Asas-asas Hukum Internasional
Setiap hukum yang berlaku di suatu negara, termasuk hukum internasional, baik yang bersifat publik maupun perdata, memiliki asas-asas atau prinsip-prinsip yang tegas dan jelas. Asas-asas hukum internasional yang dimaksud antara lain asas teritorial, asas kebangsaan, asas kepentingan, ne bis in idem, Pacta sunt servanda, Jus Cogens, Inviolability dan Immunity
Asas Teritorial, yang didasarkan pada kedaulatan atau kekuasaan negara atas daerah atau wilayahnya. Jadi, negara mempunyai hak untuk menerapkan hukum yang berlaku di wilayahnya terhadap semua orang dengan sepenuh-penuhnya tanpa tekanan kekuasaan dari negara lain. Karena itu setiap subyek hukum harus menghormatinya. Siapa yang melakukan kesalahan di wilayah negara itu, maka negara itu berhak untuk menindaknya dengan seadil-adilnya sesuai dengan sistem hukumnya.
Asas Kebangsaan, yang didasarkan pada kekuasaan negara untuk warga negaranya. Artinya, hukum itu berlaku bagi warga negaranya di mana pun berada walaupun perbuatan melawan hukum yang dilakukan di luar negeri atau di negara lain. Asas Kepentingan Umum, maksud hukum internasional diciptakan ialah untuk kehidupan atau kepentingan bersama, bukan hanya untuk negara besar atau kaya saja, tetapi juga harus benar-benar mengabdi pada kepentingan umum masyarakat internasional. Ne Bis In Idem, merupakan salah satu asas dalam hukum pidana internasional yang maksud adalah:
- Tidak seorang pun dapat diadili sehubungan dengan perbuatan. Kejahatan untuk itu yang bersangkutan telah diputus bersalah atau di bebaskan, kecuali apabila dalam statuta karena keadaan tertentu ada ketentuan yang memungkinkan untuk itu;
- Tidak seorang pun dapat diadili di pengadilan lain untuk kejahatan yang dirumuskan dalam Pasal 5 di mana orang tersebut telah dihukum atau dibebaskan oleh pengadilan pidana internasional;
- Tidak seorang pun yang telah diadili oleh suatu pengadilan di suatu negara mengenai perbuatan yang dilarang berdasarkan Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 boleh diadili berkenaan dengan perbuatan yang sama, kecuali kalau proses perkara dalam pengadilan oleh negara tertentu:
- Adalah dengan tujuan untuk melindungi orang yang bersangkutan dari pertanggungjawaban pidana untuk kejahatan yang berbeda di dalam yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court);
- Perbuatan tidak dilakukan mandiri dan dilakukan dengan cara yang tidak sesuai dengan alasan diajukannya yang bersangkutan ke depan pengadilan dan tidak selaras dengan kaidah hukum internasional (Pasal 20). Selain ne bis in idem, hukum pidana internasional pun mengenai asas-asas, antara lain nullum crirnen sine lege, nullapoena sine lege, ratione personae non retraktif, dan pertanggungjawaban pidana pribadi.
Pacta Sunt Servanda. Pacta sunt servanda merupakan asas yang dikenal dalam perjanjian Internasional. Asas ini menjadi kekuatan hukum dan moral bagi semua negara yang mengikatkan diri dalam perjanjian internasional. Asas ini dapat diartikan bahwa setiap perjanjian internasional yang telah disepakati bersama harus ditaati dan dilaksanakan oleh semua pihak tanpa ada pengingkaran (Pasal 26 Konvensi Wina 1969). Hal ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan kerugian bagi negara yang mengikatkan diri.
Jus Cogens maksudnya adalah suatu perjanjian internasional dapat batal demi hukum jika pada pembentukannya bertentangan dengan suatu kaidah dasar dari hukum internasioanl umum (Pasal 53 Konvensi Wina 1969). Hal ini sesuai dengan asas jus cogens, yaitu suatu kaidah yang telah diterima dan diakui oleh masyarakat internasional secara keseluruhan sebagai suatu norma yang tidak boleh dilanggar dan hanya dapat diubah oleh norma dasar hukum internasional yang baru dan memiliki sifat sama (Pasal 64 Konvensi Wina 1969).
Jika dalam perkembangan kemudian timbul jus cogens baru, maka perjanjian internasional yang mengandung jus cogens tidak berlaku lagi dan para negara dibebaskan dari kewajiban-kewajiban untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan perjanjian tersebut. Namun demikian, hak dan kewajiban hukum serta keadaan hukum tertentu yang telah diperoleh negara peserta berdasarkan perjanjian tersebut tidak langsung menjadi batal, kecuali bila hak, kewajiban, dan keadaan tersebut jelas bertentangan dengan jus cogens yang baru itu (Pasal 7 Konvensi Wina 1969).
Inviolability dan Immunity. Dalam hukum diplomatik dan konsuler dikenal asas inviolability dan immunity. Dalam pedoman tertib diplomatik dan protokoler, “inviolability” merupakan terjemahan dari istilah “inviolable” yang artinya seorang pejabat diplomatik tidak dapat ditangkap atau ditahan oleh alat perlengkapan negara penerima dan sebaliknya, negara penerima berkewajiban untuk mengambil langkah-langkah demi mencegah serangan atas kehormatan dan kekebalan dari pribadi pejabat diplomatik yang bersangkutan. Dengan asas immunity, hal ini berarti bahwa pejabat diplomatik kebal terhadap yurisdiksi dari hukum negara penerima atau tempat bertugas, baik hukum pidana, hukum perdata, maupun hukum administrasi. Asas Imunitas ini dalam pedoman tertib diplomatik dan protokoler diperinci menjadi tiga bagian, yaitu kekebalan pribadi pejabat diplomatik, kekebalan kantor perwakilan dan rumah kediaman, serta kekebalan terhadap korespondensi perwakilan diplomatik.
Sumber Hukum Internasional
Sumber hukum internasional dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sumber hukum material dan sumber hukum formal. Sumber hukum dalam arti material berusaha untuk menjelaskan apakah yang pada hakikatnya menjadi dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional, sedangkan sumber hukum dalam arti formal memberi jawaban dari pertanyaan di manakah kita mendapatkan ketentuan-ketentuan hukum yang dapat diterapkan sebagai kaidah dalam suatu persoalan yang konkret.
Sumber Hukum Material
Sumber hukum dalam arti material membahas dasar berlakunya hukum, mengapa hukum itu mengikat. Untuk menjawab pertanyaan ini ada dua aliran, yaitu naturalis dan positivisme.
Aliran naturalis berpandangan bahwa prinsipprinsip hukum dalam semua sistem hukum berasal dari prinsip-prinsip hukum alam (hukum Tuhan) yang berlaku universal. Menurut aliran ini, Tuhan mengajarkan bahwa umat manusia dilarang berbuat jahat dan sebaliknya harus berbuat baik antara yang satu dan yang lainnya demi keselamatan bersama. Tokoh utama aliran ini ialah Hugo de Groot (Grotius), sedangkan tokoh-tokoh lainnya, yaitu Fransisco de Vittoria, Fransisco Suarez, dan Alberico Gentilis. Aliran positivisme mendasarkan berlakunya hukum internasional pada persetujuan negara-negara untuk mengikatkan diri pada kaidah-kaidah hukum internasional tersebut. Aliran positivis berpandangan bahwa hukum yang mengatur hubungan-hubungan antarnegara merupakan prinsip-prinsip yang dibuat oleh negara-negara atas kemauan mereka sendiri.
Sumber Hukum Formal
Sumber hukum formal membahas asal ketentuan-ketentuan hukum yang dapat diterapkan sebagai kaidah dalam suatu persoalan yang konkret. Menurut Mochtar Kusumaatmadja (1982), sumber hukum internasional dalam arti formal adalah sumber dari mana kita mendapatkan atau menemukan ketentuan-ketentuan hukum internasional.
Sumber hukum internasional dalam arti formal merupakan sumber hukum internasional yang paling utama dan memiliki otoritas tertinggi serta otentik yang dapat dipergunakan oleh Mahkamah Internasional di dalam memutuskan suatu sengketa internasional sebagaimana tercantum dalam Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, yaitu:
- Perjanjian-perjanjian internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus, yang mengandung ketentuan-ketentuanhukum yang diakui secara tegas oleh negaranegara yang bersangkutan;
- Kebiasaankebiasaan internasonal sebagai bukti dari suatu kebiasaan umum yang telah diterima sebagai hukum;
- Asas-asas hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab;
- Keputusan pengadilan dan ajaran sarjana-sarjana yang paling terkemuka dari berbagai negara sebagai sumber hukum tambahan dalam menetapkan kaidah-kaidah hukum.
0 komentar:
Posting Komentar