Bahasa Baku
Berbicara tentang orang yang berpendidikan tidak lepas dari bahasa dunia pendidikan yang tentu menyangkut masalah ragam bahasa. Ragam bahasa yang dimaksud adalah ragam bahasa baku atau bahasa standar. Oleh karena itu, ada dua ciri yang melatari berbahasa baku. Pertama, ragam bahasa baku memiliki sifat kemantapan dinamis, berupa kaidah dan aturan yang tetap. Selain itu, baku atau standar tidak dapat berubah setiap saat. Oleh karena itu, bentuk peran dan perumus dengan taat asas dapat menghasilkan perajin dan perusak, bukan pengrajin dan pengrusak. Dengan kata lain, kebakuan itu cukup luwes memungkinkan perubahan yang bersistem dan teratur di bidang kosakata dan peristilahan. Ciri kedua, yang menandai bahasa baku ialah sifat kecendekiaan. Perwujudan dari kecendekiaan itu ialah dalam kalimat, paragraf, dan satuan bahasa lain yang dapat mengungkapkan penalaran dan pemikiran yang teratur, logis, dan masuk akal. Oleh karena itu, sangat tepat jika proses pembakuan bahasa yang dimaksud adalah proses penyeragaman kaidah, bukan penyamaan ragam bahasa atau penyeragaman variasi bahasa.
Paparan di atas menunjukkan bahwa pembakuan kosakata sangat penting untuk direalisasikan. Hal itu perlu dilakukan karena dengan adanya pembakuan kosakata itu dapat memberikan pandangan berikut.
- fungsi pemersatu,
- fungsi pemberi kekhasan,
- fungsi pembawa wibawa, dan
- fungsi sebagai kerangka acuan
Bahasa baku berfungsi pemersatu yang dimaksud adalah bahwa bahasa baku mempersatukan makna menjadi satu masyarakat bahasa dan dapat meningkatkan proses identifikasi penutur orang seorang. Fungsi yang dimaksud sebagai berikut.
- Fungsi pemberi kekhasan yang dimaksud adalah membedakan bahasa itu dari bahasa yang lain. Misalnya bahasa Indonesia berbeda dengan bahasa Malaysia atau bahasa Melayu Singapura dan Brunei Darussalam. Dengan kata lain, bahasa Indonesia dianggap sudah jauh berbeda dari bahasa Melayu Riau, Johor yang menjadi induknya.
- Pemilihan bahasa baku membawa satu wibawa atau prestasi seseorang. Fungsi pembawa wibawa berkaitan dengan usaha orang seorang untuk mencapai kesederajatan dengan peradaban lain.
- Bahasa baku berfungsi sebagai kerangka acuan bagi pemakaian bahasa. Untuk menerapkan pemakaiannya itu, dan kaidah menjadi dasar benar tidaknya pemakaian bahasa itu. Oleh karena itu, kumpulan unsur bahasa yang disebut kosakata perlu adanya pembakuan, misalnya cewek, nggak, dan entar. Kata-kata itu sudah menjadi bagian kosakata Indonesia, tetapi tidak termasuk ke dalam kelompok yang baku. (Tata bahasa Baku, 1993:13--21)
Butir ketiga pada paparan di atas itu menjadi dasar pemikiran penulis untuk merealisasikan satu alternatif pengajaran kosakata. Dengan demikian, pembakuan kosakata sangatlah penting. Dengan adanya pembakuan kosakata, sekurang-kurangnya tidak akan menyesatkan peserta ajar ketika menemukan kosakata yang memang belum dimengerti. Pengajar dalam hal ini dituntut untuk memahami dan menguasai kosakata baku dan tidak baku. Berkenaan dengan itu, kamus dan kamus istilah sangat penting untuk mendukung pengajaran kosakata.
Kosakata
Seperti telah dikemukakan di awal pembicaraan ini bahwa tujuan pengajaran bahasa adalah agar para siswa terampil berbahasa, menyimak, berbicara, dan menulis. Untuk itu, para siswa yang ingin mempelajari kosakata secara umum kita perkenalkan kosakata dasar. Kosakata dasar adalah kata-kata yang tidak mudah berubah atau sedikit sekali kemungkinannya dipungut dari bahasa lain. Adapun yang termasuk kategori kosakata dasar seperti berikut ini:
- istilah kekerabatan misalnya ayah, ibu, anak, adik, kakak, nenek, kakek, paman, bibi, menantu, dan mertua;
- nama-nama bagian tubuh, misalnya kepala, rambut, mata, telinga
- kata ganti (diri, penunjuk), misalnya saya, kamu, dia, kami, kita, mereka, ini, itu, sini, situ, dan sana;
- kata bilangan pokok, misalnya satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh, duapuluh, sebelas, dua belas, seratus, dua ratus, seribu, dua ribu, sejuta, dan dua juta;
- kata kerja pokok misalnya makan, minum, tidur, bangun, berbicara, melihat, mendengar, menggigit, berjalan, bekerja, mengambil, dan menangkap.
- kata keadaan pokok, misalnya suka, duka, senang, susah, lapar, kenyang, haus, sakit, sehat, bersih, kotor jauh, dekat, cepat, lambat, besar, kecil, banyak, sedikit, terang, gelap, siang, malam, rajin, malas, kaya, miskin, tua, muda, hidup, dan mati;
- benda-benda universal, misalnya tanah, air, api, udara, langit, bulan, bintang, matahari, dan tumbuh-tumbuhan (Tarigan, 1985:3--4).
Sesuai dengan unsur kategori kosakata dasar, lalu bagaimana caranya agar siswa dapat mempelajari kata-kata yang dimaksud? Untuk menjawab pertanyaan itu, kita kembali ke masalah awal yaitu pengajar hendaknya menganjurkan para siswa untuk menggunakan kamus, dalam hal ini Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai rujukan untuk membuktikan bahwa kosakata dasar itu dapat siswa temukan di dalam entri kamus, misalnya kata ibu, untuk memahami apa sebenarnya makna kata ibu, siswa kita ajak untuk mencoba membuka kamus yang sudah dibawa masing-masing. Selain siswa kita ajak untuk melihat kata ibu yang ada di dalam entri kamus. Sebelumnya siswa beranggapan bahwa kata ibu hanya mempunyai pengertian orang yang melahirkan kita. Akan tetapi, setelah kita buktikan sesuai dengan apa yang ada di dalam entri ibu, ternyata mempunyai kata ibu bermakna 1) wanita yang telah melahirkan seseorang, 2) sebutan untuk orang yang sudah bersuami, 3) panggilan yang takzim[1] kepada wanita baik yang sudah bersuami maupun yang belum, 4) bagian yang pokok (besar, asal, dsb.), dan 5) yang utama di antara beberapa hal lain.
Contoh:
- Anak harus menyayangi ibu.
- Ibu jari anak itu tertusuk jarum.
- Ibu kota negara Republik Indonesia adalah Jakarta.
Dari ketiga contoh kalimat di atas, kata dasar ibu setelah kita buktikan dalam kamus ternyata tidak hanya memiliki satu makna. Bahkan lebih dari itu kata ibu dapat berkembang menjadi ibu angkat, ibu ayam (induk ayam), ibu bapak, ibu jari, ibu kaki (jempol, empu kaki), ibu kandung, ibu kota, ibu kota kabupaten, ibu kotamadya, ibu kosa propinsi, ibu kota negara, ibu negeri, ibu pertiwi, ibu pungut, ibu rumah tangga, ibu sungai. Bahkan kota ibu berkembang menjadi beribu dan keibuan. Dengan demikian, siswa dapat memahami bahwa kata dasar kadang-kadang mempunyai lebih dari satu makna. Dengan latihan membuat kalimat melalui kata dasar ibu misalnya, siswa dapat memahami kata ibu ternyata setelah dikembangkan ternyata mempunyai makna lebih dari satu makna.
SUMBER;
0 komentar:
Posting Komentar