PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS CERITA FIKSI

Posted By frf on Minggu, 25 Desember 2016 | 04.05.00

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS CERITA FIKSI 
DALAM BAHASA INGGRIS PADA GURU BAHASA INGGRIS 
ABSTRAK
Pengabdian masyarakat ini bertujuan untuk (1) meningkatkan keterampilan guru menulis cerita fiksi dalam Bahasa Inggris, (2) meningkatkan kemampuan mengapresiasi cerita dalam Bahasa Inggris sebagai bahan pengajaran di sekolah bagi guru-guru SMU se-Kota Yogyakarta.

Peserta kegiatan ini adalah guru-guru SMU se-Kota Yogyakarta. Jumlah peserta yag ditargetkan adalah 25 guru, namun saat pendaftaran banyak guru yang belum pernah mengikuti kegiatan sejenis, sehingga peserta menjadi 28 guru. Kegiatan ini terselenggara atas kejasama SMU Negeri 9 Yogyakarta dan MGMP mata pelajaran Bahasa Inggris se-Kota Yogyakarta. Metode yang digunakan dalam pengabdian ini adalah lokakarya pembinaan, dan pelatihan menulis karya fiksi dan teknik mengapresiasi cerita sebagai bahan pembelajaran di sekolah. 

Hasil yang diperoleh dalam pengabdian ini adalah: (1) menulis cerita fiksi sangat efektif untuk melatih meningkatkan kemampuan berbahasa seseorang sekaligus sebagai media pembelajaran di sekolah (2) apresiasi terhadap karya sastra merupakan sarana efektif untuk penanamam budi pekerti, moral, budaya, dan pendidikan bagi seseorang (3) penulisan karya fiksi merupakan proses yang perlu dilatih dan ditekuni, karena ide dan gagasan yang disampaikan agar tepat pada sasaran/peserta didik (4) guru-guru bahasa Inggris di wilayah kota Yogyakarta masih perlu diadakan pelatihan penulisan karya fiksi dan aplikasinya dalam pembelajaran di sekolah.
Kata kunci: menulis fiksi, keterampilan, apresiasi, proses pembelajaran

ABSTRACT
The objective of this social dedication are to (1) improve the teachers writing fiction skill in English, (2) to improve story apretiation ability in English as a material of teaching for SMU teachers in Yogyakarta.

The participant of this program are the teachers of SMU in Yogyakarta. This program is administered for twenty five teachers, but it is participated by twenty eigh teachers this program is conducted by SMU in Yogyakarta and MGMP of English teachers in Yogyakarta, this social dedication was in the front of workshop and training social of writing fiction and teknik appreciating the story as the material for teaching and learning process at school. 

The product of this social dedication are (1) writing fiction is afective train for improving ones language skill as a media of teaching learning process at school, (2) appreciation at literature as an affective media to educated moral, culture, to some one, (3) writing fiction is important to be trained and to get more intentions for student, (4) English teachers in Yogyakarta still need a training of writing fiction and its application in the teaching and learning prosess at school.
Key word: writing fiction, skill, appreciation, learning process

A. Pendahuluan
Pelajaran Bahasa Inggris adalah pelajaran yang wajib di Sekolah Menengah Atas. Materi yang diajarkan sebagian besar mencakup tata bahasa dan menulis dalam bahasa Inggris. Bahkan ada beberapa sekolah yang menggunakan bahasa Inggris untuk percakapan sehari-hari di kalangan siswa dan gurunya. Salah satunya adalah pada guru bahasa Inggris di lingkungan SMA Kota Yogyakarta. Kemampuan berbahasa Inggris ini hendaknya didukung oleh suatu keterampilan yang mendukung guru dan siswa untuk hidup mandiri sesuai dengan tujuan pendidikan menengah (Puskur Balitbang Depdiknas, 2006).

Tujuan dari pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup mandiri dan megikuti pendidikan lebih lanjut. Bahasa Inggris menjadi salah satu bahan penting dan berpengaruh terhadap kemampuan guru dalam berkomuikasi. Melalui pengajaran bahasa Inggris, guru harus menguasai pengetahuan formal bahasa, baik yang terkait dengan pengetahuan kaidah bahasa, proses berbahasa, maupun keterampilan berbahasa. Keterampilan berbahasa meliputi empat macam yaitu listening, speaking, reading dan writing. Akan tetapi, yang menjadi kajian di sini adalah pada keterampilan writing. 

Writing merupakan keterampilan berbahasa yang bertujuan untuk mengungkapkan ide, gagasan, serta perasaan secara tertulis. Dengan menulis guru akan mengalami proses berpikir untuk mengungkapkan ide dan gagasannya secara luas atau divergen thingking. Proses writing sangat terkait hubungannya dengan faktor pengembangan berpikir bebas, berdasarkan pengalaman yang mendasarinya. Dimana pengalaman tersebut dapat diperoleh melalui reading, listening dan diskusi.

Tujuan dan manfaat pembelajaran tersebut di atas tidak secara bersamaan dapat dicapai, tetapi satu per satu mana yang menjadi prioritas dan tujuan yang ingin dicapai. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan wawasan yang fokus pada fungsi mata pelajaran Bahasa Inggris sebagai sarana pengembangan writing story. Dimana untuk mengembangkan penalaran, guru dituntut untuk mampu menulis dalam bahasa Inggris sebagai sarana mengungkapkan gagasan secara tertulis dalam wujut cerita. Nantinya diharapkan guru setelah membaca ini dapat mengajarkan pada siswanya. 

Dalam menulis cerita, pertama diawali dengan mempelajari teori dan contoh cerita fiksi yang ada di Indonesia. Setelah itu, para guru diberikan pelatihan dan pembinaan menulis cerita fiksi dalam Bahasa Inggris. Tahapan-tahapan dalam penulisan cerita Bahasa Inggris akan dijelaskan dalam pembahasan berikutnya.

Salah satu bentuk keterampilan yang dapat dikembangkan oleh para guru Bahasa Inggris SMA adalah menulis cerita dalam bahasa Inggris. Keterampilan penulisan cerita sudah dilakukan oleh sebagian guru, tetapi tulisan tersebut hanya sebatas contoh saat pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, kegiatan ini bertujuan untuk membekali guru menulis cerita fiksi dalam Bahasa Inggris sebagai bahan pembelajaran di sekolah masing-masing.

Program ini bermaksud untuk meningkatkan keterampilan kemampuan menulis cerita fiksi dalam Bahasa Inggris pada guru bahasa Inggris di SMA se-Kota Yogyakarta. Harapan dari kegiatan ini agar guru dapat menulis cerita fiksi dan menerapkannya sebagai sumber pembelajaran di sekolah, sehingga para siswa akan mendapatkan pembelajaran menulis cerita dalam Bahasa Inggris. Hal itu untuk mengarahkan guru pada suatu keterampilan untuk hidup mandiri yaitu menggunakan bahasa Inggris untuk menulis cerita fiksi. Selain kemampuan guru menulis cerita dalam bahasa Inggris, nantinya siswa secara tidak langsung akan mampu menulis cerita fiksi dalam bahasa Inggris saat pembelajaran di sekolah. 

Berdasarkan hasil pengamatan bahwa masalah yang dihadapi di lapangan maka rumusan masalah dalam program kegiatan ini adalah (1) bagaimanakah cara meningkatkan kemampuan menulis cerita fiksi berbahasa Inggris guru-guru SMA se-Kota Yogyakarta? (2) bagaimana meningkatkan apresiasi cerita fiksi pada guru untuk pembelajaran di sekolah?

Dengan kemampuan keterampilan menulis cerita dan mengapresiasinya, maka guru akan dapat mandiri untuk menulis cerita dalam bahasa Inggris. Guru diharapkan mampu menulis dan memahami/mengapresiasi cerita fiksi. Keberhasilan guru nantinya akan berpengaruh terhadap perkembangan yang sangat berharga bagi dirinya dan menunjang proses pengajaran di sekolah masing-masing. Dengan demikian guru akan terbiasa melatih diri untuk menulis sehingga akan berkembang dengan sendirinya kemampuan berbahasanya.

B. Tinjauan Pustaka
1. Deskripsi Kemampuan Menulis
Kemampuan menulis adalah bagian bahasa yang berupa tulis menulis dalam rangka menyampaikan/mengungkapkan gagasan terhadap pembaca (Fajri, 2005). Tujuan menulis (writing) yaitu:
  1. menyampaikan pokok pikiran atau gagasan pada pembaca;
  2. menyampaikan informasi tentang suatu cerita kepada pembaca;
  3. memberikan hiburan kepada pembaca; dan
  4. mempengaruhi atau mengajak pembaca melalui tulisannya.
Berdasarkan tujuannya, menulis dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu tulisan ilmiah dan nonilmiah (fiksi). Sedangkan, dalam proposal ini akan difokuskan pada upaya untuk meningkakan kemampuan menulis cerita fiksi (nonilmiah). Bentuk tulisan nonilmiah bahasanya tidak baku dan mungkin berupa campuran antara fiksi (khayalan) dan cerita biasa. Sifatnya kadang-kadang logis dan terkadang tidak logis.

Tulisan cerita narasi adalah paparan cerita yang bersifat fiktif (khayalan) atau berupa pengalaman sendiri yang pernah dialami. Di dalam cerita narasi biasanya terdapat cerita yang berkesinambungan. Disajikan dalam gambaran yang jelas antar tokoh-tokoh (lakon), jalan cerita dan tempat peristiwa secara utuh. Dengan demikian, seolah-olah pembaca mengalami secara langsung peristiwa yang disampaikan oleh penulis melalui bacaan (Fajri, 2005: 952)

FENOMENA SASTRA INDONESIA MUTHAKHIR
https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4590033009607805970#editor/target=post;postID=3647052719405741820;onPublishedMenu=allposts;onClosedMenu=allposts;postNum=93;src=link

Menurut Hernowo (2003: 38), menyatakan bahwa menulis tentang pikiran dan perasaan terdalam tentang suatu kejadian atau pengalaman akan menghasilkan suasana hati yang lebih baik padangan yang positif, dan kesehatan yang lebih baik. Oleh karena itu, kegiatan ini nantinya akan memberikan latihan kepada guru bahasa Inggris di SMU se-kota Yogyakarta untuk menulis cerita fiksi (narasi) dengan menggunakan bahasa Inggris. Dalam proses menulis cerita fiksi dalam bahasa inggris tentunya tidak secara langsung, tetapi di awal akan dijelaskan secara teoritik mengenai struktur bahasa, isi, dan bentuk dalam buku English Skills (Langan, 1994). 

2. Menulis Cerita Fiksi
Untuk memulai menulis sebuah cerita, antara penulis yang satu dengan penulis yang lain dengan teknik yang berbeda. Saat memulai menulis cerita fiksi biarlah hal ini menjadi tugas yang terus berlaku, cari tahu berapa banyak yang perlu anda ketahui tentang bahan buku untuk cerita. Jika ternyata sunguh-sungguh dalam menceritakan berbagai kejadian dengan benar-benar berdasarkan ingatan, tanpa berkeinginan mereka-reka sesuatu, bahkan tidak ingin melebih-lebihkan dan memperindah atau merinci, maka tulisan tersebut adalah cerita nonfiksi. Akan tetapi, jika tulisannya berlawanan dengan hal di atas, maka tulisan tersebut adalah cerita fiksi (Hernowo, 2003).

Cerita fiksi mirip dengan dusta atau rekaan. Kita memulainya dengan sesuatu yang nyata, tetapi untuk tujuan tertentu (agar tidak ditangkap, menipu, mendapatkan uang) kita mengubah paling sedikit satu unsur penting dalam cerita itu. Dengan kemampuan kita menulis cerita fiksi secara bebas akan menjadikan kita berpikir tanpa batas. Hal ini sangat baik sebagai sarana mengungkapakan ide-ide yang ada pada penulis seingga terangkai menjadi cerita yang utuh. 

3. Manfaat Menulis Cerita bagi Guru
Definisi teknik menulis cerita fiksi di atas, sungguh sangat penting bagi kita untuk mampu menulis cerita sebagai media mengungkapkan ide-ide, kritikan, permohonan, pesan moral dan nilai-nilai pendidikan. Terlebih kita berkecimpung di dalam dunia pendidikan, untuk menyampaikan pesan-pesan di atas kita bisa melakukan melalui cerita yang kita tulis. 

Berdasarkan fenomena tersebut, maka sangat penting untuk mengadakan pelatihan menulis cerita fiksi pada guru-guru SMA, sehingga dapat diterapkan di sekolah masing-masing. Untuk lebih mampu bersaing di dunia global, kita akan menggunakan Bahasa Inggris sebagai sarana untuk menulis cerita fiksi tersebut. Kemampuan guru menulis cerita yang baik dalam Bahasa Inggris, akan menjadikan contoh bagi siswa untuk mengembangkan bakatnya dalam menulis certa fiksi dengan menggunakan Bahasa Inggris, sehingga mampu bersaing dalam dunia global saat ini.

C. Pembahasan
1. The teaching and learning or teenager literature in high school
Sistem pendidikan formal di Indonesia menempatkan guru pada posisi yang penting, guru adalah ujung tombak di kelas. Agar hubungan langsung antara pembaca/siswa dan karya fiksi tidak terganggu, guru harus bertindak searif-arifnya. Menurut Damono, (2002: 1) guru harus menanamkan sikap senang pada karya fiksi karena selama ini siswa selalu merasa digurui atau bahkan dibebani membaca karya fiksi. Guru pun tidak diperkenankan memaksa anak didiknya menuruti tafsiran yang tunggal, yang diyakini oleh guru. Dalam meningkatkan apresiasi terhadap sastra guru jangan selalu mendekte siswa. Guru harus selau terbuka sehingga akan meningkatkan dan mengembangkan pemikiran siswa lebih luas. 

Guru sebaiknya bersikap sebagai seorang yang menunjukkan berbagai cara menulis karya sastra, membaca karya sastra, dan mengajak membaca karya sastra sebanyak-banyaknya. Dengan pengalaman yang lebih, guru dapat memahami dan menghayati karya sastra itu tanpa maksud untuk memaksakan kepada siswa. Guru sastra harus selalu ingat bahwa ia bukan guru budi pekerti atau guru agama; guru sastra hanya bertugas memotivasi menulis dan mengapresiasi karya sastra. 

Proses penulisan cerita fiksi sebagai media pembelajaran perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut. Kegiatan guru sebelum proses menulis yaitu melihat isi dan ide tulisan melalui observasi, brainstorming dan mendramatisasikan. Kedua ialah proses pengembangan dengan alur atau stuktur yang runtut. Komponen yang diungkap meliputi alasan, contoh, kronologi, kejadian, tokoh, dan kejadian perlu disugguhkan dalam tahap ini. Guru benar-benar diuji pengetahuan, pengalaman, dan kearifannya. Ia membicarakan karya fiksi satu demi satu, tidak secara umum, tetapi dituntut untuk menguasai teks-teks karya fiksi secara umum, mengetahui khasanah sastra secara luas. Kemudian saat kegiatan menulis karya fiksi sebagai media pembelajaran dapat dicermati dari retorika, bahasa, dan estetika. Untuk kegiatan setelah menulis ialah revisi, editing dan publishing

2. Motivasi teknik menulis cerita fiksi
Upaya untuk menumbuhkan kecerdasan, sosial dan moral/perilaku dalam pembelajaran dapat ditempuh dalam berbagai cara, salah satunya yaitu melalui karya fiksi (cerpen). Cerita fiksi merupakan salah satu media yang efektif untuk mendidik, menyalurkan bakat dan menghibur. Cerita fiksi dapat digunakan Guru sebagai bahan pembelajaran untuk menyampaikan pesan yang sifatnya unik dan menghibur. Ada empat hal yang perlu diperhatikan untuk memulai menulis cerita fiksi, sebagai berikut.

Pertama, mengenali karakteristik pembaca. Artinya, pengarang dalam menuangkan ide kreativitasnya didorong untuk menciptakan sesuatu yang baru, tujuannya agar karya tersebut dapat diterima oleh masyarakat pembaca. Dengan demikian, masyarakat pembaca merupakan unsur yang tidak secara langsung juga ikut menentukan perubahan unsur pembangun cerpen. Kaitan antara perubahan tersebut dengan kreativitas pengarang dan pembaca terkait pada perkembangan cerpen. Kecenderungan tersebut pada modus penulisan cerpen disesuaikan dengan penulisan media massa. Akhirnya, modus penulisan cerpen bergeser sebagai media hiburan, media informasi, dan sarana kontrol sosial.

Kedua, bahasanya mudah dimengerti oleh pembaca. Meskipun pilihan kata dan kalimatnya bermakna konotasi sebaiknya disesuaikan dengan masyarakat pembaca. Jika cerita yang ditulis untuk materi pembelajaran, guru harus mampu memilih kata yang akrab digunakan oleh siswa. Isu-isu di kalangan siswa dapat kita jadikan bahan untuk mengembangkan cerita agar lebih variatif dan menarik. Meskipun bahasa yang digunakan penulis menyesuaikan masyarakat pembaca, tetapi pesan dan nilai-nilai di dalam cerita harus tetap dijaga keutuhannya. 

Ketiga, ada pesan yang disampaikan, yaitu unsur-unsur pembangun cerpen tidak bersifat mutlak, tetapi bersifat relatif. Unsur-unsur tersebut berkembang dan mengalami perubahan. Perubahan tersebut disebabkan karena konsekuensi cerpen sebagai bagian dari dunia sastra bahwa dalam dunia sastra selalu saja ada yang melenceng dari kriteria yang definitif, selalu terbuka kemungkinan untuk menjadi sesuatu yang baru (Atmowiloto, 1981: 23). 

Keempat, ceritanya menarik dan menghibur, artinya cerpen menjadi semacam kebutuhan, di samping sebagai hiburan, cerpen juga mengemban misi kritik sosial. Sejalan dengan fungsi media alat kontrol sosial dalam masyarakat/pembacanya. Keterkaitan cerpen dengan masyarakat berhubungan dengan kenyataan bahwa sumber materi cerpen adalah realita yang hidup dalam masyarakat. Tidak dapat disangkal bahwa tema, tokoh, penokohan, dan jalan cerita dalam cerpen merefleksikan keadaan masyarakat. Perbedaan cara merefleksikan keadaan masyarakat mungkin saja terjadi karena kenyataan dalam karya sastra merupakan hasil refleksi imajinatif pengarang, walaupun tidak bisa juga ditolak bahwa realitas ada di dalamnya. Pendapat tersebut mengandung pengertian bahwa ungkapan perasaan yang diangkat dalam cerpen terkait dengan kondisi emosional dan rasional masyarakat. 

3. The values, strategies and steps of writing
Sesudah mempelajari strategi menulis ada tiga tahap penting untuk menghasilkan tulisan yang baik. Tiga tahap tersebut yakni preparation (pendahuluan), prewriting (pramenulis)/menulis, dan editing. Dalam subbab ini difokuskan pada proses editing sebagai langkah akhir menulis. Terdapat empat elemen penting dalam proses editing tulisan, yakni namely, unity, coherence, support and sentence skill. 

The component of sentence skill that must be observed during the editing proses are grmmar, mechanics, punctuation, and word use. Grmmar consists of structural construction such as subject and verbs, fragment, run ons, regular and regular verbs, subject verbsagreement and the like. Mechanics include the manuscript form, capitall leters and numbers and abbreviation. Apostrophe, quotation marks, comma, and other punctuation mark are thinks to lookinto in the punctuation component. Last but not least, word use comprise spelling improvement, commonly convused words, effectif word choice, editing test and ESL pointers. This papper will focus on the grammar section.(1) Subject and Ver, (2) Run-Ons, (3)Regular and irregular Verbs, (4) Subjek-verb Agrement.

4. Latihan Menulis cerita fiksi untuk pembelajaran 
a. Menemukan Ide cerita
Beberapa pengarang pemula terkadang terhambat dalam menemukan ide cerita. Untuk memperkaya ide yang akan ditulis kita dapat melakukannya dengan berbagai cara. Pertama, mencermati fakta atau relita yang terjadi di sekitar kita dengan melakukan pengamatan dan observasi terhadap masalah yang ada. Cara tersebut di atas dapat dilakukan dengan banyak membaca buku-buku atau download materi dari internet untuk memperkaya pengetahuan kita. Kedua, melakukan kreasi dan imajinasi dengan mengolah dan mengkritisi fakta atau relita yang ada. Oleh karena itu, penting sekali menentukan ide cerita yang kita ketahui dan sering kita temui di sekitar kita.

Menurut Steven James (dalam Liliani: 2007) memberikan resep LIFE untuk mengeksplorasi ide. L- untuk Literatur (memperkaya bacaan), I- Imagination (memperkaya imajinasi), F- Folklore (mengolah kembali cerita rakyat), dan E- Experience (memanfaatkan pengalaman). Penulis cerita dapat menemukan ide dari berbagai hal sudut pandang. Dapat juga dapat dimulai dengan memanfaatkan cerita rakyat, wayang, kethoprak untuk diolah atau dikemas kembali menjadi lebih menarik.

b. Mengembangkan ide cerita
Dalam keterampilan menulis atau membaca saat akan memulai mengembangkan ide dapat kita gagas dalam beberapa pertanyaan. Pertanyaan pertama dapat dimulai dari kata what (apa latar belakangnya, konfliknya, apa yang ingin disampaikan dll). Pertanyaan kedua dengan kata who (siapa tokohnya, pemain dalam cerita, pembacanya). Ketiga when (kapan kejadiannya, dibaca). Keempat Where (dimana settingnya). Kelima why (mengapa terjadi masalah/penyebab masalah). Keenam, how (bagaimana tindaklanjutnya, pengaruhnya, kesesuaiannya dan kemenarikannya).

c. Membuat cerita menarik
Cerita dikatakan menarik jika dapat meninggalkan kesan pada pembacanya. Ada beberapa unsur utuk mengembangkan cerita menjadi menarik. Pertama, pilihlah tema yang sesuai dengan sasaran pembaca. Jika pembaca itu remaja, maka pilihlah tema yang sesuai dengan usia, pola hidup atau gaya mereka. Kedua, pembentukan karakter bulat pada tokoh cerita. Artinya tokoh dapat menyampaikan karakter khusus yang dapat berdampak pada pembaca. Ketiga, konflik sebaiknya di kemas secara menarik dan tidak berlebihan. Setiap konflik yang disajikan dalam cerita, sebaiknya diikuti dengan pesan/informasi untuk pembaca. Diharapkan pembaca setelah membaca dapat mengambil hikmah positif dari konflik di dalam cerita tersebut. Keempat, ending atau klimaks cerita disajikan tanpa disadari oleh pembaca. Seorang pembaca yang kritis biasanya akan meramalkan sendiri ending dari cerita yang dibaca, untuk itu pengarang harus mampu menghadirkan sesuatu yang berbeda di luar perkiraan pembaca. 

5. Latihan dan diskusi teknik mengapresiasi cerita fiksi 
Latihan menulis cerita fiksi dilakukan sesuai dengan langkah-langkah menulis yang telah disamapaikan. Pada tahap preparation guru berlatih menggali ide untuk menentukan tema cerita yang akan ditulis. Ada beberapa teknik yang dilakukan, antara lain ada yang membaca buku cerita, berimajinasi, kartu mimpi, interpretasi alam dan gambar. Masing-masing peserta menuliskan beberapa ide, kemudian dipilih ide yang paling manarik dan baik untuk dikembangkan. 

Tahap berikutnya adalah pramenulis. Pada tahap ini, peserta melakukan penulisan terhadap ide yang diperoleh seluas-luasnya. Ide-ide tersebut dikembangkan dalam bentuk mind mapping atau draf untuk memudahkan proses menulis. Setelah itu proses penulisan dilakukan. Peserta menuangkan ide dan mengembangkannya berdasarkan pemetaan pikiran yang telah dilakukan pada tahap pramenulis. Pada tahap ini biasanya peserta mengalami kesulitan dalam mengembangkan cerita. Oleh karena itu, peserta dapat menerapkan teori 5W dan 1H untuk mengembangkan cerita. 

Proses terakhir ialah editing. Editing dilakukan pada kemampuan tulisan bahasa Inggrisnya. Tahapan dapat diamati dari namely, unity, coherence, support and sentence skill. This papper will focus on the grammar section to Subject and Verb, Run-Ons, Regular and irregular Verbs, Subjek-verb Agrement.

D. Simpulan dan Saran
Berdasarkan kegiatan pengabdian yang telah dilakukan, dapat ditarik beberapa simpulan, antara lain:
  1. Menulis cerita fiksi sangat efektif untuk melatih meningkatkan kemampuan berbahasa seseorang sekaligus sebagai media pembelajaran di sekolah
  2. Apresiasi terhadap karya sastra merupakan sarana efektif untuk penanamam budi pekerti, moral, budaya, dan pendidikan bagi seseorang
  3. Penulisan karya fiksi merupakan proses yang perlu dilatih dan ditekuni, karena ide dan gagasan yang disampaikan agar tepat pada sasaran/peserta didik
  4. Guru-guru bahasa Inggris di wilayah kota Yogyakarta masih perlu diadakan pelatihan penulisan karya fiksi dan aplikasinya dalam pembelajaran di sekolah. Workshop yang dilaksanakan selama tiga kali pertemuan masih kurang maksimal.
Saran dari kegiatan pengabdian ini adalah sebagai berikut.
  1. Pelatihan penulisan karya fiksi (cerpen) berbahasa Inggris sangat bermanfaat sebagai media meningkatkan kemampuan menulis dan berbahasa bagi guru. Oleh karena itu, sebaiknya pelatihan ini tidak hanya untuk guru, siswa pun perlu dilatih untuk menulis dan mengapresiasi cerita fiksi.
  2. Kegiatan ini sangat baik jika dilakukan dengan kerjasama antarintasi sebagai bagian pengembangan akativitas menulis cerita fiksi dan apresiasi di lembaga pendidikan.
E. Daftar Pustaka
Damono, Sapardi Djoko. 1978. Sosiologi Sastra Sebuah pengantar. Jakarta. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
_______.2002. Beberapa Catatan Tentang New Criticism. Lembaga Penelitian Universitas Indonesia. 
Hernowo. 2003. Quantum Writing. Yogyakarta: MLC
_______. 2003. Quantum Reading. Yogyakarta: MLC
Hariwijaya. 2006. Pedoman Teknis Penulisan Karya Ilmiah. Yogyakarta: Citra Pustaka.
Langan, J. 1994. English Skills. London: Mc. Graw Hill.
Liliani, Else.2007. Penulisan Cerita Anak dan Dongeng. Laporan PPM. Universitas Negeri Yogakarta.
Nurgiyantoro, Burhan. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada Press.
Zul, Fajri E. 2006. Kamus Lengkap Berbahasa Indonesia. Yogyakarta: Difa Publisher.
Blog, Updated at: 04.05.00

0 komentar:

Posting Komentar