ASIMILASI & AKULTURASI dalam Pembelajaran BUDAYA

Posted By frf on Rabu, 25 Januari 2017 | 15.48.00

Konsep Dasar ASIMILASI & AKULTURASI dalam Pembelajaran BUDAYA
Istilah asimilasi berasal dari kata Latin, assimilare yang berarti “menjadi sama”.[1] Kata tersebut dalam bahasa Inggris adalah assimilation (sedangkan dalam bahasa Indonesia menjadi asimilasi). Dalam bahasa Indonesia, sinonim kata asimilasi adalah pembauran. Asimilasi merupakan proses sosial yang terjadi pada tingkat lanjut.[2] Proses tersebut ditandai dengan adanya upaya-upaya untuk mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat diantara perorangan atau kelompok-kelompok manusia. Bila individu-individu melakukan asimilasi dalam suatu kelompok, berarti budaya individu-individu kelompok itu melebur. Biasanya dalam proses peleburan ini terjadi pertukaran unsur-unsur budaya. Pertukaran tersebut dapat terjadi bila suatu kelompok tertentu menyerap kebudayaan kelompok lainnya.

Ketika istilah asimilasi dan akulturasi digunakan untuk menjelaskan suatu proses sosial yang ada di masyarakat, sering mengalami tumpang tindih. [3]Bahkan terkadang kedua terma ini digunakan untuk mengartikan tentang sesuatu yang sama. Umumnya definisi asimilasi dan akulturasi yang digunakan pada beberapa buku teks pelajaran di Indonesia mengacu pada apa yang dikemukakan Koentjaraningrat dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi (1980). Berikut akan dijelaskan mengenai definisi kedua istilah tersebut:
Asimilasi (assimilation)
Asimilasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses sosial yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama

Dalam pengertian yang berbeda, khususnya berkaitan dengan interaksi antar kebudayaan, asimilasi diartikan sebagai proses sosial yang timbul bila ada:
  1. kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya,
  2. individu-individu sebagai anggota kelompok itu saling bergaul secara langsung dan intensif dalam waktu yang relatif lama,
  3. kebudayaan-kebudayaan dari kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri. Biasanya golongan-golongan yang dimaksud dalam suatu proses asimilasi adalah suatu golongan mayoritas dan beberapa golongan minoritas.
Dalam hal ini, golongan minoritas merubah sifat khas dari unsur kebudayaannya dan menyesuaikannya dengan kebudayaan golongan mayoritas sedemikian rupa sehingga lambat laun kahilangan kepribadian kebudayaannya, dan masuk ke dalam kebudayaan mayoritas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perubahan identitas etnik dan kecenderungan asimilasi dapat terjadi jika ada interaksi antarkelompok yang berbeda, dan jika ada kesadaran masing-masing kelompok.

Jika disepakati bersama, maka beberapa contoh gambar yang sering digunakan untuk menjelaskan konsep asimilasi adalah berikut ini:

Sedangkan contoh yang sering digunakan untuk menjelaskan proses asimilasi yaitu:
A adalah orang Indonesia yang menyukai tarian Bali. Ia berteman baik dengan B yang merupakan orang Amrerika Latin dan bisa tarian tradisionalnya Amerika Latin (Tango). Karena keduanya terus menerus berinteraksi maka terjadilah percampuran budaya yang menghasilkan budaya baru yang merupakan hasil penyatuan tarian Bali dan Tango, tetapi tarian baru tersebut tidak mirip sama sekali dengan tarian Bali atau Tango.

Akulturasi (acculturation)
Akulturasi dapat didefinisikan sebagai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.

Penjelasan dan Pemgertian Akulturasi Menurut John W. Berry

Dalam hal ini terdapat perbedaan antara bagian kebudayaan yang sukar berubah dan terpengaruh oleh unsur-unsur kebudayaan asing (covert culture), dengan bagian kebudayaan yang mudah berubah dan terpengaruh oleh unsur-unsur kebudayaan asing (overt culture). Covert culture misalnya: 1) sistem nilai-nilai budaya, 2) keyakinan-keyakinan keagamaan yang dianggap keramat, 3) beberapa adat yang sudah dipelajari sangat dini dalam proses sosialisasi individu warga masyarakat, dan 4) beberapa adat yang mempunyai fungsi yang terjaring luas dalam masyarakat. Sedangkan overt culture misalnya kebudayaan fisik, seperti alat-alat dan benda-benda yang berguna, tetapi juga ilmu pengetahuan, tata cara, gaya hidup, dan rekreasi yang berguna dan memberi kenyamanan.

Sedangkan beberapa contoh yang sering digunakan untuk menjelaskan proses akulturasi antara lain:
  • Menara kudus, akulturasi antara Islam (fungsinya sebagai masjid) dengan Hindu (ciri fisik menyerupai bangunan pura pada agama Hindu)
  • Wayang, akulturasi kebudayaan Jawa (tokoh wayang: Semar, Gareng, Petruk, Bagong) dengan India (ceritanya diambil dari kitab Ramayana dan Mahabharata)
  • Candi Borobudur, akulturasi antara agama Budha (candi digunakan untuk ibadah umat Budha) dengan masyarakat sekitar daerah Magelang (relief pada dinding candi menggambarkan kehidupan yang terjadi di daerah Magelang dan sekitarnya)
  • Seni kaligrafi, akulturasi kebudayaan Islam (tulisan Arab) dengan kebudayaan Indonesia (bentuk-bentuknya bervariasi)
A. Konsep Akulturasi Budaya Dalam Pembentukan Gaya Arsitektur-Interior
a. Akulturasi 
Menurut Koentjaraningrat (2005), akulturasi merupakan proses sosial yang timbul apabila sekelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing sehingga unsur-unsur asing itu lamban-laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu. Seperti telah diuraikan diatas, suatu unsur kebudayaan tidak pernah didifusikan secara terpisah, melainkan senaNtiasa dalam suatu gabungan atau kompleks yang terpadu.

Dalam pandangan ini terdapat perbedaan antara bagian kebudayaan yang sukar berubah dan terpengaruh oleh unsur unsur kebudayaan asing, dengan bagian kebudayaan yang mudah berubah dan terpengaruh oleh unsur unsur kebudayaan asing. Sistem kebudayaan, seperti: nilai nilai budaya, keyakinan keyakinan keagamaan yang dianggap keramat dan beberapa adat yang sudah dipelajari sangat dini dalam proses sosialisasi individu warga masyarakat serta beberapa adat yang mempunyai fungsi yang terjaring luas dalam masyarakat. Sistem lainnya yang masuk dalam kebudayaan fisik, seperti : alat-alat dan benda-benda yang berguna, ilmu pengetahuan, tata cara, gaya hidup, dan rekreasi yang berguna dan memberi kenyamanan merupakan sistem yang diterapkan dalam masyarakat.

Sejak dahulu kala dalam sejarah kebudayaan manusia ada gerak migrasi, gerak perpindahan dari suku-suku bangsa di muka bumi yang menyebabkan pertemuan antara kelompok-kelompok manusia dengan kebudayaan yang berbeda-beda dan sebagai akibatnya individu-individu dalam kebudayaan itu di hadapkan dengan kebudayaan asing.Koentjaraningrat (1990).

Menurut Salura (2010), percampuran budaya tentu mempunyai akibat pada bidang arsitektur yang sering digunakan adalah istilah akulturasi arsitektur. Kata akulturasi pertama kali muncul dalam percakapan Plato sekitar abad 4BC. Kata ini dihubungkan dengan kecenderungan manusia untuk meniru orang lain yang ditemui dalam perjalanan, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing ini lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Melihat dari beberapa definisi dapat diperoleh kesimpulan bahwa akulturasi merupakan sebuah proses sosial dimana dua atau lebih kebudayaan bertemu dan saling memengaruhi satu sama lain tanpa menghilangkan identitas satu sama lain. Dalam pandangan arsitektur, akulturasi merupakan sebuah wujud percampuran kebudayaan yang tercermin dan dapat terilihat dari wujud bangunan sebagai bentuk dari kebudayaan yang terdapat pada suatu daerah, dengan tidak menghilangkan kepribadian dari budaya lokal maupun budaya pendatangnya.

b. Gaya Dalam Arsitektur
Gaya atau langgam arsitektur adalah prinsip-prinsip yang mendasari perwujudansebuah bentukan bangunan. Sebuah gaya dapat mencakup unsur-unsur seperti bentuk, metode konstruksi, bahan, dan karakter daerah. Kebanyakan arsitektur dapat diklasifikasikan sebagai kronologi gaya yang berubah dari waktu ke waktu, hal ini mencerminkan perubahan mode atau munculnya ide-ide dan teknologi baru, sehingga muncul gaya baru dari sebelumnya.

The new regulated form also presents a new meaning and symbol, as Mangunwijaya (1988) stated “although building is a not a living creature, it has its own soul”. The meaning of modern architecture building differs form the traditional one. We cannot interpret modern architecture building with similar background of traditional building. It should use new approach of interpretation. Modern architecture in Western countries is commonly known by its simplicity. Different from that, modern Indonesian architecture is needed to understand by the cultural setting of the changing process. Indonesian modern architecture is an acculturation product, which creates new meaning and in some cases has no meaning at all. From this point of view, Indonesian modern architecture should be justified. For example (figure below), shown a mix-culture house as an expression of particular social strata during the modern time, with less concern of basic principal and meaning of traditional form.

Daftar Pustaka
  • D. Hendropuspito. 1989. Sosiologi Semantik. Yogyakarta: Kanisius. Hal: 233.
  • Paul B. Horton Chester L. Hunt. 1990. Sosiologi, terj. Aminuddin Ram edisi IV. Jakarta: Erlangga. Hal: 625.
  • Koentjaraningrat. (1990). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
[1] D. Hendropuspito. 1989. Sosiologi Semantik. Yogyakarta: Kanisius. Hal: 233.
[2] Paul B. Horton Chester L. Hunt. 1990. Sosiologi, terj. Aminuddin Ram edisi IV. Jakarta: Erlangga. Hal: 625.
[3] Para ahli sosiologi sering menggunakan istilah asimilasi (assimilation). Sementara itu, para ahli antropologi sering menggunakan istilah akulturasi (acculturation) yang mana pengertiannya menjadi lebih sempit. Tetapi secara umum pengertiannya tampak konsisten
[4] Mesjid Menara Kudus (disebut juga dengan Masjid Al Manar ("Mesjid Menara", nama resmi: Masjid Al Aqsa Manarat Qudus; ID masjid: 01.5.14.19.02.000001[1]) adalah masjid kuno yang dibangun oleh Sunan Kudus sejak tahun 1549 Masehi (956 Hijriah). Lokasi saat ini berada di Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah
Blog, Updated at: 15.48.00

0 komentar:

Posting Komentar