Pengertian Ilmu Perpustakaan, Kearsipan dan Informasi dan Dinamikanya

Posted By frf on Kamis, 23 Februari 2017 | 16.15.00

Ilmu Perpustakaan, Kearsipan dan Informasi dan Dinamikanya
Penulis bermaksud untuk mendefinisikan ilmu perpustakaan dan informasi sebagai suatu ilmu yang mempelajari masalah-masalah informasi dan yang terkait dengan isu-isu sosial serta manajemen keteraturan informasi itu sendiri dan kaitannya dengan keteraturan sosial, serta mempelajari upaya-upaya penegakan pedoman-pedoman dan peraturannya, serta mempelajari teknik-teknik penelusuran yang tidak sesuai dalam penemuan kembali informasi dan cara-cara pencegahan ketidak-sesuaian penemuan kembali informasi. Karena, ilmu perpustakaan dan informasi adalah ilmu terapan, metodologi terbaik untuk memahami sampai pada sumbernya adalah pendekatan multibidang selain dari pendekatan liniernya. Fokus dan ruang lingkup dan pendekatannya adalah khusus diterapkan pada masalah-masalah yang muncul dalam masyarakat plural Indonesia. Keteraturan informasi dan kaitannya dengan keteraturan sosial, masalah ketidak sesuaian informasi dengan kebutuhan dan kaitannya dengan masalah sosial berhubungan dengan pengetahuan tentang pentingnya informasi dan kaitannya dengan masalah budaya. Masalah-masalah tersebut hanya dapat dipecahkan secara sistematik dan holistik melalui pendekatan antardisiplin.

Pendahuluan
Sarjana ilmu perpustakaan, sarjana kearsipan dan sarjana informasi adalah orang yang memiliki keahlian dalam suatu bidang tersebut setelah memperoleh pengetahuan yang sitematis dalam waktu tertentu dan memperoleh pengakuan atas keahliannya tersebut, dan mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan ilmunya yang terkait diikuti dengan metodena. Sarjana perpustakaan memiliki tanggung jawab utama mengembangkan ilmu perpustakaannya, sedangkan sarjana kearsipan juga bertanggung jawab melaksanakan pengembangan keilmuwan; sehingga status atau atribut sarjana membedakannya dari professional pustakawan, arsivis atau petugas informasi. 

Pustakawan atau petugas kepustakaan, arsivis dan petugas keinformasian melakukan fungsinya dalam struktur kehidupan masyarakat sebagai penyedia informasi, pendukung kehidupan, yaitu bertanggung jawab khusus untuk menjaga keteraturan informasi dan pemenuhan kebutuhan informasi yang tekait, dalam bentuk penerapan peraturan untuk mengelola informasinya maupun dalam bentuk upaya pencegahan ketidakpuasan terhadap pemenuhan kebutuhan informasi agar masyarakat dapat hidup dan bekerja dalam kebutuhan informasi yang terpenuhi. Kegiatan-kegiatan pustakawan dan petugas informasi adalah berkenaan dengan masalah-masalah kebutuhan informasi yang terkait yaitu berkenaan dengan gejala kebutuhan yang ada dalam kehidupan intelektual sosial dalam suatu masyarakat yang dirasakan sebagai beban dan atau gangguan yang merugikan anggota masyarakat tersebut. Masyarakat yang dimaksud adalah masyarakat setempat yaitu dimana pusat informasi tersebut ada, maupun masyarakat luas dimana masyarakat tersebut menjadi bagiannya, lokal maupun nasional. Pengertian masyarakat juga mencakup didalamnya administrasi pemerintahannya, tokoh-tokoh masyarakat yang dianggap sebagi orang-orang yang dipercaya dapat mewakili kepentingan kesejahteraan masyarakat yang bersangkutan.

Keberadaan dan fungsi pustakawan dan petugas keinformasian dalam masyarakat adalah sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh pelayanan pustakawan dan petugas keinformasian. Sebaliknya, sarjana ilmu perpustakaan, kearsipan dan informasi dituntut untuk memikirkan dan mencarikan jalan keluar atas permasalahan yang muncul dalam pekerjaan professional pustakawan, arsivis dan petugas informasi dalam menjalankan tugasnya dalam suatu masyarakat atau komuniti. Sebuah masyarakat lokal yang hidup di pedesaan terpencil mampu mengatur keteraturan informasi dalam kehidupannya melalui institusi adat yang berlaku sehingga tidak memerlukan pelayanan pustakawan atau petugas keinformasian. Sebaliknya, masyarakat kota dan pedesaan yang maju sudah menjadi kompleks tidak memfungsikan lagi institusi adat sebagai acuan dalam mengatur dan menjaga keberlangsungan keteraturan informasi – maka disini dibutuhkan pustakawan dan petugas keinformasian yang dapat mengatasi berbagai masalah pemenuhan kebutuhan informasi yang menjadi hambatan kerja anggota masyarakat pada pusat informasi yang bersangkutan.

Masalah-masalah kebutuhan informasi yang muncul dalam suatu masyarakat dan dari satu pusat informasi belum tentu sama dengan masalah dari masyarakat dan pusat informasi lain. Oleh karenanya, ilmu perpustakaan, kearsipan, dan informasi tidak dapat dilepaskan dari permasalahan manusia dan nilai-nilai serta kebiasaan-kebiasaan dari masyarakat atau komuniti yang dilayaninya. Pengembangan ilmu atas corak informasi yang terkait dari bidang-bidang tersebut dapat dilakukan menggunakan konsep-konsepdan metode-metode yang bercorak antar-bdang atau lintas-bidang sehingga pekerjaan dan informasi yang disediakan lebih bermakna atau sampai pada warga yang ditujunya. Pengembangan ilmu ini merupakan sumber pengembangan pengetahuan bagi pustakawan dan petugas informasi menjalankan tugas sesuai dengan fungsinya, yang berbeda-beda di satu masyarakat atau pusat informasi dengan masyarakat dan pusat informasi lain. Begitu juga dengan masalah-masalah pemenuhan kebutuhan informasi dan masalah sosial yang muncul harus dihadapi berbeda-beda antara satu negara dengan negara lain. Sehingga, tugas pustakawan dan petugas keinformasian dari satu negara dengan negara lain dapat berbeda coraknya.

Tugas-tugas pustakawan dan petugas keinformasian muncul dan berkembang berawal dari dilakukan sebagai pilihan minat orang untuk bekerja menjadi sekarang pustakawan dan petugas keinformasian merupakan tugas-tugas profesi atau tugas-tugas keahlian sesuai dengan perkembangan masyarakat serta permasalahannya dan sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat akan adanya pelayanan pustakawan dan petugas keinformasian yang profesional dan terpercaya. Untuk dapat menjalankan tugas-tugas profesi tersebut pustakawan dan petugas keinformasian dibentuk melalui pendidikan formal berkaitan dengan pengetahuan yang dapat digunakan untuk menjalankan tugas-tugas kepustakaan dan keinformasian dalam masyarakat sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakatnya.

Pengertian Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan adalah rangkaian konsep-konsep atau kerangka konseptual yang digunakan, dimanfaatkan dan dikembangkan oleh para sarjana dari generasi ke generasi untuk dapat memajukan kehidupan manusia. Ilmu pengetahuan dikembangkan dengan menghasilkan suatu penemuan baru yang merupakan pengembagan atau pendalaman lebih khusus dari penemuan sebelumnya, mengacu pada dan mengunakan konsep-konsep yang sudah ada yang relevan. Pengembangan ilmiah ini menghasilkan pembidangan sesuai dengan paradigma dan pendekatan yang mendasarinya mencitakan pembidangan keilmuan, dengan metodologi dan metode yang terkait yang dihasilkan dan digunakan dalam pengembangan ilmunya. 

Pembagian ilmu pengetahuan secara tradisional adalah ilmu-ilmu pengetahuan alam, ilmu-ilmu sosial dan humaniora (humanities). Masing-masing golongan memiliki sejumlah bidang-bidang ilmu pengetahuan (disiplin ilmu). Para ahli berkembang dan mengembangkan pengetahuannya didalam masing-masing bidang ilmu pengetahuan tersebut. Setiap bidang ilmu pengetahuan memiliki paradigmanya sendiri yang membedakannya dengan bidang ilmu pengetahuan lain yang memiliki paradigmanya sendiri yang dimilikinya. Pendapat yang berbeda antara Thomas Kuhn dan Karl Popper tentang perkembangan ilmu pengetahuan antara melalui proses revolusi dan proses evolusi berlandaskan paradigma-paradigma yang sudah ada.

Ilmu pengetahuan alam adalah kajian mengenai gejala-gejala alam yang bertujuan untuk menemukan hukum-hukum yang merupakan hakekat dari gejala-gejala alam dan keteraturan yang ada dalam hubungan yang terjadi diantara gejala-gejala. Tujuan kegiatan penelitiannya adalah pemecahan masalah yang muncul dari hubungan antara gejala-gejala alam. Sedangkan humaniora (humanities) adalah untuk memahami kelakuan manusia dan ekspresi-ekspresinya sehingga corak penelitian yang dibutuhkan adalah interpretif atau hermenetik. Paradigmanya adalah manusia adalah mahluk pemikir dan berperasaan maka manusia selalu melakukan interpretasi terhadap dirinya dan lingkungannya. Paradigma-paradigma yang interpretif disebut pos-positivisme atau konstruktivisme (Guba,1994) merupakan tantangan terhadap positivisme yang merupakan landasan dari ilmu pengetahuan alam dan ilmu-ilmu social yang berusaha menjadi ilmiah dalam sejarah perkembangannya. Perbedaan antara positivisme dan pos-positivisme adalah antara paradigma dan metodologinya; positivisme yaitu paradigma dan metodologi kuantitatif sedangkan pos-positivisme yaitu paradigma dan metodologi kualitatif (Denzin dan Lincoln,2002).

Perkembangan ilmu pengetahuan ditandai oleh bidang-bidang ilmu pengetahuan dimana dapat disebut sebagai satu bidang ilmu pengetahuan dengan memenuhi syarat-syarat:
  • Komuniti ilmiah, yaitu sekumpulan ahli dalam bidang tersebut dan saling berkomunikasi. Komuniti ilmiah berupa asosiasi atau perkumpulan profesi.
  • Paradigma yang menjadi acuan dan membedakannya dengan paradigma bidang kajian lain.
  • Jurnal ilmiah, tempat dimana alumni dan ahli dapat saling mengkomunikasikan hasil-hasil kajian ilmiahnya.
Ilmu Perpustakaan, Kearsipan dan Informasi
Ilmu perpustakaan, kearsipan dan informasi terbentuk sebagai hasil penggabungan pengetahuan dari berbagai cabang ilmu pengetahuan yang sudah lama menjadi ilmu pengetahuan, terutama pengetahuan administrasi, khususnya organisasi dan manajemen, psikologi dan psikologis, dan filsafat khususnya mengenai epistemologi. Yang penting disini adalah ilmu perpustakaan, keraispan dan informasi adalah gabungan dari unsur-unsur pengetahuan dari berbagai cabang ilmu pengetahuan. Penggabungan ini tidak begitu saja disebut sebagai ilmu pengetahuan melainkan karena digabungkan oleh para ahli dan menghasilkan pengaruh terhadap munculnya sebuah bidang ilmu pengetahuan dan corak paradigma serta metodologi dan metode-metodenya; konsep-konsep dan teori-teori yang dikembangkannya yang menjadi ciri-ciri keilmuannya.

Penggabungan unsur-unsur pengetahuan yang diwujudkan dalam mata kuliah-mata kuliah dalam sebuah program studi maka menghasilkan sebuah kurikulum saja. Untuk dapat menjadi sebuah bidang ilmu pengetahuan maka harus memenuhi syarat-syarat tersebut diatas selain dari penggabungan dalam bentuk matakuliah. Disini dapat ditarik perbedaan antara bidang ilmu pengetahuan dan kurikulum atau program pengajaran. Ilmu perpustakaan, kearsipan dan informasi sebagai bidang ilmu pengetahuan memiliki paradigma atau keyakinan mengenai bidang kajian ilmiah, yang didalamnya terdapat metodologi dan metode-metode, teori-teori, konsep-konsep dan sasaran kajiannya. Ilmu perpustakaan dan informasi juga diperkaya dengan kajian-kajian dalam bidang sosiologi, antropologi, manajemen, ilmu administrasi, filsafat, sejarah, ilmu hukum sebagai tambahan dari cabang ilmu yang menjadi landasan pembentukannya. 

Dengan demikian, ilmu perpustakaan, kearsipan dan informasi dapat didefnisikan sebagai sebuah bidang ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah-masalah informasi dan isu-isu pentingnya serta pengelolaan keteraturan informasi dan peraturannya dan masyarakat pengguna informasi yang terkait, mempelajari upaya-upaya pendistribusian informasi dan ketertiban, mempelajari teknik-teknik penemuan kembali dan pelayanan terhadap berbagai kebutuhan yang tidak terpenuhi serta cara-cara pencegahannya. Ilmu perpustakaan, kearsipan dan informasi menitikberatkan kajiannya pada identifikasi masalah-masalah dan pemecahannya secara profesional. Pentingnya pendekatan antar-bidang dalam ilmu perpustakaan, kearsipan dan informasi walaupun pendekatan mono atau multi bidang juga digunakan. Misalnya, pendekatan psikologi sosial digunakan untuk memahami pustakawan atau arsivis dan profesinya. 

Sebagai sebuah bidang ilmu pengetahuan profesi yang mempengaruhinya tidak hanya pendekatannya melainkan juga isu-isu dan masalah-masalah yang ada dalam kehidupan masyarakat dimana pusat informasi dan perpustakaan berada yaitu dimana pustakawan, arsivis dan petugas keinformasian itu berfungsi. Konteks masyarakat dan kebudayaan dimana pustakawan, arsivis dan petugas keinformasian berfungsi dapat menjadi isu yang kritikal dalam menilai berfungsi atau tidaknya pustakawan, arsivis dan petugas keinformasian sebagai sebuah institusi dan sebagai organisasi pemenuhan kebutuhan informasi masyarakat serta pengelola ketertiban distribusi informasi.1) Dalam masyarakat yang sedang menuju masyarakat madani yang demokratis, maka fungsi pustakawan dan petugas keinformasian harus sesuai dengan corak masyarakat dan kebudayaan Indonesia. Jika tidak maka pustakawan, arsivis dan petugas keinformasian tidak akan berfungsi seharusnya bahkan akan tidak mendapat tempat dalam masyarakat Indonesia sebagai institusi otonom yang dibutuhkan keberadaannya oleh masyarakat Indonesia.2)

Masyarakat madani Indonesia yang modern perlu dibangun berarti membangun kebudayaan profesional berikut institusi-institusi yang menjadi wadah dan sarananya. Masalah-masalah modern seperti kekacauan dalam pengelolaan dan atau pemenuhan terhadap suatu kebutuhan informasi yang diakibatkan oleh adanya kesenjangan pengetahuan dan kesenjangan sosial, berbagai kendala temasuk kendala teknologi dan kejahatan pencurian informasi dan vandalisme.

Kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dan bangsa Indonesia, ditambah dengan kemunculan berbagai teknologi untuk menguasai kebijakan perpustakaan dan pusat informasi dan mempertahankan kebijakan perpustakaan, lembaga arsip dan pusat informasi di lain pihak serta munculnya berbagai tuntutan kebudayaan dan konflik serta tuntutan kemutakhiran informasi, memberi tantangan bagi pustakawan, arsivis dan petugas keinformasian pada situasi yang menuntut kemampuan profesionalnya untuk dapat mengatasi dan meredam masalah dan konflik serta tuntutan informasi yang muncul secara tepat dan bijaksana. Untuk itu, keberadaan pustakawan, arsivis dan petugas keinformasian dapat terus diakui mengikuti perkembangan masyarakat dengan pedoman kepustakawanan, arsivis dan keinformasian yang sesuai dengan fungsi pustakawan, arsivis dan petugas keinformasian yang baru sebagai kekuatan yang diberi kewenangan untuk menjadi pengelola kebutuhan informasi masyarakat dan pengatur keteraturan distribusi informasi.3)

Pemasalahan itu hanya dapat dipecahkan secara holistik dan sistemik yaitu permasalahan yang dihasilkan oleh sejumlah permasalahan dan gejala sebagai satu kesatuan maka hanya dapat diredam dan dipecahkan dengan cara meredam dan memecahkan masalah-masalah yang membentuk permasalahan tersebut. Kemampuan mengidentifikasi, meneliti dan menganalisis secara tepat permasalahan yang dituju hanya mungkin dilakukan oleh pustakawan, arsivis dan petugas keinformasian dengan pengetahuan paling tidak setaraf jenjang S2. Dalam situasi yang bergejolak awal reformasi ini kepustakawanan, arsivis dan keinformasian Indonesia sebagai institusi dan organisasi pengelola kebutuhan informasi dan pengatur temu balik, simpan pinjam informasi tidak hanya membutuhkan tenaga-tenaga S2 yang dapat diandalkan dan profesional, juga membutuhkan suatu badan untuk pengkajian ilmiah yang melakukan pengkajian sosial dan kepustakawanan, kearispan dan keinformasian dalam masyarakat Indonesia, mendokumentasikan perubahan-perubahan yang terjadi, menganalisisnya dan memberikan rekomendasi-rekomendasi terhadap kebijakan pimpinan kepustakaan dan keinformasian Indonesia untuk ditindaklanjuti. Progam kerjanya adalah menekankan dan mengutamakan hasil publikasi ilmiah mengenai berbagai masalah kepustakawanan, kearsipan dan keinformasian Indonesia.

Penutup
Peranan pustakawan dan petugas keinformasian turut mendistribusikan informasi sesuai kebutuhan masyarakat yang bersangkutan dan menjaga keterbelakangan masyarakat dari informasi dan teknologi yang berkembang cepat adalah kenyataan yang tidak dipungkiri agar masyarakat dapat melakukan produktifitasnya dalam segala bidang. Peranan ini akan dapat berhasil dan tepat guna apabila fungsi pustakawan, arsivis dan petugas informasi sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dan dilakukan secara profesional.

Profesionalisme pustakawan, arsivis dan petugas informasi hanya dapat dilakukan dengan memberikan pengetahuan konseptual dan teoritikal mengenai berbagai masalah informasi dan masalah sosial yang terkait dan dengan kemampuan analisis untuk mengatasinya. Permasalahan kompleks yang dihadapi masyarakat Indonesia dalam bidang perpustakaaan dan informasi sekarang ini hanya dapat dipecahkan dengan menggunakan teori-teori dan ilmu-ilmu pengetahuan secara antarbidang. Hanya dengan berpikir secara teoritis yang berjenjang akan dapat mengatasi permasalahan informasi yang kompleks di Indonesia ini.

Pustakawan, arsivis dan petugas informasi membutuhkan satu lembaga ilmiah yang mengkaji masalah-masalah kepustakawanan, kearsipan dan informasi yang terbebas dari struktur birokrasi kepustakawanan, kearispan dan keinformasian melalui berbagai kegiatan penelitian dan pengkajian yang dilakukannya dan yang dapat menjadi rekomendasi-rekomendasi yang objektif dan secara ilmiah dapat dipertanggungawabkan.

1) Peran pustakawan dan petugas informasi pada hakikatnya melakukan pelayanan manusia (human services) sehingga sarana pelayanan untuk mengakses informasi dalam koleksi perpustakaan sesuai dengan kebutuhan pemakai sangat penting dan menunjang pelaksanaan pekerjaan pustakawanan memenuhi kebutuhan informasi pihak yang bersangkutan dan dalam kerjasama. Sarana bibliografi menjadi perhatian dalam kepustakawanan.

Peran arsivis dan petugas informasi merupakan pelayanan administrasi (administration services) maka tidak dapat dilepaskan dari suatu organisasi dan pengetahuan tentang organisasi dan struktur organisasi yang bersangkutan serta selalu menerima permintaan informasi (dengan dipelajari lebih dahulu) dan sarananya dari setiap unit yang ada. Fungsinya membutuhkan penjenjangan atau harus dilakukan secara berjenjang sesuai dengan organisasi yang terkait.

2) Pustakawan, arsivis dan petugas informasi dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang profesinya secara sempurna yaitu professional dengan memiliki pengetahuan tentang bidangnya paling sedikit sudah dipelajari dalam waktu 9 bulan (berupa pelatihan atau perkuliahan). (lihat Lawanda, 2004) Selain itu, pemutihan untuk pustakawan khususnya melalui pelatihan yang harus diikuti paling tidak selama satu bulan karena prinsip-prinsip dalam pekerjaan teknis pustakawan harus disampaikan seluruhnya dalam cakupan ilmu perpustakaan. Dalam pelatihan menjadi pegawai fungsional pustakawan ini juga seharusnya termasuk mengenai etika pustakawan dan etiketnya sehubungan dengan hakekat pustakawan adalah pelayanan untuk memenuhi kebutuhan orang yang mendatanginya. Selain itu, pustakawan kepala juga menempatkan diri dan pustakawan ahli atau pustakawan senior untuk menjadi tim penilai.

3) Pengakuan masyarakat terhadap profesi pustakawan, arsivis dan petugas informasi dapat diciptakan melalui kepercayaan masyarakat baik secara akademis maupun secara profesional. Penegakan kepercayaan masyarakat melalui dua aspek penting ini akan menempatkan status dan profesi pelakunya dalam manajemen dari organisasi yang bersangkutan. Perubahan paradigma terhadap kebanyakan pelaku bisnis terhadap perpustakaan, lembaga kearsipan dan informasi yang menempatkan perpustakaan dan pusat informasi tidak dalam manajemen, membutuhkan atau dapat dilakukan melalui pendidikan setingkat S2.

Daftar Pustaka;
  1. Denzin dan Lincoln. Qualitative Research. New York : Sage, 2002
  2. Kuhn, Thomas . Thomas Kuhn dan Perang Ilmu, diterjAmahkan oleh Ziauddin Sardar. Yogyakarta: Penerbit Jendela, 2002 
  3. Guba, Egon. Paradigm. New York: Sage, 1994
  4. Lawanda, Ike Iswary. Arsip Indonesia dalam Otonomi Daerah, dalam jurnal ilmu perpustakan, kearsipan dan informasi vol.1 thn 2004.
  5. Lawanda, Ike Iswary. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu Perpustakaan dan Ilmu Informasi, makalah dalam Bincang Terkini Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi FIB UI, Desember 2004.
Intinya adalah: 
Perkembangan ilmu dalam bidang ilmu ini membutuhkan dan dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan dan metodologi liniernya dan juga pendekatan dan metodologi multi bidang. 
Dalam pengembangan ilmu itu, membutuhkan peer group perlu untuk pengembangan ilmu dan metodologi dalam perubahan dan pengawasannya selain dari tiga unsur syarat keberadaan suatu ilmu yang tertulis di dalam. 

Contoh-contohnya adalah:
Dalam penulisan skripsi, dengan topik warna perpustakaan, perpustakaan sebagai… (topik Indah), pengetahuan tentang sarana bibliografi. 
Blog, Updated at: 16.15.00

1 komentar: