Dampak Kebijakan Fiskal Dan Moneter Dalam Perekonomian Indonesia: Aplikasi Model Mundell-Fleming
Dalam
mempelajari dan menganalisis fenomena ekonomi dibutuhkan model atau
teori. Fungsi model atau teori adalah untuk membantu dalam menjelaskan
fenomena – fenomena ekonomi. Model ekonomi makro yang sering digunakan
untuk menganalisis bagaimana kebijakan fiskal dan moneter bekerja dalam
perekonomian terbuka adalah Model Mundell – Fleming, yang merupakan nama
akhir dari penemu model tersebut yakni, Robert Mundell (1963) dan Jhon
Fleming (1962). Model tersebut biasa juga disebut dengan model IS-LM-BP
(Makin, 2002). Dalam model ISLM-BP, instrumen kebijakan fiskal yang
biasa digunakan adalah pengeluaran pemerintah dan pajak.
Sedangkan
instrument kebijakan moneter yang biasa digunakan adalah jumlah uang
beredar (JUB) domestik. (Sugiyanto, 2004). Mankiw (2007) mengemukakan
bahwa Model Mundell-Fleming membuat satu asumsi penting dan ekstrem,
yakni model ini mengasumsikan bahwa model yang sedang di pelajari adalah
perekonomian kecil terbuka dengan aliran modal sempurna.
Definisi
perekonomian kecil terbuka adalah bahwa suatu perekonomian merupakan
bagian kecil dari perekonomian dunia, dan dengan sendirinya tidak
memiliki dampak yang berarti terhadap tingkat bunga dunia. Dengan
mobilitas sempurna, dapat diartikan bahwa penduduk suatu negara dapat
memiliki akses penuh ke pasar uang dunia. Karena asumsi mobilitas modal
sempurna tersebut, tingkat bunga dalam perekonomaian kecil terbuka (r),
harus sama dengan tingkat bunga dunia (world interest rate).
Menurut
Mankiw (2007), perbedaan tingkat bunga internasional dan domestik
disebabkan oleh dua alasan, pertama, resiko negara yang dicerminkan oleh
resiko politik karena memberi pinjaman kesebuah negara dan kedua,
perubahan yang diharapkan dalam kurs riil. Ekspektasi bahwa mata uang
akan kehilangan nilainya di masa depan akan menyebabkan mata uang
itu kehilangan nilainya saat ini. Sehingga tingkat bunga domestik
ditentukan oleh tingkat bunga dunia ditambah dengan resiko politik. (r =
r* + θ). Perbedaan tingkat bunga akan berpengaruh terhadap perbedaan
return asset antarnegara yang kemudian akan mendorong berlangsungnya
aliran modal antarnegara, karena perekonomian global memungkinkan
berlangsungnya mobilitas modal meskipun tidak secara sempurna.
Sifat
aliran modal seperti ini adalah: semakin tinggi suku bunga di suatu
negara, semakin banyak modal yang mengalir ke negara tersebut. Indonesia
pada dasarnya merupakan negara perekonomian kecil terbuka dengn aliran
modal tidak sempurna (imperfectly capital mobility), karena data
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan varian antara tingkat bunga
domestik (SBI) dengan tingkat bunga luar negeri (Libor). Tingkat bunga
Indonesia (ri) cenderung tinggi dengan rata-rata 11,05394 persen dan
tingkat bunga dunia cenderung berfluktuasi pada kisaran yang lebih
rendah dengan rata-rata 3,625758 persen. Perbedaan tingkat bunga
Indonesia dan luar negeri juga dapat diketahui dengan melakukan uji beda
varian, di mana varian untuk tingkat bunga dunia sebesar 11,50736 dan
varian tingkat bunga dunia sebesar 9,4178 (Sumber: Bank Indonesia,
diolah).
Yarbrough
dan Yarbrough (2002) mengemukakan bahwa sistem nilai tukar yang dianut
dan derajat aliran modal internasional merupakan penentu utama
efektifitas kebijakan fiskal dan moneter dalam perekonomian terbuka.
Perbedaan sistem kurs yang digunakan dalam suatu perekonomian akan
sangat mempengaruhi efektifitas kebijakan ekonomi dan penentuan kurs
mata uang. Mundell –Fleming (Makin, 2002 dalam Sugiyanto, 2004) dalam
analisisnya mengenai hubungan kebijakan fiskal dan moneter dalam sistem
nilai tukar mengambang menyimpulkan bahwa kebijakan fiskal akan lebih
efektif dalam sistem kurs tetap dan tidak efektif dalam sistem nilai
tukar mengambang.
Sementara
itu, kebijakan moneter akan tidak efektif dalam sistem kurs tetap dan
lebih efektif dalam sistem nilai tukar mengambang.
Krisis
moneter yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 dan dipicu
oleh melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika telah
mengarahkan pada diadopsinya sistem nilai tukar mengambang atau free
floating exchange rate, yang artinya nilai tukar Rupiah sepenuhnya
ditentukan oleh interaksi permintaan dan penawaran valuta asing
(Suryanto, 2003).
Beberapa
penelitian telah dilakukan berkaitan dengan Model Mundell – Fleming dan
perekonomian kecil terbuka. Konuki (2000) menganalisis dampak jangka
pendek kebijakan fiskal dan moneter terhadap permintaan agregat dengan
menggunakan model IS-LM-BP dengan metode analisis Structural ECM. Dengan
menggunakan data perekonomian Swiss yang mengadopsi sistem nilai tukar
fleksibel. Dari penelitian tesrsebut menunjuan perbandingan Model
tradisional MundellFleming dan Model Dornsbusch. Setelah kebijakan
moneter (fiskal) diperlonggar, mata uang domestik terdepresiasi
(terapresiasi) untuk periode waktu yang substantial dan permintaan
agregat mengamalami ekspansi (kontraksi) kemudian secara gradual kembali
ke arah alur aslinya. Dampak rangsangan dari kebijakan moneter
ekspansif adalah pada depresiasi nilai tukar domestik, kemudian akan
meningkatkan ekspor dan permintaan agregat naik. Dampak dari kebijakan
fiskal ekspansif di dominasikan dengan dampak negatif pada apresiasi
nilai tukar, kemudian impor turun ekspor naik dan permintaan agregat
turun.
Dalam
Indonesia, Siregar dan Ward (2000) menggunakan variasi model
Mundell-Fleming untuk menganalisis apakah kebijakan moneter dapat
menstabilkan fluktuasi makro ekonomi Indonesia, sebagai negara
perkonomian terbuka dengan sistem kurs mengambang dengan menggunakan
metodologi Stuctural Vector Auto Regressive (SVAR). Hasil empiris
menunjukkan bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter dapat dievaluasi
dari analisis impulse respon.
Analisis
ini menyarankan bahwa shock dari kebijakan moneter berdampak pada
output melalui dampak jangka pendek terhadap tingkat bunga domestik pada
nilai tukar riil. Namun, penelitian ini mnyarankan bahwa untuk
menstabilkan fluktuasi makro ekonomi Indonesia, kedua kebijakan fiskal
dan moneter harus bekerja bersama-sama Berdasarkan kondisi dan fenomena
dalam perekonomian Indonesia, tulisan ini bertujuan untuk menganalisis
dampak kebijakan fiskal dan moneter dalam perekonomian Indonesia. Dengan
menggunaan model analisis Mundell-Fleming (IS-LM-BOP) akan dianalisis
apakah untuk perekonomian Indonesia dalam sistem nilai tukar mengambang
dan aliran modal tidak sempurna, kebijakan moneter akan lebih efektif
dalam meningkatkan PDB dari pada kebijakan fiskal sesuai dengan
Hypotesis model Mundell-Fleming.
KAJIAN LITERATUR
Keseimbangan
Pasar barang ,Pasar Uang dan Neraca Pembayaran (IS-LM-BOP) Keseimbangan
di pasar barang menunjukkan bahwa output sama dengan permintaan
terhadap barang dan jasa, yaitu jumlah dari konsumsi, investasi,
pengeluaran pemerintah, ekspor neto. Kuva IS merupakan kurva yang
menunjukkan hubungan antara tingkat bunga domestik dan keseimbangan
pendapatan nasional yang memenuhi syarat ekuilibriumnya pasar barang (Y=
C+I+G+NX), di mana C=konsumsi domestik, I= investasi, G=pengeluaran
pemerintah dan NX= ekspor netto. Dalam kurva IS, tingkat bunga
berhubungan negatif dengan pendapatan nasional.
Tingkat
output (Y) adalah penjumlahan dari pengeluaran Konsumsi (C),
Investasi(I), Pemerintah (G), dan Ekspor Neto (NX). Jika fungsi konsumsi
adalah:
C = a bYd di mana Yd = Y - T
Maka C = a + b(Y – T)
Investasi adalah fungsi dari tingkat bunga (r):
I = f (r)
dan Ekspor Neto adalah fungsi dari nilai tukar (e) :
NX = f (e,Y )
maka persamaan keseimbangan di pasar barang yaitu:
Y = C(Y T ) I(r) G NX (e)
Dari
persamaan ini menyatakan bahwa konsumsi bergantung secara positif
terhadap disposible income (Y-T). Investasi berhubungan secara negatif
dengan tingkat bunga, ekspor netto berhubungan secara negatif dengan
kurs (e) Dalam perekonomian terbuka kecil dengan kurs mengambang,
ekspansi fiskal tidak akan mengubah pendapatan nasional karena adanya
efek crowding out yang ditimbulkannya. Ekpansi fiskal, misalnya dengan
menaikkan pengeluaran pemerintah dan menurunkan pajak akan menggeser
kurva IS ke kanan dan kenaikan tersebut mengakibatkan tingkat bunga akan
naik. Ketika tingkat bunga dalam negeri lebih tinggi dari tingkat bunga
internasional, maka akan terjadi aliran dana masuk (capital inflow).
Aliran dana ini akan meningkatkan permintaaan domestik terhadap mata
uang dalam negeri di pasar valuta asing, sehingga meningkatkan nilai
tukar mata uang domestik. Apresiasi kurs ini membuat mata uang domestik
relatif lebih mahal terhadap produk asing, hal ini mengurangi eksport
netto.
Keseimbangan
di pasar uang menunjukkan bahwa penawaran uang sama dengan permintaan
uang. Kurva atau fungsi LM dapat didefinisikan sebagai kurva atau fungsi
yang menunjukkan hubungan antara tingkat output pada berbagai
kemungkinan tingkat bunga yang memenuhi syarat ekuilibriumnya pasar uang
yaitu kesamaan antara permintaan total akan uang dengan penawaran akan
uang. Penawaran akan uang yang disebut juga dengan uang beredar dalam
perekonomian, kita asumsikan sebagai variabel yang eksogen. Ini berarti:
M = M
Selanjutnya,
permintaan akan uang terdiri dari permintaan uang untuk transaksi (Lt),
permintaan uang untuk berjaga-jaga (Lj), dan permintaan uang untuk
spekulasi ( L2 ). Jadi permintaan total akan uang dapat diungkapkan:
L = L1 + L2
di mana
L1 = Lt + Lj
Oleh karena:
L1 = L1 (Y)
L2 = L2 (r)
maka:
L = L2 (Y) + L2 (r)
atau:
L = L(Y ,r)
Syarat
ekuilibriumnya pasar uang adalah jumlah permintaan uang sama dengan
jumlah penawaran uang. Secara matematik dapat diungkapkan:
L = M
atau:
L1 (Y) + L2 (r) = M
atau:
L(Y ,r) = M
Sedangkan keseimbangan pasar uang pada penawaran uang riil adalah:
L(Y,r)
di mana P adalah tingkat harga.
Neraca
modal (KAB) mencatat semua transaksi yang berkaitan dengan pinjaman
internasional, aliran modal dan penjualan serta pembelian asset
(Yarbrough & Yarbrough, 2002). Neraca transaksi berjalan (CAB)
mencatat nilai atas transaksi yang dilakukan penduduk suatu negara
dengan penduduk negara lain. Neraca transaksi berjalan dan neraca modal
merefleksikan perbedaan tingkat transaksi ekonomi (penjualan atau
pembelian barang dan jasa versus peminjaman atau pemberian pinjaman dan
investasi langsung), sehingga setiap neraca merespon perbedaan variabel –
variabel ekonomi dalam transaksi tersebut (Yarbrough & Yarbrough,
2002).
Persamaan
keseimbangan neraca transaksi berjalan atau current account balance
(CAB) dapat diringkas dalam persamaan berikut, di mana tanda positif
membawa neraca transaksi berjalan kearah surplus dan tanda negatif akan
membawa neraca transaksi berjalan kearah defisit.
CAB = f (Y Y R)
Neraca
modal bergantung pada perbedaan relatif tingkat bunga atas aset
domestik dan luar negeri (i*)dan kurs spot (nilai tukar saat ini atau
e), kurs forward (kurs periode berikutnya atau ef) serta perkiraan
kurs diwaktu yang akan datang (expected spot rate atau ee). Peningkatan
tingkat bunga atas aset luar negeri (i*), membuat aset luar negeri
menjadi lebih menarik, sehingga terjadi capital outflow dan membawa
neraca modal kearah defisit. Peningkatan dalam tingkat bunga domestik
(i), mempunyi dampak sebaliknya, menyebabkan terjadinya capital inflow
sehingga akan membawa neraca modal kearah surplus. Peningkatan dalam
kurs spot yang lebih rendah atas expected return aset luar negeri akan
menyebabkan capital inflow, sedangkan kenaikan dalam kurs forward
menaikkan expected return atas aset luar negeri dan menyebabkan capital
outflow. Jika tingkat bunga domstik dan luar negeri adalah given,
sehingga kita dapat meringkas persamaan neraca modal (KAB) dalam
persamaan berikut:
KAB = f (i*, I, e, ef, ee)
Tingkat
bunga luar negeri (i*), kurs forward (ef), dan depresiasi nilai tukar
(ee) mempunyai dampak negatif terhadap KAB, sedangkan tingkat bunga
domestik (i) dan kurs spot (e) mempunyai dampak negative terhadap KAB.
Ketika jumlah keseimbangan neraca transaksi berjalan (CAB) dan
keseimbangan neraca modal (KAB) sama dengan nol, secara keseluruhan
neraca pembyaran (BOP) dalam kondisi keseimbangan.
Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter
Kebijakan
moneter meliputi semua tindakan pemerintah yang bertujuan mempengaruhi
jalannya perekonomian melalui penambahan atau pengurangan jumlah uang
yang beredar (JUB), maka dikatakan bahwa instrument variabel adalah M ,
yaitu jumlah uang yang beredr yang disebut juga penawaran uang (money
supply). Sedangkan kebijakan fiskal adalah semua tindakan yang dilakukan
pemerintah, bertujuan untuk mempengaruhi jalannya perekonomian melalui
penambahan atau pengurangan pengeluaran pemrintah dan atau pajak,
mempunyai pajak atau Tx, atau tranasfer payment atau Tr, dan pengeluaran
pemerintah atau G.
Kebijakan Makroekonomi Jangka Pendek Dalam Sistem Nilai Tukar Mengambang Dengan
Aliran Modal Tidak Sempurna
a. Kebijakan Fiskal
Dalam
Gambar 1 kebijakan fiskal ekspansif akan berdampak pada pergeseran
kurva IS dari IS0 ke IS1. Pendapatan naik karena peningkatan pengeluaran
pada output domestik. Tingkat bunga harus naik untuk menjaga permintaan
uang sama dengan jumlah uang beredar yang tetap, sehingga terjadi
aliran masuk dalam perekonomian, neraca pembayaran surplus dan kurs
apresiasi.
Gambar Kebijakan fiskal dengan aliran modal tidak sempurna
Sumber: Yarbrough dan Yarbrough (2002)
Pergeseran
kurva BOP dari BOP0 ke BOP1 adalah hasil dari apresiasi nilai tukar.
Karena adanya pergerakan perbelanjaan dari barang domestik ke barang
luar negeri yang harganya lebih murah sebagai akibat apresiasi kurs,
pada setiap tingkat bunga keseimbangan neraca pembayaran menghasilkan
tingkat pendapatan yang lebih rendah. Hal tersebut terjadi karena kurva
IS bergeser ke kiri sebagai akibat naiknya impor barang dan jasa.
Keseimbanagn baru terjadi dimana IS2 ,BOP1 berpotongan dengan LM0.
Dampak
kebijakan fiskal ekspansif terhadap pendapatan, tingkat bunga dan nilai
tukar bergantung pada apakah kebijakan dilakukan secara permanen atau
temporer. Jika kebijakan dilakukan bersifat temporer, pergeseran ke kiri
kurva BOP relatif lebih luas, karena perkiraan depresiasi dimasa depan
juga sementara, dan pergeseran kurva IS ke kiri juga relatif lebih kecil
karena surplus BOP relatif lebih kecil, kebijakan fiskal ekspansif
kemudian secara substantial dapat meningkatkan pendapatan. Namun jika
kebijakan diperkirakan dilakukan secara permanen, pergeseran kurva BOP
ke kiri relatif lebih kecil dan pergeseran kurva IS ke kiri relatif
lebih besar (Yarbrough & Yarbrough, 2002).
Kondisi
tersebut akibat apresasi yang terjadi karena adanya efek Crowding Out
dari kebijakan fiskal ekspansif yang menyebabkan naiknya tingkat bunga.
Dengan kondisi aliran modal tidak sempurna, naiknya tingkat bunga. akan
mendorong aliran masuk sehingga mata uang domestik mengalami apresiasi
(kurs turun). Apresiasi membuat harga barang dan jasa domestik relatif
lebih mahal dari pada harga barang dan jasa luar negeri, menghasilkan
pergeseran pengeluaran dari produk domestik ke produk luar negeri, impor
naik sehingga kurva IS kembali bergeser ke kiri, sehingga pendapatan
nasional turun. Dapat disimpulkan bahwa kebijakan fiskal ekspansif akan
efektif jika dilakukan secara temporer, dan kurang efektif untuk
meningkatkan pendapatan jika kebijakan dilakukan secara permanen
(Yarbrough & Yarbrough, 2002).
b. Kebijakan Moneter
Mobilitas
modal berkontribusi pada efektifitas kebijakan moneter dalam
meningkatkan pendapatan nasional dalam sistem nilai tukar fleksibel. Hal
tersebut dikarenakan efek depresiasi yang dihasilkan dari kebijakan
moneter ekspansif yang berdampak pada harga relatif barang dan jasa
domestik dan luar negeri. Lebih luasnya mobilitas modal, depresiasi
lebih besar dari hasil kebijakan moneter dan menurunkan harga barang
domestik secara relatif terhadap harga barang luar negeri. Hal tersebut
dapat diartikan, jika kebijakan moneter dilakukan lebih permanen,
depresiasi semakin lebar dan harga barang dan jasa secara relatif
menjadi semakin murah. Gambar menggambarkan dampak kebijakan moneter
ekspansif .
Kebijakan
moneter ekspansif dengan menaikkan jumlah uang beredar menggeser kurva
LM dari LM0 ke LM1 sehingga tingkat bunga turun. Rendahnya tingkat bunga
menyebabkan aliran modal keluar yang menyebabkan neraca pembayaran
defisit sehingga kurs naik (mata uang domestik depresiasi), kemudian
depresiasi menyebabkan harga relatif barang dan jasa menjadi lebih murah
dari pada harga luar negeri. Pengeluaran dialihkan untuk barang dan
jasa domestik, di sisi lain ekspor naik dan kurva IS bergeser ke kanan
dari IS0 ke IS1. Depresiasi nilai tukar domestik membuat kebijakan
moneter sebagai instrument yang efektif untuk mencapai kesimbangan
internal (YIB).
Kebijakan
moneter dalam sistem nilai tukar fleksibel dan dengan aliran modal
sempurna merupakan kebijakan yang efektif untuk meningkatkan pendapatan
nasional, baik dilakukan secara temporer maupun permanen. Namun
kebijakan yang dilakukan secara permanen lebih efektif dari pada
kebijakan yang dilakukan secara temporer
Gambar Kebijakan moneter dengan aliran modal tidak sempurna
QQTAIPAN .ORG | QQTAIPAN .NET | TAIPANQQ .VEGAS
BalasHapus-KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
1 user ID sudah bisa bermain 7 Permainan.
• BandarQ
• AduQ
• Capsa
• Domino99
• Poker
• Bandarpoker.
• Sakong
Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
customer service kami yang profesional dan ramah.
NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
• WA: +62 813 8217 0873
• BB : D60E4A61
• BB : 2B3D83BE
Come & Join Us!