SEJARAH, KONSEPTOR, DAN DASAR TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM)

Posted By frf on Senin, 31 Oktober 2016 | 16.36.00

SEJARAH, KONSEPTOR, DAN DASAR TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM)
1. Sejarah dan Konseptor TQM
Total Quality Management (TQM) yang dalam bahasa (istilah) Indonesia disebut Total Manajemen Mutu atau Manajemen Mutu Terpadu (integrated quality control) mempunyai Sejarah yang agak panjang. Hampir lima dekade yang lalu istilah TQM telah tumbuh dan berkembang sebagai hasil sintesis dari berbagai sumber. Semula ide TQM muncul pertama kah di Amerika Serikat, tetapi kemudian diorganisasikan dan dilaksanakan di beberapa perusahaan Jepang. Khususnya setelah Perang Dunia II, TQM ini diseminarkan sekaligus diterapkan dalam bentuk program-program pelatihan di berbagai sektor industri. Dua orang pakar yang merupakan "suhu" TQM, balk di Jepang maupun di Amerika Serikat adalah W. Edward Deming dan Joseph M. Juran.
Peran Deming terutama mengajarkan betapa pentingnya pihak manajemen suatu perusahaan harus bertanggung jawab penuh dalam penerapan sistem kualitas produk secara total dalam menghasilkan produk yang baik dan tidak cacat. Artinya, Deminglah yang pertama mengintroduksi TQM dengan mencegah terjadinya produk cacat (defect product). Tentu saja Deming pun mendukung penggunaan statistik untuk melaksanakan kendali mutu (statistical quality con­trol).

2. Empat Belas Butir Program Mutu dari Deming
Penggunaan cara statistik untuk kendali mutu produk menurut Deming lebih menekankan pads upaya memonitor kualitas (quality monitoring) dan alai perlengkapan perbaikan (improvement device) dari produk akhir. Di sinilah bedanya ide Deming tentang TQC dengan cara pengendalian mutu sebelumnya. Deming berprinsip menghindari semaksimal mungkin terjadinya kerusakan produk (defectproduct). Jadi, mencegah lebih dahulu, bukan membiarkan proses produksi berjalan lebih dahulu baru produknya diperiksa. Menurut Deming cara tersebut salah karena tidak berupaya mencegah (prevent) terjadinya produk rusak. Oleh karena itu, Deming menentukan 14 butir program mutu (program for quality), yakni sebagai berikut.
  • Ciptakan kondisi yang langgeng (constancy) untuk memperbaiki produk (barang maupun jasa).
  • Angkat (adopsi) filosofi baru tentang kualitas. Kita tidak dapat berlama­lama membiarkan keterlambatan, kesalahan (mistakes), bahan rusak, dan buruknya cara kerja, segera diperbaiki!
  • Cegah kerusakan produk (defect product), bukan sekadar memantau (terjadinya produk rusak). Lakukan inspeksi secara massal (tetapi terkoordinasi dengan baik).
  • Belilah bahan atau peralatan yang bermutu baik dan harga yang baik pula. Singkirkan pemasok yang sering menjual bahan yang sering ditolak.
  • Amati dan selidiki setiap masalah, lalu segera pecahkan dengan dasar memperbaiki sistem produksi secara langgeng (to improve production sys­tem continually).
  • Lakukan dan perbaiki pelatihan secara melembaga sehingga, diperoleh tenaga kerja yang mampu bekerja secara tepat dan benar (to do the job right).
  • Sempurnakan kepemimpinan secara melembaga, dalam arti semua super­visor slap menolong buruh (operator), tidak hanya sekadar memerintah dan menghukum karyawan (not just ordering and punishing workers).
  • Singkirkan rasa takut di kalangan karyawan sehingga setiap karyawan dapat bekerja secara efektif untuk perusahaan
  • Teorbos penghalang antarunit kerja sehingga semua karyawan dapat beker a sebagai tim kerja.
  • Hilangkan slogan atau poster yang sifatnya mencapai tujuan dalam target angka (numerical goals), tetapi tanpa membuat suatu metode kerja yang lebih baik.
  • Hilangkan standar kerja (work standards) berdasarkan kuota angka (numerical quotas) (quota = jatah).
  • Alihkan penghalang yang terdapat di antara para karyawan dengan kebanggaan (pride) kerja yang mereka miliki.
  • Institusikan program pendidikan dan pelatihan kembali (retraining) secara mantap.
  • Pimpinan harus proaktif membuat program-program baru secara institusional.
(Dikutip dari Mary Walton, Deming Managemet at Works, Perigee Books. NY. 1991).

3. Trilogi Mutu Menurut Joseph Juran

Di samping itu, Juran "menyalahkan" pihak manajemen bila produk yang dihasilkan bermutu jelek. Oleh karena itu, Juran mempunyai gagasan bahwa pihak manajemen harus bertanggung jawab dan terlibat secara penuh atas mutu produk melalui trilogi mutu, yaitu
  • perencanaan mutu (quality planning);
  • monitor dan kendali mutu (monitoring and control on quality);
  • memperbaiki mutu (quality improvement).
Beberapa sumbangan pikiran Juran dalam hal mutu produk meliputi:
  • Perhatian atas kepentingan konsumen sebagai penentu (determiner) mutu suatu produk sesuai dengan kebutuhan mereka (konsumen).
  • Menekankan perlunya identifikasi biaya mutu (quality cost) dengan benar dan tepat (lihat Bab 3).
  • Promosi tentang lebih perlunya membuat perencanaan kualitas lebih baik untuk suatu produk, bukan hanya sekadar tindakan koreksi atas produk mutu rendah yang telah (telanjur) dibuat.
  • Berusaha kerja (striving) untuk melanjutkan upaya perbaikan mutu produk secara terus-menerus.
  • Selanjutnya di bawah advokasi Deming dan Juran, banyak perusahaan di Jepang menerapkan sistem manajemen mutu dalam perusahaan secara menyeluruh (company wide quality management system) dengan fokus dan perluasan tanggung jawab pads karyawan secara individual. Artinya, parakaryawanlah yang secara individual turut bertanggung jawab penuh tentang mutu suatu produk yang dibuatnya. 
Dalam hubungan ini muncul para mahasiswa yang sungguh-sungguh mendalami manajemen mutu dan akhirnya mereka mempunyai kontribusi yang penting bagi industri Jepang. Mereka antara lain adalah Shigeo Shingo, Kaoru Ishikawa, Yoji Akao, dan Genichi Taguchi. Seperti diketahui, Shigeo Shingo adalah pengembang pendamping (co developer) untuk sistem produksi Toyota yang menjadi rujukan modal untuk industri di seluruh dunia. Shingo mengkhususkan diri menjadi ahli dalam desain proses produksi (designing production process) dan metode kerja (work method) untuk menjamin kesesuaian mutu produk yang sempuma (perfect quality conform­ance). Ia pengembang tekxa'Toka-Yoke" (salah-perbaiki) dan penasihat unggul dalam sistem kerusakan nol (zero-defect system).

Sedangkan Kaom Ishikawa lebih menyumbangkan pikirannya dalam hal metode perbaikan terus-menerus (continuous improvement). Misalnya, Ishikawa membuat suatu instrumen tentang pengembangan dari diagram sebab­akibat (cause effect diagrams) dan penggunaan lingkaran mutu (quality circle).

Akao sebagai pengembang dari fungsi mutu untuk mengetahui atau memperoleh kesukaan konsumen (customerpreferences) dan menggabungkan­nya menjadi desain produk (product design). Taguchi mengembangkan apa yang sekarang dikenal dengan istilah metode produk tegap dan sehat (robust product) dan desain proses (design process).

Di Amerika Serikat, Philip Crosby membuat suatu sumbangan besar pada bisnis Amerika dengan membawa manajemen mutu agar menjadi perhatian publik melalui buku-buku dan konsultasi dengan pimpinan perusahaan. Bahkan is mempunyai argumen yang sangat persuasif bahwa barang bermutu dicari atau dibeli, dan berasumsi bahwa ada pertukaran antara mutu barang yang berkualitas (better quality) dengan umumnya biaya lebih rendah (lowering cost). Jadi, menurut Crosby adalah salah berasumsi mutu yang baik berarti biaya tinggi, minimal tidak selalu. Mengapa demikian? Menurut penulis (SP) mencari mutu yang baik Bering digunakan sistem produksi yang mempunyai produktivitas lebih tinggi sehingga biaya per unit bahkan relatif lebih murah.

4. Prinsip-Prinsip Manajemen Mutu Terpadu (TQM)
Walaupun prinsip TQM disinggung-singgung pada bab-bab lain dalam buku ini, hal itu hanya upaya betapa prinsip Manajemen Mutu Terpadu (MMT) atau Total Quality Management (TQM) harus menjadi perhatian seluruh industri, khususnya di Indonesia. Terdapat 8 prinsip, utama dari MMT atau TQM, yakni sebagai berikut.
(a) Tanggung jawab utama manajemen puncak (top management). Manajemen harus menciptakan struktur organisasi, rancangan suatu produk (product design), proses produksi, dan insentif untuk mendorong karyawan membuat produk yang bermutu. Menurut Juran, telah terjadi di Jepang bahwa mutu kepemimpinan di perusahaan-perusahaan Jepang telah memperluas kegiatan partisipasi (keikutsertaan) secara aktif dari para manajer seniornya. (The critical variable in Japanese quality leadership is the extent of active participation by senior managers).

Mutu harus difokuskan pada konsumen dan evaluasinya harus berbasis kepentingan konsumen. Organisasi perusahaan harus selalu menjalani hubungan yang erat dengan para konsumennya untuk mengetahui keinginan mereka (konsumen) yang berkaitan dengan produk yang mereka beli, sekaligus mengetahui manfaat apa yang ingin mereka peroleh dari produk yang mereka beli.

Desain proses produksi dan metode kerja hams jelas untuk mencapai kesesuaian mutu produk (conformance quality product). Gunakan mesin dan alai produksi yang berfungsi baik dan benar, proses perbaikan dari yang salah (mistake proofing process), cara terbaik dalam pelatihan untuk karyawan, sediakan lingkungan kerja yang baik, Berta upaya mencegah produk cacat daripada memperbaikinya. Sinkroniskan sistem produksi secara ketat dengan komunikasi cepat antarburuh, meningkatkan kecepatan menemukan dan memecahkan masalah. Di Indonesia, terdapat kecenderungan lambat menemukan masalah bare, lebih lambat lagi upaya memecahkan masalah. Perilaku telmi (telat mikir) dan teldak (telat bertindak) akan menurunkan tingkat daya saing karena pesaing bekerja dengan cepat berpikir (cekir) dan cepat bertindak (cedak). Ubahlah cara kerja tadisional semacam itu. Organisasi modem menuntut setiap orang cepat berpikir dan bertindak.

Setiap karyawan bertanggung jawab atas tercapainya mutu produk yang baik. Untuk memudahkan Baling kontrol hasil produknya diperlukan kerja sama antarkaryawan untuk cepat menemukan masalah mutu suatu produk agar cepat pula dipecahkan. Misalnya seorang tukang ukur komponen kursi, kesalahannya dapat segera diketahui oleh tukang potong kayu. Bila tukang potong kayu lalai (memotong kaki kursi tidak sesuai ukuran), dia akan diprotes oleh tukang rakitnya karena komponen tidak cocok untuk dirakit.

Mutu tidak boleh dinilai setelah menjadi barang jadi, tetapi harus sejak awal i (sejak membuat komponen). Seperti butir (d) di atas, tukang potong tidak akan memotong bila ukuran potongan komponen kursi salah dibuat oleh tukang ukurnya. Dengan demikian, tidak akan ada kayu yang salah potong dan terbuang. Jadi, hindarkan komponen yang cacat atau rusak!

Temukan masalah secara cepat lalu pecahkan secara cepat pula (identify problem quickly and corrected immediately). Sama dengan butir (c). Buatlah suatu mekanisme monitoring secara andal dengan cara memeriksa diri sendiri para karyawan (selfcorrection) atas hasil kerja masing-masing. Bila menemukan yang salah cepat perbaiki atau laporkan lebih dahulu untuk didiskusikan cara pemecahannya secara cepat. Jadi, di sini pun diperlukan kejujuran (sportivitas) para karyawan secara individual.

Organisasi harus berusaha keras (strive) melaksanakan perbaikan mutu produk secara terus-menerus (the organization must strive for continu­ous improvement). Mutu produk yang sangat baik (excellent) adalah hasil kerja (strive) para pekerja untuk memperbaiki mutu produk secara berkelanjutan, terus-menerus, dan tanpa bosan. Hal ini merupakan hasil kerja produktif yang didasarkan pada pengalaman dan eksperimen. Jadi, struktur organisasi, prosedur kerja, dan kebijakan harus dibangun untuk mempromosikan dan akselerasi (percepatan) perbaikan mute produk yang terus-menerus.

Dalam konteks mental bangsa Indonesia yang "hangat-hangat tahi ayam" tentu cara kerja dan mental kerja cara ini akan menyebabkan seluruh industri (termasuk industri pariwisata) menghasilkan produk bermutu rendah. Rontokkan dan jauhkan sifat buruk bangsa Indonesia yang dalam segala hal yang baik bersikap "hangat-hangat tahi ayam" dan akhimya Indonesia menjadi bangsa tidak berkualitas dengan menghasilkan produk yang tidak bermutu! Bangsa Indonesia perlu membangun sikap disiplin karena keberhasilan organisasi modem adalah semangat yang dilandasi disiplin yang prima. Ingat betapa cerobohnya bangsa Indonesia, waktu minyak sawit Indonesia diklaim sebagai minyak sawit yang buruk kualitasnya di Nederland (negara Belanda) karena dicampur oli mesin. Siapa yang salah? Seluruh jajaran organisasi produsen minyak sawit termasuk sopir "bodoh" yang berkolusi dengan tukang tadah yang bermental preman (anasionalis). Akibat tidak jalannya salah satu prinsip TQM di industri kelapa sawit atau CPO (Crude Palm Oil).

Bukan mustahil kasus CPO bercampur oli mesin hanya salah satu ulah preman Indonesia, jangan-jangan hal semacam itu terjadi pula di industri lain. Bangsa Indonesia belajarlah untuk tidak menjadi bangsa bodoh dalam kendali mutu produk karena perdagangan bebas dunia, suka atau tidak suka, akan datang menghampiri Indonesia.

(h) Perusahaan harus bekerja sama dengan pemasok bahan untuk melaksanakan TQM. Mengingat bahan baku (input) sangat berpengaruh atas hasil mutu produk maka pihak manajemen harus berarti mengenyahkan (tidak memakai) lagi pemasok yang kedapatan telah berlaku curang memasok mutu bahan yang buruk.

Dalam hubungan dengan mutu bahan yang baik, sekarang di luar negeri banyak perusahaan hanya menjalin kerja sama dengan pemasok dalam rangka menjalankan program manajemen mutu. Bila produk yang dihasilkan baik karena program manajemen mutu dapat dijalankan dengan baik, berarti perusahaan dapat mudah memperoleh sertifikat ISO-9000. Sekali dapat sertifikat ISO berarti harus mampu mempertahankannya.

5. ISO Seri 9000
Metode lain untuk mendorong mencapai produk bermutu lebih baik adalah membangun kepemilikan sertifikasi standar mutu intemasional yang dikenal dengan International Standard Organization (ISO). ISO adalah badan standar mute yang meliputi 100 negara untuk mencapai standar mutu produk secara intemasional, yang meliputi keperluan teknis (technical requirement) dan berbagai peraturan untuk meningkatkan mute dan efisiensi industri. Komite Manajemen Mutu dan Jaminan dari ISO telah membentuk berbagai nomor seri sistem standar manajemen mutu. Di antaranya adalah ISO seri 9000 yang merujuk aspek desain, pengembangan, produksi, tes, dan pelayanan produk. Sedangkan seri ISO-9004 khususnya untuk aplikasi sistem MMT atau TQM.

Salah satu yang penting dari ISO-9000 adalah standar untuk perusahaan yang ingin menjadi perusahaan pemasok ke pasaran Uni Eropa, disyaratkan harus mempunyai sertifikat ISO-9000. (Ingat penjelasan di atas CPO (minyak sawit) yang dicampur dengan oli mesin, sangat merusak citra Indonesia di Eropa, padahal sesuai dengan ISO-9000, perusahaan minyak sawit Indonesia (harus) mempunyai ISO-9000. Minyak sawit menjadi bahan baku industri lain seperti farmasi dan kosmetik).

Proses pengajuan usulan untuk memperoleh sertifikat ISO-9000 paling cepat 1 sampai dengan 2 tahun setelah tim ISO mengadakan penelitian yang komprehensif tentang penerapan TQM di perusahaan yang mengajukan. Perusahaan yang memperoleh salah satu. seri ISO diregistrasikan dalam Direktori ISO, yang merupakan pintu untuk memasuki berbagai pasaran intemasional, khususnya pasaran Uni Eropa. Menurut catatan pada tahun 1996, lebih dari setengah (50%) industri kelas menengah Amerika Serikat telah mendapat sertifikat ISO-9000. Berapakah perusahaan-perusahaan yang telah meraih seri ISO, berapa perusahaan tersebut telah mampu melaksanakan TQM? Makin banyak perusahaan dari berbagai industri mempunyai seri ISO tentu saj a akan makin baik karena perusahaan tersebut berpeluang mengekspor untuk meraih devisa yang diperlukan untuk pembangunan ekonomi nasional.

6. Faktor Kegagalan Menerapkan MMT/TQM
Banyak perusahaan yang mampu menerapkan MMT atau TQM, tetapi tidak sedikit pula yang gagal menerapkannya. Faktor-faktor yang menjadi penghalang bagi suatu perusahaan dalam menerapkan MMT atau TQM adalah sebagai berikut.

Kesenjangan Komitmen Manajemen Puncak
Manajemen puncak tidak mampu menyatakan bahwa perusahaan sekarang ini menggunakan TQM karena manajemen puncak (top management) tidak menghayati sepenuhnya arti TQM sehingga tidak mampu pula membangun struktur organisasi yang diperlukan untuk pelaksanaan TQM. Dan gagal pula membentuk sistem hadiah (reward system) yang mendorong dilaksanakannya TQM.

Salah Memfokuskan Perhatian
Tak ada resep yang sederhana untuk menjalankan TQM. Seluruh butir­butir Deming di atas harus dipelajari dan dilaksanakan secara berimbang dan proporsional. Memfokuskan pada salah sate butir dengan mengabaikan butir lain mungkin dapat mengakibatkan TQM gagal dilaksanakan.

Misalnya, beberapa manajer membaca laporan keberhasilan TQM di suatu perusahaan, lalu berminat menerapkan pada perusahaannya. Dalam memindahkan keberhasilan TQM di perusahaan lain ke perusahaan sendiri mungkin terjadi salah fokus. Misalnya fokus pada teknik saja, tetapi mengabaikan perlunya pelatihan, reward system, dan lain-lain sehingga gagal "memindahkan" keberhasilan TQM di tempat lain ke perusahaan sendiri. Jadi, pelajari secara komprehensifbutir-butir Deming, lalu sesuaikan dengan budaya kerja di perusahaan masing-masing.

C. Tidak Tersedianya Karyawan yang Memadai dan Mendukung
Seperti diketahui, keberhasilan TQM didasari oleh karyawan yang slap dan mempunyai komitmen akan tanggung jawab menjalani tugasnya pada manajemen mutu terpadu. Komitmen tidak timbul hanya melalui maklumat atau pengumuman resmi (The commitment can not be achieved by edict), tetapi memerlukan informasi kepada para karyawan tentang tujuan sistem TQM dan pentingnya keterkaitan mereka pada sistem ini, jugs pentingnya TQM bust perusahaan dan mereka.

d. Hanya Mengandalkan Pelatihan Semata-mata
Beberapa perusahaan mendapatkan bahwa manajemen dan karyawan akan mempunyai komitmen melalui pelatihan saja, kemudian mengharap TQM akan berjalan secara otomatis. Ternyata tidak! Langkah berikut dari

pelatihan atas karyawan adalah mengarahkan agar dilaksanakan (by ac­tion). Berarti hal ini memerlukan hal-hal lain, seperti perbaikan mutu proyek atau menciptakan operasi yang lebih baik, jelas, dan dimengerti para karyawan.

e. Harapan Memperoleh Sesaat, Bukan Hasil Jangka Panjang
Untuk beberapa perusahaan, pelaksanaan TQM memerlukan perubahan organisasi secara menyeluruh dan budaya keda. Dan ingat! Perubahan tidak dapat segera terj adi dalam waktu singkat dan cepat. Bahkan hasilnya mungkin bare dapat dirasakan 1 sampai dengan 2 tahun. Masalahnya banyak perusahaan tidak sabar, dalam arti menghentikan TQM setelah enam bulan tidak diperoleh hasil yang diharapkan. Dalam hal ini, pihak manajemen tidak banyak berbuat untuk terselenggaranya sarana TQM, tetapi justru ingin cepat memperoleh hasil. Jelas tidak bisa! Siapkan semua infrastruktur pendukung dengan merujuk 14 butir Deming dan trilogi mutu Juran, lalu sisanya keda keras tanpa lelah dan bosan. Tunggu 2 (dua) tahun!

Memaksa Mengadopsi Suatu Metode Padahal Tidak Cocok
Tidak semua teknik manajemen mutu (TQM) cocok di berbagai perusahaan. Hal ini perlu penyesuaian! Bila tidak, hanya kegagalan yang diperoleh. Hasilnya hanya kemarahan (danger) dan frustrasi (frustration). Pimpinan perusahaan perlu secara luwes dalam cara menerapkan sistem TQM, lalu mereka mempunyai kemauan (willingness) untuk menelusuri kembali berbagai kekurangan secara cepat sehingga dapat menentukan apakah sesuatu yang telah diadopsi cocok atau perlu penyesuaian dengan kondisi Berta situasi perusahaan mereka.
Blog, Updated at: 16.36.00

0 komentar:

Posting Komentar