Penyelesaian Sengketa Melalui Mahkamah

Posted By frf on Selasa, 11 Oktober 2016 | 17.15.00

Penyelesaian Sengketa melalui Mahkamah
Internasional Mahkamah Internasional (International Court of Justice) merupakan salah satu organ  hukum utama PBB. Dengan demikian, Mahkamah Internasional ini merupakan bagian dari PBB dan sebagaimana kita melihat bahwa Statuta Mahkamah Internasional merupakan bagian integral dari Piagam PBB. Ketentuan prosedural dalam kegiatan Mahkamah Internasional sama sekali berada di luar kekuasaan negara-negara yang bersengketa, karena kertentuan-ketentuan yang dimaksud sudah ada sebelum timbulnya sengketa.

Wewenang Mahkamah Internasional
Wewenang Mahkamah Internasional berdasarkan statuta ICJ adalah:
  1. membuat peraturan tata tertib yang mengikat negara-negara yang bersengketa (pasal 30 statuta ICJ); 
  2. memberikan keputusan atas sengketa yang diajukan oleh para pihak kepadanya (Pasal 36 Statuta ICJ);
  3.  memberikan nasihat hukum (advisory opinion) untuk persoalan hukum atas permintaan badan-badan sesuai dengan Pasal 96 piagam PBB dan Pasal 65 statuta ICJ
Menurut Pasal 34 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, hanya Negara negara yang boleh menjadi pihak dalam perkara-perkara di hadapan Mahkamah Internasional (Ratione Personae). Dengan demikian, subjek-subjek hukum internasional, yang bukan negara, tidak dapat menjadi pihak dalam perkara-perkara yang diajukan tersebut. Sementara mengenaikewenangannya, berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, wewenang Mahkamah Internasional meliputi semua perkara yang diajukan pihak-pihak yang bersengketa kepadanya dan semua hal, terutama yang terdapat dalam Piagam PBB atau dalam perjanjianperjanjian dan konvensi-konvensi yang berlaku (Ratione Materiae). Pada prinsipnya, wewenang 

Mahkamah Internasional bersifat fakultatif, yang berarti bila terjadi suatu sengketa antara dua negara, intervensi Mahkamah Internasional baru dapat terjadi bila negara-negara yang bersengketa tersebut dengan persetujuan bersama membawa perkaranya ke Mahkamah Internasional. Tanpa adanya persetujuan antar pihak yang bersengketa, wewenang Mahkamah Internasional tidak berlaku terhadap sengketa tersebut. Namun demikian, menurut Pasal 36 ayat (2) Statuta Mahkamah Internasional, negara-negara pihak, dapat setiap saat menyatakan untuk menerima wewenang wajib Mahkamah Internasional tanpa persetujuan khusus dalam hubungannya dengan negara lain yang menerima kewajiban yang sama, dalam sengketa hukum mengenai:
  1.  penafsiran suatu perjanjian,
  2. setiap persoalan hukum internasional,
  3. adanya suatu fakta yang bila terbukti akan merupakan pelanggaran terhadap kewajiban internasional, dan
  4. jenis atau besarnya ganti rugi yang harus dilaksanakan karena pelanggaran dari suatu kewajiban internasional. Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 36 ayat (2) Statuta Mahkamah Internasional tersebut merupakan klausula opsional.
    Pernyataan negara tentang penerimaan klausula ini dapat dibuat tanpsyarat atau dengan syarat resiprositas (timbal balik) oleh negara-negara lain atau untuk kurun waktu tertentu. Pernyataan seperti itu didepositkan kepada Sekretaris Jenderal PBB yang copynya disampaikan kepada negaranegara pihak dan kepada Panitera Mahkamah
Internasional. Klausula dimaksud hanya akan berlaku bagi negara-negara yang telah menerima hal yang sama.yang dapat berperkara Berdasarkan Pasal 34 (1) statuta ICJ, hanya negara yang dapat menjadi pihak di Mahkamah Internasional. Artinya, bahwa organisasi internasional, individu, dan organisasi nonpemerintahan tidak dapat berperkara di Mahkamah Internasional. Hal ini sesuai dengan tujuan semula pembentukan ICJ, yaitu untuk menyelesaikan sengketa antarnegara. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimanakah, bila individu ingin membela kepentingannya di depan

Mahkamah Internasional? Dalam kasus ini, maka negara di mana individu menjadi warganegaranya dapat bertindak mengajukan klaim berdasarkan hukum internasional, dimana suatu negara mempunyai hak melindungi warganegaranya. Dengan cara demikian, maka perkara tersebut menjadi perkara antar negara, dan individu tidak menjadi pihak dalam perkara di Mahkamah Internasional.

Pasal 34 (2) statuta ICJ, Mahkamah Internasional dimungkinkan untuk meminta keterangan dari organisasi internasional, atau atas inisiatif sendiri organisasi internasional dapat memberi keterangan kepada Mahkamah Internasional. Masalah sengketa antarnegara dan negara-negara dengan organisasi internasional atau antara organisasi telah diselesaiakan dengan melalui Konvensi PBB tentang perjanjian internasional antara Negara dan Organisasi Internasional atau Antarorganisasi Internasional pada tanggal 21 Maret 1986.

Pasal 35 (1) negara yang dapat berperkara di depan ICJ adalah negara-negara pihak dalam statuta. Pasal 35(2) terbuka bagi negara lain sesuai dengan ketentuan khusus yang tertera dalam perjanjian yang berlaku, ditetapkan oleh Dewan Keamanan. Pasal 35(3) bila negara yang bukan anggota PBB menjadi pihak dalam perkara, maka ICJ akan menetapkan jumlah yang akan dibayar

Prosedur Berperkara
Sementara prosedur pengajuan perkara, menurut Pasal 43 Statuta ICJ, dilakukan secara tertulis dan atau lisan. Prosedur secara tertulis dilakukan dengan jalan menyampaikan memorials dan counter-memorials, sedangkan prosedur secara lisan dilakukan dengan jalan mendengarkan saksi-saksi, para ahli, agen-advokat yang mewakili pihak (negara) yang bersangkutan. Dalam hal perkara diajukan secara tertulis, dan jika ada yurisdiksi memaksa ICJ dalam arti Pasal 36 (2) statuta ICJ, maka pihak pemohon akan hanya mendasarkan tuntutannya berdasarkan deklarasi yang dibuat oleh para pihak berdasarkan Pasal 36 (2) statuta ICJ. Bila suatu perkara diajukan berdasarkan Pasal 40 (1) statuta ICJ, maka berdasarkan Pasal 38 (1) rules procedure ICJ, maka pemohon harus menyebutkan kepada siapa tuntutan dan subjek dari tuntutan tersebut diajukan. Pihak pemohon juga harus menyebutkan secara tepat apa yang menjadi dasar hukum dan pangkal tuntutannya, serta fakta yang menjadi dasar tuntutannya.

Permohonan yang diajukan harus ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari negara yang mengajukan permohonan atau oleh perwakilan diplomatik negara yang bersangkutan di tempat kedudukan ICJ. Jika pihak Panitera ICJ sudah menerima permohonan, maka akan meneruskan salinan permohonan kepada pihak yang bersangkutan (Pasal 38 ayat 4) ICJ. Permohonan tertulis belum dapat dipublikasikan ke publik sampai dengar pendapat secara oral (oral proceedings), jika para pihak menghendaki atau bahkan sampai akhir proses. Keadaan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya polemik yang tidak kondusif untuk administrasi pengadilan dari ICJ.

Tata cara yang digunakan oleh Mahkamah Internasional, sebagaimana dalam Pasal 39 Statuta ICJ, khususnya dalam penggunaan bahasa, bahasa resmi yang digunakan adalah bahasa Perancis dan bahasa Inggris. Jika para pihak menyetujui bahwa kasusnya akan menggunakan bahasa Perancis, maka keputusannya akan menggunakan bahasa  Perancis. Demikian halnya jika para pihak menyetujui bahwa kasusnya akan menggunakan bahasa Inggris, maka keputusannya akan menggunakan bahasa Inggris.

Dalam ketentuan itu pula disebutkan, jika kedua pihak ternyata tidak menyetujui bahwa kasusnya akan menggunakan kedua bahasa itu (bahasa Perancis dan bahasa Inggris), maka keputusannya akan menggunakan bahasa Perancis dan bahasa Inggris. Keputusan yang menggunakan kedua bahasa tersebut mempunyai kekuatan hukum. Ketidakhadiran salah satu pihak dalam persidangan, Pasal 53 statuta ICJ menentukan: bila salah satu pihak tidak hadir dalam persidangan atau tidak dapat mempertahankan perkaranya, pihak lain dapat meminta Proses persidangan pada Mahkamah Internasional tampaknya mempunyai kesamaankesamaan dengan yurisdiksi intern suatu negara.

Prosedur tertulis dan perdebatan lisan diatur sedemikian rupa untuk menjamin sepenuhnya masing-masing pihak dalam mengemukakan pendapatnya. Selain itu, sidang-sidang Mahkamah Internasional dilaksanakan terbuka untuk umum dan tentunya rapat hakim-hakim Mahkamah Internasional diadakan dalam sidang tertutup.

Secara singkat dan konkret, kita dapat mencontohkan prosedur penyelesaian sengketa internasional kasus pulau Sipadan dan Ligitan antara Indonesia dan Malaysia, sebagai berikut:

  1. Indonesia dan Malaysia bersepakat untuk mengajukan penyelesaian sengketa ini ke Mahkamah Internasional dengan menandatangani Special Agreement for the Submission to the International Court of Justice on the Dispute between Indonesia and Malaysia concerning the souvereignity over pulau Ligitan and pulau Sipadan. Agreement ini dilakukan di Kuala Lumpur pada tanggal 31 Mei 1997 dan disampaikan kepada Mahkamah Internasional pada tanggal 2 November 1998 melalui Joint Letter atau notifikasi bersama;
  2. Masalah pokok yang diajukan ke Mahkamah Internasional, yaitu “Apakah kedaulatan atas pulau Sipadan dan Ligitan berdasarkan perjanjian yang ada, bukti, serta dokumen yang tersedia merupakan milik Indonesia atau Malaysia”;
  3. pembuktian klaim dari kedua belah pihak dengan cara Written Pleadings and Oral Hearing. Pada Written Hearing Process, hal-hal yang disampaikan terdiri dari memorial, counter memorial dan reply ke Mahkamah Internasional. Proses ini ditarget akhir Maret 2002, sedangkan penyampaian Oral Hearing oleh Malaysia pada tanggal 6-7 Juni 2002 dan Indonesia pada tanggal 12 Juni 2002;
  4. Mahkamah Internasional menampung dan mempelajari pembuktian yang dilakukan oleh kedua belah pihak dan selambat-lambatnya 6 bulan setelah Oral Hearing harus sudah menjadi keputusan; 
  5. Tahap terakhir adalah tahap keputusan yang dilakukan oleh Mahkamah Internasional (kasus pulau Sipadan dan Ligitan diputuskan pada pertengahan Desember 2002).

Pelaksanaan Putusan
Dalam hal pelaksanaan keputusan, berdasarkan Pasal 90 (2) Piagam PBB menetukan keputusan ICJ dalam perkara apapun di mana anggota tersebut menjadi salah satu pihak; (1) Apabila suatu pihak dalam perkara tidak memenuhi kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh suatu keputusan ICJ, pihak yang lain dapat meminta perhatian Dewan Keamanan, jika perlu dapat memberikan rekomendasi atau menentukan tindakan yang akan diambil untuk terlaksananya keputusan itu.
Blog, Updated at: 17.15.00

0 komentar:

Posting Komentar