Cara Memahami dan Mengantisipasi
Selain pra-struktur memahami, kita juga perlu membahas kontribusi lain yang diberikan Heidegger untuk hermeneutika, yaitu kemewaktuan memahami (Zeitlichkeit des Verstehens). Baik bagi Schleiermacher maupun Dilthey memahami adalah sebuah upaya untuk menangkap makna di masa silam. Heidegger memiliki pendirian yang sama sekali berbeda dalam hal ini. Baginya memahami selalu terarah ke masa depan. Pendirian ini terkait dengan pandangannya tentang waktu. Di tempat lain saya pernah mengulas topik ini, dan di sini saya tidak ingin mengulang.[14] Yang penting untuk diketahui di sini adalah bahwa manusia, yaitu Dasein, tidak berada di dalam waktu, seolah-olah waktu disematkan pada hidupnya, melainkan manusia itu sendiri mewaktu. Mewaktu berarti bahwa Dasein mengorientasikan diri kepada kemungkinan-kemungkinannya sendiri, maka Heidegger menyebut Dasein dengan kata Seinkönnen, kemungkinan (untuk berada). Dalam arti ini masa depan (Zukunft) memiliki prioritas atas masa silam dan masa kini.
Demikian juga bagi Heidegger, seperti dikatakan oleh Palmer, memahami selalu berkaitan dengan masa depan (Hermeneutics, 131). Apa maksudnya? Bukankah biasanya hermeneutika berkaitan dengan teks-teks dari masa silam? Tentu kita dapat memahami teks atau ungkapan dari masa lalu, tetapi pemahaman kita tentang hal-hal dari masa lalu itupun menurut Heidegger terarah ke masa depan. Begitu pula pemahaman kita akan sesuatu di masa kini. Jika seseorang menemukan surat dari orangtua yang telah meninggal beberapa puluh tahun yang lalu, misalnya, makna surat itu akan dipahaminya dalam kerangka kemungkinan-kemungkinan eksistensinya sendiri, yaitu masa depannya. Apa makna isi surat itu untuk kehidupannya nanti? Perubahan apa yang kiranya akan terjadi lewat pesan yang terkandung di dalamnya? Begitu juga, orang memahami perbuatan orang lain dengan memproyeksikan makna perbuatan itu ke kemungkinan-kemungkinan di masa depan. Implikasi apa yang akan terjadi lewat perbuatan itu? Bisa menjadi apakah kiranya orang itu dengan perbuatan itu?
Prioritas pada masa depan itu adalah konsekuensi logis dari konsep Verstehen sebagai kemampuan Dasein untuk menangkap kemungkinan-kemungkinannya untuk bereksistensi. Jika demikian, memahami sudah selalu mengantisipasi sesuatu yang belum ada. Kita memahami dalam pengertian Heidegger ini, ketika kita mengambil keputusan eksistensial atas kehidupan kita, misalnya, untuk menikahi seseorang atau tidak, untuk mengambil sebuah jabatan atau tidak, dan seterusnya. Jadi, memahami selalu terkait dengan Entwurf (proyeksi) kita. “Sebagai proyeksi,” demikian tulis Heidegger, “memahami adalah cara berada Dasein di mana ia adalah kemungkinan-kemungkinan sebagai kemungkinan-kemungkinan”(Sein und Zeit, paragraf 31, 145). Mengatakan bahwa memahami mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan sebagai kemungkinan-kemungkinan sama dengan mengatakan bahwa memahami pada ranah ontologis, yaitu sesuatu yang menjadi pra-struktur pemahaman pada ranah empiris, ditandai dengan kemampuan eksistensial kita untuk mendahului apa yang ada. Dalam arti ini memahami selalu visioner.
Di dalam Sein und Zeit dapat kita temukan sebuah tilikan menarik. Tarikan ke masa depan sudah dimulai dalam pra-struktur pemahaman. Hal itu terjadi dalam kegiatan interpretasi. Seperti sudah disinggung kata Jerman untuk interpretasi adalah Auslegung, yang dapat diartikan dengan kata-kata pembentuknya, yaitu legen (meletakkan) aus (terbuka), menguak hal yang sebelumnya tersembunyi. Interpretasi dan memahami sebenarnya adalah satu dan sama, tetapi kerap dibedakan. Di dalam pengertian lazim, interpretasi datang lebih dahulu, dan baru kemudian muncul pemahaman. Kita, misalnya, menafsir makna sebuah surat wasiat, lalu kita memahaminya. Heidegger membalikkan hubungan itu: Pemahaman datang lebih dahulu, dan baru kemudian berkembang interpretasi. Mengapa demikian? Tak lain karena memahami adalah cara berada kita, dan interpretasi bagi Heidegger adalah artikulasi tindakan primordial itu, bukan kegiatan eksklusif seorang ekseget. Juga di sini kita menemukan lingkaran hermeneutis dalam bentuk hubungan antara memahami (Verstehen) dan artikulasinya dalam interpretasi (Auslegung).
Artikulasi itu menjadi mungkin karena seorang penafsir sejak awal, yaitu sejak cara beradanya, sudah terarah ke masa depan. “Tiga besar” dalam interpretasi yang dipaparkan dalam Sein und Zeit, yaitu: Vorhabe, Vorsicht, dan Vorgriff, menunjukkan bagaimana pra-struktur pemahaman yang telah kita bahas di atas sejak awal sudah mengarahkan seorang penafsir pada makna sesuatu untuk masa depan (Sein und Zeit, 150). Awalan vor- dalam bahasa Jerman berarti “sebelum”, tetapi juga bisa berarti “mendahului”, maka awalan ini lebih mengacu pada proyeksi masa depan (Entwurf) daripada mengacu pada pengetahuan a priori. Apa perbedaan antara pengetahuan a priori dan proyeksi? Pengetahuan a priori mencetak kenyataan yang telah ada, sedangkan proyeksi menyingkap kenyataan di masa depan. Yang satu mereproduksi, sedangkan yang lain mengantisipasi. Dengan perbedaan ini Heidegger mempersoalkan tradisi Kantian tentang pengetahuan a priori itu (bandingkan Sein und Zeit, 150; baca juga Christina Lafont, 279). Tiga besar dalam interpretasi harus kita pahami dalam konteks proyeksi (Entwurf) yang dalam pandangan Heidegger memiliki peran yang sangat sentral.
Mari kita lihat satu per satu. Vorhabe, kata Jerman yang berarti “rencana”, diartikan sebagai “memiliki lebih dahulu”. Sebagai penafsir kita telah memiliki lebih dahulu pemahaman umum tentang kenyataan yang akan kita interpretasi. Tanpa pemahaman umum itu, misalnya tentang apa itu tragedi dalam seni teater Yunani kuna, sulit kita mulai interpretasi. Pemahaman umum ini mendahului pemahaman kita, misalnya, tentang Odipus Rex, bukan semata-mata sebagai pengetahuan a priori, melainkan sebagai pandangan yang memproyeksikan makna tragedi itu bagi masa depan. Kata Vorsicht yang arti leksikalnya “kewaspadaan” diartikan sebagai “melihat lebih dahulu”. Kita sebagai penafsir menginterpretasi karya sastra itu dengan memproyeksikan maknanya bagi masa depan. Akhirnya, kata Vorgriff yang berarti “antisipasi” diartikan sebagai “menangkap lebih dahulu”, yaitu dengan konsep, Begriff. Interpretasi beroperasi dengan konsep-konsep, misalnya, tentang aliran-aliran sastra, untuk menangkap maknanya bagi masa depan. Ketiganya serentak “beroperasi” dalam kegiatan interpretasi, maka dengan tepat Lafont menamai pendirian Heidegger ini “pandangan proyektif tentang interpretasi”, yaitu pandangan bahwa tugas interpretasi bukanlah mencari obyektivitas, melainkan menyingkap makna bagi masa depan (bandingkan Christina Lafont, 281).
0 komentar:
Posting Komentar