam sistem transportasi masal dan mengangkut muatan yang berat dalam jumlah yang besar terus ditingkatkan secara optimal dan dimodernisasikan dengan memanfaatkan tek­nologi yang lebih canggih, dengan jalur jalan kereta api yang tepat dengan kemungkinan perluasannya terutama jalur ganda pada lintas­an padat. Penyempurnaan manajemen dan mutu pelayanan makin ditingkatkan agar kereta api dapat diandalkan sebagai transportasi masal yang ekonomis dan aman.

Pembangunan transportasi sungai, danau, dan penyeberangan dilanjutkan dan ditingkatkan baik sebagai transportasi yang berdiri sendiri maupun sebagai transportasi yang merupakan bagian dari jenis transportasi lain sehingga peranannya dalam menunjang pembangunan di berbagai sektor dan daerah termasuk daerah permukiman di pedalaman dan daerah terpencil dapat diandalkan.

Perhatian khusus perlu diberikan pada upaya pemeliharaan sarana dan prasarana jalur pelayaran sungai, kualitas lingkungan alur transportasi, dan pemeliharaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.

Transportasi laut sebagai bagian dari sistem transportasi nasional perlu dikembangkan dalam rangka mewujudkan Wawasan Nusantara yang mempersatukan seluruh wilayah Indonesia, terma­suk lautan nusantara sebagai satu kesatuan wilayah nasional. Pengembangan transportasi laut harus mampu menggerakkan pembangunan nasional dan pembangunan daerah, khususnya di kawasan timur Indonesia, dengan mengutamakan keteraturan kunjungan kapal yang dapat menggairahkan tumbuhnya perda­gangan dan kegiatan pembangunan umumnya. Laut Nusantara sebagai lahan usaha kelautan mengharuskan pengutamaan pelayaran nusantara nasional yang mampu menjamin tersedianya pelayanan transportasi laut yang layak dan aman sekaligus menciptakan lapangan kerja.

Pembangunan pelayaran nasional terus ditingkatkan dan diper­luas, termasuk penyempurnaan manajemen dan dukungan fasilitas pelabuhan, sehingga transportasi laut makin mampu berperan mendukung pembangunan nasional dan dalam menyatukan seluruh wilayah tanah air. Armada transportasi laut nasional terus ditum­buhkembangkan dengan dukungan fasilitas pembangunan, pemeli­haraan, dan perbaikan kapal yang andal, didukung oleh teknologi yang sesuai agar mampu bersaing dengan pelayaran internasional. Pelayaran dalam negeri dilaksanakan dengan mengutamakan penggunaan kapal berbendera Indonesia. Pelayaran rakyat dan pelayaran perintis dibina dan dikembangkan agar lebih mampu ikut memberikan jasa transportasi laut antarpulau terutama daerah dan pulau terpencil. Kemampuan pelayaran samudera nasional terus ditingkatkan dengan dukungan yang serasi dengan pembangunan galangan kapal nasional yang efisien, serta dilengkapi dengan sarana dan prasarana agar mampu memenuhi kebutuhan transporta-si barang baik ekspor maupun impor.

Pembangunan transportasi udara termasuk sarana dan prasara­nanya terus ditingkatkan agar lebih dapat diandalkan dalam memenuhi kebutuhan jasa transportasi udara dalam negeri yang mampu beroperasi secara optimal menjangkau seluruh wilayah nasional dan kebutuhan penerbangan luar negeri yang kompetitif, serta didukung oleh industri pesawat terbang, fasilitas pemeli­-haraan dan perbaikan pesawat terbang beserta komponennya yang andal dan efisien. Transportasi udara perintis ditingkatkan dan dikembangkan untuk dapat menjangkau semua daerah dan pulau terpencil terutama yang belum dapat dijangkau dengan jaringan transportasi darat dan laut, didukung peningkatan peran aktif pemerintah daerah dan usaha swasta setempat. Mutu pelayanan transportasi udara terus dikembangkan terutama melalui peningkat­an kualitas sumber daya manusia dan manajemen usaha termasuk bidang pemasaran. Jangkauan, pola jaringan, armada pesawat terbang, mutu pelayanan, dan daya saing penerbangan nasional rute luar negeri makin ditingkatkan agar dapat memperbesar pangsa pasar, dan arus wisata serta makin mampu berperan untuk memenuhi keperluan jasa transportasi penumpang dan barang dalam lalu lintas internasional.

Jasa meteorologi dan geofisika terus dikembangkan untuk menunjang berbagai sektor pembangunan, khususnya penyediaan informasi cuaca yang diperlukan demi terwujudnya kelancaran dan keselamatan penyelenggaraan transportasi laut dan udara. Kebutuh­an informasi cuaca dan geofisika yang terpercaya perlu didukung oleh organisasi, kualitas sumber daya manusia, manajemen, dan peralatan yang canggih.

Pencarian dan penyelamatan manusia sebagai akibat dari musibah, bencana alam, dan bencana lainnya merupakan tugas nasional, dan harus dilaksanakan secara terkoordinasi oleh berba­-gai pihak yang perlu terus dimantapkan melalui peningkatan kemampuan organisasi, kualitas sumber daya manusia, manaje-men, serta sarana dan prasarananya agar mampu menyelenggara-kan bantuan penyelamatan dengan cepat dan tepat.

2. Sasaran
a. Sasaran PJP II
Sasaran pembangunan transportasi dalam PJP II adalah mendukung terciptanya perekonomian yang mandiri dan andal melalui penyelenggaraan sistem transportasi nasional yang efisien.

Dalam kaitan itu, pada akhir PJP II keterpaduan antarmoda transportasi dapat terwujud. Dalam PJP II dapat dicapai tingkat kemandirian yang mantap di bidang transportasi melalui dukungan penggunaan hasil industri transportasi dalam negeri yang andal, penguasaan pengetahuan dan teknologi, peningkatan pelayanan, dan peningkatan manajemen pengoperasian. Dalam hal transportasi laut, moda transportasi laut sudah makin berkembang dan menjadi moda transportasi utama dalam melayani distribusi orang, barang, dan jasa.

b. Sasaran Repelita VI
Sasaran pembangunan transportasi dalam Repelita VI adalah meningkatnya peranan sistem transportasi nasional dalam memenuhi kebutuhan mobilitas manusia, barang, dan jasa; terwujudnya sistem transportasi nasional yang makin efisien yang didukung oleh kemampuan penguasaan teknologi dan sumber daya manusia yang berkualitas; meningkatnya peran serta masyarakat dalam usaha transportasi; meluasnya jaringan transportasi yang menjangkau daerah terpencil dan terisolasi, terutama di kawasan timur Indonesia; tersedianya pelayanan transportasi yang andal untuk mendukung industri, pertanian, perdagangan, dan pariwisa­-ta; serta makin mantapnya peraturan perundang-undangan yang terkait dalam penyelenggaraan transportasi.

SASARAN PEMBANGUNAN TRANSPORTASI DALAM PJP I
Sektor transportasi dapat ditumbuhkembangkan rata-rata sebesar 7,0 persen per tahun selama Repelita VI. Dalam upaya perluasan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, sektor trans­portasi juga dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja dari sekitar 3,14 juta orang pada tahun 1993 menjadi sebesar 3,89 juta orang pada akhir Repelita VI. Hal ini berarti bahwa sektor trans­portasi mampu memberikan tambahan kesempatan kerja kepada 0,75 juta orang selama Repelita VI. Penyerapan tenaga kerja, terutama terjadi dari semakin tumbuh dan berkembangnya usaha antarmoda transportasi, termasuk transportasi perintis dalam bentuk koperasi pada pelayaran rakyat.

Sasaran pembangunan prasarana jalan pada akhir Repelita VI adalah terlaksananya rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan, peningkatan jalan dan penggantian jembatan, serta pembangunan jalan dan jembatan baru dalam rangka terwujudnya panjang jalan yang berfungsi sebagai jalan arteri sepanjang 16.000 kilometer, jalan kolektor sepanjang 50.000 kilometer, jalan lokal sepanjang 201.370 kilometer, dan jalan tol sepanjang 660 kilome­ter, serta tercapainya kemantapan jalan arteri dan kolektor sebesar 100 persen dan jalan lokal sebesar 60 persen, termasuk jalan poros desa.

Dalam Repelita VI, di bidang transportasi kereta api akan diselesaikan pembangunan jalan kereta api sepanjang 350 kilome­ter yang antara lain terdiri dari pembangunan jalur ganda secara parsial antara Jakarta - Cirebon - Yogyakarta - Solo - Madiun - Surabaya, Jakarta - Bogor, Jakarta - Tangerang, Jakarta - Ser­pong, dan Cikampek - Purwakarta; peningkatan dan rehabilitasi jalan kereta api sepanjang 840 kilometer di Jawa dan Sumatera; peningkatan dan rehabilitasi jembatan kereta api sebanyak 130 buah di Jawa dan Sumatera; penyelesaian modernisasi sinyal dan telekomunikasi kereta api sebanyak 50 unit; rehabilitasi lok diesel sebanyak 16 buah; rehabilitasi KRL sebanyak 30 buah; modifikasi dan rehabilitasi kereta penumpang sebanyak 60 buah; pengadaan kereta penumpang sebanyak 170 buah; pengadaan lok diesel

3. Kebijaksanaan
Dalam rangka mewujudkan berbagai sasaran yang dikemuka­kan di atas, disusun kebijaksanaan pembangunan transportasi dalam Repelita VI yang meliputi mengembangkan sistem transpor­tasi nasional yang andal, berkemampuan tinggi, terpadu, dan efi­-sien serta mengacu pada pola tata ruang; mengembangkan trans­portasi regional dengan perhatian khusus pada daerah terbelakang, terutama kawasan timur Indonesia; mengembangkan transportasi perkotaan; mendukung pembangunan industri, pertanian, perda­gangan, dan pariwisata; meningkatkan kualitas pelayanan sarana dan prasarana transportasi; meningkatkan peran serta masyarakat; mengembangkan sumber daya manusia dan teknologi; meningkat­kan daya saing transportasi nasional; dan meningkatkan kemantapan peraturan perundang-undangan yang terkait dalam penyelenggaraan transportasi.

Beberapa kebijaksanaan tersebut akan diuraikan lebih lanjut sebagai berikut:
1) Mengembangkan Sistem Transportasi Nasional
Dalam rangka mengembangkan sistem transportasi nasional, ditempuh kebijaksanaan, yaitu mengembangkan pola keterpaduan antar- dan intramoda dengan mempertimbangkan karakteristik tiap moda transportasi, pola pengembangan wilayah, aspek geografis, faktor spesifik wilayah, dan pemilihan teknologi yang tepat. Selain itu, juga meningkatkan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi perencanaan, pembangunan, dan pengoperasian antarmoda trans­portasi serta meningkatkan efisiensi penyelenggaraan transportasi, baik nasional maupun internasional untuk menekan biaya transpor­tasi, baik dalam jaringan sistem transportasi nasional maupun sistem transportasi internasional. Kebijaksanaan lainnya adalah memantapkan hierarki pelayanan lokal dalam wilayah terbatas, pelayanan antarkawasan, antarkota dan antarpulau, dengan jenis moda transportasi yang berbeda, sehingga sistem jaringan jalan dan kereta api dapat menghubungkan simpul-simpul produksi, distri­busi, dan daerah pemasaran dengan pelabuhan-pelabuhan laut dan udara; memantapkan hierarki pelabuhan laut dalam struktur pelabuhan utama yang berfungsi sebagai pengumpul dan pendistribusi serta pelabuhan pengumpan yang berfungsi sebagai pendukung pelabuhan utama; dan memantapkan hierarki bandar udara yang berfungsi sebagai Hub dan Spoke sesuai dengan fungsi dan kapasitasnya. Di samping itu, kebijaksanaan pengembangan sistem transportasi nasional juga memadukan hierarki pelabuhan laut dengan sistem pelabuhan di Asia dan internasional serta menjadikan bandar udara sebagai bagian dari jaringan bandar udara internasional.

2) Mengembangkan Transportasi Regional
Dalam rangka mengembangkan transportasi regional, terutama daerah yang terbelakang seperti kawasan timur Indonesia diambil kebijaksanaan mengembangkan fasilitas pelayanan transportasi di daerah perdesaan, pulau terpencil, daerah transmigrasi, dan daerah

perbatasan; membangun jalan poros desa dengan prioritas desa-desa tertinggal ke pusat-pusat pertumbuhan, lokasi pelayanan pasar, tempat pendidikan dan kesehatan terdekat. Selain itu, juga mengembangkan sistem transportasi regional di kawasan timur Indonesia dengan memanfaatkan potensi geografis dan moda trans­portasi perintis untuk menggerakkan perekonomian di kawasan timur Indonesia dengan transportasi laut sebagai intinya serta mengembangkan jalur penyeberangan yang menghubungkan pulau­pulau di Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Maluku dengan kawasan barat serta jalur-jalur yang membentuk angkutan penyeberangan poros utara, tengah, dan selatan dengan tetap memperhatikan keterpaduan dengan moda transportasi jalan raya. Kebijaksanaan lainnya adalah mengembangkan pelabuhan strategis di kawasan timur Indonesia dan kawasan barat Indonesia yang tertinggal dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi, serta meningkatkan peran armada rakyat dan perintis melalui perluasan jangkauan dan pe­ningkatan frekuensi kunjungan kapal.

3) Mengembangkan Transportasi Perkotaan
Untuk mengembangkan transportasi perkotaan ditempuh kebi­jaksanaan, yaitu mengembangkan sistem transportasi masal yang tertib, lancar, aman, nyaman, dan efisien serta terjangkau oleh semua lapisan pemakai jasa transportasi; dan mengatasi kemacetan dan gangguan lalu lintas serta mempertahankan kualitas ling­kungan. Kebijaksanaan lainnya adalah meningkatkan sistem jaring­-an jalan dalam kota yang terintegrasi dengan sistem jaringan jalan antarkota agar transportasi dalam kota dapat berfungsi baik dalam melayani aktivitas lokal dan dalam melayani daerah sekitarnya; mengembangkan keterpaduan antar- dan intramoda, sesuai dengan rencana tata ruang kota serta pemanfaatan ruang jalur koridor transportasi masal sebagai pusat-pusat kegiatan baru; dan mengem­bangkan manajemen transportasi perkotaan untuk mencapai tingkat efisiensi dan kualitas pelayanan yang tinggi. Selain itu, juga meningkatkan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan transportasi kota secara terpadu; meningkatkan peran serta swasta dalam

4) Mendukung Pembangunan Sektor Industri, Pertanian, Perdagangan, dan Pariwisata
Dalam rangka mendukung pembangunan sektor industri, pertanian, perdagangan, dan pariwisata diambil kebijaksanaan, yaitu meningkatkan kapasitas infrastruktur transportasi yang menunjang kawasan industri pada zona-zona industri; mendukung pengembangan industri transportasi dalam negeri melalui penguta­maan penggunaan produk-produknya dan meningkatkan komponen lokal dalam seluruh investasi pembangunan prasarana dan sarana transportasi; dan memperlancar distribusi dan penyediaan jasa tansportasi untuk mendukung pengembangan industri kecil, industri menengah termasuk industri kerajinan dan industri rumah tangga agar dapat menunjang pemasarannya. Kebijaksanaan lainnya adalah memperlancar distribusi komoditas hasil pertanian ke wilayah pemasaran sehingga dapat menjamin stabilitas harga dan distribusi perdagangan; menerapkan kebijaksanaan tarif yang wajar dan terjangkau oleh masyarakat; mengembangkan transportasi ke daerah tujuan wisata dan mendukung kegiatan kepariwisataan dengan menyediakan sarana transportasi yang dibutuhkan; dan memperbanyak pintu gerbang masuk yang melayani penerbangan internasional untuk mendukung perkembangan pariwisata dan perdagangan.

5) Meningkatkan Kualitas Pelayanan Transportasi
Dalam rangka meningkatkan pelayanan transportasi di­kembangkan kebijaksanaan, yaitu meningkatkan kualitas penye­lenggaraan transportasi melalui peningkatan profesionalisme manajemen, operasi, dan efisiensi; meningkatkan kelancaran, ketepatan jadwal perjalanan, kecepatan, frekuensi, serta penye­diaan fasilitas alih moda yang memadai; dan meremajakan armada nasional baik armada laut maupun udara. Kebijaksanaan lainnya ialah meningkatkan manajemen pengurusan perjalanan; mengem­bangkan dan memanfaatkan teknologi dalam pelayanan transporta­-si; dan meningkatkan mutu keselamatan pelayaran melalui pem­bangunan fasilitas navigasi, kesyahbandaran, penjagaan laut dan pantai serta pemeliharaan alur pelayaran. Khusus untuk angkutan kereta api dikembangkan kebijaksanaan, yaitu membangun jalur ganda kereta api khususnya pada lintas padat; menambah kapasitas kereta penumpang kelas ekonomi untuk melayani masyarakat berpenghasilan rendah; dan meningkatkan pelayanan angkutan peti kemas dengan kereta api.

6) Meningkatkan Peran Serta Masyarakat
Dalam rangka mendorong peran serta swasta dalam pemba­ngunan transportasi ditempuh kebijaksanaan, yaitu menciptakan iklim berusaha yang sehat dan saling menghidupi; memberikan kemudahan dan fasilitas bagi investor swasta di bidang transportasi yang umumnya memerlukan dana yang besar, mengandung risiko serta waktu pengembalian yang lama; memacu pengembangan industri dalam negeri di bidang transportasi; mengembangkan sikap positif masyarakat pengguna transportasi agar berperilaku tertib dan disiplin dalam penggunaan lalu lintas; serta mendorong pe­ningkatan efisiensi dalam pengelolaan usaha transportasi, baik oleh swasta maupun BUMN.

7) Mengembangkan Sumber Daya Manusia dan Teknologi
Dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia dan tek­nologi di bidang transportasi diambil kebijaksanaan, yaitu mengembangkan dan meningkatkan pendidikan dan pelatihan di bidang transportasi di segala tingkatan meliputi bidang teknis dan manajemen; meningkatkan pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi transportasi; mendo­rong dan memberikan kesempatan yang lebih luas kepada swasta dan BUMN serta perguruan tinggi untuk menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan; serta mengembangkan peran lembaga penelitian dan asosiasi profesi dalam pembangunan transportasi.

8) Meningkatkan Daya Saing Transportasi Nasional Dalam Hubungan Internasional
Dalam rangka meningkatkan daya saing transportasi nasional dalam hubungan internasional dikembangkan kebijaksanaan, yaitu meningkatkan pemanfaatan teknologi sarana transportasi modern untuk meningkatkan daya saing; meningkatkan peranan armada nasional dalam mengangkut barang-barang milik pemerintah dan badan usaha milik negara; meningkatkan fasilitas terminal peti kemas yang terkait dengan sistem jaringan jalan, jaringan kereta api, pelabuhan laut, dan bandar udara yang selanjutnya terkait dalam sistem transportasi internasional; serta meningkatkan fasili­tas bongkar muat peti kemas dan kapasitas angkutan sesuai dengan perkembangan standardisasi internasional peti kemas. Kebijaksanaan lainnya ialah melakukan kerja sama bilateral atau multilateral untuk menghadapi blok-blok perdagangan dalam rangka menaikkan pangsa pasar; menggalakkan penggunaan pelayanan multimoda transportasi untuk meningkatkan efisiensi serta mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia dengan meningkatkan pendidikan dan profesionalisasi di bidang transportasi.

V. PROGRAM PEMBANGUNAN
Kebijaksanaan pembangunan sistem transportasi dijabarkan lebih lanjut dalam program berikut ini.
1. Program Pokok
a. Program Pengembangan Sistem Transportasi
Program pengembangan sistem transportasi bertujuan untuk memberikan arahan dan strategi bagi penyusunan kebijaksanaan pembangunan transportasi secara berkesinambungan, baik transpor­tasi darat, laut maupun udara sehingga terwujud sistem transportasi nasional yang andal, terpadu, efisien, berkemampuan tinggi dan merata, serta terjangkau oleh masyarakat.

Dalam kaitan itu, dikembangkan konsep strategis dan kebijak­sanaan dasar sistem transportasi nasional melalui beberapa kegiatan pengkajian dan pengembangan, yaitu 
  1. pengkajian sistem trans­portasi nasional; 
  2. pengkajian mobilitas nasional; 
  3. pengkajian transportasi regional; 
  4. pengkajian transportasi perkotaan; 
  5. pengembangan sistem angkutan umum masal; 
  6. peningkatan manajemen transportasi perkotaan;
  7.  peningkatan keselamatan sistem transportasi; 
  8. pengkajian alih teknologi di bidang trans­portasi; dan 
  9. pengkajian sistem transportasi kawasan timur Indonesia.
b. Program Pembangunan Prasarana Jalan dan Jembatan
Tujuan program pembangunan prasarana jalan dan jembatan adalah memantapkan dan memperluas jaringan jalan yang menghu­bungkan daerah pusat produksi dan pemasaran, daerah perkotaan serta perdesaan dan menjangkau daerah tertinggal. Program ini juga mendukung pembangunan sektor industri, pertanian, perda­gangan, pariwisata, dan sektor lainnya. Kegiatan program pem­bangunan di bidang jalan dan jembatan meliputi (1) rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan; (2) peningkatan jalan dan peng­gantian jembatan; dan (3) pembangunan jalan dan jembatan baru.

1) Rehabilitasi dan Pemeliharaan Jalan dan Jembatan
Rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan ditujukan untuk memelihara, merawat, dan memperbaiki kerusakan pada seluruh ruas jalan yang ada serta menjaga agar kondisi jalan yang sudah mantap dapat dipertahankan. Pemeliharaan jalan tersebut dilakukan, baik secara rutin maupun secara berkala 2-3 tahun sekali. Kegiatan ini mencakup rehabilitasi dan pemeliharaan jalan yang tersebar di 27 propinsi yang meliputi jalan arteri sepanjang 76.530 kilometer, jalan kolektor sepanjang 137.170 kilometer, jalan lokal sepanjang 428.180 kilometer termasuk jalan poros desa sepanjang 42.580 kilometer untuk menghubungkan 3.630 desa dengan pusat kegiatan ekonomi dengan prioritas desa tertinggal, dan jembatan sepanjang 120.000 meter.

2) Peningkatan Jalan dan Penggantian Jembatan
Peningkatan jalan dan penggantian jembatan ditujukan guna menumbuhkembangkan jaringan dan kualitas jalan sehingga tingkat pelayanannya tetap dapat dipertahankan sesuai dengan tuntutan transportasi yang terus berkembang. Kegiatan ini meliputi peningkatan geometri, kapasitas, dan peningkatan struktur dari tekanan gandar 8 ton menjadi 10 ton, peningkatan jalan lintas timur dan barat Sumatera. Peningkatan jalan dan penggantian jembatan dilakukan tersebar di 27 propinsi mencakup:
  • peningkatan jalan arteri sepanjang 5.700 kilometer antara lain di lokasi ruas Cilegon - Cikande - Jakarta, Cikampek - Pamanukan - Lohbener, Gempol - Malang, Bawen - Karto­suro, Pasuruan - Probolinggo, Palembang - Prabumulih - Muara Enim, Medan - Lubuk Pakam - Perbaungan - Tebing Tinggi, Dumai - Junction - Batang, Panti - Lubuk Sikaping - Bukit Tinggi, Cileunyi - Nagreg, Gempol - Pasuruan, Gempol - Mojosari, dan Sidoarjo - Gempol;
  • peningkatan jalan kolektor sepanjang 15.650 kilometer antara lain di lokasi ruas Asam Baru - Pangkalan Bun di Kalimantan Tengah, Watampone - Papanua - Tampangeng di Sulawesi Selatan, Kaeratu - Eti dan Podiwang - Tobelo di Maluku, serta pulau Lombok dan Sumbawa di Nusa Tenggara Barat.
  • peningkatan jalan lokal sepanjang 65.000 kilometer termasuk jalan poros desa sepanjang 6.630 kilometer dengan prioritas desa tertinggal;
  • penggantian jembatan sepanjang 55.000 meter.
3) Pembangunan Jalan dan Jembatan
Pembangunan jalan dan jembatan ditujukan untuk membuka isolasi dan menambah panjang jalan sesuai dengan perkembangan kawasan serta menghubungkan antarwilayah, antara lain lintas selatan Kalimantan, lintas selatan Jawa Barat, lintas barat dan timur Sulawesi, lintas Seram, lintas Halmahera, lintas Yamdena, lintas Irian, dan persiapan lintas utara dan tengah Kalimantan, lintas utara Flores, dan lintas selatan Timor. Kegiatan pembangun­an jalan dan jembatan mencakup:
  • pembangunan jalan arteri sepanjang 1.370 kilometer, antara lain Nangasokan - Pangkalan Bun (Kalimantan), Wolo - Wofu (Sulawesi), dan Wamena - Senggi (Irian);
  • pembangunan jalan arteri tol sepanjang 310 kilometer, antara lain di lokasi ruas Cikampek - Padalarang, Tanjung Priok - Pluit, Cikampek - Cirebon, Jakarta - Serpong, Ciujung - Merak, dan Pelabuhan Laut - Tallo - A.P. Petta Rani;
  • pembangunan jalan lintas perbatasan, seperti Seluas - Entikong di Propinsi Kalimantan Barat, Ranai - Selat Lampa di Propinsi Riau, Merauke - Tanah Merah - Waropko dan Jayapura - Yetti - Ubrub - Oksibil di Propinsi Irian Jaya, serta persiapan pembangunan ruas jalan Waropko - Oksibil sehingga lintas perbatasan Irian Jaya dapat terwujud.
  • pembangunan jalan kolektor sepanjang 3.530 kilometer;
  • pembangunan jalan lokal sepanjang 1.840 kilometer
  • pembangunan jalan poros desa sepanjang 3.260 kilometer;
  • pembangunan jembatan sepanjang 30.250 meter.

Jalan poros desa, dalam Repelita VI akan ditingkatkan pem­bangunannya dengan memberi prioritas pada desa tertinggal, yang keadaan jalannya menjadi penyebab keterbelakangan disbanding dengan desa lainnya. Sasaran di bidang prasarana jalan dalam Repelita VI secara rinci dapat dilihat dalam 

c. Program Pembangunan Transportasi Dara
Program pembangunan transportasi darat ditujukan untuk menciptakan kelancaran, ketertiban, keamanan, keselamatan, dan kenyamanan transportasi darat. Di samping itu, program tersebut juga berfungsi untuk memadukan moda-moda transportasi lainnya sehingga diperoleh jaringan transportasi antarmoda yang terpadu. Program ini meliputi kegitan

  1. pengembangan fasilitas lalu lintas jalan; 
  2. pengembangan perkeretaapian; dan 
  3. peningkatan angkutan sungai, danau, dan penyeberangan.
1) Pengembangan Fasilitas Lalu Lintas Jalan
Tujuan kegiatan pengembangan fasilitas lalu lintas jalan adalah menciptakan kelancaran, ketertiban, keamanan dan keselamatan, serta kenyamanan transportasi jalan raya. Kegiatan pengembangan fasilitas lalu lintas jalan meliputi:
  • pengadaan dan pemasangan rambu jalan 46.000 buah, pagar pengaman jalan 310 kilometer, marka jalan 3.800 kilometer, dengan lokasi tersebar di 27 propinsi;
  • pengadaan dan pemasangan peralatan pengujian kendaraan bermotor 106 unit, dengan lokasi tersebar di 27 propinsi;
  • pengadaan dan pemasangan lampu lalu lintas 178 unit, ter­- sebar di 27 propinsi
SASARAN PEMBANGUNAN PRASARANA JALAN
2) Pengembangan Perkeretaapian
Tujuan pengembangan perkeretaapian adalah meningkatkan kemampuan melayani kebutuhan transportasi manusia dan barang secara masal dan efisien. Kegiatan pengembangan perkeretaapian meliputi:

  1. peningkatan dan rehabilitasi jalan kereta api sepanjang 840 kilometer, terutama pada jalur kereta api lintas utara dan lintas selatan Jawa, serta sebagian lintas timur Jawa dan jalur kereta api di Sumatera;
  2. pembangunan jalan kereta api sepanjang 350 kilometer, yang antara lain terdiri atas pembangunan kereta api jalur ganda di lintas Depok - Bogor sepanjang 23 kilometer, Jakarta - Tangerang sepanjang 20 kilometer, Jakarta - Serpong sepan­jang 21 kilometer, Cikampek - Cirebon sepanjang 135 kilome­ter, Cikampek - Purwakarta sepanjang 19 kilometer, serta pembangunan jalur ganda secara parsial antara Cirebon - Yogyakarta - Madiun - Surabay
  3. peningkatan jembatan kereta api 130 buah yang tersebar di Jawa dan Sumatera;
  4. persinyalan elektrik 50 unit, terutama pada lintas utara dan selatan Jawa;
  5. penambahan sarana lokomotif 52 buah, dan kereta penumpang 170 buah;
  6. rehabilitasi lok diesel 16 buah, dan kereta penumpang 60 buah.

3) Peningkatan Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan
Tujuan peningkatan angkutan sungai, danau, dan penye­berangan adalah menciptakan angkutan sungai, danau, dan penye­berangan yang dapat diandalkan untuk melayani transportasi di wilayah pedalaman, daerah terpencil, dan kawasan perbatasan, khususnya di kawasan timur Indonesia. Kegiatan ini terdiri atas:

  1. pembersihan alur sungai yang sudah dilayari di Kalimantan, Sumatera, dan Irian Jaya;
  2. pemasangan fasilitas keselamatan pelayaran berupa rambu sungai dan laut sebanyak 8.760 buah, antara lain di Sumatera, Kalimantan, Maluku, dan Irian Jaya;
  3. pembangunan baru 41 dermaga penyeberangan antara lain di lintas Merak - Bakauhuni (Dermaga III), Ujung - Kamal, Ketapang - Gilimanuk, Padang Bai - Lembar, Tobelo - Daru­ba, Tual - Dobo, Rum - Ternate, Larat - Saumlaki, Hunimoa - Haruku - Saparua, serta lokasi lain di Kalimantan, Sumatera, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan lokasi kawasan timur Indonesia lainnya, pembangunan baru 60 dermaga sungai dan danau, rehabilitasi 25 dermaga penye­berangan dan 17 dermaga sungai dan danau;
  4. pemetaan sungai dan danau untuk pengembangan pelayaran;
  5. penambahan sarana kapal perintis, truk, dan bus air khususnya untuk kawasan timur Indonesia;
  6. pengembangan penggunaan jenis sarana transportasi, seperti kapal Roll on and Roll off (Ro-Ro) yang dapat menampung angkutan barang, kendaraan maupun penumpang.

d. Program Pembangunan Transportasi Laut
Tujuan program pembangunan transportasi laut adalah menye­diakan sarana dan prasarana transportasi laut yang memadai serta mampu menunjang distribusi barang dan penumpang antarpulau yang terintegrasi dengan moda transportasi lainnya. Program tersebut meliputi (1) pengembangan fasilitas pelabuhan laut; (2) pengembangan keselamatan pelayaran; serta (3) pembinaan dan pengembangan armada pelayaran.

Pengembangan Fasilitas Pelabuhan Laut
Pembangunan fasilitas pelabuhan laut bertujuan untuk menata struktur pelabuhan laut mulai dari pelabuhan peti kemas, pelabuhan semi peti kemas atau konvensional, pelabuhan khusus, pelabuhan rakyat, dan pelabuhan perintis. Hal ini berkaitan dengan peningkat­-an fungsi pelabuhan pengumpul dan pengumpan agar tercapai efi­siensi dalam investasi maupun kegiatan operasional sehingga dapat mengurangi biaya transportasi. Pembangunan fasilitas pelabuhan laut meliputi pembangunan dermaga 14.850 meter, gudang 80.000 meter persegi, lapangan penumpukan 900.000 meter persegi, dan terminal penumpang 24.250 meter persegi. Di antara sasaran tersebut, dermaga sepanjang 2.850 meter, gudang seluas 11.000 meter persegi, lapangan penumpukan 107.500 meter persegi, dan

1) Pengembangan Fasilitas Bandar Udara
Pengembangan bandar udara terutama ditujukan untuk me­ningkatkan kapasitas, frekuensi, tingkat keselamatan dan keamanan serta kenyamanan. Pembangunan bandar udara diarahkan untuk mengembangkan 12 lokasi bandar udara yang berfungsi sebagai pusat penyebaran (Hub) yaitu Batam, Medan, Jakarta, Surabaya, Solo, Bali, Balikpapan, Ujung Pandang, Manado, Kupang, Biak, dan Ambon, serta 13 lokasi bandar udara yang berfungsi sebagai subpusat penyebaran (Spoke) yaitu Banda Aceh, Padang, Pekan­baru, Palembang, Pontianak, Banjarmasin, Palangkaraya, Palu, Kendari, Ternate, Mataram, Jayapura, dan Dili.

Peningkatan fasilitas landasan mencakup landasan seluas 129.750 meter persegi pada 52 lokasi termasuk perpanjangan landasan dan pembangunan landasan baru. Lokasi tersebut antara lain adalah Bandara Soekarno-Hatta (Jakarta), Juanda (Surabaya), Ketaping (Padang), Hasanuddin (Ujung Pandang), Sam Ratulangi (Manado), Pattimura (Ambon), Adi Sumarmo (Solo), Husein Sastranegara (Bandung), Mutiara (Palu), Sorong Daratan, Wolter Monginsidi (Kendari), Sentani (Jayapura) serta bandar udara lainnya yang melayani penerbangan perintis. Di samping itu akan dilakukan pengkajian terhadap kemungkinan peningkatan kapasitas bandar udara antara lain di Waghete dan Enarotali (Irian Jaya) untuk melayani pesawat sejenis N-250 dan rencana pemindahan

lokasi bandar udara antara lain di Lombok Tengah, Medan, dan Samarinda. Peningkatan fasilitas terminal mencakup perluasan dan pembangunan terminal baru seluas 93.320 meter persegi antara lain di bandar udara Adi Sumarmo (Solo), Juanda (Surabaya), Syamsudin Noor (Banjarmasin), Sam Ratulangi (Manado), dan Pattimura (Ambon). Peningkatan fasilitas bangunan penunjang operasional mencakup pembangunan seluas 18.300 meter persegi terutama pada bandar udara kelas V dan bandar udara perintis. Dalam rangka peningkatan efisiensi untuk meringankan beban Pemerintah akan dikembangkan keikutsertaan swasta dalam pembangunan dan pengelolaan bandar udara.

2) Pengembangan Keselamatan Penerbangan
Pengembangan keselamatan penerbangan terutama ditujukan untuk memenuhi persyaratan penerbangan internasional serta meningkatkan kelancaran dan keamanan lalu lintas udara yang mencakup upaya pengendalian lalu lintas penerbangan di seluruh wilayah Indonesia. Peningkatan fasilitas keselamatan penerbangan dan lalu lintas udara meliputi pemasangan dan rehabilitasi peralatan telekomunikasi, navigasi udara, dan listrik, antara lain di bandar udara Polonia (Medan), Simpang Tiga (Pekanbaru), Soekarno-Hatta (Jakarta), Adi Sucipto (Yogyakarta), Ngurah Rai (Bali), Syamsudin Noor (Banjarmasin), Hasanuddin (Ujung Pandang), Pattimura (Ambon), Frans Kasiepo (Biak), dan Sentani (Jayapura). Pemasangan peralatan tersebut juga meliputi bandar udara yang melayani penerbangan perintis.

3) Pembinaan dan Pengembangan Armada Udara
Pembinaan dan pengembangan armada udara ditujukan untuk meningkatkan pelayanan, keselamatan, dan keamanan serta efisien­- si pengoperasian armada udara. Untuk itu, kapasitas pelayanan, baik oleh perusahaan penerbangan swasta maupun badan usaha milik negara ditingkatkan dengan menambah pesawat baru maupun mengganti pesawat udara yang sudah tua, kurang efisien dan kurang andal dalam pengoperasiannya sebanyak 80 buah. Di samping itu akan dilakukan pula pengadaan 23 buah pesawat untuk penerbangan nonkomersial.

Dalam upaya melepaskan keterasingan daerah terpencil dan pedalaman yang belum dijangkau moda transportasi laut dan darat, khususnya di kawasan timur Indonesia, ditingkatkan pengoperasian armada udara perintis yang menghubungkan daerah pedalaman dan terpencil ke pusat pemerintahan atau pusat kegiatan ekonomi di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Irian Jaya. Rute penerbangan perintis disesuaikan dengan perkembangan daerah dan tingkat kebutuhan. Penyelenggaraan transportasi udara perintis dilakukan oleh badan usaha milik negara dan swasta dengan pemberian subsidi sehingga dapat dimanfaatkan dan dinikmati oleh rakyat banyak.

2. Program Penunjang
Program Pembangunan Meteorologi, Geofisika, Pencarian dan Penyelamatan
Tujuan program pembangunan meteorologi, geofisika, serta pencarian dan penyelamatan (Search and Rescue, SAR), adalah memberikan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat secara cepat dan tepat sehingga dapat menunjang kelancaran. dan keaman-an transportasi, keberhasilan pertanian, dan usaha penanggulangan bencana termasuk pencarian dan penyelamatan korban.

Program ini meliputi (1) pengembangan dan peningkatan jeja­ring pengamatan meteorologi, klimatologi, komposisi atmosfer, dan komunikasi data; (2) pengembangan dan peningkatan pusat pelayanan meteorologi dan geofisika serta kalibrasi; dan (3) peng­adaan peralatan SAR.
Blog, Updated at: 15.59.00

1 komentar:


  1. LegendaQQ.Net

    Pilihan Terbaik Untuk Permainan Kartu Sang LEGENDARIS !!!
    Min Depo 20Rb !!!
    Kartu Para Sang LEGENDA !!!
    WinRate Tertinggi !!!


    Kami Hadirkan 7 Permainan 100% FairPlay :

    - Domino99
    - BandarQ
    - Poker
    - AduQ
    - Capsa Susun
    - Bandar Poker
    - Sakong Online

    Fasilitas BANK yang di sediakan :

    - BCA
    - Mandiri
    - BNI
    - BRI
    - Danamon

    Tunggu apalagi Boss !!! langsung daftarkan diri anda di Legenda QQ

    Ubah mimpi anda menjadi kenyataan bersama kami !!!
    Dengan Minimal Deposit dan Raih WD sebesar" nya !!!

    Contact Us :
    + live chat : legendapelangi.com
    + Skype : Legenda QQ
    + BBM : 2AE190C9

    BalasHapus