PENGERTIAN SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

Posted By frf on Kamis, 16 Februari 2017 | 10.29.00

SUBJEK – SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Selama ini, negara menjadi subjek utama dalam hukum internasional baik dipandang secara historis maupun faktual. Secara historis, negara dari dulu telah menjadi subjek hukum internasional ketika subjek hukum internasional itu sendiri mulai lahir dan berkembang. Peranan negara lama-kelamaan juga semakin dominan oleh karena bagian terbesar dari hubungan hubungan internasional yang dapat melahirkan prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum internasional dilakukan oleh negara-negara. Bahkan hukum internasional itu sendiri boleh dikatakan bagian terbesar terdiri atas hubungan hukum antara negara dengan negara.Kelebihan negara sebagai subjek hukum internasional dibandingkan dengan subjek hukum internasional lainnya adalah, negara memiliki apa yang disebut "kedaulatan" atau sovereignity. Kedaulatan yang artinya “kekuasaan tertinggi", pada awalnya diartikan sebagai suatu kedaulatan dan keutuhan yang tidak dapat dipecah-pecah dan dibagi-bagi serta tidak dapat ditempatkan di bawah kekuasaan lain. Akan tetapi kini arti dan makna dari kedaulatan itu telah mengalami perubahan. Kedaulatan tidak lagi dipandang sebagai seatu yang bulat dan utuh melainkan dalam batas-batas tertentu sudah tuntuk pada pembatasan-pembatasan. Pembatasan-pembatasan itu sendiri tidak lain adalah hukum internasional dan kedaulatan dari sesama negara lainnya. Suatu negara yang berdaulat, tetap tunduk pada hukum internasional serta tidak boleh melanggar atau merugikan kedaulatan negara lainnya.

Selain negara, ada juga Tahta Suci Vatikan yang telah dipandang menjadi subjek hukum internasional melalui perjanjian Lateran tahun 1929 antara pihak Tahta Suci dengan kota Roma. Dalam perjanjian tersebut, mengaharuskan pemerintah kota Roma untuk menyerahkan sebidang tanah kepada Tahta Suci yang mana nantinya akan berdiri sebuah negara, yaitu Vatikan. Negara ini adalah salah satu negara terkecil di dunia yang terletak di pusat kota Roma, Italia dengan luas hanya 44 hektar ditambah 7000 meter lahan di luar Vatikan.[1]

Oleh karena itu, dengan adanya subjek hukum internasional selain negara, membuat penulis tertarik untuk menganalisis tentang subjek hukum internasional yaitu Tahta Suci Vatikan.

1.2. Rumusan Masalah
  1. Apa saja subjek – subjek dalam hukum internasional ?
  2. Faktor apa saja yang membuat Tahta Suci Vatikan menjadi sebuah subjek hukum internasional ?
  3. Bagaimana kedudukan negara Vatikan dalam hukum Internasional saat ini ?
1.3. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis memiliki beberapa tujuan yang diantaranya sebagai berikut :
  1. Mampu mengetahui subjek – subjek hukum internasional
  2. Mampu menjelaskan tentang subjek – subjek hukum intenasional selain negara khususnya Tahta Suci Vatikan
  3. Mampu memahami bagaimana Tahta Suci Vatikan menjadi sebuah subjek hukum internasional 
BAB II. KERANGKA KONSEP
Pada awal mula kelahiran hukum internasional, hanya negaralah satu-satunya entitas yang dipandang sebagai subjek hukum internasional.[2] Dimana setiap perjanjian dan kerjasama hanya dapat dilakukan oleh negara. Namun dalam perkembangannya setelah Perang Dunia II, muncul pelaku-pelaku baru dalam pergaulan internasional. Ini menunjukkan bahwa hukum internasional tidak hanya dimonopoli oleh negara, Banyak bermunculan subjek-subjek baru seperti organisasi internasional dan individu.[3] Sebagai contohnya adalah Konvensi Jenewa 1949, dimana terdapat perjanjian yang mengatur hak dan kewajiban seluruh warga negara dari negara yang menghadiri konvensi tersebut. Sehingga secara tidak langsung “Individu” juga termasuk dalam subjek hukum internasional melalui “Negara” peserta konvensi. Menurut Hans Kelsen, hak dan kewajiban negara sebenarnya adalah hak dan kewajiban semua manusia yang merupakan anggota masyarakat yang mengorganisir dirinya dalam negara itu.[4]

NEGARA SEBAGAI SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

Dalam arti yang sebenarnya adalah pemegang (segala) hak dan kewajiban menurut hukum internasional. Sedangkan dalam arti yang lebih luas dan lebih fleksibel pengertian subyek hukum internasional ini mencakup pelaku yang memiliki hak dan kewajiban terbatas.[5] Misalnya, kewenangan mengadakan penuntutan hak yang diberikan oleh hukum internasional di muka pengadilan berdasarkan suatu konvensi. Contoh subjek hukum internasional dalam arti terbatas demikian adalah orang perorangan (individu).

BAB III. PEMBAHASAN
3.1. Subyek Hukum Internasional
Hukum internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara:
  1. Negara dengan negara;
  2. 2Negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subjek hukum bukan negara satu sama lain.[6]
Sehingga jika dikaji lebih dalam, hukum internasional tidak hanya membahas tentang hubungan antar negara saja melainkan masih terdapat subjek hukum lain (non-state actor). Apabila kita melihat persoalan secara demikian, maka didalam hukum internasional terdapat subjek hukum internasional sebagai berikut.

3.1.1. Negara
Negara termasuk sebagai subjek hukum internasional karena memiliki kebebasan yang luas dalam menjalin hubungan internasional atau hubungan dengan subyek-subyek hukum internasional yang lain. Sehingga hal ini menyebabkan negara masih merupakan subyek hukum yang terpenting dibandingkan dengan subjek hukum internasional lainnya. Bahkan, hingga sekarang masih banyak orang yang menganggap hukum internasional adalah hukum antarnegara.

Negara dapat dipandang sebagai asosiasi manusia yang hidup dan bekerja sama untuk mencapai beberapa tujuan bersama atau dapat dikatakan bahwa tujuan utama suatu negara adalah untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya (bonum publicum, common good, common wealth). Sedangkan menurut Roger H. Sultou tujuan negara adalah “Memungkinkan rakyatnya berkembang serta menyelenggarakan daya cipta sebebas mungkin.”[7] Sehingga untuk mencapai tujuan tersebut suatu negara harus menjalin relasi dan kerjasama dengan negara lain. Hal ini bertujuan untuk melengkapi dan memenuhi kebutuhan nasional. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa setiap negara memiliki kelebihan dan kekurangan, baik itu dalam teknonologi maupun kekayaan alamnya. 

Dengan adanya kegiatan yang dilakukan lintas batas negara maka diperlukan adanya hukum yang mengatur kegiatan tersebut. Karena didalam kegiatan tersebut terdapat dua atau lebih negara yang memiliki sistem hukum yang berbeda. Oleh karena itu, agar tidak terjadi persoalan yang merugikan salah satu pihak maka muncullah hukum internasional yang disepakati bersama. Inilah alasan yang menjadikan negara sebagai salah satu subjek hukum internasional.

3.1.2. Organisasi Internasional
Organisasi internasional baru muncul pada abad ke-19, yang di tandai dengan berdirinya International Telecommunication Union (I.T.U). Selanjutnya diikuti oleh organisasi internasional dalam bidang lain yaitu Liga Bangsa Bangsa (LBB) pada tahun 1918. Kegagalan LBB mencegah pecahnya Perang Dunia II mendorong lahirnya Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada 24 Oktober 1945. Perkembangan selanjutnya adalah lahirnya organisasi regional, seperti yang terdapat pada Eropa (European Union), Amerika (Organisation of American States) dan wilayah lainnya seperti ASEAN pada Asia.

Organisasi Internasional telah dapat menunjukan kemandiriannya, dengan kata lain organisasi ini telah menunjukan dirinya sebagai subjek hukum internasional. Dimana kemudian Mahkamah Internasional menyatakan bahwa PBB memiliki personalitas hukum, yang mana menurut Mahkamah Internasional sangat penting bagi PBB dalam menjalankan tugasnya secara efektif.[8]

3.1.3. Individu
Pada awalnya individu hanya diakui sebagai subjek hukum nasional, kemudian individu diakui sebagai subjek internasional jika telah mendapatkan izin atau persetujuan dari negara. Namun sekarang, individu dalam batas-batas tertentu dapat bertindak atas nama dan untuk dirinya sendiri dalam wilayah hukum internasional dan dimintakan pertanggungjawaban atas perbuatannya yang bertentangan dengan hukum internasional.[9] 

3.1.4. Tahta Suci
Tahta Suci Vatikan secara historis merupakan suatu subjek hukum internasional yang telah ada sejak dahulu di samping negara. Semenjak penaklukannya oleh tentara Italia, kedaulatan Tahta Suci sebagai negara berakhir. Namun kemudian Tahta Suci dengan Italia menandatangani The Laterian Treaty pada tahun 1929 yang didalamnya memberikan pengakuan atas kota Vatikan dan kedaulatannya yang sesuai dengan sifatnya dan dapat mendukung menjalankan misinya di dunia.

3.2. Sejarah Berdirinya Vatikan Melalui Traktat Lateran
Sekitar pertengahan abad ke-8, terbentuk Negara Kepausan (Stato Pontificio) dengan memiliki wilayah yang luas meliputi seluruh kota Roma. Istana Paus yang disebut Istana Lateran, digunakan hingga akhir abad ke-19. Proses penyatuan kerajaan-kerajaan Italia mengakibatkan Negara Kepausan beberapa kali terancam dan terlibat dalam politik dan perang wilayah. Setelah Roma direbut oleh Garibaldi pada tahun 1870 dan kekuasaan diserahkan kepada Raja Vittorio Emanuele II, maka berakhir pula apa yang disebut Negara Kepausan. Paus Pius IX meninggalkan Istana Lateran dan pindah ke Istana Vatikan dan menetap di situ dengan mengurung diri.[10] 

Pada tahun 1871, Raja Vittorio Emanuele II, mengeluarkan suatu undang-undang yang menjamin kedudukan Paus untuk menempati Istana Lateran dan Castel Gandolfo. Tindakan unilateral (tindakan sepihak) ini ditolak oleh Paus. Pada tahun 1919, suatu “Law of Guarantee” kembali dikeluarkan oleh Pemerintah Italia secara sepihak yang isinya mengakui kedaulatan Paus atas wilayah tertentu dan memberi hak untuk menggunakan beberapa gedung yang ditunjuk sebagai bagian dari wilayahnya. Namun tindakan baru inipun ditentang oleh Paus yang berkuasa saat itu, yaitu Paus Benediktus XV. Sebagai jalan tengah, diadakan beberapa kali perundingan dengan hasil terbentuknya Negara Kota Vatikan (The Vatikan City State). Negara Kota Vatikan dibentuk melalui Traktat Lateran yang ditandatangani pada tanggal 11 Pebruari 1929 antara Wakil Perdana Menteri Vatikan Kardinal Pietro Gaspari dan Perdana Menteri Kerajaan Italia Benito Mussolini. Isi Traktat Lateran tersebut mengakui Negara Kota Vatikan sebagai badan yuridis dan politis dengan jaminan kedaulatan dan kemerdekaaan atas wilayah atau daerah yang dikelilingi tembok Vatikan dan juga mengatur hak milik Vatikan yang lain yang disebut sebagai “esktrateritorial”( Wilayah Ekstrateritorial adalah suatu wilayah atau daerah karena ketetapan hukum internasional, maka dianggap sebagai wilayah atau bagian wilayah dari suatu Negara).

3.3. Tahta Suci sebagai Negara
Takhta Suci Vatikan pada dasarnya adalah pemerintahan Gereja Katolik, dalam kenyataannya secara aktif melakukan pula misi sekuler seperti negara-negara lainnya. Misi sekuler ini selain telah digariskan dalam Traktat Lateran (1929) antara Pemerintah Italia dengan Takhta Suci Vatikan, juga lebih dipertegas dalam Konsili Vatikan II, yang antara lain ditetapkan bahwa Gereja Katolik berhak menganggap dirinya mempunyai panggilan untuk memberikan bantuan secara aktif terhadap masyarakat dunia dengan jalan mempererat persatuan dan persaudaraan umat manusia.

Berdasarkan misi tersebut, Takhta Suci Vatikan menjalankan Roda Pemerintahannya, yang pada dasarnya tetap bermuara pada tujuan religius, yaitu terlaksananya kepentingan Gereja secara universal dan terbinanya hubungan baik diantara umat manusia.

3.4. Faktor yang Menjadikan Vatikan sebagai Subyek Hukum Intenasional
Vatikan adalah subjek hukum internasional karena diakui oleh negara-negara di dunia dan menjadi pihak pada perjanjian-perjanjian internasional dan anggota pada beberapa organisasi internasional. 

Negara yang pertama mengakui Vatikan sebagai subjek hukum internasional adalah Italia melalui Pakta Lateran yang ditandatangani pada 1929, yang secara historis Pakta Lateran juga menjadi dasar berdirinya negara kota Vatikan (Vatican city state). Dalam hubungan internasional negara Vatikan dikenal juga dengan nama “Tahta Suci”.[11]

Dasar lain yang menjadikan Tahta Suci (Holy See) sebagai subjek hukum internasional adalah dengan mengacu juga kepada Konvensi Montevideo[12] 1933 yang mana Vatikan merupakan pihak dan memenuhi ketentuan-ketentuan pada Konvensi tersebut. Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain:
1. Rakyat
  • Vatikan memiliki penduduk tetap sebanyak 800 jiwa 
  • Wilayah yang permanen 
  • Vatikan memiliki luas wilayah sebesar 44 hektar (0,44 km2)

Penguasa yang berdaulat 
  1. Terdapat suatu bentuk pemerintahan yang dalam hal ini bentuk negara Vatikan adalah Monarki Absolut yang dikepalai oleh seorang Paus (kepala negara) yang memiliki kekuasan absolut atas kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif 
  2. Kesanggupan berhubungan dengan negara lain 
Vatikan adalah anggota pada organisasi-organisasi internasional seperti World Organization of Intellectual Properties (WOIP) dan UNESCO. Vatikan juga memiliki hubungan diplomatik dengan negara-negara di dunia, sebagai contoh Indonesia yang memiliki perwakilan diplomatik khusus untuk Vatikan begitu juga Vatikan terhadap Indonesia.
Pengakuan (deklaratif) 
Vatikan telah diakui sebagai negara oleh dunia internasional melalui perjanjian Lateran pada tahun 1929.

3.5. Posisi Vatikan dalam Subjek Hukum Internasional
Jika mengacu pada Konvensi Montevideo 1933, maka dapat disimpulkan bahwa posisi Vatikan di dalam subjek hukum internasional adalah sebagai sebuah negara. Namun di dalam hukum internasional, Vatikan disebut sebagai Tahta Suci. Hal ini dikarenakan faktor historis yang menyebabkan Vatikan menjadi subjek hukum tersendiri. 

Menurut sejarah perkembangan hukum internasional, Vatikan adalah subjek hukum internasional yang berdampingan dengan negara. Dimana Vatikan adalah sebuah entitas yang menganut Hukum Kannonik (Hukum Gereja). Hal tersebut yang menyebabkan Vatikan berbeda dengan “Negara”. Selain itu, hanya Vatikanlah yang memiliki sistem hukum yang bersifat universal dan diakui oleh seluruh umat Kristen di dunia.[13]

BAB IV. KESIMPULAN
Melalui pembahasan diatas, maka dapat diambil kesimpulan:
1. Jenis-jenis subjek dalam hukum internasional adalah :
  • Negara
  • Organisasi Internasional
  • Individu
  • Tahta Suci
2. Faktor yang menyebabkan Vatikan menjadi subjek hukum internasional adalah faktor historis. Dimana Vatikan adalah subjek hukum internasional yang berdampingan dengan negara.
3. Kedudukan Negara Vatikan di dalam hukum internasional adalah sebagai Tahta Suci. Dimana meskipun memenuhi syarat sebagai sebuah negara dalam hukum internasional, Vatikan memiliki hukum yang berbeda dengan negara-negara lain dalam sistem hukum negaranya yaitu hukum gereja.

DAFTAR PUSTAKA;
  1. Buku-bukuO’Brien, J. 2001. Internasional Law, London: Cavendish
  2. Moinuddin, H. 1987. The Chapter of the Islamic Conference: The Legal and Economic Framework, Oxford: Clarenndon Press.
  3. Soltou, R. H. An Introduction to Politics, Hal. 253
  4. Kusumaatmadja, M. & Agoes, E. R. 2003. Pengantar Hukum Internasional, Bandung: P.T. Alumni.
  5. Prof. Scelle. 1953. Law and Politic in the World Community. Hal. 56
  6. Oppenheim, L. H. 1912. International Law, London: Longman. Hal. 19
  7. McCorquolade, R. & Dixon, M. 2003. Cases and Materials on International Law, Oxford University Press. Hal. 132
  8. Situs Internet
  9. Sejarah Hukum Internasional. Dalam situs http://www.negarahukum.com/hukum/ sejarah-hukum-internasional.html, diakses pada 9 Mei 2015
  10. Vatikan sebagai Subjek Hukum Internasional. Dalam situs http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl2347/vatikan-sebagai-subyek-hukum-internasional, diakses pada 9 Mei 2015
  11. Tahta Suci (Vatikan), Palang Merah Internasional &Organisasi Internasional Sebagai Subjek Hukum Internasional. Dalam situs http://www.negarahukum.com/hukum/tahta-suci-vatikan-palang-merah-internasional-organisasi-internasional-sebagai-subjek-hukum-internasional.html, diakses pada 9 Mei 2015
  12. Vatican. Dalam situs http://www.kemlu.go.id/vatican/Pages/CountryProfile. aspx?l=id, diakses pada 8 Mei 2015
  13. Sejarah Kota Vatikan. Dalam situs internet http://sejarahnegara.blogspot.com /2009/11/sejarah-kota-vatikan.html, diakses pada 9 Mei 2015
  • [1] Sejarah Kota Vatikan dalam situs internet http://sejarahnegara.blogspot.com/2009/11/sejarah-kota-vatikan.html, diakses pada 9 Mei 2015
  • [2] McCorquolade, R. & Dixon, M. 2003. Cases and Materials on International Law, Oxford University Press. Hal. 132
  • [3] Oppenheim, L. H. 1912. International Law, London: Longman. Hal. 19
  • [4] Prof. Scelle. 1953. Law and Politic in the World Community. Hal. 56
  • [5] Kusumaatmadja, M. & Agoes, E. R. 2003. Pengantar Hukum Internasional, Bandung: P.T. Alumni. Hal. 97
  • [6] Kusumaatmadja, M. & Agoes, E. R. 2003. Pengantar Hukum Internasional, Bandung: P.T. Alumni. Hal. 4
  • [7] Soltou, R. H. An Introduction to Politics, Hal. 253
  • [8] Moinuddin, H. 1987. The Chapter of the Islamic Conference: The Legal and Economic Framework, Oxford: Clarenndon Press.
  • [9] O’Brien, J. 2001. Internasional Law, London: Cavendish
  • [10] Vatican. Dalam situs http://www.kemlu.go.id/vatican/Pages/CountryProfile.aspx?l=id, diakses pada 8 Mei 2015
  • [11] Tahta Suci (Vatikan), Palang Merah Internasional &Organisasi Internasional Sebagai Subjek Hukum Internasional. Dalam situs http://www.negarahukum.com/hukum/tahta-suci-vatikan-palang-merah-internasional-organisasi-internasional-sebagai-subjek-hukum-internasional.html, diakses pada 9 Mei 2015
  • [12] Vatikan sebagai Subjek Hukum Internasional. Dalam situs http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl2347/vatikan-sebagai-subyek-hukum-internasional, diakses pada 9 Mei 2015
  • [13] Sejarah Hukum Internasional. Dalam situs http://www.negarahukum.com/hukum/sejarah-hukum-internasional.html, diakses pada 9 Mei 2015
Blog, Updated at: 10.29.00

0 komentar:

Posting Komentar