Pengertian dan Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Sampai
saat ini, manusia masih tetap merupakan unsur terpenting di antara
sumber-sumber daya yang ada, yakni untuk menjalankan atau melaksanakan
tugas-tugas dalam suatu perusahaan atau instansi. Sekalipun sudah ada
mesin-mesin modern yang serba otomatis yang mengganti tenaga manusia,
namun pada akhirnya yang berada di belakang mesin-mesin itu tetap
manusia juga, yakni yang menciptakan, menggerakkan, dan menghentikannya.
Manajemen
sumber daya manusia adalah suatu cabang ilmu manajemen umum yang
mengkhususkan diri dalam bidang kepegawaian, yang juga merupakan suatu
ilmu pengetahuan dan seni untuk melaksanakan berbagai kegiatan dalam
bidang kepegawaian tersebut, antara lain kegiatan pemasaran,
pengorganisasian, dan pengawasan. Untuk menjelaskan pengertian manajemen
sumber daya manusia lebih mendalam, lebih dahulu kita harus mempunyai
pengertian tentang ilmu manajemen umum.
Manajemen
sumber daya manusia merupakan bagian dari aktivitas seluruhnya yang
berhubungan dengan faktor manusia. Oleh karena itu, manusia sebagai
salah satu sumber daya yang memegang peran penting terutama dalam
mengendalikan seluruh aktivitas sumber-sumber daya lainnya guna mencapai
tujuan perusahaan.
Menurut
Siagian (1993 : 39), manajemen dalam pengertian luas, adalah sebagai
berikut: “Manajemen adalah keterampilan untuk mendapatkan hasil dalam
rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya dengan
menggerakkan orang-orang lain di dalam organisasi yang disebut bawahan”.
Lebih jauh dikemukakan pendapat Nittisemito (1997 : 74), yang mendefinisikan manajemen sumber daya manusia, sebagai berikut:
“Manajemen
sumber daya manusia adalah suatu ilmu seni untuk melaksanakan antara
lain perencanaan, pengorganisasian, pengawasan, sehingga efektivitas dan
efesiansi personalia dapat ditingkatkan semaksimal mungkin dalam
pencapaian tujuan”.
Pengertian manajemen sumber daya manusia yang dikemukakan oleh Panggabean (2002 : 15) adalah sebagai berikut:
“Suatu
proses yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pemimpinan dan
pengendalian kegiatan - kegiatan yang berkaitan dengan analisis
pekerjaan, evaluasi pekerjaan, pengadaan, pengembangan, kompensasi,
promosi, dan pemutusan hubungan kerja guna mencapai tujuan yang telah
ditetapkan”.
Berikut
ini pengertian manajemen sumber daya manusia yang dikemukakan oleh
Edwin B. Flippo yang dikutip oleh Handoko (2001: 3) dalam buku Manajemen
Personalia dan Sumber Daya Manusia adalah sebagai berikut:
“Perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan kegiatan-kegiatan
pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian,
pemeliharaan, dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai berbagai
tujuan individu, organisasi dan masyarakat.
Dari beberapa pengertian tersebut disimpulkan bahwa “Manajemen
sumber daya manusia adalah ilmu dan seni atau proses memperoleh,
memajukan, dan mengembangkan, dan memelihara tenaga kerja yang kompeten
sedemikian rupa, tujuan organisasi dapat tercapai dengan efisien dan ada
kepuasan pada diri pribadi”.
Selain
itu, manajemen sumber daya manusia mencakup fungsi-fungsi manajerial,
meliputi planning (perencanaan), organizing (pengorganioisasian),
directing (pengarahan), controlling (pengendalian). Implementasi dari
fungsi manajerial adalah, sebagai berikut:
- Perencanaan
- Pengorganisasian
- Penerimaan pegawai
- Perekrutan pegawai
- Pengendalian pegawai
Fungsi-fungsi operasional, meliputi procurement, development, competisation, integration, maintenance, dan separation.
a. Procurement (Pengadaan tenaga kerja)
Bertujuan
untuk menentukan dan memenuhi kebutuhan akan sumber daya manusia, baik
secara kualitatif, maupun secara kuantitatif. Fungsi ini meliputi
kegiatan perencanaan, penarikan, penyeleksian, dan penempatan pegawai.
b. Development (Pengembangan)
Bertujuan
untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan sumber daya manusia yang
telah dimiliki, sehingga tidak akan tertinggal oleh perkembangan
organisasi serta ilmu pengetahuan dan teknologi.
c. Compensation (Kompensasi)
Meliputi usaha untuk memberikan balas jasa/kompensasi yang telah diberikan oleh seorang pegawai.
d. Integration (Integrasi)
Meliputi
usaha menciptakan kondisi integrasi atau persamaan kepentingan antara
pegawai dengan organisasi yang menyangkut masalah motivasi,
kepemimpinan, komunikasi, konflik, dan konseling.
e. Maintanance (Pemeliharaan)
Bertujuan
untuk memelihara kebutuhan sumber daya manusia yang dimiliki, wujud
dari pemeliharaan sumber daya manusia ini adalah tumbuhnya rasa betah,
motivasi, dan memepunyai kemauan untuk bekerja dengan sebaik-baiknya
pada organisasi.
f. Separation (pemisahan)
Menyangkut masalah pemutusan hubungan kerja
Dari
uraian tersebut, kita dapat mengetahui secara jelas pengertian dan
fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia, di mana seluruh kegiatan
melalui fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia tersebut diarahkan
untuk mewujudkan sasaran pokok manajemen sumber daya manusia, yaitu
mendayagunakan secara optimal sumber daya manusia dalam suatu
organisasi.
Dalam
fungsi operasional yaitu fungsi maintenance (pemeliharaan) agar dalam
sumber daya manusia tumbuh rasa betah dan mempunyai kemauan untuk
bekerja sebaik-baiknya, maka salah satu yang dilakukan oleh perusahaan.
yaitu memenuhi kebutuhan dan keinginan pegawai dengan pemberian
kesejahteraan.
Kesejahteraan Pegawai
Pemberian
kesejahteraan merupakan salah satu program manajemen sumber daya
manusia yang berfungsi untuk memelihara sikap atau perilaku pegawai yang
baik terhadap pelaksanaan kerja dan lingkungan kerjanya.
Pengertian Kesejahteraan Pegawai
Pengertian kesejahteraan menurut Panggabean (2002: 96) adalah sebagai berikut:
“Kesejahteraan
adalah benefit yang mencakup semua jenis penghargaan berupa uang yang
tidak dibayarkan secara langsung kepada pegawai. Penghargaan ini
diberikan kapada semua anggota organisasi atas keanggotaannya dan bukan
berdasarkan hasil kerjanya. Oleh karena itu, tidak dapat digunakan untuk
meningkatkan prestasi kerja, namun dapat digunakan untuk menarik
pegawai yang berkualitas dan memepertahankan jika paket tunjangan dan
fasilitas tersebut menarik”.
Kesejahteraan pegawai menurut pendapat Moekijat (1999: 166) adalah sebagai berikut:
“Dalam
perusahaan, servis-servis pegawai mempunyai bermacam-macam nama ada
yang menyebut program-program benefit, ada yang menyebutkan
kesejahteraan pegawai (employee welfare) dan yang lainnya menekankan
kepada biaya-biaya dan menyebutnya daftar pembayaran yang disembunyikan
(hidden payroll). Akan tetapi yang paling lazim service-service pegawai
itu digambarkan atau dianggap sebagai kesejahteraan sosial (fringe
benefit).”
Prinsip-Prinsip dan Kriteria Pemberian Kesejahteraan
Agar
pemberian kesejahteraan yang diberikan dapat sesuai dengan sasaran yang
direncanakan maka dalam pelaksanaan perlu memperhatikan prinsip-prinsip
dari pemberian kesejahteraan pegawai. Prinsip-prinsip kesejahteraan
menurut Panggabean (2002: 100) sebagai berikut:
- Bisa memuaskan kebutuhan pegawai yang sebenarnya.
- Dibatasi pada kegiatan-kegiatan yang lebih efektif dijalankan secara kelompok daripada secara individu.
- Menggunakan dasar yang seluas mungkin.
- Biaya program kesejahteraan hendaknya bisa dihitun, dan provisinya ditentukan secara jelas untuk dasar pembelanjaannya.
Jenis-Jenis Kesejahteraan Pegawai
Jenis-jenis kesejahteraan yang dikemukakan oleh Panggabean (2002: 96) yaitu:
- Pembayaran untuk waktu tidak bekerja, seperti cuti, sakit, alasan keluarga, hari–hari libur, dan lain-lain.
- Perlindungan ekonomis terhadap bahaya, seperti gaji, asuransi jiwa, cedera, tunjangan yang berkaitan dengan penyakit, kegiatan terhenti, ketidakmampuan bekerja secara tetap, usia lanjut, kematian.
- Pelayanan pegawai, seperti kafetaria, rekreasi, mobil jemputan, biaya pendidikan, penyuluhan karier, pelayanan kesehatan, dan bantuan dalam perumahan.
- Pembayaran yang dituntut oleh hukum, seperti asuransi usia lanjut dan janda yang ditinggalkan, jaminan sosial dan perawatan kesehatan.
Tujuan Pemberian Kesejahteraan Pegawai
Menurut
pendapat Handoko (2002: 184), kesejahteraan pegawai yang diberikan
hendaknya bermanfaat dan mendorong untuk tercapainya tujuan perusahaan,
pegawai dan masyarakat serta tidak melanggar peraturan legal pemerintah
yaitu:
- Penarikan lebih efektif
- Peningkatan semangat kerja dan kesetiaan.
- Penurunan perputaran pegawai dan absensi
- Pengurangan kelelahan.
- Pengurangan pengaruh serikat pegawai, baik sekarang maupun di waktu mendatang.
- Hubungan masyarakat yang lebih baik
- Pemuasan kebutuhan-kebutuhan pegawai
- Minimalisasi biaya kerja lembur
- Pengurangan ancaman intervensi pemerintah
- Pengurangan keluhan-keluhan memperbaiki kondisi kerja
Apabila
perusahaan melaksanakan pemberian kesejahteraan dengan baik, maka
pegawai dapat bekerja dalam kondisi kerja yang baik, bersungguh-sungguh
dan dengan sepenuh hati melaksanakan tugas-tugasnya memiliki kepuasan
kerja yang tinggi sehingga akan sangat mendukung keberhasilan dalam
usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Program Kesejahteraan
Program kesejahteraan pegawai ini semakin penting untuk dilaksanakan karena alasan-alasan berikut:
- Perubahan sikap pegawai yang disebabkan meningkatnya tingkat pendidikan.
- Tuntutan serikat pegawai.
- Persyaratan dari pemerintah yang diwujudkan dalam bentuk undang – undang.
- Persaingan yang makin berat mengakibatkan para pengusaha harus berusaha untuk memberikan berbagai jaminan agar pegawai tidak lari dari perusahaan.
- Adanya pengawasan terhadap tinggi rendahnya tingkat upa, terutama dari perkumpulan para pengusaha untuk mencegah persaingan dalam pemberian upah.
Kepuasan Kerja
Kepuasan
kerja menjadi masalah yang menarik dan penting karena terbukti besar
manfaatnya baik untuk kepentingan individu, organisasi dan masyarakat
bagi individu, penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja memungkinkan timbulnya upaya-upaya dari perusahaan untuk
meningkatkan taraf hidup pegawainya. Bagi organisasi, penelitian
mengenai kepuasan kerja dapat dilakukan dalam rangka peningkatan
produkvitas individu dan organisasi melalui perbaikan sikap dan tingkah
laku sumber daya manusia.
Selanjutnya,
masyarakat tentu akan menikmati hasil kapasitas maksimum dari upaya
yang dilakukan individu dan organisasi terhadap perbaikan sikap manusia
di dalam konteks pekerjaannya. Pada dasarnya, kepuasan kerja merupakan
hal yang bersifat individual. Setiap individu akan memiliki tingkat
kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada
dirinya. Dalam bekerja pegawai masih banyak mengalami masalah, di
antaranya ada yang merasa puas dan ada pula yang merasa tidak atau
kurang puas.
Pengertian Kepuasan Kerja
Robbins (1996: 26) berpendapat bahwa “Kepuasan
kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, perbedaan antara
banyaknya ganjaran yang diterima seorang pekerja, dan banyaknya yang
mereka yakini seharusnya mereka terima”.
Menurut
Siagian (1993: 295), “Kepuasan kerja adalah cara pandang seseorang,
baik yang bersifat positif, maupun yang bersifat negatif tentang
pekerjaannya”. Hal ini dapat ditunjukkan, baik dengan sikap positif,
maupun sikap negatif mereka terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang
dihadapi di lingkungan kerjanya.
Pengertian
Kepuasan kerja menurut Mathis dan Jackson (2001: 98), Kepuasan kerja
adalah keadaan emosi yang positif dari mengevaluasi pengalaman kerja
seseorang.
Menurut Davis, Wexley, dan Yuki yang dikutip oleh Mangkunegara, dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan (2000: 117),
“Kepuasan
kerja adalah suatu perasaan yang menyokong atau tidak menyokong diri
pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi
dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan
aspek-aspek seperti upah atau gaji yang diterima, kesempatan
pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lainnya, penempatan kerja,
jenis pekerjaan, struktur organisasi perusahaan, mutu pengawasan,
sedangkan perasaan yang berhubungan dengan dirinya, antara lain umur,
kondisi kesehatan, kemampuan, pendidikan”.
Dari
pendapat-pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan kepuasan kerja adalah suatu sikap seseorang terhadap pekerjaannya
baik menyenangkan ataupun tidak menyenangkan, karena adanya harapan
menerima ganjaran yang mereka yakini seharusnya mereka terima.
Variabel-Variabel Kepuasan Kerja
Kepuasan
kerja berhubungan dengan variabel–variabel, seperti turnover, tingkat
absensi, umur, tingkat pekerjaan, dan ukuran organisasi perusahaan. Hal
ini sesuai dengan pendapat Davis yang dikutip oleh Mangkunegara dalam
buku Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan (2000: 117) yang
mengemukakan bahwa “Job satisfaction is related to a number of major
employee variables, such as turnover, absences, age, occupation, and
size of the organization in an employee works“, yaitu:
1. Turn Over
Kepuasan
kerja lebih tinggi dihubungkan dengan turnover pegawai yang rendah.
Pegawai–pegawai yang kurang puas biasanya turnover-nya lebih tinggi.
2. Tingkat Ketidakhadiran
Pegawai–pegawai
yang kurang puas cenderung tingkat ketidakhadirannya (absen) tinggi.
Mereka sering tidak hadir kerja dengan alasan yang tidak logis dan
subjektif.
3. Umur
Ada
kecenderungan pegawai yang tua lebih merasa puas daripada pegawai yang
berumur relatif muda. Hal ini diasumsikan bahwa pegawai yang tua lebih
berpengalaman menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan. Pegawai
usia muda biasanya mempunyai harapan yang ideal tentang dunia kerjanya,
sehingga apabila antara harapannya dengan realita kerja tedapat
kesenjangan atau ketidakseimbangan dapat menyebabkan mereka menjadi
tidak puas.
4. Tingkat Pekerjaan
Pegawai–pegawai
yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih tinggi cenderung lebih puas
daripada pegawai yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih rendah.
Pegawai–pegawai yang tingkat pekerjaan lebih tinggi menunjukkan
kemampuan kerja yang baik dan aktif dalam mengemukakan ide–ide serta
kreatif dalam bekerja.
5. Ukuran Organisasi Perusahaan
Ukuran
organisasi perusahaan dapat mempengaruhi kepuasan pegawai. Hal ini
karena besar kecil suatu perusahaan berhubungan pula dengan koordinasi,
komunikasi, dan partisipasi pegawai.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Ada beberapa faktor yang menentukan kepuasan kerja seorang karyawan, seperti dikemukakan oleh Robbins (1996: 172), yaitu:
(1) Kerja yang secara mental menantang
Karyawan
cenderung lebih menyukai pekerjaan yang memberi kesempatan untuk
menggunakan keterampilan dan kemampuannya, menawarkan beragam tugas,
kebebasan, dan umpan balik mengenai hasilnya. Karakteristik ini membuat
kerja secara mental menantang. Pekerjaan yang sangat kurang menantang
dapat menciptakan rasa frustrasi dan kegagalan. Kebanyakan pekerja akan
merasa puas pada kondisi tantangan yang sedang.
(2) Ganjaran yang pantas
Pekerja
menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang bersifat adil,
tidak bermakna ganda, dan sejalan dengan harapan mereka. Upah dapat
menghasilkan kepuasan jika didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat
keterampilan individu, dan standar pengupahan secara umum. Pekerja
berusaha mendapatkan kebijakan dan praktek pomosi yang adil, memberikan
kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, tanggung jawab yang lebih banyak,
dan status sosial yang meningkat. Pekerja akan merasa puas jika
keputusan promosi dibuat secara adil. Kepuasan kerja bersifat dinamis.
Artinya, perasaan puas dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi yang
dialami individu.
Kepuasan
kerja secara khusus mengacu kepada sikap seorang karyawan, misalnya
karena kenaikan pangkat atau gaji yang diperolehnya. Kepuasan kerja
dapat pula menggambarkan sikap secara keseluruhan atau mengacu kepada
bagian dari pekerjaan seseorang.
(3) Kondisi kerja yang mendukung
Setiap
individu yang masuk ke suatu lingkungan kerja membawa kebutuhan yang
ingin dipenuhinya. Kebutuhan itu kemudian menjadi pendorong baginya
untuk berusaha mencapai tujuan. Apabila kebutuhan yang diharapkan dari
pekerjaan terpenuhi ia akan merasa puas. Jika kebutuhan itu tidak
terpenuhi, ia akan mengalami ketidakpuasan. Kepuasan mempunyai arti yang
penting bagi karyawan dan perusahaan, terutama karena menciptakan
keadaan positif di dalam lingkungan pekerjaan.
Pekerja
peduli akan lingkungan kerja untuk kenyamanan pribadi maupun kemudahan
dalam bekerja. Studi yang banyak dilakukan menunjukkan bahwa pekerja
menyukai lingkungan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau merepotkan.
Pekerja juga menyukai tempat bekerja yang dekat dengan tempat
tinggalnya, fasilitas yang bersih dan relatif modern, dan dengan
peralatan yang memadai.
(4) Rekan kerja yang mendukung
Rekan
kerja yang ramah dan mendukung menghantar ke kepuasan kerja yang
meningkat, termasuk pula penyelia yang bersikap ramah dan menawarkan
pujian untuk kinerja yang baik dapat meningkatkan kepuasan kerja. Untuk
sebagian pekerja, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial dan
bukan sekadar uang atau prestasi dari hasil kerja. Rekan kerja yang
mendukung dan kooperatif, akan sangat membantu pekerja merasa puas. Di
samping itu, perilaku atasan juga merupakan faktor determinan dari
kepuasan kerja.
(5) Kesesuaian kepribadian pekerjaan
Kecocokan
yang tinggi antara kepribadian seorang karyawan dan okupasi akan
menghasilkan seorang individu yang terpuaskan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Robbins yang menyatakan bahwa karyawan yang terpuaskan akan
lebih produktif daripada karyawan yang tidak terpuaskan. Masih menurut
Robbins, kepuasan kerja karyawan akan berpengaruh kepada tiga aspek
berikut:
- Produktivitas karyawan; Bekerja adalah suatu jawaban atas pertanyaan tentang bagaimana cara memenuhi kebutuhan atau kepuasan. Dalam suatu situasi, bila kebutuhan sudah terpenuhi, maka penilaian individu bergeser ke arah perasaan puas. Kepuasan kerja bersifat individual, yakni hasil pengukuran kepuasan kerja berbeda pada setiap pekerja. Situasi ketidakpuasan dalam bekerja akan berpengaruh pada diri pekerja, baik fisik, maupun psikis, sehingga berdampak pada menurunnya produktivitas kerja. Korelasi kepuasan kerja dengan kinerja, lebih kuat pada karyawan tingkat lebih tinggi, jadi hubungan akan lebih relevan untuk individu-individu dalam posisi profesional, penyelia, dan manajerial.
- Kemangkiran karyawan; Ketidakpuasan kerja dapat berakibat pada perasaan frustrasi pada pekerja yang kemudian dapat memunculkan perilaku agresif, atau sebaliknya mereka menarik diri dari interaksi dengan lingkungannya. Bentuk penarikan diri itu, misalnya ingin berhenti, sering mangkir bekerja dan bentuk perilaku lain yang cenderung menghindar dari aktivitas organisasi. Karyawan yang tidak terpuaskan memiliki peluang lebih besar untuk tidak masuk kerja. Pekerja yang membolos mengakibatkan tertundanya pekerjaan, sehingga perlu diadakan lembur bagi pekerja lain. Hal tersebut berarti perusahaan harus membayar biaya lembur. Jika seorang pekerja berhenti, akan membuat organisasi harus mencari orang lain untuk menggantikan posisi yang ditinggalkan. Hal ini berarti organisasi hatus mencari orang lain untuk menggantikan posisi yang ditinggalkan.
- Perputaran karyawan; Karyawan yang tidak terpuaskan, secara umum memiliki kemungkinan paling besar untuk keluar.
Dalam
kaitannya dengan pengawasan atas pekerjaan, derajat kepuasan individu,
dan dipengaruhi oleh tingkat kebebasan atas pekerjaan yang dilakukan dan
lingkup kewenangan untuk membuat keputusan mengenai pekerjaan itu.
Pekerja akan termotivasi ke tugas yang dikerjakan, jika mereka merasa
tugas itu merupakan hal yang sangat penting bagi organisasi.
Di
samping itu, mereka dapat melihat bagaimana pekerjaan itu sesuai dengan
proses dalam organisasi secara keseluruhan. Derajat kepuasan juga
tergantung pada jumlah umpan balik (feedback) atas kinerja mereka,
khususnya kecenderungan bahwa mereka merasa dihargai, karena bekerja
dengan baik. Kepuasan juga ditentukan oleh derajat perasaan individu,
bahwa pekerjaan itu akan membantu mengembangkan keahlian dan
pengetahuannya.
Pendapat
lain dikemukakan oleh Gibson (1995 : 464) yang mengemukakan bahwa
kepuasan kerja berhubungan dengan hal-hal berikut: (1) Upah: Jumlah upah
yang diterima dan dianggap upah yang wajar; (2) Pekerjaan: keadaan di
mana tugas pekerjaan dianggap menarik, memberikan kesempatan untuk
belajar dan bertanggung jawab; (3) Kesempatan promosi: tersedia
kesempatan untuk maju; (4) Penyelia: kemampuan penyelia untuk
menunjukkan minat dan perhatian terhadap karyawan; (5) Rekan sekerja:
kedaan di mana rekan sekerja menunjukkan sikap bersahabat dan mendorong.
Dari pendapat tersebut disimpulkan bahwa kepuasan kerja akan timbul
apabila lingkungan kerja bersifat kondusif, baik dari segi upah,
pekerjan, rekan kerja, ataupun ikut dilibatkannya karyawan dalam
pengambilan keputusan. Jika karyawan terpuaskan, maka diharapkan
produktivitasnya akan meningkat.
Alasan-Alasan Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja makin diperhatikan dikarenakan dua hal, yaitu:
- Bagaimana seorang pegawai merasakan pekerjaannya, apakah pekerjaan itu memuaskan, mengecewakan, menarik atau membosankan, berarti atau tidak berarti, merupakan suatu masalah pribadi yang penting.
- Para manajer mengkhawatirkan pengaruh sikap pegawainya terhadap prestasi kerja dan produktivitas. Jadi kepuasan ini perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi sikap pegawai dalam perusahaan yang pada akhirnya dapat mempengaruhi produktivitas perusahaan keseluruhannya.
Kepuasan
kerja merupakan suatu konsep yang memiliki banyak dimensi, yaitu
kepuasan kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor. kepuasan kerja
mempunyai banyak dimensi. Secara umum, tahap yang diamati adalah
kepuasan dalam pekerjaan itu sendiri, gaji, pengakuan, hubungan antar
supervisor dengan tenaga kerja, dan kesempatan untuk maju. Setiap
dimensi menghasilkan perasaan puas secara keseluruhan dengan pekerjaan
itu sendiri, namun pekerjaan juga mempunyai definisi yang berbeda bagi
orang lain.
Hubungan antara Pengaruh Pemberian Kesejahteraan dengan Kepuasan Kerja Pegawai
Sebagaimana
telah diuraikan bahwa masalah pemberian kesejahteraan pegawai ini
menarik untuk diperhatikan dalam setiap perusahaan. Hal ini karena
pemberian kesejahteran pegawai menyangkut berbagai kepentingan, baik
kepentingan pegawai itu sendiri maupun kepentingan perusahaan. Sasaran
utama dari kegiatan pemberian kesejahteraan ini adalah untuk memenuhi
kepentingan atau kebutuhan pegawai, baik kebutuhan materi maupun
kebutuhan non materi, karena pada dasarnya kepuasan kerja pegawai erat
hubungannya dengan kebutuhan pegawai.
Dengan
pemberian kesejahteraan pegawai yang baik, bukan saja akan
menguntungkan pihak perusahaan, tetapi akan menguntungkan juga bagi
pegawai. Bagi perusahaan pemberian kesejahteraan pegawai yang baik agar
pegawainya mau bekerja dengan semangat yang tinggi dan pada akhirnya
dapat meningkatkan produkvitasnya secara keseluruhan. Sedangkan bagi
pegawai sendiri pemberian kesejahteraan pegawai yang baik dapat
menciptakan kepuasan pemenuhan kebutuhan sehingga ditetapkan kepuasan
kerja akan terwujud.
Kepuasan
kerja pada dasarnya merupakan hal yang bersifat individu. Setiap
individu akan mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda- beda sesuai
dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya walaupun pemberian
kesejahteraan pegawai bukan satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi
peningkatan kepuasan kerja pegawai, tetapi pemberian kesejahteraan
pegawai ini dapat berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai
Oleh
sebab itu, dengan terpenuhinya kebutuhan pegawai melalui pemberian
kesejahteraan yang baik dan benar. Pemuasan pemenuhan kebutuhan akan
tercipta, sehingga diharapkan kepuasan kerja akan terwujud, karena ada
jaminan kesejahteraan hidupnya. Terdapatnya kondisi kepuasan kerja
pegawai yang demikian, akan mengakibatkan semangat kerja yang tinggi
0 komentar:
Posting Komentar