PEMBANGUNAN TRANSPORTASI DALAM PJP I

Posted By frf on Rabu, 26 Oktober 2016 | 15.46.00

PEMBANGUNAN TRANSPORTASI DALAM PJP I
Kebijaksanaan pembangunan di bidang transportasi dalam PJP I ditujukan untuk mendukung pembangunan sektor ekonomi lainnya dalam rangka memperlancar arus distribusi barang dan jasa agar dapat memberikan pelayanan transportasi yang makin me­ningkat kepada masyarakat. Pembangunan transportasi mendukung upaya menciptakan kerangka landasan yang kukuh untuk memper­siapkan tinggal landas dalam pembangunan tahap berikutnya. Mengingat kondisi geografis, luasnya wilayah tanah air, dan penyebaran sumber daya manusia dan sumber daya alam yang tidak merata, kebijaksanaan sektor transportasi telah diarahkan pula agar mendorong keseimbangan pertumbuhan antarwilayah sesuai dengan potensi tiap daerah, serta meningkatkan perannya dalam mempersatukan wilayah Nusantara.

Pada awal PJP I pembangunan di bidang jalan lebih ditekan­kan pada rehabilitasi dan pemeliharaan jalan guna memulihkan kelancaran distribusi orang, barang, dan jasa. Seiring dengan ting­kat laju pertumbuhan ekonomi dan kebijaksanaan untuk mengga­lakkan ekspor nonmigas dan meningkatkan pertumbuhan industri, telah dilakukan pemantapan jaringan jalan yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi kendaraan angkutan jalan raya dengan tekanan gandar 10 ton. Dari kebijaksanaan yang ditempuh dalam

PJP I tersebut, prasarana jalan telah berfungsi secara meluas hampir di seluruh pelosok tanah air, termasuk di wilayah pertum­buhan, pusat-pusat produksi, dan daerah pemasarannya. Panjang seluruh jaringan jalan tersebut terdiri atas jalan nasional 17.800 kilometer, jalan propinsi 32.250 kilometer, jalan kabupaten 168.602 kilometer dan jalan perkotaan sepanjang 25.518 kilome­ter. Dari seluruh jaringan jalan tersebut, yang berfungsi sebagai jalan arteri adalah 10.420 kilometer, jalan kolektor 39.630 kilome­ter dan jalan lokal sepanjang 194.120 kilometer. Kondisi jaringan jalan arteri dan jalan kolektor pada akhir Repelita V telah menca­pai kondisi 85 persen mantap. Demikian pula halnya dengan kondisi jaringan jalan perdesaan yang telah berkembang makin baik.

Pembangunan transportasi jalan raya dalam PJP I ditandai oleh pesatnya pertumbuhan kendaraan bermotor sebagai akibat makin meningkatnya perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, yang ditunjang oleh peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana jalan raya. Pada Repelita I jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar mencapai 1,64 juta buah. Pada tahun keempat Repelita V, jumlah tersebut meningkat 7,5 kali lipat menjadi 12,39 juta buah. Dari jumlah tersebut, sebanyak 542 ribu buah (4,38 persen) berupa bus, 1,4 juta buah (11,34 persen) berupa truk, 1,7 juts buah (13,95 persen) adalah mobil penumpang dan sepeda motor sebanyak 8,7 juta buah (70,32 persen). Pesatnya pertumbuhan kendaraan bermo­tor diikuti dengan pengembangan sistem pengaturan dan per­undang-undangan, yang mengatur angkutan jalan, pemeriksaan kendaraan bermotor, prasarana dan lalu lintas jalan, serta mengenai kendaraan dan pengemudi.

Di bidang angkutan kereta api, jumlah pengguna jasa selama PJP I meningkat dengan pesat. Pada Repelita I jumlah penumpang kereta api adalah 29 juta orang dan pada tahun keempat Repelita V telah meningkat menjadi 69 juta orang, atau per tahun rata-rata mengalami peningkatan sebesar 5,5 persen. Volume angkutan barang juga meningkat dari 5 juta ton pada Repelita I menjadi 15 juta ton pada tahun keempat Repelita V, atau meningkat rata-rata dalam PJP I sebesar 7,7 persen per tahun. Jaringan jalan kereta api yang beroperasi di Jawa dan Sumatera saat ini adalah 5.051 kilometer, yang terdiri dari lintas raya sepanjang 4.454 kilometer dan lintas cabang 597 kilometer. Dari jumlah tersebut, 2.736 kilometer di antaranya berada pada kondisi mantap dan dapat dilalui dengan kecepatan di atas 70 kilometer per jam pada tekanan gandar 13 ton, serta didukung oleh fasilitas keselamatan dan pengatur lalu lintasnya. Di samping itu, dibangun pula jalur kereta api ganda di wilayah Jabotabek sepanjang 96 kilometer yang ditunjang oleh elektrifikasi jalur KA sepanjang 150 kilometer untuk pengoperasian Kereta Rel Listrik (KRL). Khusus di bidang angkutan barang, dalam PJP I telah dibangun terminal peti kemas di 5 lokasi di Jawa dan Sumatera. Perkembangan ini diikuti dengan dukungan sarana kereta api sebanyak 922 buah kereta penumpang, 8.906 buah gerbong barang, dan 364 buah lokomotif dengan faktor muat mencapai sebesar 102,2 persen untuk kereta penumpang dan 67 persen untuk angkutan barang.

Perkembangan transportasi penyeberangan terlihat dengan makin banyaknya jumlah lintasan penyeberangan, terutama di kawasan timur Indonesia. Pertumbuhan itu diikuti pula dengan meningkatnya peran swasta dalam pelayanan angkutan penye­berangan pada lintas komersial, terutama yang menghubungkan Sumatera-Jawa-Bali-Lombok-Sumbawa-Flores dan Jawa-Madura dengan dukungan tersedianya fasilitas dermaga yang memadai. Pada tahun terakhir Repelita I, jumlah penumpang yang diangkut mencapai 11 juta orang, sedangkan pada tahun keempat Repelita V jumlahnya meningkat menjadi sebanyak 56 juta orang. Angkutan barang meningkat dari 2 juta ton pada Repelita I menjadi 19 juta ton pada tahun keempat Repelita V. Kendaraan yang diangkut, jumlahnya meningkat dari 0,9 juta kendaraan pada tahun terakhir Repelita I menjadi 5 juta kendaraan pada tahun keempat Repelita V. Transportasi sungai dan danau berperan penting dalam pelayanan transportasi di beberapa daerah, seperti Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya. Dalam kaitan itu, telah dilakukan pembangunan 58 dermaga sungai dan 29 dermaga danau.

Dalam rangka menggalakkan ekspor nonmigas dan meningkatkan efisiensi penyelenggaraan angkutan laut, sejak awal Repelita IV telah diterapkan kebijaksanaan deregulasi melalui Inpres Nomor 5 Tahun 1984 tentang Penyederhanaan Perizinan di Bidang Transportasi Laut, serta Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1988 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut. Hasilnya adalah terjadinya keseimbangan antara permintaan dan penyediaan jasa transportasi laut serta adanya tarif negosiasi yang saling menguntungkan sehingga mendukung pembangunan di sektor industri dan kegiatan perdagangan.

Pembangunan transportasi laut telah meningkatkan jumlah kapal yang beroperasi untuk melayani angkutan laut dalam dan luar negeri. Untuk angkutan laut dalam negeri yang terdiri atas pelayar­an Nusantara dan pelayaran lokal pada akhir Repelita I dioperasi­kan 1.247 kapal. Pada akhir Repelita V jumlahnya meningkat menjadi 1.463 kapal. Armada pelayaran rakyat yang beroperasi meningkat dari 471 kapal pada akhir Repelita I menjadi 3.974 kapal pada akhir Repelita V dan muatan yang diangkut adalah sebesar 3,4 juta ton. Untuk pelayaran khusus dalam negeri pada akhir Repelita I dioperasikan 85 kapal, sedangkan pada akhir Repelita V jumlah kapal yang beroperasi meningkat menjadi 3.685 kapal yang mengangkut 175,6 juta ton barang. Armada pelayaran perintis telah mengoperasikan 9 kapal pada akhir Repelita I. Pada akhir Repelita V jumlahnya meningkat menjadi 26 kapal yang melayari 28 trayek dan menyinggahi 193 pelabuhan. Di bidang angkutan penumpang, pada akhir Repelita IV jumlah kapal yang dioperasikan 7 kapal. Pada akhir Repelita V jumlahnya meningkat menjadi 13 kapal dengan jumlah penumpang yang diangkut menca­pai 2,5 juta orang. Untuk angkutan laut luar negeri pada akhir Repelita V, kapal yang beroperasi sebanyak 27 kapal. Di bidang keselamatan pelayaran, sudah dimiliki 1.214 unit jumlah sarana bantu navigasi. Di bidang telekomunikasi pelayaran, telah di­bangun sejumlah stasiun radio pantai yang tersebar di 214 lokasi.

Di bidang operasional pelabuhan, telah dikeluarkan Inpres Nomor 4 Tahun 1985 dan Inpres Nomor 3 Tahun 1991 yang bertu­juan untuk memperlancar bongkar muat barang di pelabuhan, serta pembentukan perum pelabuhan sebagai. pengelola, yang akhirnya menjadi PT Persero Pelabuhan. Untuk melayani angkutan peti kemas telah dibangun tiga pelabuhan yang memiliki fasilitas khusus bongkar muat peti kemas, yaitu Belawan, Tanjung Priok, dan Tanjung Perak. Sementara itu, dalam mendorong ekspor nonmigas telah dibuka 127 pelabuhan untuk perdagangan luar negeri yang tersebar di seluruh Indonesia.

Di bidang transportasi udara, jumlah penumpang yang diang­kut pada penerbangan dalam negeri pada akhir Repelita I sebanyak 1,65 juta orang. Pada akhir Repelita V jumlahnya meningkat menjadi 8,25 juta orang. Jumlah barang yang diangkut juga meningkat dari 13,8 ribu ton pada akhir Repelita I menjadi 103,8 ribu ton pada akhir Repelita V. Untuk penerbangan luar negeri jumlah penumpang meningkat dari 97 ribu orang pada akhir Repe­lita I menjadi 2,5 juta orang pada akhir Repelita V. Jumlah barang yang diangkut juga meningkat dari 3 ribu ton pada akhir Repelita I menjadi 81 ribu ton pada akhir Repelita V. Sejalan dengan pening­katan penumpang dan barang, faktor muatan pada penerbangan dalam negeri telah mencapai 54 persen dan pada penerbangan luar negeri 47 persen pada akhir Repelita V.

Angkutan udara perintis mulai dilaksanakan pada tahun 1974. Sejak awal dimulainya pengoperasian angkutan udara perintis, terus terjadi penurunan penumpang yang diangkut rata-rata sebesar 0,3 persen setiap tahunnya. Demikian pula jumlah bandar udara yang disinggahi penerbangan perintis menurun, jika pada tahun 1983 masih berjumlah 50 lokasi, pada tahun keempat Repelita V telah turun menjadi 37 lokasi. Penurunan itu, baik dalam jumlah penumpang maupun jumlah bandar udara yang disinggahi, menun­jukkan telah tersedianya moda transportasi lain yang lebih menarik bagi masyarakat dan makin bertambahnya jumlah rute penerbangan komersial.

Jaringan pelayanan penerbangan telah mencakup 240 rute yang menjangkau seluruh propinsi dan beberapa kawasan dunia. Operasi penerbangan tersebut didukung oleh 844 buah pesawat udara besar dan kecil, termasuk 211 buah helikopter, dioperasikan oleh 2 badan usaha milik negara dan 35 perusahaan penerbangan swasta, serta 60 perusahaan penerbangan umum. Dari seluruh pesawat yang beroperasi, 16 buah di antaranya dipergunakan pada penerbangan perintis. Transportasi udara juga berperan dalam mengangkut jemaah haji. Jumlah jemaah haji yang diangkut pada akhir Repelita II mencapai 64.414 orang dan pada tahun keempat Repelita V mencapai 124.998 orang. Jumlah bandar udara yang berfungsi sebagai pintu masuk bagi penerbangan internasional telah meningkat, pada tahun keempat Repelita V telah berjumlah 19 bandar udara. Peningkatan kegiatan transportasi di berbagai moda itu menunjukkan kegiatan perekonomian yang makin berkembang serta makin terhubungkannya seluruh wilayah Nusantara sehingga makin terwujud Wawasan Nusantara dan makin kukuh Ketahanan Nasional.

Jasa meteorologi dan geofisika yang amat penting, meliputi penyediaan informasi meteorologi, klimatologi, dan geofisika, di samping telah dapat meningkatkan keselamatan penerbangan, keselamatan pelayaran dan keselamatan kehidupan masyarakat, juga telah dapat dimanfaatkan bagi kegiatan di bidang pertanian. Cakupan, jangkauan, dan rute pelayanan jasa meteorologi, klima­tologi, dan geofisika telah meningkat. Liputan pelayanan jasa dan informasi meteorologi untuk bidang pelayaran pada Repelita V mencapai 7 dari 36 wilayah pelayaran yang harus dicakup atau sebesar 19 persen liputan pelayanan. Untuk bidang penerbangan liputannya mencapai 54 persen dari kebutuhan 146 bandar udara yang harus dilayani, bidang pertanian mencapai 59 persen dari 27 propinsi, geofisika mencapai 76 persen dari 37 wilayah rawan gempa, dan lingkungan hidup mencapai 51 persen dari 57 wilayah pengamatan pencemaran.

Pada tahun terakhir Repelita V telah tersedia 5 balai wilayah, 114 stasiun meteorologi, 17 stasiun klimatologi, 28 stasiun geofisika, 3.987 pos pengamatan kerja sama mengenai hujan, iklim penguapan, dan Meteorologi Pertanian Khusus (MPK), 34 unit pengamatan komposisi atmosfer dan 3 unit pengamatan petir. Selain itu, telah tersedia 7 unit radar cuaca, 19 unit Radio Sonde dan Radar Wind, 6 unit kalibrasi, 6 unit Automatic Picture Trans-mission (APT), dan 1 unit Automatic Message Switching Centre (AMSC). Kemampuan pencarian dan penyelamatan (search and rescue) yang merupakan pelayanan masyarakat yang terkena musibah, bencana alam, dan bencana lainnya telah meningkat pula.

Menjelang akhir Repelita V telah berhasil ditetapkan peratur­an-perundangan yang mengatur pembangunan transportasi, yakni Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan, Undang­undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian, Undang­undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbang­an, dan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran.
Blog, Updated at: 15.46.00

0 komentar:

Posting Komentar