Penyebab Kemiskinan
Kemiskinan merupakan salah satu problem sosial yang amat serius. Langkah awal yang perlu dilakukan dalam membahas masalah ini adalah mengidentifikasi apa sebenarnya yang dimaksud dengan miskin atau kemiskinan dan bagaimana mengukurnya. Konsep yang berbeda akan melahirkan cara pengukuran yang berbeda pula. Setelah itu, dicari faktor-faktor dominan (baik yang bersifat kultural maupun struktural) yang menyebabkan kemiskinan. Langkah berikutnya adalah mencari solusi yang relevan untuk memecahkan problem dengan cara merumuskan strategi mengentaskan kelompok miskin atau masyarakat miskin.
Kemiskinan menurut Sharp (1996), dari sisi ekonomi penyebabnya dibagi menjadi tiga yaitu: Pertama, secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya alam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah. Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya randah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi, atau karena keturunan. Ketiga, kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam akses modal.
Sedangkan Nasikun menyoroti beberapa sumber dan proses penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu:
- Policy induces processes, yaitu proses kemiskinan yang dilestarikan, direproduksi melalui pelaksanaan suatu kebijakan (induced of policy) diantaranya adalah kebijakan anti kemiskinan, tetapi realitanya justru melestarikan.
- Socio-economic Dualism, yaitu negara ekskoloni yang mengalami kemiskinan karena pola produksi kolonial, yaitu petani menjadi marginal karena tanah yang paling subur dikuasai petani skala besar dan berorientasi ekspor.
- Population Growth, yaitu perspektif yang didasari pada teori Malthus bahwa pertambahan penduduk seperti deret ukur sedangkan pertambahan pangan seperti deret hitung.
- Resources management and The Environment, yaitu adanya unsur misalnya manajemen sumber daya alam dan lingkungan, seperti manajemen pertanian yang asal tebang akan menurunkan produktivitas.
- Natural Cycles and Processes, yaitu kemiskinan yang terjadi karena siklus alam. Misalnya tinggal di lahan kritis, dimana lahan ini jika turun hujan akan terjadi banjir tetapi jika musim kemarau akan kekurangan air, sehingga tidak memungkinkan produktivitas yang maksimal terus-menerus.
- The Marginalization of Woman, yaitu peminggiran kaum perempuan karena perempuan masih dianggap sebagai golongan kelas kedua, sehingga akses dan penghargaan hasil kerja yang diberikan lebih rendah dari laki-laki.
- Cultural and Ethnic Factors, yaitu bekerjanya faktor budaya dan etnik yang memelihara kemiskinan. Misalnya, pola hidup konsumtif pada petani dan nelayan ketika panen raya, serta adat-istiadat yang konsumtif saat upacara adat-istiadat keagamaan.
- Explotative Intermediation, yaitu keberadaan penolong yang menjadi penodong, seperti rentenir (lintah darat).
- Internal Political Fragmentation and Civil stratfe, yaitu suatu kebijakan yang diterapkan pada suatu daerah yang fragmentasi politiknya yang kuat, dapat menjadi penyebab kemiskinan.
- International Processes, yaitu bekerjanya sistem-sistem internasional (kolonialisme dan kapitalisme) membuat banyak negara menjadi semakin miskin.
Selain beberapa faktor di atas, penyebab kemiskinan di masyarakat khususnya di pedesaan disebabkan oleh keterbatasan asset yang dimiliki, yaitu:
- Natural Assets; seperti tanah dan air, karena sebagian besar masyarakat desa hanya menguasai lahan yang kurang memadai untuk mata pencahariannya.
- Human Assets; menyangkut kualitas sumber daya manusia yang relatif masih rendah dibandingkan masyarakat perkotaan (tingkat pendidikan, pengetahuan, keterampilan maupun tingkat kesehatan dan penguasaan teknologi).
- Physical Assets; minimnya akses ke infrastruktur dan fasilitas umum seperti jaringan jalan, listrik dan komunikasi.
- Financial Assets; berupa tabungan (saving), serta akses untuk memperoleh modal usaha.
- Sosial Assets; berupa jaringan, kontak dan pengaruh politik, dalam hal ini kekuatan bargaining position dalam pengambilan keputusan-keputusan politik.
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan ketimpangan telah banyak dilakukan di Indonesia, salah satunya dilakukan oleh Sumarto (2002) dari SMERU Research Institute. Penelitian ini melakukan studi pada 100 desa selama periode Agustus 1998 hingga Oktober 1999. Berdasarkan hasil studi tersebut ada beberapa hal yang menjadi temuan berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan antara lain:
- Terdapat hubungan negatif yang sangat kuat antara pertumbuhan dan kemiskinan. Artinya ketika perekonomian tumbuh, kemiskinan berkurang; namun ketika perekonomian mengalami kontraksi pertumbuhan, kemiskinan meningkat lagi.
- Pertumbuhan tidak mengurangi kemiskinan secara permanen. Walaupun terjadi pertumbuhan dalam jangka panjang selama periode sebelum krisis, banyak masyarakat yang tetap rentan terhdap kemiskinan. Oleh arena itu, manajemen kejutan (management of shocks) dan jaring pengaman harus diterapkan.
- Pertumbuhan secara kontemporer dapat mengurangi kemiskinan. Sehingga pertumbuhan yang berkelanjutan penting untuk mengurangi kemiskinan.
- Pengurangan ketimpangan mengurangi kemiskinan secara signifikan. Sehingga sangat tepat untuk mencegah pertumbuhan yang meningkatkan ketimpangan.
- Memberikan hak atas properti dan memberikan akses terhadap kapital untuk golongan masyarakat miskin dapat mengurangi kesenjangan, merangsang pertumbuhan, dan mengurangi kemiskinan.
2.3.4. Karekteristik atau Ciri-ciri Penduduk Miskin
Emil Salim (1976) mengemukakan lima karakteristik kemiskinan, kelima karakteristik kemiskinan tersebut adalah:
- Penduduk miskin pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri.
- Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri.
- Tingkat pendidikan pada umumnya sendiri.
- Banyak diantara mereka tidak mempunyai fasilitas.
- Diantara mereka berusaha relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan yang memadai.
Ciri-ciri kelompok (penduduk) miskin, yaitu :
- Rata-rata tidak mempunyai faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, peralatan kerja dan keterampilan.
- Mempunyai tingkat pendidikan yang rendah.
- Kebanyakan bekerja atau berusaha sendiri dan bersifat usaha kecil (sektor informal), setengah menganggur atau menganggur (tidak bekerja).
- Kebanyakan berada di pedesaan atau daerah tertentu perkotaan (slum area).
- Kurangnya kesempatan untuk memperoleh (dalam jumlah yang cukup), bahan kebutuhan pokok, pakaian, perumahan, fasilitas kesehatan sosial lainnya.
Kelompok penduduk miskin yang berada pada masyarakat pedesaan dan perkotaan, pada umumnya dapat digolongkan pada buruh tani, petani gurem, pedagang kecil, nelayan, pengrajin kecil, buruh, pedagang kaki lima, pedagang asongan, pemulung, gelandangan, pengemis, dan pengangguran.
Untuk mengukur kemiskinan, Indonesia melalui BPS menggunakan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs) yang dapat diukur dengan angka atau hitungan Indeks Perkepala (Head Count Index), yakni jumlah dan prosentase penduduk miskin yang berada di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan ditetapkan pada tingkat yang selalu konstan secara riil sehinga kita dapat mengurangi angka kemiskinan dengan menelusuri kemajuan yang diperoleh dalam mengentaskan kemiskinan di sepanjang waktu. Salah satu cara mengukur kemiskinan yang diterapkan di Indonesia yakni mengukur derajat ketimpangan pendapatan diantara masyarakat miskin, seperti koefisien Gini antar masyarakat miskin (GP) atau koefisien variasi pendapatan (CV) antar masyarakat miskin (CVP). Koefisien gini atau CV antar masyarakat miskin tersebut penting diketahui karena dampak guncangan perekonomian pada kemiskinan dapat sangat berbeda tergantung pada tingkat dan distribusi sumber daya diantara masyarakat miskin. Prinsip-prinsip untuk mengukur kemiskinan, yakni :
- Anonimitas independensi, yaitu ukuran cakupan kemiskinan tidak boleh tergantung pada siapa yang miskin atau pada apakah negara tersebut mempunyai jumlah penduduk yang banyak atau sedikit.
- Monotenisitas, yakni bahwa jika kita memberi sejumlah uang kepada seseorang yang berada dibawah garis kemiskinan, jika diasumsikan semua pendapatan yang lain tetap maka kemiskinan yang terjadi tidak mungkin lebih tinggi dari pada sebelumnya.
- Sensitivitas distribusional, yaitu menyatakan bahwa dengan semua hal lain konstan, jika mentransfer pendapatan dari orang miskin ke orang kaya, maka akibatnya perekonomian akan menjadi lebih miskin.
SUMBER;
0 komentar:
Posting Komentar