Pengertian Pelaksanaan, Tanah dan Fungsi Sosial Tanah

Posted By frf on Kamis, 16 Februari 2017 | 02.51.00

1. Pengertian Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci, implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap siap. Secara sederhana pelaksanaan bisa diartikan penerapan. Majone dan Wildavsky mengemukakan pelaksanaan sebagai evaluasi. Browne dan Wildavsky mengemukakan bahwa Pelaksanaan adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan.4

Pengertian-pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata pelaksanaan bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa pelaksanaan bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.

Pelaksanaan merupakan aktifitas atau usaha-usaha yang dilaksanakan untuk melaksanakan semua rencana dan kebijaksanaan yang telah dirimuskan dan ditetapkan dengan dilengkapi segala kebutuhan, alat-alat yang diperlukan, siapa yang melaksanakan, dimana tempat pelaksanaannya mulai dan bagaimana cara yang harus dilaksanakan, suatu proses rangkaian kegiatan tindak lanjut setelah program atau kebijaksanaan ditetapkan yang terdiri atas pengambilan keputusan, langkah yang strategis maupun operasional atau kebijaksanaan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dari program yang ditetapkan semula5. Dari pengertian yang dikemukakan di atas dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya pelaksanaan suatu program yang telah ditetapkan oleh pemerintah harus sejalan dengan kondisi yang ada, baik itu di lapangan maupun di luar lapangan. Yang mana dalam kegiatannya melibatkan beberapa unsur disertai dengan usaha-usaha dan didukung oleh alat-alat penujang. Faktor-faktor yang dapat menunjang program pelaksanaan adalah sebagai berikut:
  • Komunikasi, merupakan suatu program yang dapat dilaksanakan dengan baik apabila jelas bagi para pelaksana. Hal ini menyangkut proses penyampaian informasi, kejelasan informasi dan konsistensi informasi yang disampaikan;
  • Resouces (sumber daya), dalam hal ini meliputi empat komponen yaitu terpenuhinya jumlah staf dan kualitas mutu, informasi yang diperlukan guna pengambilan keputusan atau kewenangan yang cukup guna melaksanakan tugas sebagai tanggung jawab dan fasilitas yang dibutuhkan dalam pelaksanaan;
  • Disposisi, sikap dan komitmen dari pada pelaksanaan terhadap program khususnya dari mereka yang menjadi implementasi program khususnya dari mereka yang menjadi implementer program;
  • Struktur Birokrasi, yaitu SOP (Standar Operating Procedures), yang mengatur tata aliran dalam pelaksanaan program. Jika hal ini tidak sulit dalam mencapai hasil yang memuaskan, karena penyelesaian khusus tanpa pola yang baku.
Keempat faktor di atas, dipandang mempengaruhi keberhasilan suatu proses implementasi, namun juga adanya keterkaitan dan saling mempengaruhi antara suatu faktor yang satu dan faktor yang lain. Selain itu dalam proses implementasi sekurang-kurangnya terdapat tiga unsur penting dan mutlak yaitu6:
  • Adanya program (kebijaksanaan) yang dilaksanakan;
  • Kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dan manfaat dari program perubahan dan peningkatan;
  • Unsur pelaksanaan baik organisasi maupun perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan pelaksana dan pengawasan dari proses implementasi tersebut.
Dari pendapat di atas dapatlah dikatakan bahwa pelaksana suatu program senantiasa melibatkan ketiga unsur tersebut.

2 Pengertian Tanah dan Fungsi Sosial Atas Tanah
2.1 Pengertian Tanah
Dalam hukum tanah, kata “Tanah” dipakai dalam arti yuridis, sebagai suatu pengertian yang telah diberi batasan resmi oleh Undang-undang Pokok Agraria. Tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 Ayat (1) UUPA.

Tanah adalah salah satu harta yang sangat berharga di muka bumi ini, yang dalam sepanjang sejarah peradaban umat manusia tak henti-hentinya memberikan problema-problema rumit. Indonesia, yang memiliki daratan (tanah) yang sangat luas, telah menjadikan persoalan tanah sebagai salah satu persoalan yang paling berbahaya diantara persoalan lainya. Maka tak heran, pasca Indonesia merdeka, hal pertama yang dilakukan oleh pemuka bangsa dikala itu adalah proyek “landreform” ditandai dengan diundangkannya UU No 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, selanjutnya disingkat UUPA.7 Selanjutnya UUPA beserta ketentuan-ketentuan pelaksanaannya menjadi acuan bagi pengelolaan administrasi pertanahan di Indonesia, termasuk dalam kegiatan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

 Pengertian dan Pembagian Hak Atas Tanah

Pembangunan fasilitas-fasilitas umum memerlukan tanah sebagai wadahnya. pembangunan fasilitas umum tersebut tidak menemui masalah apabila persediaan tanah masih luas. Namun, yang menjadi permasalahan adalah tanah merupakan sumber daya alam yang sifatnya terbatas, dan tidak pernah bertambah luasnya. Tanah yang tersedia saat ini telah banyak dilekati dengan hak (Hak Tanah), sementara tanah negara sudah sangat terbatas persediaannya. Pada masa sekarang ini adalah sangat sulit melakukan pembangunan untuk kepetingan umum di atas tanah negara, oleh karena itu jalan keluar yang ditempuh adalah dengan mengambil tanah-tanah hak.

Kegiatan “mengambil” tanah (oleh pemerintah dalam rangka pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum) inilah yang kemudian disebut dengan pengadaan tanah8, dan yang sekarang di tetapkan sebagai Undang-Undang nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

2.2. Fungsi Sosial Atas Tanah
Masalah keagrariaan pada umumnya dan masalah pertanahan pada khususnya adalah merupakan suatu permasalahan yang cukup rumit dan sensitif sekali sifatnya, karena menyangkut berbagai aspek kehidupan baik bersifat sosial, ekonomi, politik, psikologis dan lain sebagainya. Sehingga dalam penyelesaian masalah ini bukan hanya khusus memperhatikan aspek yuridisnya tetapi juga harus memperhatikan aspek kehidupan lainnya supaya penyelesaian persoalan tersebut tidak berkembang menjadi suatu kesalahan yang dapat mengganggu stabilitas masyarakat.9

Dalam Pasal 6 UUPA dinyatakan bahwa “semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”. Hal tersebut mengandung pengertian bahwasemua hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang tidak bolehdigunakan semata-mata untuk kepentingan pribadinya tetapi penggunaantanah tersebut harus juga memberikan kemanfaatan bagi kepentingan masyarakat dan negara.

Hal tersebut ditegaskan dalam penjelasan umum fungsi sosial hak atas tanah bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang, tidak dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan dipergunakan/tidak dipergunakan semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal itu menimbulkan bagi masyarakat. Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaan dan sifat dari pada haknya, hingga bermanfaat baik bagi kesehatan dan kebahagiaan bagi yang mempunyainya maupun bermanfaat bagi masyarakat dan negara. Tetapi dalam hal ini ketentuan tersebut tidak berarti bahwa kepentingan perseorangan akan terdesak sama sekali oleh kepentingan umum.

Undang-undang Pokok Agraria memperhatikan pula kepentingan perseorangan, kepentingan masyarakat sehingga akan tercapai tujuan pokok yaitu kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan bagi seluruh rakyat. Fungsi sosial hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 6 UUPA mengandung beberapa prinsip keutamaan antara lain:
  1. Merupakan suatu pernyataan penting mengenai hak-hak atas tanah yang merumuskan secara singkat sifat kebersamaan atau kemasyarakatan hak-hak atas tanah menurut konsepsi hukum tanah nasional;
  2. Tanah seseorang tidak hanya mempunyai fungsi bagi yang punya hak itu saja, tetapi juga bagi bangsa Indonesia. Sebagai konsekuensinya, dalam mempergunakan tanah yang bersangkutan tidak hanya kepentingan individu saja yang dijadikan pedoman, tetapi juga kepentingan masyarakat;
  3. Fungsi sosial hak-hak atas tanah mewajibkan hak untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan sesuai dengan keadaannya, artinya keadaan tanahnya, sifatnya dan tujuan pemberian haknya. Hal tersebut dimaksudkan agar tanah harus dipelihara dengan baik dan dijaga kualitas, kesuburan serta kondisi tanah sehingga dapat dinikmati tidak hanya pemilik atas tanah saja tetapi juga masyarakat lainnya. Oleh karena itu kewajiban memelihara tanah tidak saja dibebankan kepada pemiliknya/pemegang haknya yang bersangkutan, melainkan juga beban dari setiap orang, badan hukum/instansi yang mempunyai suatu hubungan hukum dengan tanah.
3 Hak-hak Atas Tanah
3.1 Pengertian Hak Atas Tanah
Hak atas tanah adalah hak atas permukaan bumi, yang berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Dasar dari pengaturan hukum pertanahan di Negara kita adalah Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945. Dengan berlakunya Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, maka diadakan pembaharuan hukum bidang Agrariaan termasuk di dalamnya pembaharuan hak atas tanah yang dapat dipunyai oleh orang-orang baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.

2.3.2 Pembagian Hak Atas Tanah
Di Indonesia, hak atas tanah terbagi atas bermacam-macam, baik dilihat dari jenis hak maupun dari asal-usul surat tanah atau buktibukti hak. Dengan demikian secara garis besar hak atas tanah dapat dibedakan sebagai berikut :
a. Hak Atas Tanah Adat:
Menurut Budi Harsono Hak Ulayat adalah hak dari suatu masyarakat hukum adat atas lingkungan tanah wilayahnya, yang memberi wewenang-wewenang tertentu kepada penguasa adat untuk mengatur dan memimpin penggunaan tanah wilayah masyarakat hukum tersebut10. Masyarakat hukum adat yang terhimpun dalam kesatuan marga tersebut mempunyai hak atas tanah kemudian dikenal dengan nama “Hak Marga”, yaitu hak masyarakat hukum adat yang merupakan hak ulayat dari komunitas adat yang bersangkutan. Hak ini dimiliki dan dimanfaatkan secara bersama-sama baik secara perseorangan maupun secara berkelompok yang diatur oleh kepala marga. Hak ulayat marga ini pada umumnya tidak mempunyai bukti tertulis dan meliputi wilayah yang cukup luas. Walaupun tidak tertulis akan tetapi dalam kenyataannya tetap diakui baik oleh masyarakat hukum adat maupun oleh masyarakat luas.

b. Hak Perorangan
Hak atas tanah perorangan yaitu hak individu yang ada pada mulanya berasal dari tanah marga. Karena seseorang telah lama dan secara terus menekan bahkan secara turun-temurun mengusahakan tanah marga tersebut, maka anggota masyarakat hukum adat mengakui bahwa tanah marga yang telah diusahakan tersebut menjadi hak individu yang bersangkutan.

Hal ini yang menjadi perhatian bahwa sebagian besar tanah adat ini tidak mempunyai bukti-bukti tertulis dan tidak ada surat-surat tanah yang menguraikan hak adat tersebut. Bukti bahwa seseorang memiliki sebidang tanah biasanya dapat diketahui dengan adanya surat jual-beli, surat tanda penyerahan, surat hibah dan surat keterangan Kepala Desa dan Kepala Marga sebagai bukti bahwa perbuatan mereka mengenai penguasaan tanah bersifat terang. Pada umumnya tanah-tanah adat yang mempunyai bukti-bukti hak tersebut diatas statusnya adalah Hak Milik Adat yang dengan berlakunya Undang-undang Pokok Agraria hak-hak tersebut dapat dikonversi menjadi salah satu jenis hak menurut Pasal 16 UUPA dan bukti-bukti yang ada berupa surat-surat tanah dibuat sebelum berlakunya UUPA11.

c. Hak Atas Tanah menurut UUPA
1. Pengertian Hak Atas Tanah Menurut UUPA
Dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, dikatakan bahwa “bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Hak menguasai dari Negara termaksud dalam UUPA Pasal 2 ayat (2) memberi wewenang kepada negara untuk:
  • mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan memeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
  • menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;
  • menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum (UUPA, pasal 4 ayat 1), pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.

Istilah, Pengertian dan Pengolahan Tanah Negara

Berdasarkan Hak Menguasai Negara, maka atas dasar ketentuan Pasal 2 UUPA, Negara diberikan wewenang untuk menentukan jenis-jenis hak atas tanah12. Hal ini dapat diketahui dari ketentuan Pasal 4 UUPA, yang menyatakan sebagai berikut;
  1. Atas dasar Hak Menguasai Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan hukum;
  2. Hak atas tanah yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang angkasa yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturanperaturan yang lebih tinggi;
  3. Selain hak-hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini ditentukan pula hak-hak atas air dan ruang angkasa. Sebagaimana implementasi dari ketentuan Pasal 4 UUPA tersebut maka ditetapkan jenis-jenis hak atas tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 16 UUPA yaitu :
  • Hak Milik :
  • Hak Guna Bangunan;
  • Hak Guna Usaha;
  • Hak Pakai;
  • Hak Sewa;
  • Hak Membuka Tanah Dan Memungut Hasil Hutan ialah;
  • Hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan Undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53.
4 Pengadaan Tanah
4.1 Pengertian Pengadaan Tanah
Menurut ketentuan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No. 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum menyatakan bahwa Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.13 Sebelumnya, di Indonesia pengadaan tanah khususnya bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang dilakukan oleh pemerintah maupun pemerintah daerah dilaksanakan dengan cara pencabutan hak atas tanah. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, pasal 1 ayat 3, dan di Perbarui lagi dengan keluarnya Peraturan Presiden Nomor 65 tahun 2006, Namun dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 2 tahun 2012 yang merupakan perubahan dari Peraturan Presiden No. 65 tahun 2006, maka pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang dilakukan oleh pemerintah maupun pemerintah daerah dilaksanakan dengan cara mengganti kerugian hak atas tanah.

Selain Pengadaan tanah, perlu juga diketahui pengertian tentang kepentingan umum, mengingat pengadaan tanah di Indonesia senantiasa ditujukan untuk kepentingan umum. Adapun pengertian dari kepentingan umum adalah kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Memberikan pengertian tentang kepentingan umum bukanlah hal yang mudah, selain sangat rentan karena penilaiannya sangat subektif juga terlalu abstrak untuk memahaminya.

Sehingga apabila tidak diatur secara tegas akan melahirkan multi tafsir yang pasti akan berimbas pada ketidakpastian hukum dan rawan akan tindakan sewenang-wenang dari pejabat terkait. Namun, hal tersebut telah dijawab dalam Perpres 65 Tahun 2006 yang kemudian dirampingkan oleh Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 Pasal 10 dalam penyelenggaraan pengadaan tanah dimana telah ditentukan secara limitatif dan konkret tanah untuk kepentingan umum digunakan untuk pembangunan :
  • pertahanan dan keamanan nasional;
  • jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api;
  • waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya;
  • pelabuhan, bandar udara, dan terminal;
  • infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;
  • pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik;
  • jaringan telekornunikasi dan inforrnatika Pemerintah;
  • tempat pembuangan dan pengolahan sampah;
  • rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah;
  • fasilitas keselamatan umum;
  • tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah Daerah;
  • fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik;
  • cagar alam dan cagar budaya; kantor Pemerintah/Pemerintah Daerah/desa;
  • penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah, serta perumahan untuk masyarakat
  • berpenghasilan rendah dengan status sewa;
  • prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/Pemerintah Daerah;
  • prasarana olahraga Pemerintah/Pemerintah Daerah; dan
  • pasar umum dan lapangan parkir umum.
4.2 Dasar Hukum Pengadaan Tanah
Pengadaan tanah pertama kali diatur dalam Permendagri No. 2 Tahun 1975 tentang ketentuan-ketentuan mengenai tata cara Kembebasan Tanah kemudian di ganti dengan Permendagri No. 2 Tahun 1976 tentang Penggunaan cara Pembebasan Tanah untuk Kepentingan Pemerintah bagi pembebasan Tanah oleh pihak Swasta, dan yang terakhir sebelum diperbarui dengan peraturan yang baru adalah Permendagri No. 2 Tahun 1985, tentang Tata cara Menggadakan tanah untuk Keperluan Proyek Pembangunan wilayah Kecamatan, tetapi ketiga peraturan-peraturan tersebut selalu menimbulkan masalah dan yang dirugikan adalah masyarakat, maka dari itu peraturan baru “pembaharuan hukum” dibuat guna menggantikan peraturan lama yang dianggap tidak sesuai yaitu Kepres No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk kepentingan Umum, kemudian diganti dengan Perpres Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, dan pada tahun 2006 dirubah kembali menjadi Perpres Nomor 65 Tahun 2006, dan sekarang telah menjadi UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

4.3 Tahap-tahap Pengadaan Tanah
Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan untuk menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum pihak yang berhak diselenggarakan.14Adapun tahap-tahap pengadaan tanah untuk kepentingan umum sebagai berikut: 1. Perencanaan; 2. Persiapan; 3. Pelaksanaan; 4. Penyerahan hasil.

4.4 Perencanaan Pengadaan Tanah
Instansi yang memerlukan tanah membuat perencanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum menurut peraturan perundang-undangan. Perencanaan yang dimaksud disusun dalam bentuk dokumen perencanaan Pengadaan Tanah, yang paling sedikit memuat:
  1. Maksud dan tujuan rencana pembangunan;
  2. Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Pembangunan Nasionan/Daerah;
  3. Letak tanah;
  4. Luas tanah yang dibutuhkan;
  5. Gambaran umum status tanah;
  6. Perkiraan waktu pelaksanaan pengadaan tanah;
  7. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan;
  8. Perkiraan nilai tanah; dan
  9. Rencana penganggaran.
Dokumen perencanaan pengadaan tanah disusun berdasarkan studi kelayakan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ditetapkan oleh Instansi yang memerlukan tanah dan diserahkan kepada pemerintah Provinsi.

Instansi yang memerlukan tanah bersama pemerintah Provinsi berdasarkan dokumen perencanaan Pengadaan Tanah melaksanakan:

  1. Pemberitahuan rencana pembangunan;
  2. Pendataan awal lokasi rencana pembangunan; dan
  3. Konsultasi publik rencana pembangunan.
Pemberitahuan rencana pembangunan disampaikan kepada masyarakat pada rencana lokasi pembangunan untuk kepentingan umum, baik langsung maupun tidak langsung yang meliputi kegiatan pengumpulan data awal pihak yang berhak dan objek pengadaan tanah dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak pemberitahuan rencana pembangunan dan digunakan sebagai data untuk pelaksanaan konsultasi publik rencana pembangunan.

Konsultasi publik rencana pembangunan dilaksanakan untuk mendapatkan kesepakatan lokasi rencana pembangunan dari pihak yang berhak, atas dasar kesepakatan Instansi yang memerlukan tanah mengajukan permohonan penetapan lokasi kepada gubernur dan gubernur menetapkan lokasi dalam waktu paling lama 14 hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan permohonan penetapan oleh instansi yang memerlukan tanah.

4.5 Panitia Pengadaan Tanah
Gubernur membentuk tim untuk melakukan kajian atas keberatan rencana lokasi pembangunan, tim yang dimaksud terdiri atas:
  1. Sekretaris daerah provinsi atau pejabat yang dirunjuk sebagai ketua merangkap anggota;
  2. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional sebagai sekretaris merangkap anggota;
  3. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai anggota;
  4. Bupati/wali kota atau pejabat yang ditunjuk sebagai anggota; dan
  5. Akademisi sebagai anggota.
Tim sebagaimana yang dimaksud bertugas:
  1. Menginventarisasi masalah yang menjadi alasan keberatan;
  2. Melakukan pertemuan atau klarifikasi dengan pihak yang keberatan; dan
  3. Membuat rekomendasi diterima atau ditolaknya keberatan.
4.6 Pelaksanaan Pengadaan Tanah
Berdasarkan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum, Instansi yang memerlukan tanah mengajukan pelaksanaan pengadaan tanah kepada lembaga pertanahan. Pelaksanaan pengadaan tanah yang dimaksud meliputi:
  1. Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah;
  2. Penilaian ganti kerugian;
  3. Musyawarah penetapan ganti kerugian; dan
  4. Pelepasan tanah Instansi.
Setelah penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum, pihak yang berhak hanya dapat mengalihkan hak atas tanahnya kepada Instansi yang memerlukan tanah melalui Lembaga Pertanahan. Beralihnya hak dilakukan dengan memberikan Ganti Kerugian yang nilainya ditetapkan saat nilai pengumuman penetapan lokasi.

Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah meliputi kegiatan:
  1. Pengukuran dan pemetaan bidang per bidang tanah; dan
  2. Pengumpulan data pihak yang berhak dan Objek Pengadaan Tanah.
Hasil Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 hari hari kerja lalu wajib diumumkan dikantor desa/kelurahan, kantor kecamatan, dan tempat Pengadaan Tanah dilakukan dalam waktu paling lama 14 hari kerja dana wajib diumumkan secara bertahap, parsial, atau keseluruhan meliputi subjek hak, luas, letak dan peta bidang tanah objek pengadaan tanah.

4.7 Ganti Kerugian
Ganti Kerugian yang dimaksud untuk masyarakat yang tanahnya dibebaskan, Penilaian besarnya Ganti Kerugian oleh Penilai dilakukan bidang per bidang tanah, meliputi;
  1. Tanah;
  2. Ruang atas tanah dan bawah tanah;
  3. Bangunan;
  4. Tanaman;
  5. Benda yang berkaitan dengan tanah; da/atau
  6. Kerugian lain yang dapat dinilai.
Nilai ganti kerugian yang dinilai oleh Penilai merupakan nilai pada saat pengumuman penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum dan menjadi dasar musyawarah penetapan ganti kerugian, besarnya nilai ganti kerugian berdasarkan hasil penilaian disampaikan kepada Lembaga Pertanahan dengan berita acara.

Pemberian ganti kerugian dapat diberikan dalam bentuk:
  • Uang;
  • Tanah pengganti;
  • Permukiman kembali;
  • Kepemilikan saham; atau
  • Bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.
4.8 Penyerahan Hasil
Lembaga Pertanahan menyerahkan hasil Pengadaan Tanah kepada Instansi yang memerlukan tanah setelah:
  1. Pemberian ganti kerugian kepada pihak yang berhak dan pelepasan hak telah dilaksanakan; dan/atau
  2. Pemberian ganti kerugian telah dititipkan di pengadilan negeri.
Instansi yang memerlukan tanah dapat mulai melaksanakan kegiatan pembangunan setelah dilakukan serah terima hasil Pengadaan Tanah dan wajib mendaftarkan tanah yang telah diperoleh sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

5 Pengertian Pembangunan dan Jalan Layang (Fly Over)
5.1 Pengertian Pembangunan
Pembangunan mungkin tidak ada kata yang tepat selain pengembangan yang digunakan untuk menunjukan angka besar manusia di banyak kota di dunia saat ini. Menurut penulis Pembangunan saat ini secara tidak langsung menyatakan kemajuan, pertumbuhan, dan perubahan. Ini menyangkut tentang peralihan budaya, Negara-negara, dan masyarakat dari tingkat yang kurang maju ke tingkat sosial yang jauh lebih maju. Sama dengan industrilialisasi, modernisasi, dan urbanisasi telah digunakan untuk memperluas istilah pembangunan.

Istilah pembangunan secara kasar merupakan sinonim dari kemajuan. Dalam konteks ini, pembangunan berarti transformasi sosial dalam mengatur distriburi potensi sosial kepada semua orang seperti pendidikan, layanan kesehatan, perumahan rakyat, partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan politik, dan dimensi lain dari peluang kehidupan manusia.

Saat pembangunan diartikan kemajuan yang berfokus pada transformasi psikologis dan sosial dalam masyarakat dan komunitas, pembangunan diartikan pertumbuhan yang melibatkanteknologi dan transformasi ekonomi. Pembangunan sebagai pertumbuhan berfokus pada prospek ekonomi. Di dalamnya termasuk transformasi struktur institusi untuk memfasilitasi kemajuan teknologi dan pergaikan dalam memproduksi dan pendistribusian pelayanan dan jasa.

Adapun istilah-istilah Pembangunan menurut para ahli : 1. Johan Galtung Pembangunan merupakan upaya untuk memenuhan kebutuhan dasar manusia, baik secara individuao maupun kelompok, dengan cara-cara yang tidak menimbulkan kerusakan, baik terhadap kehidupan sosial maupun lingkungan alam 2. Mappadjantji Amien Pembangunan adalah proses yang bersifat evolutif, adaptif, dan partisipatif 3. Jakob Oetama

Pembangunan adalah usaha mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Dalam proses pembangunan terdapat unsur heroisme, unsur konflik, unsur frustasi, unsur romantik, dan unsur manusiawi yang mendalam.15

5.2 Pengertian Jalan Layang (Fly Over)
Jalan layang (Fly Over) adalah jalan yang dibangun tidak sebidang melayang menghindari daerah/kawasan yang selalu menghadapi permasalahan kemacetan lalu lintas, melewati persilangan kereta api untuk meningkatkan keselamatan lalu lintas dan efisiensi.

Jalan layang merupakan perlengkapan jalan bebas hambatan untuk mengatasi hambatan karena konflik persimpangan, melalui kawasan kumuh yang sulit ataupun melalui kawasan rawa-rawa.16

SUMBER;
  • 4 Nurdin Usman. 2002. Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum. Jakarta:PT. Raja Grafindo
  • Persada, hal. 70
  • 5 Abdullah Syukur. 1987. KumpulanMakalah “Study Implementasi Latar Belakang Konsep Pendekatan dan Relevansinya Dalam Pembangunan”, Persadi, Ujung Pandang. Hlm 40
  • 6 Abdullah Syukur, Ibid. Hal 398
  • 7Achmad Rusyaidi H, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum : Antara Kepentingan Umum dan Perlindungan Hak Asasi Manusia, 2009.
  • 13
  • 8Pasal 1, Keppres 55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Demi Pembangunan. 9 Abdurrahman, Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1994), hal. 5
  • 10 Harsono, Boedi. Hukum Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah.Jakarta: Djambatan, 1991.
  • 11 Arie Sukanti Hutagalung, Asas-asas Hukum Agraria, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1997), hal. 24.
  • 12 AP. Parlindungan, Komentar Atas Undang-undang Pokok Agraria, (Bandung: Mandar Maju, 1993), hal. 37-40.
  • 13Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 2 Tahun 2012.
  • 14 Pasal 3 UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
  • 15 http://carapedia.com/pengertian_definisi_pembangunan_info2042.html 16 http://the-kadi.blogspot.com/2012/06/pengertian-jalan-layang-dan-jalan.html
Blog, Updated at: 02.51.00

0 komentar:

Posting Komentar