A. Manajemen Operasional / Produksi
1.Pengertian Manajemen Operasional
Manajemen merupakan suatu proses usaha manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Setiap perusahaan memerlukan manajemen yang baik untuk dapat mengatasi masalah-masalah yang muncul dalam segala macam kegiatannya.
Pengertian manajemen menurut Herold Kontz dan Heinz (1994:4),“Management : A Global perspective”, adalah sebagai berikut :
“Management is the process of designning and maintaining an enveronment in which individuals, working together in group, efficiency accomlish selected aims.”
Sedangkan menurut Stoner, Freeman, Bilbert, Daniel.R (1995:7), “Management” definisi Manajemen adalah:
“Management is the process of planing,organizing, leading, and controlling, the work of organization members and of using all avalaible organization resourcees to reach stated organizational goals.”
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam mencapai tujuan organisasi tersebut, setiap fungsi manajemen diatas melibatkan seluruh anggota organisasi, oleh karena itu setiap individual harus dapat bekerja sama.
2. Pengertian Produksi / Operasi.
Istilah produksi atau operasi merupakan suatu kegiatan guna menghasilkan produk berupa barang atau jasa yang diolah dengan sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat Menurut Sofyan Assauri (1998:16), pengertian Produksi adalah sebagai berikut :
“Produksi merupakan kegiatan yang berhubungan dengan usaha menciptakan dan menambah kegunaan atau utilitas suatu barang atau jasa sehingga membutuhkan faktor-faktor produksi.”
Pengertian produksi atau operasi lainnya antara lain menurut Vernon A. Musselman and John H. Jackson, (1992 : 260), adalah sebagai berikut :
“Production is all activitas involved in converting natural resources into finished goods.”
Sedangkan menurut Dr. Winardi ( 1980 : 251), adalah :
“ Produksi adalah penciptaan benda-benda atau jasa-jasa yang secara langsung atau tidak, dapat memenuhi permintaan manusia.”
3. Pengertian Manajemen Produksi / Operasi
Dalam melaksanakan kegiatan produksi atau operasi diperlukan suatu pengelohan faktor-faktor produksi yang dapat dilakukan melalui manajemen produksi atau manajemen operasional.
Pengertian Manajemen Operasi menurut Adam and Ebert (1992:11),adalah sebagai berikut :
“Operation management is management of the convertion process, which convert land, labor, capital, and manajement inputs into desired output of goods and services.”
Sedangkan menurut Heizer dan Render (1995:4) :
“ Production management and operation management ( P/OM) are activities that transform resources into goods and services.”
Sedangkan menurut H.A. Harding ( 1984:23) adalah :
“ Manajemen produksi adalah berupaya menghasilkan produk atau jasa dalam jumlah yang tepat, waktu yang tepat dan dengan kualitas yang tepat pula.”
Sedangkan menurut Elwood S. Buffa ( 1987:33) adalah sebagai berikut :
“ Production management deals with decision making related to production process, so that the resulting goods or serve is produced according to the specification in the a mounts and by the schedulles demanded, and at minimum cost.”
Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa manajemen produksi atau manajemen operasional merupakan suatu aktivitas yang mengatur dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh perusahaan secara efektif dan efesien, untuk menciptakan dan menambah kegunaan ( utility) dari suatu barang dan jasa.
B. Pengertian kapasitas.
Menurut Heizer dan Render ( 1999:246) , Kapasitas adalah tingkat output musiman dari suatu sistem atau fasilitas pada periode tertentu. Ada juga mendefinisikan kapasitas sebagai kemampuan produktif musiman dari suatu fasilitas yang biasanya dilukiskan sebagai volume dari output perperiode waktu. (Adam dan Ebert, 1992 : 163 ). Sedangkan Josep G. Monks (1987:77) dalam bukunya “Operation management Theory and Problems” menyatakan sebagai berikut:
“Capacity was definied as a measure of ability to produce or serve, that is having enough worker or equipment to do the job. “
Dari defnisi tersebut dapat di simpulkan bahwa kapasitas adalah tingkat kemampuan perusahaan untuk memproduksi suatu barang atau jasa yang didukung dengan tersedianya fasilitas berupa tenaga kerja dan peralatan , dan biasanya dinyatakan dalam jumlah output yang dapat dihasilkan untuk periode waktu tertentu.
Manajemen operasi perlu mempertimbangkan kapasitas karena alasan-alasan dibawah ini ( Adam dan Ebert, 1992 :163 ):
Mereka membutuhkan kapasitas yang cukup untuk memenuhi permintaan pelanggan.
Kapasitas mempengaruhi efesiensi biaya dari operasi, kemudahan atau kesulitan dari penjadwalan output, dan biaya pemeliharaan fasilitas.
Kapasitas memerlukan investasi.
Sedangkan menurut T. Hani Handoko (1984) , Kapasitas adalah suatu tingkat keluaran, suatu kuantitas keluaran dalam periode tertentu dan merupakan kuantitas tetinggi yang mungkin selama periode waktu itu, dan beliau juga mendefinisikan berbagai definisi kapasitas dimana Kapasitas adalah Suatu ukuran kemampuan produktif suatu fasilitas perunit waktu.
C. Peramalan
Peramalan merupakan suatu perkiraan kegiatan pada masa yang akan datang. Salah satu syarat utamanya adalah tersedianya data historis / masa lalu yang dapat dipercaya yang digunakan sebagai alat untuk menentukan nilai-nilai fungsi atau persamaan pada peramalan.
Menurut Adam dan Ebert (1992:78),“Managerial economic in Global Economy”, Peramalan adalah :
“ A Forecast is an estimate of a future event achieved by systematically combaining and casting forward in a predetermined way data a bout the past.”
Dan menurut Seetharama L. Narasimhan, Dennis W. Mc. Leavey dan Peter J. Bilington ( 1995:25) adalah :
“ Forecasting is the art of specifying measing full information a bout the future.”
Sedangkan menurut T. Hani Handoko,(1993:223), adalah sebagai berikut :
“Manajemen produksi atau operasi manggunakan peramalan dalam pembuatan keputusan-keputusan yang menyangkut proses, perencenaan kapasitas, dan layout fasilitas serta berbagi keputusan yang bersifat terus-menerus berkenaan dengan perencanaan,schedulling dan persediaan.”
Pada dasarnya setiap perusahaan perlu melakukan peramalan permintaan (demand forcasting), karena setiap keputusan yang diambil saat ini (yang berkaitan dengan kegiatan produksi) akan mempengaruhi keadaan perusahaan di masa yang akan datang. Suatu keputusan yang diambil oleh perusahaan akan selalu melibatkan pihak perusahaan sendiri maupun konsumen dan pasar sebagai faktor eksternal.
1. Tujuan Peramalan
Menurut Dominick Salvatore (1993:168), Tujuan Peramalan adalah sebagai berikut:
“The aim of economic forecasting is to reduce the risk uncertainty that the firm faces in its short term operational decision making and planning for its long term growth.”
Perencanaan produksi yang efektif sangat berguna bagi ketepatan peramalan permintaan sehingga dapat disimpulkan bahwa permintaan peramalan merupakan dasar bagi perencanaan produksi untuk menentukan berapa jumlah produk yang akan diproduksi dan kapan sebaiknya produk tersebut disediakan.
Dalam peramalan terdapat banyak metode yang masing-masing mempunyai karakteristik tersendiri. Namun tidak ada metode yang paling tepat atau metode yang dapat dipakai secara universal untuk seluruh keadaan atau situasi. Juga apabila pola dari permintaan berubah, maka model peramalan yang digunakan harus dievaluasi kembali untuk dilihat apakah model tersebut masih dapat digunakan atau tidak. Pada akhirnya yang menentukan apakah model peramalan baik atau tidak sebenarnya adalah tingkat akurasinya atau berapa selisih hasil peramalan permintaan dengan permintaan aktualnya, tetapi semuanya ini baru dapat dibuktikan di kemudian hari.
Metode peramalan secara umum terbagi ke adalam dua kategori utama, yaitu Metode Peramalan Kuantatif dan Metode Peramalan Kualitatif.
Menurut Jay Heizer dan Barry Render (1986 :161), Metode Peramalan Kuantitatif yang secara garis besar terbagi atas Model Deret Berkala (Time-series Model) dan Model Kausal ( Causal Model), yaitu :
Model Deret Berkala ( Time-series Model) terbagi atas:
- Naïve Approach
- Moving average ( Dekomposisi)
- Exponential Smoting
- Trend Projection.
- Metode Kausal ( Causal Model)
- Linear-Regression Model (Model Regression-linear).
Time-series model membuat prediksi masa yang akan datang dengan menggunakan data historis, sedangkan Causal model menggabungkan variabel-variabel atau faktor-faktor yang mungkin berpengaruh terhadap kuantitas yang akan diramalkan.
Menurut Nakridakis, Whellwright, dan Mc Gee (1995), “Metode dan Aplikasi Peramalaan “, Penggunaaan Metode Peramalan Kuantitatif dapat dilakukan jika :
- Tersedia informasi tentang masa lalu
- Informasi tersebut dapat di kuantitatifkan dalam bentuk data numerik
- Dapat di asumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus berlanjut di masa mendatang.
Sedangkan Metode Peramalan Kualitatif / Judgment Methode menurut Jay Heizer dan Render ( 1996:160) terbagi ke dalam empat teknik peramalan, yaitu :
- Jury of Executive Opinion
- Sales force Composite
- Delphin methode.
- Consumer market survey.
Metode Peramalan Kualitatif dilakukan jika informasi kuantitatif yang dimiliki hanya sedikit atau tidak ada sama sekali, tetapi memiliki pengetahuan kualitatif yang cukup. Metode Peramalan Kuantitatif ini menggabungkan beberapa faktor penting, seperti intuisi, emosi, pengalaman pribadi dan sistem nilai yang dianut pembuat keputusan di dalam membuat peramalan.
Dalam skripsi ini penulis melakukan peramalan secara kuantitatif, yaitu dengan menggunakan metode dekomposisi karena perusahan memiliki data kuantitatif masa lampau dan terdapat beberapa komponen pola yang mendasari data permintaan perusahaan, yaitu adanya faktor trend, siklus dan musiman.
2. Metode Dekomposisi.
Metode ini digunakan oleh para ekonomis dalam usaha untuk mengidentifikasi dan mengontrol siklus bisnis, pada dasarnya metode ini digunakan untuk mengakomodasikan data yang ada pada suatu deret berdasarkan komponen-komponennya. Metode ini mencoba memusatkan 3 komponen terpisah dari pola dasar yang cenderung mencirikan data ekonomis dan bisnis. Komponen tersebut adalah faktor trend ( kecenderungan), Siklus, dan Musiman.
Faktor trend menggambarkan perilaku data dalam jangka panjang dan meningkat, menurun atau tidak berubahnya. Faktor siklus menggambarkan naik / turunnya ekonomi atau industri tertentu dan sering terdapat pada deret data seperti GNP, Indeks produksi industri, penjualan barang industri seperti mobil,harga saham, tingkat obligasi, dan lain-lain.
Metode dekomposisi mempunyai asumsi bahwa data tersusun sebagai berikut:
Data = pola + kesalahan.
= f ( trend, siklus, musiman ) + kesalahan.
Xt = f ( Tt, Ct, It, Et).
Menurut Makridakis, Wheelwright dan McGee terdapat langkah-langkah penggunaan metode dekomposisi (1995:124):
- Pada deret data xt, hitung rata-rata bergerak yang panjangnya (N) = Panjang musiman. Tujuan perataan ini adalah untuk menghilangkan unsur musiman dan kerandoman.
- Pisahkan rata-rata bergerak (N) periode (dari langkah 1) dari deret data xt untuk memperoleh unsur trend dan siklus.
- Pisahkan faktor musiman dengan menghitung rata-rata untuk tiap periode yang menyusun panjang musiman secara lengkap.
- Tentukan bentuk trend yang tepat ( linier, eksponensial, kurva-S, dan lain-lain) dan hitung nilainya untuk setiap periode.
- Pisahkan hasil langkah 4 dari hasil langkah 2 ( gabungan dari trend dan siklus) untuk mendapatkan faktor siklus.
- Pisahkan musiman, trend , dan siklus dari data asli xt untuk mendapatkan unsur ramalan yang ada.
Metode dekomposisi dapat berasumsi pada model aditif atau multiplikatif, atau variasi keduanya. Prosedur dekomposisi yang banyak digunakan adalah Metode Rasio Rata- rata Bergerak, metode ini berasumsi pada model multiplikatif dengan bentuk sebagai berikut :
T = It x Tt x Ct x Et.
Metode ini mula-mula memisahkan unsur trend – siklus dari Xt dengan menghitung rata-rata bergerak yang jumlah unsurnya sama dengan panjang musiman. Rata-rata bergerak dengan panjang seperti ini tidak mengandung pengaruh musiman dan tanpa atau sedikit sekali menghitung unsur random, rata-rata bergerak yang dihasilkan merupakan gabungan unsur trend dan siklus dalam bentuk sebagai berikut :
D. Perencanaan Produksi
1. Pengertian Perencanaan Produksi
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam proses produksi adalah menyusun suatu perencanaan mengenai apa yang akan dilakukan oleh perusahaan dimasa yang akan datang perencanaan ini penting untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan perkembangan perusahaan. Dengan perencanaan yang baik maka segala kegiatan produksi dapat berjalan dengan lancar, serta seefektif dan seefesien mungkin.
Sofyan Assaury (1998: 23), “Manajemen Produksi dan Operasi” mendefinisikan Perencanaan Produksi sebagai berikut:
“Perencanaan produksi (Production Planning) adalah perencanaan dan pengorganisasian sebelumnya mengenai orang-orang, bahan-bahan, mesin-mesin dan peralatan lain serta modal yang diperlukan untuk memproduksi barang-barang pada suatu periode tertentu dimasa depan sesuai dengan yang diperkirakan atau diramalkan.”
Menurut Harold Koontz (1994:120),“Management : A Global Perspective “, mengenai pendapatnya tentang Perencanaan sebagai berikut:
“ Planning involve selecting mission and objectives and action to achieve them it require decision making , that is,choosing firm among alternative future courses of action. Plans thus provide a rational approach to achieve preselected objektives.”
Pendapat Herold dan Heinz Weihrich tentang perencanaan produksi dapat diartikan sebagai berikut: Perencanaan meliputi pemulihan misi dan tujuan organisasi juga tindakan-tindakan untuk mencapai misi dan tujuan tersebut. Semuanya itu membutuhkan keputusan yaitu memilih dari berbagai altenatif tindakan dimasa yang akan datang perencanaan harus memberikan pendekatan yang rasional untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Dari kedua pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa perencanaan produksi merupakan pengelohan terhadap faktor-faktor produksi seperti bahan baku, tenaga kerja, modal dan peralatan sehingga dalam proses produksi suatu barang dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, baik itu mengenai suatu barang, maupun jumlah dan waktu yang telah ditetapkan, dengan biaya yang optimal.
2. Tujuan Perencanaan Produksi
Perencanaan mengandung pengertian adanya penentuan tindakan dimuka sebelum suatu kegiatan dilakukan, karena adanya ketidakpastian dimasa yang akan datang. Melalui perencanaan diharapkan resiko ketidakpastian tersebut berkurang. Adapun tujuan dari perencanaan produksi adalah sebagai berikut:
- Untuk mencapai tingkat / level keuntungan (profit) yang tertentu.
- Misalnya, berapa hasil (output) yang diproduksi supaya dapat di capai tingkat / level yang diinginkan dan tingkat persentase tertentu dari keuntungan (profit) setahun terhadap penjualan (sales) yang diinginkan.
- Untuk menguasai pasar tertentu, sebagai hasil atau output perusahaan ini tetap mempunyai pangsa pasar ( Market Share) tertentu.
- Untuk mengusahakan supaya perusahaan pabrik dapat bekerja pada tingkat efesiensi tertentu.
- Untuk mengusahakan dan mempertahankan supaya pekerjaan dan kesempatan kerja yang sudah ada tetap pada tingkatnya dan berkembang.
- Untuk menggunakan sebaik-baiknya (efesien) fasilitas yang sudah ada pada perusahaan yang bersangkutan.
3. Faktor–faktor yang mempengaruhi Perencanaan Produksi.
Dalam melaksanakan kegiatan perencanaan produksi harus diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses produksi maupun kegiatan selanjutnya.
Menurut Sofjan Assaury (1998:23), dalam bukunya “Manajemen Produksi dan Operasi” secara garis besar faktor–faktor yang mempengaruhi perencanaan produksi dibagi menjadi:
1. Faktor internal, merupakan faktor–faktor yang berada dalam kekuasaan pimpinan perusahaan yang meliputi,
- Kapasitas mesin dan peralatan.
- Produksi tenaga kerja.
- Kemampuan pengadaan dan penyediaan
- Dan sebagainya.
2. Faktor eksternal, merupakan faktor-fator yang datangnya dari luar perusahaan yang berada diluar kekuasaan pimpinan perusahaan yang meliputi,
- Kebijakan pemerintah.
- Inflasi
- Bencana alam.
- Dan sebagainya
Adapun faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam produksi di samping apa yang telah disebut diatas, antara lain adalah :
- Sifat proses produksi.
- Jenis an mutu dari barang yang diproduksi
- Sifat dari barang yang diproduksi apakah barang baru atau barang lama.
4. Jenis-jenis Perencanaan Produksi.
Menurut Sujadi Prawirosentono (1997:82),“Manajemen Produkssi dan Operasi”, Perencanaan produksi yang terdapat dalam suatu perusahaan dapat dibedakan berdasarkan sebagai berikut :
Kriteria waktu.
Perencanan produksi dapat digolongkan menjadi :
- Jangka pendek ( 1 tahun).
- Jangka Menengah (2 sampai 3 tahun )
- Jangka Panjang ( 3 samapi 5 tahun )
Namun demikian setiap rencana jangka menengah dan jangka panjang harus di sesuaikan dengan perubahan kondisi dan situasi.
Jenis Proses Produksi.
Perencanaan produksi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
- Perencanan produksi terus–menerus (Continuous).
- Perencanaan produksi terputus-putus ( Intermitten).
Kedua perencanaan produksi tersebut mempunyai implikasi terhadap jenis mesin yang dibeli, jenis tata letak, bentuk dan tata bangunan pabrik, jumlah bahan baku yang disediakan dan sebagainya.
Skala produksi
Perencanaan produksi digolongkan menjadi:
- Perencanaan produksi skala kecil.
- Perencanaan produksi skala menengah.
- Perencanaan produksi skala besar.
5. Tahap-tahap Perencanaan Produksi
Menurut Adam dan Ebert (1992:78), ”Production Management and Operation” pada dasarnya produksi adalah suatu bagian dari bussines plan suatu perusahaan. Bussines Plan adalah suatu pernyataan tentang seluruh aktivitas bisnis suatu perusahaan untuk 6-18 bulan mendatang, dan biasanya dinyatakan dalam jumlah satuan uang dari seluruh hasil penjualan.
Rencana operasi sendiri terbagi atas Output Planning dan Capacity Planning, Output Planning terdiri dari Aggregate Output Planning, Master Production Schedule (MPS), Material Requirement Planning (MRP), dan Shoop floor Control. Sedangkan Capital Planning terdiri dari Aggregate Capacity Planning, Rough-cut Capacity Planning, Detailed Capacity Planning, dan Term Capacity Control
Aggregate Output Planning pada sisi produk dari suatu Bussines plan menunjukan biaya jumlah produk yang akan dibuat. Sedangkan Aggregate Output Planning dan proses mengevaluasi pemanfaatan seluruh kapasitas.
Tahap selanjutnya adalah membuat MPS yang menentukan jumlah produk individual yang akan di produksi per-minggu sesuai dengan jumlah permintaan.
Setelah dibuat MPS, barulah dibuat rencana-rencana yang lebih mendetail seperti MRP,yang merupakan rencana kebutuhan bahan baku dan Shop floor Control yang terdiri dari loading, sequencing, detailed schedulling dan expediting.
E. Perencanan Produksi Agregat
1. Pengertian Perencanaan Produksi Agregat.
Perencanan produksi agregat merupakan suatu perencanan yang dibuat dari penjabaran rencana organisasi perusahaan, berdasarkan jangka waktu tertentu, berdasarkan hasil peramalan, kondisi dan situasi perekonomian umum, keadaan industri, dan aspek persaingan.
Proses menentukkan tingkat produksi dari suatu kelompok produk dalam jangka waktu tertentu dan disesuaikan dengan rencana perusahaan disebut perencanaan produksi menyeluruh (Aggregate Output Planning).
Definisi perencanaan agregat menurut Roger G. Schroeder (2000:159), “Operation Management” adalah sebagai berikut:
“Aggregate planning is concerned,concepts with matching supply and demand of output over the medium time range,up to approximatelly 12 months into the future.”
Sedangkan menururt Jay heizer dan Barry Render (1986:161), memberikan definisi Perencanaan Agregat sebagai berikut:
“Aggregate planning is concerned with determining the quantity and scheduling of production for the intermediate future,ussualy from 3 to 18 month a head.”
2. Tujuan Perencanaan Aggregate
Adalah menentukan tingkat output (produk) dalam jangka waktu menengah yang menghadapi berfluktuasinya permintaan atau terjadi ketidakpastian permintaan. Perencanaan agregat tidak hanya menentukkan tingkat output (produk). Tetapi juga menentukan sumber daya input (fasilitas produksi) yang digunakan.
Dalam Perencanaan Agregat fasilitas produksi diasumsikan tetap. Adam dan Ebert (1992:78), dalam bukunya “Production and Operation Management : Concept, Model, and Behaviour”, ada 3 tujuan dari suatu perencanaan agregat sebagai berikut:
- Aggregate plan has to provide the overall levels of output, inventory, and back logs dictated by the bussines plan.
- To use the fasility’s capacity in a manner consistents with organization’s strategy.
- Aggregate plan should be consistent with the company’s goals and policies regarding its employees.
Manajer Operasi / produksi dapat menentukan jalan terbaik untuk memenuhi perkiraan (ramalan) permintaan dengan cara menyesuaikan rata-rata produksi tingkat penggunaan tenaga kerja, tingkat persediaan, lembur, sub-kontrak dan variabel lain yang dapat dikendalikan. Sebagai hasil dari Perencanaan Agregate adalah keputusan strategi yang hendak digunakan perusahaan untuk memperoleh suatu perencanan agregat menurut
Jay Heizer dan Barry render yaitu :
- Perusahaan membutuhkan ukuran penjualan dan output (produk) secara logis.
- Manajer operasi/produksi harus mampu meramalkan permintaan output dalam jangka waktu perencanan.
- Manajer operasi harus dapat menentukkan biaya-biaya yang relevan yang harus dikeluarkan dalam perencanaan agregat.
- Manajer operasi / produksi mengembangkan model perencanaan agregat yang merupakan kombinasi dari peramalan dan biaya sehingga keputusan penjadwalan yang baik dapat dibuat selama periode perencanaan.
Sedangkan menurut Norman Gaither (1986;397), Tujuan dari penyusunan Perencanaan Produksi Agregat adalah:
- It facilities fully loaded facilities and minimize over loading, their keeping production costs low.
- Adequated production capacity is provide to meet expected aggregate demand.
- Orderly and systematic transaction of production capacity to meet the peak and valley of expected costumer demand is facilitated.
- In time of scale produtive resurces, getting the most output for the amount of resources available in enhanced.
Sedangkan tujuan utama dari Perencanan Produksi Aggregate menurut Norman Gaither (1986:397) adalah:
- Provide enough production capacity to satisfy market demand.
- Keep production costs low.
Secara umum Perencanaan Produksi Agregat memberi pedoman bagi perusahaan dalam hal Penentuan Persediaan, Pemanfaatan kapasitas fasilitas perusahaan, serta pemanfaatan Tenaga Kerja dalam Jangka Pendek.
Perencanaan Produksi Agregat dibuat untuk menentukkan tingkat produksi dan persediaan pada suatu jangka waktu tertentu sehingga dapat memenuhi permintaan konsumen dengan biaya produksi yang efesien.
3. Langkah-langkah Perencanaan Produksi Agregat.
Langkah-langkah proses Perencanaan Produksi Agregat menururt Lee J. Krajewski dan Larry P.Ritzman (1996:599), “Operation Management Strategy And Analysis ” adalah sebagai berikut:
- Determining demand requirements.
- Identifying alternatives, constrain,and costs.
- Preparing and acceptable plan.
- Implementing and updating the plan.
1. Determining Demand Requirements.
Langkah pertama adalah menentukkan jumlah permintaan untuk setiap periode perencanaan yang akan datang dengan menggunakan suatu metode peramalan.
2. Identifying Alternatives , constraints, and costs
Langkah kedua adalah mengidentifikasi alternatif, batasan, dan biaya untuk perencanaan. Disarankan untuk menggunakan alternatif yang bersifat reaktif dahulu pada perusahaan agregat dibanding dengan alternatif yang bersifat agresif.
Alternatif Perencanaan Reaktif adalah tindakan yang diambil untuk menyesuaikan jumlah produksi dengan jumlah permintaan yang sudah ada, sedangkan mengatur atau mempengaruhi pola permintaan. Alternatif perencanaan reaktif yang dapat dilakukan oleh manager operasi dalam memenuhi permintaan adalah dengan mengatur jumlah harga kerja lembur, persediaan dan sub-kontrak.
Hubungan disini menggambarkan keterbatasan fisik (physical limitationus) dan kebijaksanaan manajerial (managerial polities) yang berhubungan dengan perencanaan agregat. Contoh dari keterbatasan fisik antara lain adalah kapasitas mesin dan tempat penyimpanan persediaan yang terbatas sedangkan kebijaksanaan manajerial diantaranya adalah keterbatasan pada jumlah backordering, tingkat persediaan minimal yang diperlukan untuk mencapai safety stock yang diinginkan.
Pemilihan perencanaan produksi agregat dan beberapa strategi yang dilakukan didasarkan atas biaya produksi yang paling minimal. Biaya yang harus dipertimbangkan adalah :
a. Biaya Jam Kerja Normal
Biaya ini mencangkup upah jam kerja normal yang diberikan ditambah berbagai tunjangan seperti: tunjangan kesehatan, tunjangan sosial dan cuti-cuti tertentu.
b. Biaya Kerja Lembur.
Biaya lembur adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk meningkatkan kapasitas dengan melakukan penambahan jumlah jam kerja.
c. Biaya Penarikan dan Penghentian Tenaga Kerja.
Biaya penarikan termasuk biaya pencarian, penyaringan, dan pelatihan yang dibutuhkan karyawan agar dapat melakukan tugasnya secura produktif. Sedangkan biaya penghentian termasuk biaya pesangon dan biaya lain-lain yang berhubungan dengan penghentian seorang tenaga kerja.
d. Biaya Penyimpanan Barang Jadi.
Biaya ini termasuk biaya modal yang tertanam dalam persediaan, biaya gudang, biaya asuransi, serta biaya lain yang berkaitan dengan produk jadi.
e. Biaya Backorder dan Stockout Costs.
Biaya ini termasuk biaya keuntungan penjualan dan biaya kemungkinan kehilangan pelanggan yang beralih ke pesaing pada masa yang akan datang kadang-kadang disebut (loss of goodwill).
3. Preparing an Acceptable plan.
Pengembangan suatu rencana yang baik merupakan suatu proses berulang-ulang, perencanaan mungkin memerlukan beberapa revisi dan penyesuaikan. Rencana produksi tersebut merupakan rencana dengan priode waktu bulanan yang mencangkup tingkat produksi bulanan, akumulasi persediaan , produksi dari sub-kontrak dan tenaga kerja bulanan. Rencana tersebut kemudian harus ukur dengan batasan-batasan dan dievaluasi jika rencana ini tidak sesuai maka dikembangkan rencana yang baru,jika menajemen menilai rencana yang dikembangkan telah sesuai maka rencana tersebut akan diterapkan.
4. Implementating and updating the plan.
Langkah terakhir adalah implementasi dan pembaharuan rencana agregat. Implementasi memerlukan komitmen dari para manajer. Para manajer dapat memberikan rekomendasi perubahan rencana selama implementasi atau pembaharuan untuk menjadi lebih baik.
F. Strategi Perencanaan Produksi Agregat
Adanya fluktuasi permintaan terhadap produk mengakibatkan perusahaan harus memilih strategi-strategi di dalam perencanaan produksinya. permintan terhadap produk mengakibatkan perusahaan harus memilih strategi-strategi di dalam perencanaan produksinya. Permintaan yang relatif stabil tidak akan menimbulkan masalah serius dalam merencanakan kapasitas tenaga kerja dan bahan karena tingkat produksi direncanakan secara stabil.
Menururt Adam dan Evert (1992:382-383), terdiri dari 3 strategi dasar dalam Perencanaan Produksi Agregat, yaitu Jumlah Tenaga Kerja, Tingkat Persediaan dan Pemanfaatan Tenaga Kerja.
“ Several short term capacity adjustment can be used to absortb monthly demand fluctuation.Common in make to stock organization are three of these adjustment:work force size,inventories and work force utilization. Any of these can be varied to meet demand variation without consideration of the other two ( Thus they can be strategies). Usually however,some combination of the three is better then using just one.”
Ketiga strategi pokok yang dapat dilaksanakan adalah:
- Vary the number of production employee in respon to varying output requirement.
- Maintain a consistant work force size but very the utilization of the work force.
- Vary the size of inventory in response to varying demand.
1. Vary the number of production employee in response to varying output requirement.
Strategi ini menyatakan bahwa perusahaan dapat menyesuaikan jumlah tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja perbulan, yang disesuaikan dengan jumlah permintaan. Hal ini dikarenakan perusahaan memiliki data historis sehingga dapat diketahui produktivitas rata-rata pertenaga kerja. Jadi apabila sewaktu-waktu output yang diminta perbulan menurun maka perusahaan dapat mengurangi jumlah tenaga kerja.juga sebaliknya, apabila output perbulan meningkat, maka perusahan dapat menambah jumlah tenaga kerja.
Namun strategi ini memiliki kelemahan, dimana dengan diadakan penyesuaian jumlah tenaga kerja maka akan memerlukan tingginya biaya rekrutmen dan PHK, selain itu juga adanya kesulitan untuk mencari tenaga kerja dengan keahlian yang cukup pada saat dibutuhkan. Strategi ini juga dapat menyebabkan rendahnya loyalitas karyawan terhadap perusahaan, timbulnya reaksi mengalir dari lingkungan perusahaan atas tindakan hiring dan laid-off yang ada.
2. Maintain a consistant work force size but very the utilization of the work force.
Pada strategi ini perencanaan produksi dibuat sesuai dengan permintaan, perusahaan menggunakan jumlah tenaga kerja yang tetap dan disertai dengan pengawasan terhadap permintaan dengan cara mengurangi atau menambah jam kerja. Strategi ini memiliki keunggulan dalam penurunan biaya perekrutan dan pemecatan, tetapi strategi ini dapat menimbulkan biaya lembur. Jam kerja memiliki beberapa kelemahan diantaranya yaitu dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja, kualitas, dan kemungkinan terjadinya kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan.
3. Vary the size of inventory in response to varying demand.
Pada strategi ini, persediaan barang jadi digunakan sebagai antisipasi terhadap permintaan yang berfluktuasi. Jumlah tenaga kerja yang ada dipertahankan agar jam kerja lembur maupun waktu menganggur dapat dihindari selama masa tertentu. Dengan memproduksi pada tingkat yang tetap, pada waktu permintaan rendah maka persediaan barang jadi terakumulasi, sedang jika permintaan melebihi kapasitas produksi, akan di penuhi dari persediaan tersebut. Strategi ini menghasilkan tingkat persediaan yang berfluktuasi selama jangka waktu perencanaan. Adapun keunggulan dari strategi ini adalah pemakaian tenaga kerja tetap tidak ada lembur atau pun idle time . Tetapi strategi ini memiliki kelemahan, antara lain munculnya biaya penyimpanan persediaan, biaya penanganan material, dan lainya yang diakibatkan karena adanya jumlah persediaan yang tinggi dan berfluktuasi.
Selain itu, menurut Jay Heizer dan Barry Render (1996:508 - 510), ada beberapa strategi untuk mengatasi masalah aggregate Planning. Strategi-strategi tersebut di bagi dalam dua sisi :
1. Capacity option.
1.1 .Changing inventory level.
1.2 .Varying work-force size by hiring and layoffs
1.3 .Varying production rates throught overtime and idle time.
1.4 .Sub-Contract.
1.5.Using part-time workers.
1. Changing inventory level.
Salah satu cara untuk memenuhi permintaan yang tinggi dimasa yang akan datang adalah dengan menaikkan persediaan selama periode permintaan yang rendah. Penggunaan strateg ini meningkatkan biaya yang berhubungan dengan penyimpanan, asuransi, kerusakan, dan modal yang diinvestasikan tetapi ketika perusahaan memasuki proses permintaan yang meningkat, kekurangan persediaan dapat menyebabkan kehilangan penjualan karena pelayanan pelanggan kurang.
2. Varying work-force size by hiring and layoffs.
Salah satu cara untuk memenuhi permintaan adalah dengan menaikkan dan memberhentikan pekerja untuk menyesuaikan dengan tingkat produksi, tetapi sering pekerja yang baru dilatih belum terbiasa sehingga produktivitas rata-rata menurun sementara ketika mereka bekerja pada perusahaan. Pemberhentian atau pemecatan pekerja dapat menyebabkan moral pekerja rendah.
3. Varying production rates throught overtime and idle time.
Strategi ini dapat berubah-ubah jam kerja untuk menyesuaikan dengan perubahan permintaan. Upah lembur memerlukan tambahan biaya, dan jam lembur yang terlalu lama akan menyebabkan produktivitas tenaga kerja menurun.
4. Sub-Contract.
Perusahaan dapat menangani periode permintaan yang meningkat dengan mengadakan sub-kontrak beberapa pekerjaan kepada perusahaan lain. Dalam melakukan sub-kontrak perusahaan mempunyai beberapa kendala, diantaranya : biaya mahal, berisiko membuka jalan bagi klien kepada pesaing, dan sulit untuk mencari perusahaan yang dapat menghasilkan produk dengan kualitas dan waktu yang tepat.
5 .Using part-time workers.
Pekerja paruh waktu dapat mengisi posisi pekerja yang tidak terlatih terutama dalam sektor jasa. Penyewaan pekerja paruh waktu biasanya sangat cocok dipakai di Supermarket, Toko dan Restaurant.
6. Influencing demand.
Saat periode permintaan rendah, perusahaan dapat mencoba untuk meningkatkan permintaan dengan iklan, promosi, personal selling, dan pemotongan harga. Cara-cara yang dilakukan perusahaan tidak selalu berhasil, tetapi dapat digunakan untuk menyeimbangkan permintaan dengan tingkat produksi.
7. Back ordering.
Back orders adalah pesanan kembali atas dan jasa yang diproduksi perusahaan tetapi tidak dapat memenuhi pada saat itu. Backorder dilakukan hanya jika pelanggan mau menunggu keterlambatan pesanan
8. Counter seasonal product workers.
Perusahaan berusaha membuat beberapa produk yang dijual dalam musim berlawanan. Penggunaan strategi-strategi ini tergantung dari situasi dan keadaan yang dihadapi oleh perusahaan yang akan menggunakannya, sehingga suatu modal perencanaan yang cocok bagi suatu perusahaan belum tentu cocok bagi perusahaan yang lain. Selain itu juga kondisi perusahaan berubah perlu dilakukan penyesuaian kembali strategi yang digunakan.
G Biaya Produksi
1. Pengertian Biaya
Dalam kegiatan produksi untuk mengubah input menjadi output, perusahaan tidak hanya menentukan input apa saja yang diperlukan, tetapi juga harus mempertimbangkan harga dari input tersebut yang merupakan biaya produksi dari output. Produksi menunjukkan jumlah input yang dipakai dan jumlah fisik output yang hasilkan, sedangkan biaya produksi menunjukkan pada biaya perolehan input tersebut (nilai uangnya). Biaya produksi penting peranannya bagi perusahaan untuk menentukan jumlah output.
Menurut Mulyadi (1999:8), pengertian biaya dalam arti luas adalah :
“ Pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dengan satuan uang yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu.”
2. Biaya Produksi
Dalam perusahaan manufaktur, ada dua kelompok biaya: Biaya Produksi dan Biaya Non Produksi. Biaya produksi merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pengolahan bahan baku menjadi produk, Mulyadi, (1999:17).
Biaya produksi merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi siap untuk dijual. Contohnya adalah biaya depresiasi mesin dan equipment, biaya bahan baku, biaya bahan pendukung / penolong biaya gaji karyawan yang bekerja dalam bagian-bagian, baik yang langsung maupun yang tidak langsung berhubungan dengan proses produksi menurut objek pengeluaran.
3. Jenis-jenis Biaya Produksi.
Biaya Bahan Baku
Bahan baku merupakan bagian yang membentuk bagian menyeluruh produk jadi bahan baku yang diolah dalam suatu perusahaan manufaktur dapat diperoleh dari pembelian lokal, impor, atau dari pengolahan sendiri. Dalam banyak industri, biaya bahan baku merupakan bagian terpenting dari seluruh biaya produksi.Tapi pada industri tertentu biaya bahan baku saja tidak material jumlahnya, bahkan bisa jadi tidak memerlukan pengorbanan untuk mendapatkanya. Bahan merupakan komponen utama yang diolah menjadi produk selesai dalam setiap proses produksi. Atau bisa dikatakan sebagai bahan yang membentuk bagian menyeluruh produk jadi.
Biaya Tenaga kerja langsung.
Tenaga kerja merupakan usaha fisik atau metode yang dikeluarkan karyawan untuk mengolah produk. Biaya tenaga kerja merupakan elemen biaya yang penting pada tahap pengkonsumsian bahan baku menjadi produk akhir tersebut. Biaya tenaga kerja langsung meliputi gaji,upah dan macam-macam tunjangan yang dibayarkan kepada karyawan. Untuk menghitung harga pokok produk, biaya tenaga kerja yang temasuk biaya produksi dikelompokkan kedalam kategori langsung dan tak langsung. Biaya tenaga tenaga kerja yang termasuk biaya produksi diklasifikasikan kedalam kategori langsung dan tak langsung. Biaya tenaga kerja langsung dibebanan secara langsung kepada setiap produk yang dihasilkan, sedangkan biaya tenaga kerja tak langsung dikumpulkan sebagai elemen biaya overhead pabrik dan dibebankan kepada produk melalui berbagai tahap alokasi.
Menurut Mulyadi (1993:14), biaya tenaga kerja langsung adalah sebagai berikut:
” Batas jasa yang diberikan pengolahan kepada tenaga kerja langsung dan juga manfaatnya dapat diidentifikasikan bagi produk tertentu.”
Biaya overhead pabrik.
Biaya overhead pabrik terdiri dari berbagai macam biaya, baik yang memerlukan maupun yang tidak memerlukan pengeluaran pada saat terjadinya biaya.
Dengan kata lain semua biaya produksi yaitu bahan baku dan tenaga kerja langsung yang bersifat tidak langsung.
Menurut Mulyadi (1973:14), biaya Overhead Pabrik adalah sebagai berikut:
”Biaya produksi yang tidak dapat ditentukan secraa langsung kepada produk, yaitu semua biaya produk diluar biaya bahan langsung dan biaya tenaga kerja langsung.”
H. Biaya Perencanaan Produksi Agregat.
Pemilihan biaya perencanaan produksi agregat dilakukan atas dasar biaya yang paling minimal. Biaya produksi yang dihitung, haruslah biaya produksi yang relevan saja.
Pengertian biaya relevan menurut Horngren, Foster, Datar (2000:378) adalah sebagai berikut:
“ Relevan costs are those expected future costs that differ among alternative courses of action.”
Sedangkan menurut Fogarty, Blackstone, dan Hoffmann (1991:182), adalah sebagai berikut :
“Relevan cost are cost that are incurred because of a decision.”
Jadi biaya relevan disini adalah suatu biaya yang akan terjadi diakibatkan adanya keputusan untuk memilih suatu alternatif.
Biaya-biaya yang berkaitan dengan Perencanaan Agregat menurut Roger G.Schroeder (1993:447), adalah sebagai berikut:
- Hiring and Layoff costs.
- Overtime and Undertime costs.
- Inventory-Carrying costs.
- Sub-Contracting.
- Part time Labor cost.
1. Hiring and Layoff Costs.
Biaya hiring meliputi biaya perekrutan, penyaringan dan pelatihan tenaga kerja baru agar menjadi tenaga kerja yang produktive sepenuhnya. Semakin tinggi keahlian yang diperlukan semakin tinggi pula biaya yang harus dikeluarkan. Sedangkan biaya penghentian (Layoff) meliputi biaya PHK, tunjangan pekerjaan dan sebagainya.
2. Overtime and Undertime Costs.
Biaya jam kerja lembur biasanya lebih besar dari biaya jam kerja reguler. Sedangkan biaya jam kerja reguler dilihat dari penggunaan tenaga kerja yang berkurang dari produktivitas penuh.
3. Inventory - Carrying cost.
Merupakan biaya penyimpanan persediaan barang jadi yang meliputi biaya modal yang tertanaman dalam persediaan, biaya kerusakan barang dalam persediaan, biaya asuransi persediaan, dan lain-lain. Biaya persediaan sering dinyatakan dalam persentase dari nilai barang yang disimpan dan tergantung pada banyaknya unit barang yang disimpan.
4. Sub Contracting costs.
Biaya sub-kontrak adalah biaya yang harus di bayarkan kepada sub-kontraktor yang menghasilkan sejumlah satuan produk yang diinginkan, biasanya biaya sub kontrak lebih besar dari biaya produksi itu sendiri.
5. Part- Time labor Costs.
Biaya pekerja paruh waktu biasanya lebih murah dari pekerja tetap, karena pekerja paruh waktu tidak mendapatkan tunjangan.
6. Costs of Stockout or Backorder.
Biaya kekurangan persediaan atau pengiriman yang terlambat dapat menyebabkan berkurangnya pelayanan konsumen. Biaya ini sulit diukur tetapi dapat di tentukan dengan hilangnya kepercayaan konsumen.
0 komentar:
Posting Komentar