TATA KRAMA SUKU BANGSA MELAYU BETAWI (BUDAYA DAERAH)

Posted By frf on Rabu, 25 Januari 2017 | 15.41.00

BUDAYA DAERAH
1. TATA KRAMA SUKU BANGSA MELAYU BETAWI
A. Berbicara dan Mendengarkan
Bahasa Betawi merupakan bahasa yang komunikatif bagi orang Betawi, yang dipergunakan dalam lingkunga eluarga maupun dalam lingkungan masyarakat. Sebagaimana bahasa Indonesia pada umumnya yang tidak mengenal tingkatan pemakaianya, baik bila berbicara dengan yang sebaya, lebih tua maupunberbicaradengan yang lebih muda. Hanya dalam penggunaan kata ganti orang pertama tungal, bila orang berbicara dengan yang lebih tua usianya, maka biasanya akan mengatakan ‘saya’, tetapi bila dengan yang sebaya atau yang lebih muda usia, maka yang dipakai adalah ‘gua’, kecuali apabila yang sudah akrab betul dengan yang lebih tua pun akan mengatakan ‘gua’.

Di dalam kehidupan tentunya ada orang yang dihormati, yakni mereka yang memiliki usia yang lebih tua, dan bagi orang Betawi tatakrama lebih menitikberatkan pada usia yang dimiliki seseorang, sekalipun demikian sopan santun kekerabatan perlu mendapat perhatian sesuai dengan hubungan yang berlaku.

Seorang anak apabila bericara dengan orang tua harus lebih lunak sekalipun yang digunakan adalah sama bahasa Betawi, karena bahasa Betawi tidak ada bahasa yang halus dankasar. Anak tidak boleh menyebut ‘lu’ kepada orang tua, khususnya kepada ibu bapaknya.

Akan tetapi sebaliknya, orang tua terhadap anak tidak ada aturan, kadang-kadang suami terhadap istripun lebih banyak menggunakan kata yang dianggap kasar, namun bagi orang Betawi sendiri dianggap biasa, jadi bukannya kasar atau tidak hormat, iniseagai tanda keakraban antara satu dengan lainnya. Misalnya saja seoran anak berbicara dengan ayahnya: “Bapa, ini hari saya kagak bakal…..”, kata bapa adalah sebutan bagi ayah, sedangkan oran tua atau yang lebih tua kepada anak atau yang lebih muda akan mengatakan: “lu kagak pantes…..” noh gua…….” Jadi dalam bahasa Betawi, sebagai pernyataan hormat akan ditandai dengan pengucapan kata ganti orang. Bila seseorang bertemu di jalan,maka akan mengatakan “assalamualaikum” terlebih dahulu diucapkan yang usianya lebih muda, demikian pula bila anak bertemu orang tua di jalan akan menyapa “assalamualaikum” dan dibalas oleh orang tuanya “waalaikum salam” yang lebih muda selalu yang lebihdulu menyapa diiringi dengan sikap yang agak membungkukkan badan. Selanjutnya sapaan diucapkan tergatung dari hubungan kekerabatan yang ada, seperti menyapa kepada ibu, nyak/mak, sebaliknya orang tua menyebut anak perempuan dengan istilah noan, dan ntong untuk aak laki-laki. Sapaan kepada anak tersebut sebagai pernyataan syang orang tua. Saudara yang muda kepada yang lebih tua, menyebut mpok (perempuan) dan abang (laki-laki). Apabila memerintah atau menyuruh: “Nyak lu, tolong ambilkan rokok gua”. Hal ini bila yang diperintah adalah istrinya. Cara melaran melakukan sesuatu: “lebih baik jangan lu kerjainitu, kagak ada artinya”, apabila yang dilarang adalah istri, anak, atau yang lebih muda. Cara menolak perintah: “segen” bila yang memerintah sederajad, akan tetapi bila yang lebih tua: “saya nggak mau”. Cara menyangkal perkataan: “ngomong jangan sembarangan, masa gua yang dikatain ……..”

B. Berpakaian dan Berdandan
Pada setiap orang Betawi tidaklah ada pakaian khusus yang harus dikenakan pada waktu tertentu, mereka bebas mengenakan pakaian apapun pada waktu santai, tidur dan melakukan kegiatan rumah tangga, kecuali waktu menghadiri pesta atau pergi mengaji. Untuk wanita yang sudah berkeluarga biasanya menggunakan kain dengan kebaya panjang dilengkapi dengan kerudung, sedangkan untuk laki-laki memakai celana panjang atau sarung dengan kemeja yang longgar memakai krah kemeja berdiri (semacam kemeja Cina), yang disebut baju koko, dan peci.

Bagi laki-laki yang sudah haji, biasanya ada tanda yang merupakan cirri khasnya, yaitu mengenakan ikat pinggang besar warna hijau yang disebut amben,sedangkan perempuan mengenakan stagen yang berwarna hijau pula. Untuk berpergian tentunya tidak sma dengan pakaian yang dikenakan sehari-hari di rumah, biasanya bila berpergian pakaian yang dikenakan lebih bagus dari pada pakaian sehari-hari. Orang tua tidak diperkenankan dan meanggalkan pakaian di hadapan anak-anak yang sudah dewasa, demikian pula sebaliknya yang berlaku bagi anak-anak yang sudah dewasa. Mereka biasanya pergi ke kamar, sehingga tidak diketahui oleh anak-anak. Dalam sopan santun membetulkan pakaian di hadapan orang banyak tidak diperkenankan. Bila suami sedang berhadapan dengan tamu misalnya, maka istri akan memanggil suami masuk untuk memberitahukan pakaian yang dikenakan tidak betul, kemudia suami sendirilah yang membetulkannya.

Bila menyusukan anak, tidak dilakukan di hadapan rang banyak, kecuali masih anggota keluarganya. Apabila sedang ada tamu atau bepergian, maka si ibu akan encari tempat yang tertutupuntuk menyusukan anak. Hal ini sesuai dengan sopan santun yang berlaku, lagi pula tidak pantas mengeluarkan anggota tubuh di hadapa orang banyak,sekalipun anak sangat membutuhkannya. Apabila bepergian, biasanya ibu membawa dot yang diisi susu, agar suatu saat diperlukan dapat diberikan pada bayi.

Hubungan Kebudayaan Antara Suku-Bangsa dan Golongan di Indonesia

Berdandan dengan rapi merupakan salah satu keharusan bagi wanita, selain bagi daya tarik, juga kerapian seseorang secara tidak langsung dapat merupakan gambaran pribadinya, dalam hal ini berdandan tidak perlu menyolok. Berdandan dengan rapi namun sederhana dilengkapi perhiasan yang sederhana pula memberi ciri bahwa dia senang akan kehidupan yang sederhana.

C. Bersalam
Pada orang Betawi, tatakrama bersalam merupakan hal yang menonjol dalam kehidupannya, ini merupakan cirri khas dari orang Betawi. Ucapan assalamualaikum yang diucapkan ketika bertemu di jalan, diiringi dengan saling bersalaman tangan. Pada masyarakat Betawi ada empat macam salam yang membedakan satu dengan lainnya yaitu : 
  • Salam sebagai penghormatan, yakni salam dengan mencium tangan orang yang dihormati.
  • Salam medok (salam akrab), yakni salam dengan menjabat tangan erat-erat, kadang-kadang diikuti berpelukan dan menepuk bahu yangdisalami.
  • Salam curiga, yakni tangan kanan saling berjabatan, sementara tangan kiri emegang lengan tangan kanan orang yang dicurigai.
  • Salam diendus (mengendus), yaitu salam sambil mencium tangan tetapi tidak sampai kena, jadi hanya diendus. Salam inipun sebagai penghormatan, akan tetapi yang dihormati bukan anggota keluarga atau kerabat.
Cara bersalaman seperti itu hanya berlaku bagi mereka yang sama jenis kelamin, kecuali apabilamereka yang bersalaman tersebut masih sebagai kerabat.

Salam yang pertama bertujuan untuk menghormati orang yang lebih tua, terutama ditujukan bagi orang tua, anak-anak yang akan pergi, berangkat sekolah atau kerja selalu menyalami demikian, begitu pula sepulang dari kerja atau sekolah. Salam yang kedua bertujuan untuk memelihara atau meningkatkan kekakraban diantara kedua belah pihak. Berpelukan dan menepuk bahu biasanya sebagai pernyataan selamat atas keberhasilannya, kerinduan atau akan terjadi perpsahan. Salam yang ketiga bertujuan untuk melindungi diri, agar yang dicurigai tidak melakukan tinakan semena-mea. Salam yang keempat bertujuan untuk menghormati orang yang patut dihormati, misalnya guru ngaji, tokoh-tokoh masyarakat, orang lain yang lebih tua usianya.

Bersalam ketika menerima tamu, tergantung dari siapakah tamu tersebut, maka dapat dilakukan salah satu dari keempat cara salam yang diuraikan di atas. Akan tetapi bila tamu tersebut baru dikenalnya, maka dilakukan dengan kedua belah tangan dengan sikap agak membungkuk. Sebenarnya salam dengan kedua belah tangan ini bukanlah merupakan salam asli Betawi, namun orang-orang Betawi yang menyesuaikan dengan yang umum sering dilakukan.

D. Duduk
Pada masyarakat Betawi, tidak ada susunan (tempat) duduk yang menjadi ukuran tatakrama dalam keluarga batih, baik yang berlaku pada waktu santai, menerima tamu dan membicarakan masalah keluarga yang penting, hanya pada waktu makan, walaupun tidak mutlak harus dilakukan, tetapi masih ada keluarga yang masih memiliki kebiasaan mengatur susunan duduk pada waktu makan.

Kesempatan duduk dapat dibedakan antara duduk di atas tikar dengan duduk di atas kursi. Duduk di atas tikar pada masyarakat Betawi, mempunyai dua cara yang dianggap sopan, yaitu duduk bersila untuk laki-laki, dan duduk timpuh untuk perempuan. Duduk bersila adalah duduk dengan melipat kedua belah kaki, dengan sebelah kaki berada di bawah (dijepit) kaki sebelahnya.

Cara duduk bersila iniberlaku untuk segala acara, misalnya pada waktu makan, pada waktu santai, menerima tamu dan membicarakan masalah keluarga yang penting. Pada kesempatan yang sama, maka wanita akan duduk bertimuh.

Kesempatan duduk di kursi, dianggap tidak sopan bila kaki diangkat, dan diinjakkan ke kursi yang dipakai untuk duduk, sikap yang patut untuk dilaksanakan adalah kedua belah kaki secara sejajar menginjak lantai, badan duduk tegak dan tangan berada di atas tangan kursi atau di atas paha. Duduk di kursi, sementara yang sudah tua duduk di bawah/tikar, dinyatakan sebagai orang yang tidak tahu sopan santun. Disamping itu ada beberapa cara duduk yang dianggap tidak baik untuk dilakukan, karena tidak sesuai dengan sopan santun yang berlaku. Cara duduk tersebut diantaranya : 
  • Dekukul, yaitu kaki diangkat sebelah, dengan tangan saling tumpang di dengkul. Duduk seperti ini seringkali dilakukan pada waktu santai sendiri, akan tetapi apabila berhadapan dengan orang lain, terutama yang lebih tua, tamu, atau kerabat, dinyatakan sebagai orang yang tidak tahu adat sopan santun, tidak menghargai orang yang ada di sekelilingnya. 
  • Berdeku, yaitu cara duduk dengan kedua belah kaki dilipat ke belakang, posisi kaki di bawah pantat, kedua belah tangan diletakkan di atas paha. Cara duduk semacam ini, biasanya dilakukan padakesempatan upacara. 
  • Istiras, yaitu cara duduk dengan kedua belah kaki setengah dilipat, kedua belah tangan saling berpegangan, yang seolah-olah tergantung di dengkul. Cara duduk semacam ini biasanya dilakukan pada waktu istirahat bersama keluarga, dan tidak pantas apabila berhadapan dengan tamu atau kerabat yang patut dihormati. 
  • Loa-loa, yaitu duduk dengan mengangkat sebelah kaki, sementara jari-jari tangan saling menjepit yang diletakkan di dengul, cara duduk seperti ini sangatlah tidak sopan apabila dilakukan di hadapan orang lain yang pantas dihormati. Para orang tua akan marah, apabila melihat anak-anak duduk seperti ini, kebiasaan duduk seperti ini akan membuat orang jadi pemalas, dengan demikian rezekipun akan sulit didapat. Hal ini disebabkan apabilaorang sudah terbiasa duduk demikian, akan lama bergerak dari tempat duduk, karena duduk seperti ini mempunyai kenikmatan tersendiri. 
E. Makan Minum
Pada orang Betawi, kegiatan makan dan minum dapat dilakukan di meja makan dan gelar tikar, yakni duduk bersama-sama di lantai dengan beralaskan tikar. Makan di meja biasanya dilakukan bila bersama-sama tamu atau kerabat yang sangat dihormati, kalau makan biasanya cukup duduk di atas tikar.

Istri/ibu atau anak perempuan yang sudah dewasa yang mempersiapkan makan, pada keluarga yang mempunyai anak gadis, dianjurkan agar dialah yang mempersiapkan segala sesuatu untuk makan, baik alat makannya, maupun santapannya. Anak gadis dari kecil sudah dididik segala sesuatu yang berhubungan dengan dengan pekerjaan rumah tangga, dari mulai mempersiapkan hingga membereskannya. Dengan demikian dialah yang akan menggantikan peran ibunya dalam rumah tangga, selagi ibunya tidak di rumah atau sebelum ia menikah.

Teori dan Pengertian Kebudayaan (Cultural)

Alat-alat makan yang dipersiapkan terdiri dari; piring, tesi (sendok), kobokan (tempat yang berisi air untuk cuci tangan) dan gelas, setiap alat tersebut tidak ditempatkan menurut cara atau aturan tertentu. Biasanya piring-piring dibiarkan ditumpuk, demikian pula sendoknya, kadang-kadang diletakkan di atas tumpukan piring, kadang pula disamping piring. Kobokan hanya disediakan satu atau dua buah saja, sehingga bila orang yang makan banyak, cuci tangan dilakukan secara bergantian. Ikan dan nasi biasanya disajikan di tengah orang-orang yang makan, sedangkansayur disajikan dengan menggunakan cawan atau piring sayur, peletakan sayur tersebut tidak bersama lauk pauk yang lain, melainkan sudah disajikan di depan tempat duduk masing-masing orang yang akan makan.

Cara duduk, suami berhadapan dengan istri, anak-anak berada di sebelah kanan atau kiri orang tuanya. Istri biasanya duduk dekat nasi diletakkan, hal ini untuk memudahkan si istri menyendok nasi, karena istrilah yang biasa mengambilkan nasi untuk suami dan anak-anak yang masih kecil, sedangkan lauk pauknya anak (anak-anak) mengambilnya masing-masing. Kecuali sayur istri biasanya mengambilkan langsung dari kuali yang masih disimpan di dapur. Setiap orang yang makan akan mendapatkan sepiring sayur, kecuali anak-anak tergantung dari kemauannya. Apabila ada yang ingin tambah sayur, maka istri jugalah yang mengambilkan di dapur, jadi khusus sayur tidak disajikan di tempat makan.

Di saat makan sehari-hari dalam keluarga, tidak ada kata mempersilahkan makan, kalau anak atau istri sudah selesai menyajikan makan, dengan sendirinya suami dan anak-anak sudah berkumpul di tempat makan tersebut. Ada kalanya sebelum makan siap disajikan, orang-orang sudah berkumpul di tempat makan. Kecuali makan bersama tamu atau kerabat, maka biasanya istrilah yang mempersilakan makan. Istri mengambilkan nasi yang diperuntukkan bagi tamu atau kerabat yang lebih tua.

Cara duduk bila makan bersama tamu, tergantung dengan siapa tamu tersebut, laki-laki atau perempuan. Apabila tamu tersebut laki-laki, maka duduk bersebelahan dengan suami, sebaliknya bila tamu tersebut perempuan duduknya dekat istri. Akan tetapi bila tamu itu terdiri dari beberapa orang laki-laki, maka suamilah yang menemani makan, demikian pula halnya bila tamu tersebut terdiri dari beberapa orang perempuan, maka istrilah yang menemani makan, hal inmi dilakukan untuk menghindari supaya tamu tersebut dapat makan dengan leluasa an tidak canggung.




Ketika berlangsung acara makan, anak-anak dilarang sambil berbicara, hal ini untuk menghindari eselak, yaitu masuknya makanan tanpa dikunyah yang menimbulkan batuk-batuk, tetapi bila makan bersama tamu, justru merupakan hal yang mengasikkan apabila makan sampil bercakap-cakap, hingga kadang-kadang tidak terasa lagi sudah berkali-kali nasi ditambah.

Anak-anak tidak selamanya harus makan bersama orang tuanya, kadang-kadang anak dianjurkan makan lebih dulu, sebelum orang tua menyajikan makan, anak-anak tidak boleh mengganggu orang tua yang sedang makan. Makan merupakan salah satu kegiatan untuk menikmati karunia Tuhan, oleh karena itudi saat makan, suasananya betul-betul tenang, sehingga makanan dapat dinikmati sepuas mungkin. Orang tua akan marah bila ditengah makan, ada anaknya yang rewel, yang mengganggu apalagi makan bersama tamu, sedapat mungkin anak yang rewek tersebut dibawa keluar oleh ibunya. Namun tentunya marah tersebut tidak dilakukan di saat makan, karena marah pada waktu makan akan membuat suasana tegang, sehingga makananpun tidak dapat dinikmati. Mengeluarkan bunyi alat-alat makan, misalnya karena piring terantuk dengan piring, atau bunyi sendok yang beradu dengan piring, tidaklah merupakan larangan, asalkan tidak disengaja seperti dianggap mainan. Justru dengan adanya bunyi tersebut meandakan orang di rumah itu sedang makan, sehingga apabila ingin bertamu, orang menjadi tahu diri, tidak mengganggu keluarga yang sedang makan.

Walaupun bukan merupakan larangan, namun bagi orang Betawi tidaklah pantas makan sambil bersendawa. Setiap orang Betawi apabila akan menambah makanan (nasi) tidaklah diperbolehkan menghabiskan nasi yang ada di piring makan, setidak-tidaknya masih ada tersisa sesuap atau sesendok di piring makan, baru nasi ditambah. Kebiasaan ini disebut long-longan, yang berarti tidak ada batasnya, tidakada kenyangnya. Kebiasaan itu berdasarkan anggapan bahwa rezeki harus dicari tanpa henti-hentinya, setiap rezeki yang datang merupakan tambahan rezeki sebelumnya. Dengan kata lain dalam hidup ini, rezeki yang didapat tidak ada habisnya, bahkansebelum rezeki yang bakal datang, rezeki sebelumnya masih tersisa, tidak habis sama sekali. Dengan keyakinan seperti itu, maka orang Betawi tidak mau menyalahi kebiasaan mereka. Setiap orang yang menambah nasi, menggunakan tangan kiri, apabila makan pakai tangan kanan, tetapi apabila makan dengan tesi (sendok), nasi harus diambil dengan tangan kanan, dengan lebih dulu meletakkan sendok secara terbuka di atas piring makan.Cara membukakan sendok di atas piring makan, menandakan masih akan tambah nasi. Dalam kehidupan sehari-hari keluarga Betawi, jarang sekali menggunakan garpun sebagai alat makan, menurut pandangan mereka makan dengan garpu merupakan pengaruh kebudayaan modern, dan tidak pantas makan duduk di atas tikar menggunakan garpu. Makan dengan sendok dan garpu hanya dilakukan pada pesta-pesta, sedangkan bagi orang Betawi, secara tradisional, dalam pestapun jarang dilakukan perjamuan makan, hanya sekedar makanan ringan dan minum teh, nasi dan lauk pauk sudah ditata dalam kotak (besek), yaitu tempat nasi yang dibuat dri bamboo, khusus dipakai pada waktu selamatan atau pesta untuk dibawa pulang ke rumah masing-masing.

Minuman biasanya disajikan oleh ibu/istri sebagai slah satu cara pelayanan seorang istri terhadap suami, bahkan pada kesempatan itu pula istri ikut mendampingi suami sambil membicarakan maslah keluarga. Pisin atau piring kecil sering dijadikan sebagai alat bantu untuk menuangkan air dari gelas, apabila air yang akan diminum masih panas. Bila minum menggunakan pisin, gelas dipegang di tangan kanan, pisin di tangan kiri, air (teh atau kopi) dituang ke dalam pisin, lalu diminum dengan tangan kiri pula. Minuman yang dihirup dari pisin biasanya menimbulkan bunyi, justru di sinilah nikmatnya minum dengan menggunakan alat bantu pisin.

Dalam kesempatan minum ini ada kalanya disertai dengan makanan ringan, seperti goring pisang, ubi atau singkong, terutama pada pagi hari, karena kebiasaan orang Betawi makan pertama sekitar pukul 10.00 – 11.00, jadi makan dan minum pagi itu dianggap sebagai sarapan pagi.

Makan yang kedua kali sekitar pukul 12.00 – 13.00, bagi orang Betawi disebut makan mindo, berarti makan yang kedua kalinya, makan malam dilakukan biasanya menjelang Magrib atau sesudah shalat Magrib.

SUMBER;
https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4590033009607805970#editor/target=post;postID=2507451846163469865;onPublishedMenu=allposts;onClosedMenu=allposts;postNum=0;src=link
Blog, Updated at: 15.41.00

0 komentar:

Posting Komentar