MAKALAH PENGANGGURAN INTELEKTUAL

Posted By frf on Jumat, 23 Desember 2016 | 03.35.00

BANYAKNYA PENGANGGURAN INTELEKTUAL
A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL
Melihat realita dari tahun ke tahun pada saat ini ternyata masih banyak lulusan-lulusan mahasiswa ataukah dari kalangan intelektual yang masih jadi pengangguran. Kami ingin mencari apa penyebab dari semua itu, apakah dari sistem pendidikan yang ada, ataukan dari individu setiap mahasiswa. apakah di dalam pekerjaan membutuhkan sesuatu di luar bidang akademik yang kita tekuni dalam bidang perkuliahan dan dalam makalah ini kami telah mendapatkan topik “ kemiskinan dalam bidang pendidikan “ dan dari hasil diskusi kami juga telah mendapatkan judul “ banyaknya pengangguran di kalangan intelektual “ berdasarkan hasil diskusi kami alasan kami memilih topik dan judul dari makalah kami ini adalah karena kita melihat apa yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari kita. Mungkin sudah ada orang-orang yang telah mengangkat seperti apa yang kami ingin sampaikan dalam makalah kami, tapi setiap orang punya teori dan perspektif berbeda-beda. Dan kami juga ingin dengan jadinya makalah ini bisa merubah pola pikir dari mahasiswa-mahasiwa sekarang, agar saat menjadi sarjana tidak susah-susah lagi dalam mencari pekerjaan. Misalnya saja sekarang, banyak mahasiswa yang ber IPK tinggi namun masih banyak juga pengangguran-pengangguran yang tidak mendapat pekerjaan dan ironisnya mayoritas dari kalangan intelektual. dan alasan kami juga tidak jauh dari bagaimana cara agar kami bisa merubah pola pikir dari mahasiswa-mahasiswa sekarang yang masih banyak lebih mementingkan nilai baik. Padahal nantinya itu semua nantinya tidak terlalu menjadi syarat utama dalam pekerjaan. Semoga dengan adanya makalah ini bisa memberikan gambaran yang semestinya apa yang harus di lakukan oleh setiap individu dari mahasiswa itu sendiri.

Alasan lain juga kami melihat masih banyaknya mahasiswa yang kurang komunikasi dengan pihak-pihak luar berinteraksi dalam masyrakat, atau paing tidak pengalaman mencari rekan kerja ( link ). Kebanyakan mereka mengikuti sistem yang ada di dalam bidanag akademik,disuruh belajar dengan buku, jadi kurangnya skill untuk membuat relasi-relasi dengan orang lain.padahal itu semua nantinya akan sangat membantu dalam mencari pekerjaan, apalagi kita yang mahasiswa di jurusan sosial yang lebih banyak harus berinteraksi di dalam masyarakat, kami mengangkat tema ini karena melihat ternyata banyak orang-orang hebat dan kaya ternyata tidak sepenuhnya mendapatkan keahliannya dari bidang akademik melainkan lebih banyak dari turun langsung ke masyarakat dan mengetahui apa fakta yang sebenarnya yang terjadi di dalam masyarakat, akan tetapi itu semua tidak akan bisa terjadi kalau dari individu setiap mahasiswanya yang tidak mau merubahnya. Karena dengan dia sendiri yang merubah pola pikirnya, maka nantinya dia akan mendapatkan juga hasil yang inginkan.karena hidup bermasyarakat juga butuh banyak ilmu-ilmu yang langsung di praktekan dalma masyarakat,tidak hanya ilmu-ilmu dari akademik. Jadi bagaimanalah nantinya mahasiswa akan memilih jalan yang mereka inginkan untuk mendapatkan hasil yang telah mereka usahakan sendiri.karena kita tahu sendiri kalangan mahasiswa adalah kalangan di mana manusia yang ingin bebas berpendapat dan tidak mau di halangi dengan apapun, sehingga banyak cara untuk tujuan mereka masing-masing tinggal bagaimana mereka menjalani saja.

B. Latar belakang pemilihan judul
Pada Penelitian MPS ini, kelompok kami sepakat untuk mengambil judul “ banyaknya pengangguran di kalangan intelektual “. Latar belakang kami memilih judul tersebut berdasarkan pada issue penting yang ada serta fakta-fakta yang ada pada kehidupan sehari-hari kita. Pengangguran merupakan masalah sosial yang kerap menimbulkan banyak masalah di masyarakat. Angka pengangguran yang terus bertambah dari tahun ke tahun, baik disebabkan oleh kurangnya mutu pendidikan di sebagian wilayah di Indonesia maupun yang disebabkan oleh lonjakan penduduk yang luar biasa. Namun sekarang timbul varian pengangguran baru, yaitu pengangguran dari kalangan intelektual. Masyarakat yang sejak dulu menganggap bahwa pendidikan tinggi sebagai gerbang kesuksesan, kini mulai berpendapat lain. Pasalnya banyak ditemukan orang-orang berpendidikan tinggi yang belum memiliki pekerjaan. Pada data hasil survei angkatan kerja nasional BPS Februari 2007 mencatat pengangguran 10,5 juta (9,75%). Sedangkan, pengangguran intelektual tercatat 740.206 orang atau 7,02%.[1]

Dari perubahan pandangan masyarakat serta dampak negative yang besar dari pengangguran tersebut. Maka kelompok kami berusaha untuk mencari tahu faktor-faktor penyebab serta solusi terbaik dalam masalah ini. Pandangan masyarakat yang berubah tentang orang-orang intelektual yang dianggap bernasib baik, sekarang telah berubah. Sekarang mereka beranggapan untuk apa sekolah sampai jenjang perguruan tinggi kalau akhirnya tidak mendapatkan pekerjaan. Hal ini yang sebenarnya harus diubah dari masyarakat, agar tidak timbul masalah baru. Sebenarnya banyak faktor yang menyebabkan hal ini, diantaranya penyaringan tenaga kerja yang tidak kompetitif, sehingga orang-orang yang benar-benar memiliki kemampuan dalam bidangnya justru tidak mendapatkan lapangan pekrjaan. Selain itu, masyarakat Indonesia cenderung takut untuk memulai hal baru seperti membuka lapangan kerja baru, ini disebabkan oleh paradigma masyarakat yang beranggapan membuat lapangan kerja merupakan hal yang sulit, serta sifat yang tertanam akibat dari jaman penjajahan yaitu selalu menuruti perintah orang lain yang berkuasa. Dampak pengangguran intelektual juga harus difikirkan, karena selalu bertambah dari tahun ke tahun. Sehingga kita smakin sulit untuk menangani masalah tersebut.

C. Tujuan Penelitian
Pengangguran terdidik atau pengangguran intelektual merupakan satu dari banyak masalah yang masih belum terselesaikan di negri ini. Anggapan bahwa strata pendidikan menentukan kwalitas hidup seseorang tidak lagi diagung-agungkan layaknya di era sebelumnya, disaat jumlah sarjana masih sedikit dan tidak sebanyak sekarang. Hal ini menjadi bahan perbincangan dan issue strategis yang terangkat kepermukaan setelah ditemukan bahwa angka pengangguran terdidik ini tidak lagi tegolong sedikit. Bahkan dari data yang kami peroleh tercatat lebih kurang 1,2 juta penganggur merupakan lulusan Sarjana, dan hal ini terus meningkat seiring pertambahan 20% disetiap tahunnya[2]. Dari data kasar tadi dapat kita bayangkan betapa sulitnya kaum muda berpendidikan tinggi untuk mendapatkan kesempatan kerja ditengah persaingan mereka untuk menyentuh bursa pekerjaan yang layak sesuai bidang keilmuan yang mereka miliki.

Secara kasat mata, mungkin kita bisa mengangkat spekulasi-spekulasi tertentu terkait masalah ini. Namun ketika anggapan atau spekulasi tadi tidak bersandarkan kepada keilmiahan data dan landasan teoritis yang kuat maka hasilnya akan sama dengan nol dan tidak akan berpengaruh banyak terhadap masalah yang mulai mengakar ini. Berdasarkan pertimbangan ini, kami mencoba mengangkat tema penelitian kami dalam ranah sejauhmana pengangguran intelektual dapat dikategorikan sebagai seuatu permasalahan mendasar dan mempunyai korelasi yang cukup kuat terhadap sistem pendidikan yang berlaku di Indonesia. Karena seperti yang kita ketahui segala sesuatu yang menyangkut usaha kecerdasan bersama di negri ini, pasti selalu “didikte” oleh sistem pendidikan yang ada. Berangkat dari itulah kami mencoba mengaitkan masalah pengangguran terdidik ini dengan sebuah sistem yang melekat didalamnya. Dilain hal kami juga berusaha melalui penelitian yang dilakukan, kami juga mampu menawarkan solusi komperhensif terkait masalah pengangguran intelektual. Setidaknya, hal-hal tadilah yang menjadi tujuan utama kami dalam hal pemilihan tema penelitian yang kami angkat.

D. Teori Interaksi Simbolik
Teori interaksi simbolik adalah menyatakan bahwa interaksi sosial adalah interaksi simbol, Manusia berinteraksi dengan yang lain dengan cara menyampaikan simbol, yang lain memberikan makna atas simbol tersebut. Makna-makna itu kita bagi bersama yang lain, defenisi kita tentang dunia sosial, persepsi kita mengenai, respon kita terhadap,dan realitas yang muncul dalam proses interaksi. Interaksi simbolik didasarkan pada ide-ide mengenai diri dan hubungannya dengan masyarakat. Menurut kamus besar indonesia arti dari interaksi adalah hal yang saling melakukan aksi, berhubungan, mempengaruhi, antar hubungan. Dan arti dari simbolik adalah sebagai lambang atau mengenai lambang. Inti pandangan dari teori ini adalah Individu.

PENGERTIAN, SIFAT-SIFAT DAN JENIS-JENIS HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4590033009607805970#editor/target=post;postID=9105526933234101656;onPublishedMenu=allposts;onClosedMenu=allposts;postNum=104;src=link

Perspektif interaksionalisme simbolik melihat bahwa individu adalah obyek yang bisa secara langsung ditelaah dan analisis melalui interaksinya dengan individu yang lain. Individu-individu tersebut berinteraksi menggunakan simbol-simbol yang di dalamnya berisi tanda-tanda, isyarat dan kata-kata. Simbol atau lambang adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok. Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku non verbal, dan objek yang disepakati bersama.jadi, interaksi manusia dimediasi oleh simbol-simbol, oleh interpretasi, atau oleh penetapan makna dari tindakan orang lain. Semua interaksi antar individu manusia melibatkan suatu pertukaran simbol. Ketika kita berinteraksi dengan yang lainnya, kita secara tidak langsung mencari petunjuk mengenai tipe perilaku apakah yang cocok dalam konteks itu dan mengenai bagaimana menginterpretasikan apa yang dimaksudkan oleh orang lain. Teori interaksi simbolik sangat mementingkan “proses mental” atau proses berpikir bagi manusia sebelum mereka bertindak. Tindakan manusia itu ialah stimulus – proses berpikir – respons. Jadi terdapat variabel antara stimulus dan respons, yaitu proses mental atau proses berpikir, yaitu interpretasi.

Teori interaksi simbolik mempelajari sifat interaksi yang merupakan kegiatan sosial dinamis sosial manusia. Dengan kita mengetahui bahwa teori interaksionisme simbolik itu adalah teori maka kita akan bisa memahami fenomena sosial lebih luas melalui pencermatan individu.bagi perspektif ini, individu bersifat aktif, reflektif dan kreatif. Teori ini menolak gagasan bahwa individu adalah organisme pasif yang perilakunya ditentukan oleh kekuatan-kekuatan struktur yang ada di luar dirinya. Interaksi lah yang dianggap variabel penting yang menentukan perilaku manusia, bukan struktur masyarakat.

E. Hipotesa
Dari beberapa hal yang telah kami paparkan dalam latar belakang, kami mengasumsikan adanya keterkaitan antara proses pendidikan dan tingkat kesejahteraan terjadi, hal ini dikarenakan adanya korelasi bahwa setiap orang yang mampu meraih tinghkat pendidikan tertentu seharusnya mampu mendapatkan peluang akses pekerjaan yang lebih baik sehingga dia berpeluang mendapatkan tingkat kesejahteraan yang lebih baik. 

Maka dari asumsi diatas kami melihat beberapa hal terkait kapasitas seseorang setelah memlalui proses pendidikan, dan seberapa besar ia akan mendapatkan bekal bagi dirinya untuk mengaktualisasikan dirinya dalam dunia kerja?

Dari teori yang kami angkat bahwa adanya keterikatan simbolik bahwa seseorang akan merasa memiliki kualitas diri sebagai bentuk identitas diri yang lebih baik jika ia merasakan pendidikan yang lebih tinggi. Simbolisme ini lahir dengan kesadaran bahwa dirinya merasakan ada kelebihan-kelebihan aktualisasi diri yang bisa mereka korelasikan dengan peran-peran yang mungkin untuk diambil selama dalam proses. Meningkatnya harga diri ini secara sporadis membatasi setiap individu untuk tidak mengakses apa yang diluar kualifikasi dirinya. 

Namun dalam hal ini apakah tingkat pendidikan itu kemudian memiliki relevansi dengan skill individu dalam hal-hal yang menjadi fokus studinya? Jika seseorang yang mengalami proses pendidikan tersebut mampu secara baik menginternalisasi diri dalam lingkungan keilmuanya sehingga ia memiliki skill dalam mengaktualisasikan keilmuanya tentunya ia tidak sebatas membataskan diri dengan kualifikasi diri semata namun secara simultan menjadikanya mampu meraih visi dan gambaran yang lebih jelas untuk expert dalam bidang tertentu. Keahlian inilah yang ada giliranya memacu motivasi seseorag untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih berkualitas sesuai dengan kapasistas dirinya. 

Dari variabel tersebut kami membuat indikator-indikator sebagai berikut. Indikator pertama adalah orientasi seorang dalam menghadai studinya dan sejauh mana ia memandng relevans studi dengan aplikasi dalam aktualisasi lingkungan sosialnya. kedua, adalah konsep kesadaran diri seseorang untuk berproses mempersiapkan diri dalam aktualisasi dirinya di kehidupan sosialnya paska studi. ketiga adalah indikator sejah mana para mahasiswa memiliki tingkat kepercaya dirian sebagai bentuk simbolisme diri yag telah mengenyam pendidikan tinggi.
  • Dari indikator tersebut kami mengangkat enam pertanyaan sebagai berikut sebagai bahan kuisioner: 
  • Setelah anda lulus bidang pekerjaan apa yang ingin anda dapatkan? 
  • Mengapa anda memilih ingin bekerja di bidang tersebut? 
  • Apa relevansi latar pendidikan anda sekarang dengan pekerjaan yang ingin anda dapatkan? 
  • Apa yang anda dapatkan dalam proses perkuliahan yang anda rasakan akan menjadi bekal ketika anda bekerja? 
  • Apabila ada lowongan / tawaran bekerja di bidang lain yang tidak sesuai degan latar pendidikan anda apakah anda akan mengambilnya? Apa alasan anda mengambilnya / tidak mengambilnya? 
  • Selama anda kuliah apakah anda mendapatkan akses dan pengetahuan terkait bidang pekrjaan yang ingin anda dapatkan? Jika ya, dari mana anda mendapatkanya? Jika belum apa yang akan anda lakukan dalam rangka mencari akses dan pengetahuan
SUMBER ARTIKEL:
  • [1] http://www.endonesia.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=40&artid=1081 
  • [2] http://www.atmajaya.ac.id/content.asp?f=0&id=5217
Blog, Updated at: 03.35.00

0 komentar:

Posting Komentar