Pengertian Nilai, Norma, Etika, Moral, dan Karakter
Ada
4 (empat) istilah yang memiliki kemiripan arti, yaitu nilai, norma,
etika, dan moral. Nilai diartikan sebagai sifat-sifat atau hal-hal
penting/berguna bagi kemanusiaan (KBI, 1990) atau sesuatu yang berharga
bagi kehidupan manusia (Vembriarto, 1982). Nilai bersifat abstrak, hanya
dapat dipikirkan, dipahami, dan dihayati. Sebagai contoh nilai
kejujuran tidak dapat dikonkretkan dalam bentuk perilaku yang baku. Jika
ada peserta didik yang ketika ujian tidak mencontek, maka “tidak
mencontek” hanyalah salah satu contoh nilai kejujuran, bukan bentuk baku
kejujuran.
Ada empat sumber nilai dan empat jenis nilai, yaitu nilai yang bersumber dari:
a. ratio: jenis nilai benar-salah (nilai hukum);
b. kehendak: jenis nilai baik-buruk (nilai moral);
c. perasaan: jenis nilai indah-tidak indah (nilai estetika);
d. agama: jenis nilai religius-tidak religius (nilai agama);
Norma
adalah ukuran, garis pengarah, atau aturan kaidah bagi pertimbangan dan
penilaian atau aturan mengenai cara bertingkah laku dalam kehidupan
manusia. Norma bersumber dari nilai dan berisi perintah atau larangan.
Etika
dan moral sering diartikan sama, namun sebenarnya ada sedikit perbedaan
antara keduanya. Etika (ilmu) mempunyai arti lebih luas daripada moral
(ajaran). Etika adalah ilmu yang mempelajari tentang hal yang baik dan
hal yang buruk (KBI, 1990). Moral adalah ajaran tentang baik-buruk yang
diterima umum mengenai tingkah laku atau perbuatan, sikap, kewajiban,
dan sebagainya; akhlak, budi pekerti, susila (KBI, 1990). Moral mengacu
pada baik buruknya manusia sebagai manusia, bukan manusia sebagai pelaku
peran tertentu dan terbatas. Dapat terjadi seorang guru bermoral jujur,
tetapi berperilaku kurang baik dalam mengajar.
Etika
dan moral bersumber pada norma, dan norma bersumber pada nilai. Etika
bersifat ilmiah (struktur kehidupan), sedang moral bersifat aplikatif
(bagaimana manusia harus hidup). Nilai-nilai yang dianut seseorang
bersumber pada kepribadian orang yang bersangkutan. Kejujuran adalah
suatu nilai, larangan menipu atau larangan berbohong adalah norma
kejujuran, dan tidak menipu atau tidak berbohong adalah moral kejujuran.
Istilah
nilai sama dengan istilah karakter atau tabiat. Nilai terdiri atas
sejumlah sikap dan sejumlah nilai menyusun kepribadian seseorang. Nilai
luhur artinya nilai yang sangat baik, nilai luhur bangsa Indonesia
adalah kumulasi nilai suku-suku bangsa Indonesia. Nilai luhur suku
bangsa Indonesia merupakan kumulasi dari nilai perorangan penduduk
Indonesia. Warga negara Indonesia memperoleh pendidikan nilai/karakter
melalui pendidikan, pemuka agama, pemuka adat, pemuka pemerintahan, dan
sebagainya.
Pendidikan
nilai/karakter di pendidikan dasar dan menengah diperoleh dari semua
mata pelajaran yang ada, proporsi terbesar didapat dari kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia serta kewarganegaraan. Pendidikan sains
juga menyumbang pendidikan nilai/karakter melalui pendidikan sikap
ilmiah dan kerja ilmiah yang merupakan bagian metode ilmiah. Pendidikan
nilai/karakter yang saat ini sedang digalakkan tidak berdiri sendiri
sebagai mata pelajaran, tetapi harus dipadukan dengan materi pendukung
kompetensi dasar yang sesuai.
Pendidikan Karakter
Pendidikan
nilai/karakter bagi peserta didik, akhir-akhir ini mendapat perhatian
khusus dari Kementerian Pendidikan Nasional dan jajarannya, serta
ahli-ahli kependi-dikan, dan sampai pada kesimpulan bahwa pendidikan
nilai/karakter peserta didik perlu ditingkatkan. Hal tersebut disebabkan
tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas)
hasilnya belum seperti yang diharapkan.
Dalam
UU Sisdiknas Nomor 20/2003 Pasal 3 disebutkan ”Pendidikan nasional (a)
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, (b)
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.” Tujuan pendidikan nasional tersebut
sangat luhur dalam pembentukan peserta didik untuk menjadi anak bangsa
yang memiliki nilai/karakter luhur.
Sehubungan
dengan hal tersebut, salah satu program utama Kementerian Pendi-dikan
Nasional dalam rangka meningkatkan mutu proses dan output pendidikan
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah pengembangan
pendidikan karakter. Sebenarnya pendidikan karakter bukan hal yang baru
dalam Sistem Pendidikan Nasional Indonesia. Pada saat ini,
setidak-tidaknya sudah ada dua mata pelajaran yang diberikan untuk
membina akhlak dan budi pekerti peserta didik, yaitu Pendidikan Agama
dan PKn. Namun demikian, pembinaan watak melalui kedua mata pelajaran
tersebut belum membuahkan hasil yang memuaskan karena beberapa hal,
yaitu:
- kedua mata pelajaran tersebut cenderung baru membekali pengetahuan mengenai nilai-nilai melalui materi/substansi mata pelajaran;
- kegiatan pembelajaran pada kedua mata pelajaran tersebut pada umumnya belum secara memadai mendorong terinternalisasinya nilai-nilai oleh masing-masing peserta didik, sehingga peserta didik belum menampilkan perilaku dengan karakter yang diharapkan; dan
- menggantungkan pembentukan watak peserta didik melalui kedua mata pelajaran saja tidak cukup.
Pengembangan
karakter peserta didik perlu melibatkan lebih banyak lagi mata
pelajaran, bahkan semua mata pelajaran. Selain itu, kegiatan pembinaan
peserta didik dan pengelolaan sekolah dari hari ke hari perlu dirancang
sedemikian rupa secara terencana dengan baik dan dilaksanakan untuk
mendukung pendidikan karakter yang benar-benar terprogramkan.
Merespons
sejumlah kelemahan dalam pelaksanaan pendidikan akhlak dan budi pekerti
yang telah terjadi di lapangan, maka perlu dilakukan upaya inovasi
pendidikan karakter. Inovasi tersebut adalah:
- Pendidikan karakter dilakukan secara terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran. Integrasi yang dimaksud meliputi pemuatan nilai-nilai ke dalam substansi pada semua mata pelajaran dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang memfasilitasi dipraktik-kannya nilai-nilai dalam setiap aktivitas pembelajaran di dalam dan di luar kelas untuk semua mata pelajaran.
- Pendidikan karakter juga diintegrasikan ke dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan peserta didik.
- Selain itu, pendidikan karakter dilaksanakan melalui kegiatan pengelolaan semua urusan di sekolah yang melibatkan semua warga sekolah.
Pelaksanaan
pendidikan karakter secara terpadu di dalam semua mata pelajaran
merupakan hal yang baru bagi sebagian besar sekolah, baik di tingkat SD,
SMP, maupun SMA. Terlebih saat ini ujicoba baru dilaksanakan di tingkat
SMP pada beberapa Provinsi, diantaranya DIY, Makasar, Pekan Baru,
Jakarta, dan Surabaya. Oleh karena itu, dalam rangka membina pelaksanaan
pendidikan karakter secara terpadu di dalam seluruh mata pelajaran,
perlu disusun panduan pelaksanaan pendidikan karakter yang terintegrasi
ke dalam pembelajaran.
Pentingnya Pendidikan Karakter
Sebenarnya
selama ini tanpa disadari semua guru SD khususnya telah menanam-an
nilai-nilai yang baik dalam pembentukan karakter peserta didiknya. Namun
hal itu hanya sebagai sisipan yang tidak termuat dalam silabus maupun
RPP. Oleh karena itu perlu adanya optimalisasi pendidikan karakter dalam
pembelajaran, agar gaung pena-naman karakter melalui pembelajaran dapat
benar-benar dirasakan peserta didik.
Pada
era globalisasi saat ini memang bangsa kita telah mampu menghasilkan
Sumber Daya Manusia (SDM) yang secara kuantitas sudah memadai, namun
dari segi kualitas masih sangat perlu ditingkatkan agar dihasilkan SDM
yang mampu berkompetisi dengan negara berkembang, bahkan negara maju.
Selain SDM yang demikian, masih ada satu hal penting yang harus
ditekankan, yaitu menghasilkan SDM yang beretika, bermoral, sopan
santun, dan mampu berinteraksi dengan masyarakat secara baik, dengan
tetap memegang teguh kepribadian bangsa. Dengan kata lain, bangsa kita
menginginkan terbentuknya generasi penerus bangsa yang berkarakter dan
berkualitas akhlaknya sekaligus cerdas intelektualnya. Banyak contoh
anak didik yang cerdas, tetapi kualitas akhlaknya kurang baik, maka
mereka tidak dapat diharapkan untuk menjadi generasi penerus yang dapat
membangun bangsa kita.
Berdasarkan
penelitian di Harvard University Amerika menunjukkan kesuksesan
seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan
teknis (hard skill), tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan
orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya
ditentukan sekitar 20% oleh hard skill dan sisanya 80% oleh soft skill.
Bahkan orang-orang tersukses di dunia dapat berhasil dikarenakan lebih
banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini
mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat
penting untuk ditingkatkan, karena otak yang hebat tanpa disertai
kepribadian yang baik, maka akan sulit diterima di masyarakat nasional
maupun internasional.
Karakter
merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan
Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan
yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan
berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat
istiadat.
Pendidikan
karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada
warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau
kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik
terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan,
maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia yang beerkualiatas akhlaknya.
Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders)
harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri,
yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas
hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan
sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan
sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga dan
lingkungan sekolah.
Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Mata Pelajaran
Terlepas
dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia, apabila
dilihat dari Standar Nasional Pendidikan yang menjadi acuan
pengembangan kurikulum (KTSP), dan implementasi pembelajaran dan
penilaian di sekolah, tujuan pendidikan di tingkat SD, SMP, dan SMA
sebenarnya dapat dicapai dengan baik. Pembinaan karakter juga termasuk
dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh
peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan
karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan
norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan
tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai
upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter,
Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan
karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand
design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan,
pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan.
Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan
sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and
emotional development), Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga
dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan
Karsa (Affective and Creativity development). Pengembangan dan
implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada
grand design tersebut.
Menurut
UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 13
Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan
formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan
memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan
lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan
kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta
didik mengikuti pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau
kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga
dan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu,
pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil
pendidikan peserta didik.
Selama
ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga belum
memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan
pembentukan karakter peserta didik. Hal ini disebabkan oleh berbagai
hal, diantaranya kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang relatif
tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan
keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media
elektronik. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasa-lahan tersebut
adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan
mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan
pendidikan formal di sekolah. Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik
di sekolah perlu dioptimal-kan agar peningkatan mutu hasil belajar,
terutama pembentukan karakter peserta didik sesuai tujuan pendidikan
dapat dicapai.
Pendidikan
karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata
pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau
nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan,
dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan
demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran
kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata
dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
Kegiatan
ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan
salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan
mutu akademik peserta didik. Kegiatan ekstra kurikuler merupakan
kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan
peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka
melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan
atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah.
Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan
kemam-puan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi
peserta didik.
Pendidikan
karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau
pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana
pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam
kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan
tersebut meliputi nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum,
pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen
terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu
media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah.
Pendidikan
karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara
kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan
nilai secara nyata. Permasalahan pendidikan karakter yang selama ini ada
di sekolah perlu segera dikaji, dan dicari alternatif-alternatif
solusinya, serta perlu dikembangkannya secara lebih operasional sehingga
mudah diimplementasikan di sekolah.
Arti
pendidikan karakter secara terintegrasi di dalam proses pembelajaran
adalah pengenalan nilai-nilai, fasilitasi diperolehnya kesadaran akan
pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam
tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran, baik
yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata
pelajaran. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran, selain untuk
menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan,
juga dirancang dan dila-kukan untuk menjadikan peserta didik mengenal,
menyadari/peduli, dan menginter-nalisasi nilai-nilai dan menjadikannya
perilaku.
Strategi Integrasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran
Integrasi
pendidikan karakter di dalam proses pembelajaran dilaksanakan mulai
dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi pembelajaran pada
semua mata pelajaran.
a. Perencanaan integrasi pendidikan karakter dalam pembelajaran
Pada
tahap perencanaan dilakukan analisis SK/KD, pengembangan silabus,
penyusunan RPP, dan penyiapan bahan ajar. Analisis SK/KD dilakukan untuk
mengidentifikasi nilai-nilai karakter yang secara substansi dapat
diintegrasikan pada SK/KD yang bersangkutan. Perlu dicatat bahwa
identifikasi nilai-nilai karakter ini tidak dimaksudkan untuk membatasi
nilai-nilai yang dapat dikembangkan pada pembelajaran SK/KD yang
bersangkutan.
Pengembangan
silabus dapat dilakukan dengan merevisi silabus yang telah
dikem-bangkan kemudian menambah kolom karakter tepat di sebelah kanan
komponen Kompetensi Dasar. Pada kolom tersebut diisi nilai karakter yang
hendak diintegrasikan dalam pembelajaran. Nilai-nilai yang diisikan
tidak hanya terbatas pada nilai-nilai yang telah ditentukan melalui
analisis SK/KD, tetapi dapat ditambah dengan nilai-nilai lainnya yang
dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran (bukan lewat substansi
pembelajaran). Setelah itu, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian,
dan/atau teknik penilaian, diadaptasi atau dirumuskan ulang
menyesuaikan karakter yang hendak dikembangkan.
Seperti
langkah-langkah pengembangan silabus, penyusunan RPP dalam rangka
pendidikan karakter yang terintegrasi dalam pembelajaran dilakukan
dengan cara merevisi RPP yang telah ada agar selain memfasilitasi
peserta didik mencapai pengeta-huan dan keterampilan yang ditargetkan,
juga mengembangkan karakter. Adapun cara merevisi RPP dapat dilakukan
dengan beberapa cara, yaitu:
1)
rumusan tujuan pembelajaran direvisi/diadaptasi, yang dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu: (1) tidak hanya mengembangkan kemampuan kognitif
dan psikomotorik, tetapi juga karakter, dan (2) ditambah tujuan
pembelajaran yang khusus dirumuskan untuk karakter;
2)
pendekatan/metode pembelajaran diubah (bila diperlukan) dan
langkah-langkah pem-belajaran yang meliputi pendahuluan, inti, dan
penutup direvisi dan/atau ditambah. Prinsip-prinsip pendekatan
pembelajaran kontekstual dan PAKEM sangat efektif mengembangkan karakter
peserta didik;
3)
bagian penilaian direvisi, dengan cara mengubah dan/atau menambah
teknik-teknik penilaian yang telah dirumuskan. Teknik-teknik penilaian
dipilih sehingga secara keseluruhan teknik-teknik tersebut mengukur
pencapaian peserta didik dalam kompetensi dan karakter. Di antara
teknik-teknik penilaian yang dapat dipakai untuk mengetahui perkembangan
karakter adalah observasi, penilaian antar teman, dan penilaian diri
sendiri. Nilai dinyatakan secara kualitatif, misalnya:
Ø
BT: Belum Terlihat (apabila peserta didik belum memperlihatkan
tanda-tanda awal perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator).
Ø
MT: Mulai Terlihat (apabila peserta didik sudah mulai memperlihatkan
adanya tanda-tanda awal perilaku/karakter yang dinyatakan dalam
indikator tetapi belum konsisten).
Ø
MB: Mulai Berkembang (apabila peserta didik sudah memperlihatkan
berbagai tanda perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator dan
mulai konsisten).
Ø
MK: Membudaya (apabila peserta didik terus menerus memperlihatkan
perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten).
4)
bahan ajar disiapkan. Bahan/buku ajar merupakan komponen pembelajaran
yang paling berpengaruh terhadap apa yang sesungguhnya terjadi pada
proses pembela-jaran. Guru dapat melakukan adaptasi terhadap urutan
penyajian dan kegiatan-kegiatan pembelajaran (task) yang telah dirancang
oleh penulis buku ajar.
b. Pelaksanaan pembelajaran
Kegiatan
pembelajaran dari tahapan kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup,
dipilih dan dilaksanakan agar peserta didik mempraktikkan nilai-nilai
karakter yang ditargetkan. Perilaku guru sepanjang proses pembelajaran
harus merupakan model pelaksanaan nilai-nilai bagi peserta didik,
artinya guru harus senantiasa dapat menjadi tauladan perilaku
berkarakter bagi peserta didiknya.
Beberapa
contoh penerapan penanaman nilai/karakter pada tahap kegiatan inti
antara lain: diskusi (bekerja sama), mengerjakan soal ke depan (percaya
diri), mende-ngarkan pendapat teman (menghargai pendapat), bergantian
menggunakan media (tenggang rasa), bertanya (keingintahuan, kritis),
mengerjakan tugas guru (kemandirian), dan melaporkan hasil diskusi
(kejujuran, tanggung jawab).
Beberapa
contoh penerapan penanaman nilai/karakter pada tahap penutup antara
lain: ikut menyimpulkan materi (tanggung jawab, kedisiplinan), mencatat
tugas di perte-muan berikutnya (tanggung jawab, kedisiplinan,
kemandirian), kesepakatan pengumpulan tugas (demokratis), berdoa
(kereligiusan), keluar kelas dengan tertib (kedisiplinan), men-dahulukan
guru keluar kelas (kesantunan), dan membawa sampah keluar kelas (peduli
lingkungan).
Nilai-nilai Karakter Pokok dan Utama
Ada
banyak nilai (80 butir) yang dapat dikembangkan pada peserta didik.
Menanamkan semua butir nilai tersebut merupakan tugas yang sangat berat.
Oleh karena itu perlu dipilih nilai-nilai tertentu sebagai karakter
utama yang penanamannya dipriori-taskan. Untuk tingkat SD/SMP, karakter
utama disarikan dari butir-butir SKL, yaitu:
a. Kereligiusan
Pikiran,
perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan
pada nilai-nilai Ketuhanan dan/atau ajaran agamanya.
b. Kejujuran
Perilaku
yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu
dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap
diri dan pihak lain.
c. Kecerdasan
Kemampuan seseorang dalam melakukan suatu tugas secara cermat, cepat, dan tepat.
d. Ketangguhan
Sikap
dan perilaku pantang menyerah atau tidak mudah putus asa ketika
menghadapi berbagai kesulitan dalam melaksanakan kegiatan atau tugas
sehingga mampu mengatasi kesulitan dalam meraih tujuan.
e. Kedemokratisan
Cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
f. Kepedulian
Sikap
dan tindakan yang selalu berupaya mencegah dan memperbaiki
penyim-pangan dan kerusakan (manusia, alam, dan tatanan) di sekitar
dirinya.
g. Kemandirian
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
h. Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif
Berpikir
dan melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika untuk menghasilkan
cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang telah dimiliki.
i. Keberanian mengambil risiko
Kesiapan menerima risiko/akibat yang mungkin timbul dari tindakan yang dilakukan.
j. Berorientasi pada tindakan
Kemampuan untuk mewujudkan gagasan menjadi tindakan nyata.
k. Kepemimpinan
Kemampuan
mengarahkan dan mengajak individu atau kelompok untuk mencapai tujuan
dengan berpegang pada asas-asas kepemimpinan yang berbudaya.
l. Kerja keras
Perilaku
yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai
hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan
sebaik-baiknya.
m. Tanggung jawab
Sikap
dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya
sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan YME.
n. Gaya hidup sehat
Segala
upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang
sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu
kesehatan.
o. Kedisiplinan
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
p. Percaya diri
Sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya.
q. Keingintahuan
Sikap
dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan
meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
r. Cinta ilmu
Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan.
s. Kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain
Sikap
tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi milik/hak diri
sendiri dan orang lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang
lain.
t. Kepatuhan terhadap aturan-aturan sosial
Sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan umum.
u. Menghargai karya dan prestasi orang lain
Sikap
dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang
berguna bagi masyarakat, dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang
lain.
v. Kesantunan
Sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang.
w. Nasionalis
Cara
berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian,
dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.
x. Menghargai keberagaman
Sikap memberikan respek/hormat terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, budaya, suku, dan agama.
Di
antara butir-butir nilai tersebut, enam butir dipilih sebagai
nilai-nilai karakter pokok sebagai pangkal tolak pengembangan, yaitu
karakter nomor 1 – 6. Keenam butir nilai tersebut ditanamkan melalui
semua mata pelajaran dengan intensitas penanaman lebih dibandingkan
penanaman nilai-nilai lainnya.
Pemetaan Karakter yang Diintegrasikan dalam Mata Pelajaran
Apabila
semua nilai/karakter harus ditanamkan dengan intensitas yang sama pada
setiap mata pelajaran, penanaman nilai menjadi sangat berat. Oleh karena
itu tidak setiap mata pelajaran diberi integrasi semua butir nilai
tetapi hanya beberapa nilai utama. Dengan demikian setiap mata pelajaran
memfokuskan pada penanaman nilai-nilai utama tertentu yang paling dekat
dengan karakteristik mata pelajaran yang bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA;
- Borba, Michele. (2008). Membangun kecerdasan moral: Tujuh kebajikan utama agar anak bermoral tinggi. Terj. oleh Lina Yusuf. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
- Doni Koesoema A. (2007). Pendidikan karakter: Strategi mendidik anak di zaman global. Jakarta: Grasindo. Cet. I.
- Depdikbud. (1990). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
- Depdiknas. (2001). Applied Approach-Mengajar di Perguruan Tinggi, Buku 2.01: Etika dan Moral dalam Pembelajaran. Jakarta: Depdiknas.
- ________ (2003). Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Bandung: Citra Umbara.
- ________ (2005). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
- Kemendiknas. (2010). Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Kemendiknas
- Kevin Ryan & Karen E. Bohlin. (1999). Building character in schools: Practical ways to bring moral instruction to life. San Francisco: Jossey Bass.
- Olivia, Peter, F.. (1992). Developing the Curriculum. New York: Harper Collins Publishers.
- Paul Suparno, dkk. 2002. Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah, Suatu Tinjauan Umum. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
- Suseno, Franz Magnis. (1989). Etika Dasar, Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta: Kanisius.
- Vembriarto, dkk. (1982). Kamus Pendidikan. Jakarta: Gramedia.
0 komentar:
Posting Komentar