MEMBACA TIANG PERADABAN

Posted By frf on Kamis, 27 Oktober 2016 | 15.08.00

MEMBACA TIANG PERADABAN 
Tonggak kemajuan peradaban dibangun dari tiga tiang utama. Membaca sebagai tiang pertama, menulis tiang kedua dan tiang ketiga adalah tradisi dialog. Ketiga tiang ini merupakan penyangga dalam membangun tahapan peradaban masa depan. Ujian ketangguhan seseorang dalam membentuk peradaban dari waktu ke waktu, sangat ditentukan ketepatan menempatkan ketiga tiang ini secara sinergis. Kemampuan menegakkan tiang ini dalam pelbagai dimensi kehidupan menjadi pertanda menentukan untuk melahirkan karya-karya peradaban bermakna
Tiang demi tiang, jika ditegakkan dalam pencarian makna hidup melalui perjalanan waktu dengan proses berkesinambungan dan saling mendukung, akan memberi inspirasi bagi kehidupan peradaban yang terus bergerak dinamis. Aktivitas membaca sebagai tiang pertama menentukan kokohnya kegiatan menulis dan mantapnya melakukan tradisi dialog. Bila kegiatan membacanya lemah dengan kadar yang rendah, maka akan terjadi reaksi berantai redupnya produktivitas penulisan, stagnannya dialog dan robohnya kesadaran atas makna kehidupan yang dalam sebagai esensi peradaban.
Kegiatan membaca sebagai instrumen pencerdasan kecendekiawanan, perlu didukung oleh takaran intelegensi; bahan bacaan terpilih dari segala segi ideologi dan tehnik penulisan bermutu, pengungkapan suara kesadaran terdalam dari simpul-simpul ruang kehidupan dan pemikiran; serta membutuhkan kesadaran, keinginan dan motivasi kuat melalui suatu kebangkitan minat baca tinggi. Kegiatan membaca adalah ibarat sumber inspirasi yang membuat atau mendorong orang terus merindukan kebaruan makna peradaban. Seseorang yang berhenti membaca akan berhenti berpikir, dan peradaban tidak lagi berkibar maju ( Nadeak, 2005).
Ayat pertama yang turun di Gua Hira, menyampaikan muatan pesan agar setiap pribadi mampu menangkap dan merangkaikan segala informasi sehingga mempunyai makna melalui aktivitas membaca; kemudian membuat kesimpulan dari hasil perenungan. Pemahaman terhadap iqra yang terambil dari kata qara’a mempunyai arti mengumpulkan atau menghimpun sesuatu sehingga mempunyai arti dan tujuan serta melahirkan satu dimensi pengertian yang sangat luas. Membaca mencakup proses pengumpulan fakta dan analisis, membaca situasi dan kondisi, dan sekaligus perintah untuk segera mengemban misi menjadikan hidup penuh arti (Tasmara, 2001). 

Budaya membaca merupakan sesuatu yang berharga dalam mencapai kemajuan penghidupan dan ketinggian budaya sesorang. Untuk melihat apakah seseorang memiliki pengetahuan luas dan peradaban tinggi, sedang atau primitif dapat dilihat dari aktifitas literasi (baca-tulis) yang dilakukannya. Semakin tinggi aktifitas membacanya, maka dapat diduga semakin tinggi pula tingkat penguasaan pengetahuannya. Roijakers (1980), salah seorang pakar pendidikan, mengaitkan peranan literasi dengan pengembangan karier sesorang. Menurutnya, hanya melalui kegiatan membaca orang dapat mengembangkan diri dalam bidangnya masing-masing secara maksimal serta dapat mengikuti perkembangan baru yang terjadi. Dengan perkataan lain, kedudukan kemahiran membaca pada abad informasi merupakan modal utama bagi siapa saja yang berkehendak meningkatkan kemampuannya (Holida dan Sulistianingsih,1998). Maka bacalah dan bacalah; serta buku dan kemampuan membaca merupakan wahana dan sarana untuk maju berkembang menyikapi tanda-tanda jaman membangun peradaban.

Membaca untuk Membangun Peradaban 
Membaca bukan sekedar sebuah keterampilan. Lebih dari itu, membaca menurut Nadeak (2005) adalah sebuah kegiatan kreatif. Saat membaca, seseorang berdialog dengan dirinya sendiri; dengan tokoh-tokoh yang terkandung di dalam bacaan, saling mengasah intelek dengan pengarang dalam bayang-bayang rasa ingin tahu, terciptanya sanggahan kritis untuk meluruskan kegelisahan dan menjaring gagasan baru.

Dengan membaca seseorang secara intelektual berguru kepada warisan pengarang masa lampau untuk membentuk dunianya pada masa mendatang, dengan ungkapan-ungkapan yang baru sejiwa dengan perkembangan zaman. Membaca adalah sebuah kegiatan menafsir makna dari kata yang tidak hanya konvensional, tetapi juga yang belum terkatakan, sesuatu yang tersirat. Sejumlah tanda-tanda pemahaman diperlukan, sebagai sarana untuk menggali makna yang mengintai, yang pada gilirannya melahirkan pemahaman baru dan menandai simpul-simpul pemikiran.

Berkat membaca, suatu pengertian lebih mendalam tentang suatu gejala yang terjadi dan berlangsung dengan rumit dan kompleks dapat ditangkap maknanya, dapat menganalisis aspek‑aspek yang dibaca dengan menguak tabir kegelapan, serta dapat mengaitkan dengan berbagai gejala lain yang mengurai kusutnya kehidupan. Secara singkat dengan membaca akan diperoleh hasil, baik informasi, pengertian, pengetahuan, keterampilan, motivasi, maupun fakta seperti yang disajikan oleh bahan bacaan ( Depdiknas, 2003). 

Dari hasil membaca dapat memanfaatkan hal‑hal yang telah dibaca, baik bagi pembangunan diri si pembaca, keluarga, masyarakat dan akhirnya terbentuk budaya baca masyarakat. Selain itu, membaca dapat membina sikap mental, menghargai waktu, sikap objektif dalam membahas suatu masalah, mementingkan fakta atau informasi; sebagai modal besar dalam membangun peradaban. Tak akan tumbuh peradaban dengan subur tanpa dipupuk oleh semangat membaca. Membaca pintu gerbang meningkatkan wawasan; membaca modal dasar bernalar dan berkreasi; membaca kunci pembuka pintu kearifan; dan membaca tiang pancang peradaban.

Membangun Minat dan Kemampuan Membaca
Minat baca modal besar membangun kemampuan membaca. Minat baca tinggi umumnya frekuensi membacanya pun sangat tinggi dan waktu yang dipergunakannya sangat tinggi pula. Seseorang yang mempunyai minat baca tinggi, akan melakukan banyak kegiatan membaca, dan secara bertahap meningkatkan kemampuan membaca seseorang. Orang yang mempunyai minat baca yang baik umumnya melahap aneka bacaan atau bacaannya sangat variatif. 

Ajip Rosidi (1987) menjelaskan bahwa minat baca bukanlah sesuatu yang tumbuh secara otomatis. Melainkan, minat baca ditanamkan, ditumbuhkan serta dipupuk dan dibina sejak anak-anak masih dini. Dalam membangun minat baca diperlukan bantuan serta partisipasi aktif dari seluruh komponen masyarakat mulai lingkungan sekolah (guru), lingkungan masyarakat, pemerintah, dan paling utama adalah dukungan dari pihak keluarga.

Berdasarkan hasil penelitian Thorndike ( 1987) yang dilakukan di lima belas negara termasuk di dalamnya negara-negara berkembang, pengaruh keluarga sangat tinggi kontribusinya dalam mempengaruhi terbentuknya minat serta kemahiran membaca pada anak-anak. Bahkan, Thorndike menyatakan bahwa tidak terdapat indikasi bahwa anak-anak yang memiliki minat serta kemahiran membaca unggul sebagai akibat langsung (pengaruh) dari pengajaran membaca yang diselenggarakan di sekolah-sekolah. 

Bahwa anak harus didekatkan pada buku sejak masih kecil untuk membentuk menjadi manusia berwatak, arif berwawasan dan berinteligensia tinggi di kemudian hari merupakan langkah strategis. Minat dan kecintaan seorang anak untuk gemar membaca ditanamkan dan dimulai oleh ibu dan bapak. Ibu dan bapak dapat memberi contoh kepada anak-anaknya. Bagi ibu dan bapak yang gemar membaca; dan dapat menunjukkan pada anak bahwa buku adalah sebuah objek yang dapat dinikmati, memberi kesenangan dan informasi berguna, akan memberi inspirasi pada anak untuk menirunya.

Menurut DN. Norton (1989), seorang pakar membaca dari Universitas Texas mengatakan sesungguhnya merupakan sebuah persepsi yang salah jika banyak orang tua yang mengatakan bahwa anak-anak itu tidak memiliki kesenangan membaca buku. Menurut kesimpulan hasil penelitian yang dilakukan, pada dasarnya semua anak senang melakukan kegiatan membaca dengan syarat pihak orang tua mau menyediakan buku-buku bacaan yang memang cocok dengan kondisi mereka, baik dari segi isi maupun bahasanya. Menanamkan kebiasaan membaca pada anak-anak, dengan cara menyediakan bacaan yang disukai, pasti anak-anak dengan penuh suka cita akan melakukannya. Meskipun, mengupayakan agar anak-anak gemar dan mahir membaca, memang bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah dan murah, karena faktor-faktor yang turut mempengaruhi minat serta kemahiran membaca pada diri seseorang itu tidaklah tunggal, tetapi cukup kompleks, dan juga kemampuan membaca bukanlah kemampuan bawaan (innate), melainkan sesuatu yang harus diupayakan oleh semua pihak dengan penciptaan kondisi yang kondusif.

Dalam rangka membangun kemampuan membaca, Yap (1978) menegaskan bahwa kemampuan membaca seseorang ditentukan oleh kualitas membacanya; dan kemampuan membaca seseorang sangat ditentukan oleh lamanya seseorang melakukan aktivitas membaca. Untuk menguatkan pendapatnya itu, Yap melaporkan hasil penelitiannya, bahwa 65% ditentukan oleh banyaknya waktu yang digunakan untuk membaca, 25% oleh faktor IQ, dan 10% oleh faktor-faktor lain berupa lingkungan sosial, emosional, lingkungan fisik dan sejenisnya. Dengan demikian, menurut Yap jika berniat untuk meningkatkan kualitas kemampuan membaca seseorang, perbanyaklah melakukan aktivitas membaca. Dengan demikian, Yap termasuk seorang pakar membaca beraliran behavioristik, suatu aliran yang menyatakan bahwa pemerolehan kemampuan membaca seseorang itu sebagian besar dipengaruhi oleh frekuensi (keseringan) waktu yang digunakan oleh seseorang untuk membaca. 

Motivasi membaca juga merupakan modal penting dalam menumbuhkan kemampuan membaca. Motivasi membaca adalah pendorong, penggerak dan pemberi semangat untuk terciptanya kegiatan membaca seseorang melalui bahasa sebagai lambang-lambang tertulis. Dengan jalan melihat, memahami dan melisankan dalam hati melalui suatu bacaan yang dilihat untuk menangkap makna kata dan kumpulan kata yang tersirat dan tersurat guna memperoleh pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan sikap. Motivasi membaca merupakan hasrat untuk membaca dari seorang individu. Seseorang dapat membaca secara lebih efisien apabila ia berusaha untuk membaca maksimal, artinya seseorang memotivasi dirinya sendiri untuk membaca. Pada individu yang membaca, terjadilah suatu keadaan peningkatan kesiap-siagaan, ketajaman perhatian, dan ketegangan otot (Holida dan Sulistianingsih,1998) .

Motivasi membaca dapat datang dari dalam diri seseorang; dan motivasi yang timbul dalam diri seorang individu lebih stabil dan mantap apabila dibandingkan dengan motivasi yang berasal dari pengaruh lingkungan. Dengan berubahnya lingkungan yang menimbulkan motivasi ini, maka motivasi membaca juga akan mengalami perubahan. Motivasi dalam diri seorang individu untuk membaca dapat dibangkitkan, ditingkatkan, dan dipelihara oleh kondisi-kondisi luar. Sikap, pribadi, dan kepemimpinan guru mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap motivasi siswanya. Kepribadian guru yang menyenangkan, sikap terbuka dalam menerapkan pelajaran, dan menunjukkan perhatian yang wajar kepada siswa cenderung dapat menimbulkan dan memupuk motivasi untuk belajar secara efisien. Cara-cara memberikan pelajaran yang dilakukan oleh guru juga cukup kuat pengaruhnya terhadap motivasi membaca siswa.

Guru merupakan motivatori siswa agar aktif membaca, terlibat, dan berperan serta dalam setiap pelaksanaan proses belajar-mengajar membaca di kelas. Karena itu, guru perlu memikirkan sebaik-baiknya usaha-usaha yang patut dilakukan untuk membangkitkan motivasi membaca siswa agar kegiatan belajarnya aktif mengalami. Perencanaan pengajaran, pengorganisasian kelas, penataan ruang, evaluasi, dan sebagainya juga menentukan motivasi di dalam proses belajar-mengajar, dan dapat membangun gairah dalam membaca siswa.

Guru bahasa dapat mengembangkan, meningkatkan dan memotivasi keterampilan-keterampilan siswa yang di butuhkan dalam membaca. Guru dituntut memperluas pengalaman pelajar sehingga dapat memahami keadaan dan seluk–beluk kebudayaan; mengajarkan bunyi-bunyi (bahasa) dan makna-makna kata-kata baru; mengajarkan hubungan bunyi bahasa dan lambang simbol; membantu para pelajar memahami struktur-struktur (termasuk struktur kalimat yang biasanya tidak begitu mudah bagi pelajar bahasa);mengajarkan ketrampilan-ketrampilan pemahaman (comprehension skills) kepada para pelajar; dan membantu para pelajar untuk meningkatkan kecepatan dalam membaca.

Untuk menjaga agar motivasi atau dorongan membaca selalu besar, maka pengajaran yang dilakukan oleh guru berjalan dalam dua arus yang sejajar: Pertama:guru membantu para pelajar membaca bahan-bahan yang menarik serta bermanfaat secepat mungkin; Kedua, guru secara sistematis mengajarkan korespondensi atau hubungan-hubungan bunyi dan lambang yang diperlukan oleh para pelajar untuk memahami serta mendorong mereka membaca sendiri. Agar seimbang dan tidak berat sebelah, maka hendaknya lebih banyak waktu dipergunakan untuk membaca secara aktual bahan-bahan yang sesuai dengan tingkat kematangan para pelajar (Finocchiaro and Bonomo dalam Tarigan,1990).

Dalam meningkatkan kemampuan membaca dibutuhkan keteraturan, kedisiplinan, dan konsentrasi. Pokok pangkal pertama dari cara membaca yang baik ialah keteraturan. Hanya dengan membaca secara teratur seseorang akan memperoleh hasil yang baik. Kalau sifat keteraturan dalam membaca ini telah benar-benar dihayati sehingga menjadi kebiasaan seseorang dalam perbuatannya, maka sifat ini akan mempengaruhi pula jalan pikirannya. Asas keteraturan dalam membaca itu senantiasa menjelma dalam tindakan-tindakan pembelajar setiap harinya. Bahan-bahan belajar setiap hari dipelajari, dibaca sekurang-kurangnya sekali. Buku-buku pelajaran dipelajari secara tertentu setiap hari. Asas lain dalam cara membaca yang baik sebagai faktor keberhasilan membaca ialah disiplin. Dengan jalan berdisiplin untuk melaksanakan pedoman-pedoman yang baik di dalam usaha membaca, barulah seseorang mungkin mempunyai cara belajar yang baik. Berkonsentrasi dalam membaca juga menjadi faktor penting keberhasilan membaca (The Liang Gie, 1985).

Untuk menjadi seorang pembaca yang baik di samping menguasai metodenya, kebiasaan-kebiasaan yang baik dibutuhkan misalnya: membaca harus memiliki tujuan, bukan membaca asal membaca; ada rencana dan persiapan untuk membaca, menyiapkan alat tulis sewaktu membaca untuk memberi tanda-tanda atau catatan-catatan lain dari yang dibaca, cahaya penerangan datang dari arah belakang, buku dipegang oleh tangan dan tidak terletak mendatar di atas meja, jarak mata dengan buku kira-kira 25-30 cm. Membaca tidak dengan tidur; dan tiap membaca 1-2 jam istirahat 5-10 menit (Ahmadi, 1991).

Hal penting lain dalam meningkatkan motivasi membaca ke arah kemampuan membaca, adalah dengan menyediakan perpustakaan dan menciptakan suasana perpustakaan yang nyaman dan tenang yang mencirikan suatu ruangan untuk anak-anak dan remaja, baik itu pada perpustakaan umum maupun sekolah. Ruang yang bersih, terasa lega dan buku-buku disusun secara rapi dan teratur serta terawat bersih dengan sendirinya menjadi pembelajaran pada anak untuk mencintai dan menyukai memasuki suatu ruangan perpustakaan sebagai tempat menimba ilmu dan mencari inspirasi yang positif. 

Hal ini menuntut aktifnya seorang pustakawan membuat program untuk menarik anak datang ke perpustakaan; sekaligus secara tak langsung memberitahukan pada masyarakat sekitar adanya perpustakaan di kawasan tempat mereka tinggal. Program yang bisa dilaksanakan, seperti menyelenggarakan kelas melukis: pameran lukisan dan lomba melukis, musik, tari, drama dan nyanyi; menyelenggarakan kelas pekerjaan tangan : membuat berbagai prakarya; kelas permainan : catur, kuis, congklak; permutaran film/video untuk anak dan remaja; membacakan cerita; membedah buku/berdiskusi setelah acara mendongeng; mengadakan kegiatan penelitian kecil-kecilan untuk meningkatkan rasa ingin tahu; mengundang penulis dan ilustrator untuk bertatap muka dengan anak-anak; menerbitkan majalah perpustakaan yang berisi hasil karya anak-anak yang menjadi anggota perpustakaan; mengundang ahli untuk berceramah pada anak-anak; dan mengadakan pameran buku ( Bunanta, 2004). 

Pemimpin Tak Membaca= Kecelakaan Peradaban
Seorang pemimpin adalah orang yang melihat lebih banyak daripada yang dilihat orang lain, melihat lebih jauh daripada yang dilihat orang lain, dan melihat sebelum orang lain melihat (Leroy Eims). Seorang pemimpin sebagai penggerak utama perubahan dituntut lebih banyak pengetahuan daripada orang lain yang semestinya untuk diberi pengetahuan, lebih mahir dalam mengantisipasi apa yang akan terjadi; dan lebih paham menentukan strategi dalam mencari solusi permasalahan. Singkatnya, seorang pemimpin harus lebih banyak memiliki kecerdasan intelegensia, emosional, sosial dan spiritual daripada orang lain.

Perjuangan seorang pemimpin dalam mengawal perjalanan kehidupan selalu dimulai dari kerja wacana. Tanpa kata, perjuangan kehilangan arah. Hal ini menyiratkan pesan penting, bahwa membaca, diteruskan menulis dan mengembangkan dialog adalah kerja wacana; serta mencipta dan mencipta selalu memasyaratkan membaca. Kian ba­nyak mencipta, kian banyak membaca; kian banyak bacaan, kian kaya hasil penciptaan ( Latif,2005). Dengan demikian, jelas, bahwa tanpa membaca bagi seorang pemimpin bersiaplah bukan sekedar akan gagal dalam memimpin, melainkan bersiaplah digilas deru kemajuan peradaban. 

Melling dalam Rohman (2005) mengatakan, rakyat dapat mengukur seberapa jauh pemikiran universalnya dan seberapa jauh seseorang pemimpin memiliki kekuatan besar untuk menempa serta membentuk watak rakyatnya, dapat diukur dari karya instrumental yang dihasilkan bukan semata-mata merupakan objek perhatian esetika, melainkan pula semua yang penuh makna dengan seperangkat ide inovatif, nilai fondamental dan instrumental; dan emosi kepribadian yang berkarakter. 

Suatu keprihatinan tampil kepermukaan, kini mulai langka menemukan kecerdasan pikiran sebagai figur utama kebijakan dan tindakan untuk menentukan bobot pemimipin. Kemunduran terbesar saat ini adalah pada kemunduran dalam menghargai pikiran. Padahal, untuk menjadi pemimpin, Plato memberikan syarat utama adalah kualitas pemimpin yang disandarkan pada nafs atau akal manusia dan tidak pada “jasad” manusia. Sebab, akal inilah yang nantinya menuntun pemimpin dalam empat kebajikan pokok sepanjang masa terus dibutuhkan rakyat, yakni memiliki pengendalian diri, keberanian disertai wawasan, kearifan, dan keadilan.

Di sinilah letak pentingnya pemimpin inspiratif. Posisinya sebagai inspirator “hanya” memberikan inspirasi rakyat sehingga mampu melaksanakan tugasnya kepemimpinannya sebagai juru penuntun membawa selamat dan produktif pada dahsyadnya kemajuan dan kompetesi masa depan. Selain itu, pemimpin inspiratif sangat dibutuhkan untuk mengembangkan budaya berpikir positif di tengah menguatnya buruk sangka. Menurut budayawan Nirwan A Ar-suka (2004), menuntut masyarakat agar mengembangkan budaya berfikir positif harus diimbangi dengan pemimpin itu sendiri, dengan memberikan teladan hidup yang baik kepada masyarakat sebagai sosok pemimpin. Pemimpin bertipe inspiratif dalam konteks masa depan sangat dibutuhkan, mengingat sekarang rakyat sudah jenuh dengan pemimpin yang lebih banyak aksi otoritarisme sebagai bungkus ketidakmampuan wawasan dan lemahnya kesadaran peradaban.

Bermula dari tanda, sejarah pemikiran dan peradaban tercipta. Lantas, tanda apakah yang diciptakan pada awal abad ini bagi seorang pemimpin? Ada tanda‑tanda bahwa pikiran yang terasah dengan membaca tak lagi menjadi ukuran kehormatan. Banyak orang yang dipercaya menjadi memimpin berhenti membaca dan mencipta, dan lebih banyak memerintah dengan topeng kekuasaan karena kepintaran kembali dihinakan oleh simbul baru (kroni dan kemewahan sebagai refleksi kerakusan pemimpin). 

DAFTAR PUSTAKA;
  • Ahmad, Kholilul Rohman. 2005. “Dicari, Pemimpin yang Siap Dipimpin”. Harian Kompas.
  • A., Kholid Harras dan Lilis Sulistianingsih, 1997. Materi Pokok Membaca 1. Jakarta: Universitas Terbuka.
  • Bunata, Murti. 2004. Buku, Mendongeng dan Minat Membaca. Jakarta: Pustaka Tangga.
  • Depdiknas. 2003. Pembinaan Minat Baca. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.
  • Latif, Yudi. 2005. “Memuliakan Kembali Pikiran”. Harian Kompas. 
  • Nadeak, Wilson. 2005. “Membaca, Menulis dan Tradisi”. Harian Kompas.
  • Tarigan, Henry Guntur. 1990. Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
  • Tasmara, Toto. 2001. Kecerdasan Ruhaniah. Jakarta: Gema Insani.
  • The Liang Gie. 1995. Cara Belajar Yang Efesien. Yogyakarta: Pusat Kemajuan Studi
Blog, Updated at: 15.08.00

0 komentar:

Posting Komentar