PENGERTIAN JURNALISTIK DAN PERS

Posted By frf on Rabu, 26 Oktober 2016 | 16.59.00

PENGERTIAN JURNALISTIK DAN PERS 
Jurnalistik diartikan sebagai kegiatan dalam komunikasi yang dilakukan dengan cara menyiarkan berita atau ulasannya mengenai berbagai peristiwa sehar-hari yang bersifat umum dan hangat dalam waktu secepat-cepatnya secara periodik dengan menggunakan sarana media massa (Kurniawan Junaedi:1991:117). Kegiatan jurnalistik ini meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. Mereka yang terlibat dalam proses ini disebut wartawan, jurnalis atau reporter. Adapun istilah pers merujuk kepada kalangan/pihak yang terkait dengan media massa seperti wartawan, penerbit, dan perusahaan pers. Jadi esensi pers adalah lembaga sosial dan ekonomi yang melakukan kegiatan jurnalistik untuk melakukan peran dan fungsi pers seperti yang diamanatkan dalam UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Ini seperti terpaparkan dalam gambar berikut: 
Selain sebagai lembaga ekonomi, pers adalah lembaga sosial yang dituntut untuk mampu melayani hak publik untuk mengetahui informasi yang benar dan akurat serta hak publik untuk menyampaikan pendapat secara bebas di media massa. Untuk itu, diperlukan kebebasan pers yang merupakan hak publik yang harus diperoleh sebagai konsekuensi dari hal untuk memperoleh informasi (the right to know) dan hak untuk menyampaikan pendapat ( the right to express). Kebebasan pers yang berarti pula hak warga masyarakat untuk mengetahui berbagai masalah publik sebagai dasar untuk membentuk sikap dan pendapat dalam konteks sosial, dengan demikian bukan milik wartawan atau perusahaan pers. 

Pers nasional, Menurut UU Pers, memainkan peran sebagai berikut: 
  • Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; 
  • Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan; 
  • Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar; 
  • Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; 
  • Memperjuangkan keadilan dan kebenaran. 
Nah, dalam menjalankan fungsi ini, pers nasional mempunyai hak dan kewajiban. Hak pers nasional adalah : 
  • Hak untuk tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran
  • Hak untuk mencari memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi;
  • Hak untuk menolak memberitahukan jatidiri nara sumber dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di muka hukum;
  • Hak untuk memilih organisasi secara bebas;
  • Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum pada saat melakukan tugas jurnalistik. 
Adapun kewajiban pers adalah : 
  1. Memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah; 
  2. melayani Hak Jawab yakni hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya; 
  3. Melayani Hak Koreksi yakni hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan. 
Demi menjamin bahwa pers bekerja seperti yang dicita-citakan, wartawan diikat oleh Kode Etik Jurnalistik yang telah ditetapkan asosiasi profesi wartawan. Meski beragam asosiasi jurnalis telah lahir yang berjumlah hingga mencapai 26 organisasi, Kode Etik Jurnalistik terdiri dari : 
  1. Akurasi berita; Berita yang akan disebarluaskan harus dicek ulang untuk menghindari kesalahan fatal tentang fakta. Ini adalah jaminan integritas dan kredibilitas pers yang harus selalu dipelihara. 
  2. Obyektivitas; memberitakan peristiwa secara apa adanya tanpa melibatkan subjektivitas atau opini pribadi wartawan. Salah satu indicator objektivitas berita adalah dengan lebih menitiberatkan pada aspek report (laporan yang bisa dicek dan divalidasi oleh pihak lain. Dan mengabaikan sama sekali aspek inferences (simpulan/tafsiran subjektif wartawan terhadap fakta yang diliput) dan aspek judgement (memberikan penilaian subjektif tentang fakta yang sedang diliput) .
  3. Keberimbangan berita; memperlakukan pihak-pihak yang sedang bersengketa secara berimbang dengan memberikan porsi ruang dan waktu yang seimbang pula. 
  4. Impartialitas /tidak berpihak; Tetap berdiri di tengah tanpa berusaha untuk memihak kepada salah satu pihak dengan memberikan gambaran positif tentang satu dengan menggiring opini negative terhadap pihak lain. 
  5. Asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence) ; dengan memperlakukan semua pihak yang diduga atau disangka melakukan tindakan kejahatan sebagai pihak yang tidak bersalah sampai ada keputusan tetap dari pihak pengadilan tentang status hukum mereka. Hal ini bisa dilakukan dengan menyebut inisial mereka atau dengan mengaburkan identitas (wajah) untuk media televisi. Hal ini untuk menghindari perilaku pers yang menghakimi seseorang yang baru diduga bersalah (trial by press).
  6. Penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia.; menjunjung tinggi bahwa semua kegiatan jurnalistik yang dilakukan adalah untuk melindungi martabat manusia, bukan untuk mencela atau membunuh karakter pihak-pihak tertentu (character assassination). 
  7. Tidak menerima sogokan dalam bentuk apapun: Tidak menerima segala bentuk pemberian atau gratifikasi (amlop/merchandise/fasilitas) sebab hal ini akan mengganggu kemandirian editorial pers; ini sekaligus akan mengundang pertentangan kepentingan (conflict of interest) dari pihak wartawan. Sebab pers adalah bisnis kepercayaan dan kejujuran/integritas. Ketika hal nista ini dilakukan wartawan, maka sebenarnya ia telah menggadaikan jantung bisnis dari pers itu sendiri yang bermuara pada kebangkrutan moral pers yang biasnya akan berakhir dengan kebangkrutan bisnis media yang bersangkutan. 
Ketidakpatuhan terhadap prinsip-prinsip tersebut bisa berimplikasi pada ancaman hokum pidana alias bisa menjerumuskan wartawan ke meja hijau akibat bertentangan dengan aturan KUHP. Hal yang bisa menyeret insan pers ke meja hijau adalah: 

Pencemaran nama baik (pasal 310 KUHP); 
  • Penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden (pasal 134-136 KUHP); 
  • Pembocoran rahasia negara (pasal 112/113) ; 
  • Penyebaran rasa permusuhan, kebencian terhadap Pemerintah (pasal 154-155) ; Pernyataan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan golongan (156-157 KUHP) 
  • Perasaan permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan agama (156a KUHP) ; 
  • Pelanggaran kesusilaan (pornografi) (282 KUHP); 
  • Penyebaran berita palsu (317 KUHP). 
  • Penodaan terhadap agama 
Ketika warga masyarakat dirugikan oleh pemberitaan pers, maka langkah yang perlu diambil adalah : 
  1. Melakukan Hak jawab terhadap media yang bersangkutan; 
  2. Kalau belum terpuaskan, ia dapat meminta tolong Dewan Pers untuk menjadi mediator dalam sengketa ini; 
  3. Kalau juga ternyata belum terselesaikan, maka ia dapat menuntut pers tersebut ke pengadilan. Ini mekanisme standar penyelesaian sengketa pers dengan masyarakat. Jadi, mekanisme premanisme atau main hakim sendiri terhadap pers yang bersangkutan, bukannya akan menyelesaikan masalah tersebut tapi akan justru memperlebar permasalahan. Disamping itu, hal ini akan mengganggu jalannya kebebasan berpendapat yang merupakan indikator demokratis tidaknya sebuah masyarakat. 
Blog, Updated at: 16.59.00

0 komentar:

Posting Komentar