Pengertian Dan Ciri-Ciri Cerpen Menurut Pakar

Posted By frf on Senin, 09 Januari 2017 | 08.14.00

1.  Pengertian Cerpen
Cerpen adalah suatu cerita yang pendek dan hanya melukiskan sebagian dari kejadian dalam kehidupan yang luas. Pengertian cerpen adalah bentuk prosa yang pendek yang paling sederhana merupakan kerja fiksi, dengan efek satu-satunya kesan impression jadi mengungkap satu dari kehidupan saja, bukan berarti terdiri dari satu halaman saja, tetapi bisa sampai beberapa halaman. Kata pendek dalam batasan ini tidak jelas ukurannya. Sehubungan dengan hal ini maka di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai pengertian cerpen.

Menurut Muh. Darisman (1998:59) menyatakan cerpen adalah cerita singkat yang dibuat pengarang tentang sesuatu hal yang pernah dialaminya atau hanya khayalan si pengarang saja. Cerita pada cerpen lebih memusatkan pada satu tokoh cerita dalam satu situasi. Selain itu menurut Ajip Rosidi (1973:176) cerita pendek adalah cerita yang pendek dan merupakan satu kebulatan ide.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas mengenai pengertian cerpen dapat disimpulkan, cerpen adalah cerita pendek yang memiliki kebulatan ide, yang dibuat oleh pengarang tentang suatu hal yang pernah dialaminya atau hanya bersifat khayalan yang memberikan kesan tunggal pada jiwa pembaca.

2 Pembagian Cerpen
Berdasarkan sudut pandang yang umum cerpen dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu, (1) berdasarkan jumlah kata, dan (2) berdasarkan nilai sastra.
2.1 Berdasarkan jumlah kata 
Berdasarkan jumlah kata yang dikandung maka dapat dibedakan menjadi dua jenis cerpen yaitu :
  • Cerita yang pendek (short story) adalah cerita pendek yang jumlah katanya dibawah 5000 kata atau maksimum 5000 kata, kira-kira 16 halaman kertas kwarto dengan spasi rangkap. Apabila dibaca memerlukan waktu kurang lebih seperempat jam (15 menit).
  • Cerpen yang panjang (long short story) adalah cerita pendek yang jumlah katanya antara 5000 sampai 10.000 kata atau kira-kira sampai 33 halaman dengan kertas kwarto dengan spasi rangkap yang dapat dibaca kurang lebih hingga setengah jam (30 menit). 
2.2 Berdasarkan nilai sastra
Berdasarkan nilai sastra dibagi menjadi dua yaitu :
  • Cerpen sastra yaitu sebuah cerpen yang dibuat untuk mereka yang senang dengan karya-karya sastra dan cerpen tersebut dapat di analisis oleh pembacanya. 
  • Cerpen hiburan adalah cerpen yang dibuat untuk bisa menghibur pembaca.
2.3 Ciri-ciri Cerpen
Ketika kita membicarakan pengertian cerita pendek, sebenarnya sudah terkandung pembicaraan tentang ciri-ciri cerpen itu sendiri. Pembicaraan dalam cerpen dilakukan secara hemat dan ekonomis sehingga pada umumnya dalam sebuah cerpen hanya ada dua atau tiga tokoh, hanya ada satu peristiwa dan hanya ada satu efek bagi pembacanya.

Menurut Tarigan (1985:177) dalam prinsip-prinsip dasar sastra mengemukakan beberapa ciri khas cerpen adalah sebagai berikut :
  1. Ciri utama cerpen adalah singkat, padat, dan intensif.
  2. Bahasa dalam cerpen harus tajam, sugesti, dan menarik perhatian
  3. Unsur-unsur cerpen adalah : adegan, tokoh, dan gerak.
  4. Cerpen harus mempunyai seorang tokoh utama.
  5. Dalam cerpen sebuah kejadian atau peristiwa harus dapat menjadikan pusat perhatian yang menarik, sehingga dapat memancing perhatian para pembacanya dan kemudian kejadian atau peristiwa harus dapat menguasai jalan ceritanya.
  6. Cerpen hanya tergantung pada satu situasi.
  7. Cerpen harus menimbulkan perasaan beda pembaca yaitu berawal dari jalan cerita yang menarik.
  8. Cerpen harus mempunyai satu efek atau kesan yang menarik.
  9. Cerpen harus menimbulkan efek dalam pikiran pembaca.
  10. Cerpen harus mengandung interpretasi pengarang tentang konsep kehidupan baik langsung maupun tak langsung.
  11. Cerpen menyajikan satu emosi.
  12. Cerpen harus menimbulkan perasaan pada pembaca bahwa jalan ceritalah yang pertama-tama menarik perasaan dan baru menarik pikiran.
  13. Dalam cerpen ceritanya hanya terdiri dari inti suatu kejadian yang merupakan cerpen.
  14. Panjang cerita kurang lebih 10.000 kata. 
4 Unsur – unsur Intrinsik Cerpen
Cerita pendek merupakan salah satu bentuk prosa (fiksi) yang telah mampu menduduki posisi tertentu dalam kasanah sastra Indonesia. Dalam posisinya yang cukup strategis dalam cerita pendek dihidangkan secara bebas dan terbuka sehingga mudah dikenal dan dimengerti oleh masyarakat.

Setiap karya sastra selalu didukung oleh unsur-unsur tertentu, unsur-unsur pendukung itu antara lain : unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah aspek-aspek yang membangun sastra itu dari dalam, sedangkan unsur ekstrinsik adalah aspek-aspek yang mempengaruhi cipta sastra yang bersumber dari luar cipta sastra itu sendiri (Badrun, 1983:13). Dalam penelitian ini difokuskan pada unsur intrinsik dari cerpen. Unsur-unsur intrinsik yang membangun karya sastra dari dalam adalah sebagai berikut :
  1. Tema 
  2. Alur (plot)
  3. Penokohan (perwatakan)
  4. Latar (setting)
  5. Sudut pandang 
  6. Gaya bahasa
Unsur-unsur intrinsik cerpen tersebut diatas akan diuraikan secara terperinci seperti tertera berikut ini :

4.1 Tema
Tema adalah gagasan utama yang menjadi pokok permasalahan dalam sebuah cerita. Tema dalam suatu karya sastra letaknya tersembunyi dan harus dicari sendiri oleh pembacanya. Oleh karena itu, pengarang tidak mengatakan secara jelas tema karangannya, tetapi merasuk, menyatu dalam semua unsur cerpen dan dengan demikian akan menghasilkan suatu cerpen yang baik. Pengarang dalam menulis ceritanya bukan sekedar mau bercerita, tetapi mau mengatakan sesuatu kepada pembacanya. Sesuatu yang mau dikatakan itu bisa berupa pandangan hidupnya atau komentar tentang kehidupannya. Kejadian dan perbuatan tokoh cerita, semua didasari oleh ide atau gagasan pokok pengarang. Sebuah cerpen harus selalu mengatakan sesuatu pendapat yaitu pendapat pengarang tentang hidup ini sehingga orang lain dapat mengerti hidup ini lebih baik (Sumardjo dan Saini, 1988:57).

PERBANDINGAAN CERPEN MENURUT AHLI
https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4590033009607805970#editor/target=post;postID=8960448334041690637;onPublishedMenu=allposts;onClosedMenu=allposts;postNum=90;src=link

Menurut Semi, (1981:34) tema adalah gagasan sentral yang menjadi dasar sebuah cerita. Sehingga tema memiliki suatu kedudukan yang sangat penting. 

Dari uraian di atas dapat disimpulkan tema dapat dipandang sebagai dasar cerita, atau gagasan utama dari sebuah karya sastra. 

4.2 Alur/Plot
Alur/plot adalah rangkaian peristiwa demi peristiwa yang terjadi pada suatu cerpen. Dimana rangkaian peristiwa tersebut untuk membangun cerpen itu sendiri. Munculnya suatu peristiwa dalam sebuah cerita harus mempunyai hubungan dengan peristiwa lainnya, artinya suatu peristiwa terjadi dengan alasan mengapa pelaku itu melakukan suatu perbuatan. Urutan peristiwa itu dimulai dengan memberikan suatu keadaan, kemudian keadaan itu mengalami perkembangan yang pada akhirnya ditutup dengan penyelesaian. 

Menurut Wendy Widya (2006:27) alur adalah jalan cerita yang merangkai peristiwa-peristiwa dalam cerita menjadi sebuah cerita yang utuh.

Alur/plot yaitu rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat sehingga menjadi suatu satu kesatuan yang padu, bulat, dan utuh. Alur atau plot dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis berdasarkan sudut tinjauan atau cerita. Alur atau plot tersebut dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu : 
  1. alur maju, 
  2. alur mundur, 
  3. alur gabungan atau alur maju dan mundur.
Alur maju bermula dari titik awal peristiwa dan berjalan secara teratur sampai titik akhir cerita. 
Alur mundur apabila peristiwa-peristiwa dalam cerita disusun berdasarkan sebab akibat, diceritakan mulai dari masa lampau ke masa kini. Sedangkan alur gabungan adalah peristiwa-peristiwa yang ada disusun secara campuran antara sebab akibat, waktu kini ke waktu lampau dan waktu lampau ke waktu kini (Wendy Widya, dkk, 2006:28). Biasanya alur/ plot dari sebuah cerita terdiri atas : 
  • Alur buka, yaitu situasi mulai terbentang suatu kondisi permulaan yang dilanjutkan dengan kondisi berikutnya.
  • Alur tengah, yaitu kondisi mulai kearah kondisi yang mulai memuncak.
  • Alur puncak, yaitu kondisi mencapai titik puncak sebagai klimaks peristiwa (mencapai titik puncak permasalahan).
  • Alur tutup, yaitu kondisi memuncak sebelumnya mulai menampakkan pemecahan masalah atau penyelesaian, (Semi, 1988:44).
Berdasarkan uraian di atas mengenai pengertian alur, maka dapat ditarik kesimpulan pengertian dari alur/plot adalah suatu rangkaian peristiwa demi peristiwa dalam cerita yang saling berhubungan sebab akibat satu sama lain sehingga membentuk sebuah cerita yang utuh.

4.3 Penokohan (Perwatakan)
Penokohan (perwatakan) adalah cara melukiskan sikap dan watak para pelakunya atau kepribadian tokoh-tokohnya, meliputi sifat lahir dan sifat batinnya. Para tokoh yang terdapat dalam suatu cerita memiliki peranan yang paling penting dalam suatu cerita disebut tokoh inti atau tokoh utama (tokoh protagonos).

Tokoh dibagi menjadi dua yaitu : tokoh baik (protagonis), tokoh jahat (antagonis). Selain itu tokoh dapat juga dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh pendukung. 

Ada dua cara memperkenalkan pelaku dalam cerita yaitu : secara analitik dan secara dramatik (Antara, 1988:23).
  1. Secara Analitik, yaitu pengarang langsung memaparkan watak atau karakter tokohnya, pengarang menyebutkan tokoh tersebut keras hati.
  2. Secara Dramatik, yaitu pengarang tidak menjelaskan watak pelaku ceritanya secara langsung, watak-watak pelaku ceritanya digambarkan melalui hal-hal lain, seperti pilihan nama tokohnya, cara berpakaiannya, tingkah lakunya terhadap tokoh lain melalui dialog.
Selain itu untuk memahami watak pelaku, kita dapat menelusuri lewat beberapa hal berikut : 
  1. Tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya.
  2. Gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupan maupun caranya berpakaian.
  3. Menunjukkan bagaimana prilakunya.
  4. Melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri.
  5. Memahami bagaimana jalan pikirannya.
  6. Melihat bagaimana tokoh lain berbicara dengannya.
  7. Melihat bagaimana tokoh lain berbincang dengannya. 
  8. Melihat bagaimana tokoh-tokoh yang lain itu memberikan reaksi terhadapnya. 
Melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lainnya. 
(Aminuddin, 1995 : 80-81)

Berdasarkan uraian di atas mengenai pengertian penokohan atau perwatakan dalam sebuah cerita adalah menggambarkan tokoh dipergunakan oleh pengarang untuk memandang, menguraikan persoalan, dan menyelesaikan permasalahan sehingga dapat menghidupkan tokoh dan jalan cerita. Pengarang menempatkan tokohnya dengan karakter yang cocok dengan cerita yang ditulisnya.

4.4 Latar atau Setting
Latar atau setting menjelaskan mengenai waktu, tempat, atau ruang dan suasana terjadinya atau berlangsungnya suatu cerita. Latar tempat merupakan penjelasan tentang tempat terjadinya peristiwa. Latar waktu merupakan penjelasan tentang waktu terjadinya peristiwa. Latar suasana merupakan penjelasan tentang suasana saat suatu peristiwa terjadi (Wendy Widya, dkk. 2006:27).

Menurut Nurgiantoro (1995:216) latar atau setting merupakan waktu/ keadaan alam atau cuaca terjadinya suatu peristiwa, karena setiap perbuatan atau aktivitas manusia akan terjadi pada tempat, waktu, dan keadaan tertentu sehingga cerita itu tampak lebih hidup dan logis untuk menggerakkan emosi pembaca.

Latar disebut juga sebagai landas tumpu yang menyangkut pada pengertian tempat (geografis), hubungan waktu (historis), dan lingkungan sosial (kemasyarakatan) tempat terjadinya peristiwa atau terjadinya cerita. Meskipun ketiga unsut latar ini berbeda namun kenyataannya saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain (Wendy Widya, dkk. 2006:35).

Dari beberapa pendapat di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa, latar/setting tidak hanya sebatas penjelasan mengenai tempat terjadinya peristiwa, melainkan lebih kompleks yaitu menyangkut waktu, lokasi geografis, topografis, sosial budaya, dan agama sehingga dapat memberikan gambaran karakter tokoh dalam cerita. 

4.5 Sudut Pandang
Sudut pandang adalah dari sudut mana pengarang memandang yang menjadi pusat pengisah atau yang menjadi landasan tumpu cerita atau dengan kata lain sudut pandang adalah cara pengarang memandang cerita atau landasan tumpu.
Adapun macam-macam sudut pandang yaitu : 
  • Author-participant (pengarang turut ambil bagian dalam cerita). Dalam hal ini ada dua kemungkinan yaitu pengarang menjadi pribadi pelaku utama sehingga ia menggunakan kata “aku” atau pengarang hanya mengambil bagian kecil saja, maksudnya pengarang menggunakan kata “aku” dalam cerita tetapi bukan sebagai pelaku utamanya. 
  • Author – ominiscient (orang ketiga). Pengarang menceritakan ceritanya dengan mempergunakan kata “dia” untuk pelaku utamanya tetapi ia turut hidup dalam pribadi pelakunya. 
  • Author – observer. Hampir sama dengan author – ominiscient, bedanya pengarang hanya sebagai peninjau seolah-olah ia tidak dapat mengetahui jalan pikiran pelakunya. 
Multiple. Sudut pandang pengarang campur baur. 
Dari penjelasan diatas penulis dapat menyimpulkan sudut pandang adalah langkah strategi pengarang dalam menempatkan dirinya dalam suatu karya sastranya. Dalam strategi itu ada sudut pandang orang pertama, orang ketiga, dan sebagai pengamat.

4.6 Gaya Bahasa
Bahasa dalam seni sastra dapat disamakan dengan cat dalam seni lukis, keduanya merupakan unsur bahan, alat, atau sarana yang diolah untuk dijadikan sebuah karya yang mengandung “nilai lebih” dari pada sekedar bahannya itu sendiri. Bahasa merupakan sarana pengungkap sastra dipihak lain sastra lebih dari sekedar bahasa, deretan kata, namun unsur “kelebihannya” itupun hanya dapat diungkapkan dan ditafsirkan melalui bahasa. Jika sastra dikatakan ingin menyampaikan sesuatu atau mendialogkan sesuatu tersebut hanya dapat dikomunikasikan lewat sarana bahasa. 

Dalam sebuah karya sastra istilah gaya bahasa mengandung pengertian cara seorang pengarang menyampaikan gagasan dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu memuaskan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca (Aminuddin, 1995:72). 

Gaya bahasa berfungsi untuk menghidupkan dan menjiwai karangan agar terasa segar sehingga pembaca tidak merasa jenuh atau bosan. Apabila gaya bahasa yang dipakai oleh pengarang telah menghasilkan “daya” tertentu kepada pembacanya, berarti juga bahasa yang telah digunakan telah mencapai “plastik bahasa”. Karya sastra yang plastik bahasanya tinggi akan disenangi pembaca, sebab gambaran-gambaran atau lukisan-lukisan yang terdapt di dalamnya terasa hidup, segar, dan berjiwa (Adiwardoyo, 1990:2).

Setiap karya sastra khususnya cerpen sangat ditentukan oleh penggunaan gaya bahasa. Gaya bahasa yang indah dan menarik akan memancing untuk menikmati terus rangkaian cerita yang terjalin, tidak menimbulkan rasa bosan bagi pembaca. Setiap pengarang mempunyai gaya bahasa tersendiri dalam membuat karya sastra, dan banyak pengarang dikenal karena gaya bahasa yang digunakan dalam karyanya.

Misalnya pembaca yang sudah sering membaca sebuah karya sastra dan akrab dengan hasil karya seorang pengarang ia akan mengetahui bagaimana cara pengarang itu bercerita. Seorang pembaca kadang-kadang menyenangi karya sastra karena gaya bahasa yang berbeda dalam cerita yang dibuatnya. Gaya bahasa pengarang akan diketahui jika seorang pengarang sudah menulis banyak karya sastra. Dalam membuat karya sastra seorang pengarang ada yang menggunakan gaya bahasa yang lemah, ada yang keras, penuh perasaaan, dan ada juga yang menggunakan gaya bahasa yang bersifat memberontak.

5 Model Pembelajaran Inkuiri
Sejak manusia lahir ke dunia, manusia memiliki dorongan untuk menemukan sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentang alam sekitar di sekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak ia lahir ke dunia. Sejak kecil manusia memiliki keinginan untuk mengenal segala sesuatu melalui indera penglihatan, pendengaran, pengecapan, dan indera-indera lainnya. Hingga dewasa keingintahuan manusia secara terus menerus berkembang dengan menggunakan otak untuk berpikir. Pengetahuan yang dimiliki manusia akan bermakna (meaningfull) manakala didasari oleh keingintahuan itu. Didasari hal inilah suatu strategi pembelajaran yang dikenal dengan pembelajaran inkuiri dikembangkan.

Inkuiri berasal dari kata to inquire yang berarti ikut serta, atau terlibat, dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan melakukan penyelidikan. Ia menambahkan bahwa pembelajaran inkuiri ini bertujuan untuk memberikan cara bagi siswa untuk membangun kecakapan-kecakapan intelektual (kecakapan berpikir) terkait dengan proses-proses berpikir reflektif. Jika berpikir menjadi tujuan utama dari pendidikan, maka harus ditemukan cara-cara untuk membantu individu untuk membangun kemampuan itu (Wina Sanjaya, 2010:196).

Selanjutnya Sanjaya, 2010:196-197 menyatakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi ciri utama strategi pembelajaran inkuiri. Pertama, strategi inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya pendekatan inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri. Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self believe). Artinya dalam pendekatan inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Aktivitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa, sehingga kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan pembelajaran inkuiri. Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental, akibatnya dalam pembelajaran inkuiri siswa tidak hanya dituntut agar menguasai pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya.

Menurut Gulo (dalam Astini, 2012:14) ada dua sasaran keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar. Kegiatan belajar di sini adalah kegiatan mental, intelektul, dan sosial emosional. Kedua adalah keterangan kegiatan secara logis dan sitematis pada tujuan pengajaran dan mengembangkan sikap percaya diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri. Gulo (dalam Astini, 2012:14) menggambarkan proses belajar melalui inkuiri meliputi beberapa kegiatan siswa sebagai berikut :
  1. Bertanya, tidak semata-mata mendengarkan dan menghafal;
  2. Bertindak, tidak semata-mata melihat dan mendengarkan;
  3. Memberi pemecahan, tidak semata-mata mendapatkan;
  4. Menemukan problema, tidak semata –mata belajar fakta-fakta;
  5. Menganalisis, tidak semata-mata mengamati
  6. Membuat sintesis, tidak semata-mata membuktikan;
  7. Berpikir, tidak semata-mata melamun/membayangkan;
  8. Menghasilkan tidak semata-mata menggunakan;
  9. Menyusun, tidak semata-mata mengumpulkan;
  10. Menciptakan, tidak semata-mata memproduksi kembali;
  11. Menerapkan, tidak semata-mata mengingat-ingat;
  12. Mengekspresikan, tidak semata-mata membenarkan;
  13. Mengkritik, tidak semata-mata menerima;
  14. Merancang, tidak semata-mata beraksi;
  15. Mengevaluasi dan menghubungkan, tidak semata-mata mengulangi. 
Lebih lanjut Sanjaya (dalam Astini, 2012:13) menyatakan bahwa pendekatan inkuiri memberikan kebaikan sebagai berikut :
  • Pengajaran menjadi lebih berpusat pada anak (instruction becomes student centered). Salah satu prinsip psikologi tentang belajar menyatakan bahwa makin besar keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar, makin besar kemampuan belajarnya.
  • Proses belajar melalui inkuiri dapat membentuk dan mengembangkan konsep diri siswa (inquiry learning builds the self-concept of the student). Bila kita mempunyai konsep diri yang baik, maka secara psikologis diri kita akan merasa aman, terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru, berkeinginan untuk mencoba-coba dan menyelidiki, lebih kreatif, bermental sehat dan akhirnya menjadi orang yang berguna.
  • Tingkat pengharapan bertambah (expectancy level increases). Dari pengalaman-pengalaman yang berhasil dalam menggunakan kemampuan-kemampuan menyelidiki siswa akan menyadari kemampuannya.
  • Pendekatan inkuiri dapat mengembangkan bakat (inquiry learning develops talent). Mengajar dengan pendekatan inkuiri memberikan kesempatan lebih banyak untuk mengembangkan bakat-bakat selain bakat akademik. 
  • Pendekatan inkuiri dapat menghindari siswa dari cara-cara belajar menghafal.
  • Pendekatan inkuiri memberikan waktu pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi informasi. Sanjaya, percaya bahwa tidak akan terjadi proses belajar yang sejati, apalagi siswa tidak bertindak terhadap informasi secara mental, dan mengasimilasi atau mengakomodasi apa yang dijumpainya dalam lingkungannya. 
Model pembelajaran inkuiri dapat dilaksanakan dengan baik dengan syarat memerlukan kondisi sebagai berikut (Sanjaya, 2009:208) :
  1. Kondisi yang fleksibel, bebas untuk berinteraksi.
  2. Kondisi lingkungan yang responsif.
  3. Kondisi yang memudahkan untuk memusatkan perhatian.
  4. Kondisi yang bebas dari tekanan
Dengan demikian, pembelajaran inkuiri menekankan pada keaktifan siswa, baik aktif secara mental maupun fisik dalam mencari dan menemukan sendiri konsep-konsep materi yang dipelajari. Dengan keterlibatan fisik dan mental secara maksimal, pembelajaran diharapkan lebih bermakna dan memiliki nilai tersendiri bagi siswa.

6 Langkah-langkah Pelaksanaan Strategi Pembelajaran Inkuiri
Sanjaya (2010:202) menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
1. Orientasi
Pada tahap ini guru melakukan langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang kondusif. Hal yang dilakukan dalam tahap orientasi ini adalah: 
  • Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa
  • Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan.
  • Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar siswa.
2. Merumuskan Masalah 
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu. Teka-teki dalam rumusan masalah tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam pembelajaran inkuiri, oleh karena itu melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir.
3. Merumuskan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.
4. Mengumpulkan Data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menyaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya.
5. Menguji Hipotesis
Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.
6. Merumuskan Kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan. 

Alasan rasional penggunaan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri adalah bahwa siswa akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai pelajaran bahasa Indonesia dan akan lebih tertarik terhadap sastra khususnya cerpen jika mereka dilibatkan secara aktif dalam melakukan penyelidikan. Investigasi yang dilakukan oleh siswa merupakan tulang punggung pembelajaran dengan pendekatan inkuiri. Investigasi ini difokuskan untuk memahami konsep-konsep matematika dan meningkatkan ketrampilan proses berpikir ilmiah siswa. Sehingga diyakini bahwa pemahaman konsep merupakan hasil dari proses berpikir ilmiah tersebut.

Pembelajaran dengan pendekatan inkuiri yang mensyaratkan keterlibatan aktif siswa diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar dan sikap anak terhadap pelajaran bahasa Indonesia khususnya pelajaran sastra, khususnya kemampuan pemahaman dan komunikasi siswa. Pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah. Siswa benar-benar ditempatkan sebagai subjek yang belajar, peranan guru dalam pembelajaran dengan pendekatan inkuiri adalah sebagai pembimbing dan fasilitator. Tugas guru adalah memilih masalah yang perlu disampaikan kepada kelas untuk dipecahkan. Namun dimungkinkan juga bahwa masalah yang akan dipecahkan dipilih oleh siswa. Tugas guru selanjutnya adalah menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam rangka memecahkan masalah. Bimbingan dan pengawasan guru masih diperlukan, tetapi intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan masalah harus dikurangi. Dalam teknik inkuiri guru berperan untuk :
  1. Menstimulir dan menantang siswa untuk berpikir.
  2. Memberikan fleksibilitas atau bentuk berinisiatif dan bertindak.
  3. Memberikan dukungan untuk inkuiri.
  4. Menemukan diagnosa kesulitan - kesulitan siswa dan membantu mengatasinya.
7 Jenis-jenis Pendekatan Inkuiri
Pendekatan inkuiri tebagi menjadi tiga jenis berdasarkan besarnya intervensi guru terhadap siswa atau besarnya bimbingan yang diberikan oleh guru kepada siswanya. Ketiga jenis pendekatan inkuiri, tersebut adalah : 
Inkuiri Terbimbing (guided inquiry approach) 
Pendekatan inkuiri terbimbing yaitu pendekatan inkuiri dimana guru membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan pada suatu diskusi. Guru mempunyai peran aktif dalam menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya. Pendekatan inkuiri terbimbing ini digunakan bagi siswa yang kurang berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri. Dengan pendekatan ini siswa belajar lebih berorientasi pada bimbingan dan petunjuk dari guru hingga siswa dapat memahami konsep-konsep pelajaran. Pada pendekatan ini siswa akan dihadapkan pada tugas-tugas yang relevan untuk diselesaikan baik melalui diskusi kelompok maupun secara individual agar mampu menyelesaikan masalah dan menarik suatu kesimpulan secara mandiri (Robert Slavin. E, 2008:112).

Pada dasarnya siswa selama proses belajar berlangsung akan memperoleh pedoman sesuai dengan yang diperlukan. Pada tahap awal, guru banyak memberikan bimbingan, kemudian pada tahap-tahap berikutnya, bimbingan tersebut dikurangi, sehingga siswa mampu melakukan proses inkuiri secara mandiri. Bimbingan yang diberikan dapat berupa pertanyaan-pertanyaan dan diskusi multi arah yang dapat mengiring siswa agar dapat memahami konsep pelajaran.

Inkuiri Bebas (free inquiry approach) 
Pada umumnya pendekatan ini digunakan bagi siswa yang telah berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri. Karena dalam pendekatan inkuiri bebas ini siswa ditempatkan seolah-olah bekerja seperti seorang ilmuwan. Siswa diberi kebebasan menentukan permasalahan untuk diselidiki, menemukan dan menyelesaikan masalah secara mandiri, merancang prosedur atau langkah-langkah yang diperlukan.

Selama proses ini, bimbingan dari guru sangat sedikit diberikan atau bahkan tidak diberikan sama sekali kepada siswa. Salah satu keuntungan belajar dengan metode ini adalah adanya kemungkinan siswa dalam memecahkan masalah open ended dan mempunyai alternatif pemecahan masalah lebih dari satu cara, karena tergantung bagaimana cara mereka mengkonstruksi jawabannya sendiri. Selain itu, ada kemungkinan siswa menemukan cara dan solusi yang baru atau belum pernah ditemukan oleh orang lain dari masalah yang diselidiki (Robert Slavin. E, 2008:112).

Inkuiri Bebas yang dimodifikasikan (modified free inquiry approach)
Pendekatan ini merupakan kolaborasi atau modifikasi dari dua pendekatan inkuiri sebelumnya, yaitu : pendekatan inkuiri terbimbing dan pendekatan inkuiri bebas. Meskipun begitu permasalahan yang akan dijadikan topik untuk diselidiki tetap diberikan acuan kurikulum yang telah ada. Artinya, dalam pendekatan ini siswa tidak dapat memilih atau menentukan masalah untuk diselidiki secara sendiri, namun siswa yang belajar dengan pendekatan ini menerima masalah dari gurunya untuk dipecahkan dan tetap memperoleh bimbingan. Namun bimbingan yang diberikan lebih sedikit dari inkuiri terbimbing dan tidak terstruktur.

Dalam pendekatan inkuiri jenis guru membatasi memberi bimbingan, agar siswa berupaya terlebih dahulu secara mandiri, dengan harapan agar siswa dapat menemukan sendiri penyelesaiannya. Namun, apabila ada siswa yang tidak dapat menyelesaikan permasalahannya, maka bimbingan dapat diberikan secara tidak langsung dengan memberikan contoh-contoh yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi, atau melalui diskusi dengan siswa dalam kelompok lain (Robert Slavin. E, 2008:112).

Berdasarkan pengertian dan uraian dari ketiga jenis pembelajaran dengan pendekatan inkuiri, penulis memilih Pendekatan inkuiri terbimbing yang akan digunakan dalam penelitian ini. Pemilihan ini penulis lakukan karena dengan pertimbangan bahwa penelitian yang dilakukan terhadap siswa kelas VII C SMP Sunari Loka Kuta Badung, dimana tingkat perkembangan kognitif siswa masih pada tahap peralihan dari operasi konkrit ke operasi formal, dan siswa masih belum berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri serta karena siswa masih dalam taraf belajar proses ilmiah, sehingga penulis beranggapan pendekatan inkuiri terbimbing lebih cocok untuk diterapkan.

8 Keunggulan dan Kelemahan Strategi Pembelajaran Inkuiri
8.1 Keunggulan Strategi Pembelajaran Inkuiri
Strategi pembelajaran inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang banyak dianjurkan oleh karena strategi ini memiliki beberapa keunggulan, diantaranya : 
  • Strategi pembelajaran inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna. 
  • Strategi pembelajaran inkuiri dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka. 
  • Strategi pembelajaran inkuiri merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. 
  • Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran inkuiri dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar (Wina Sanjaya, 2010:208). 
8.2 Kelemahan Strategi Pembelajaran Inkuiri
Disamping memiliki keunggulan, strategi pembelajaran inkuiri juga mempunyai kelemahan, diantaranya : 
  • Strategi ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar. 
  • Jika strategi pembelajaran inkuiri digunakan sebagai strategi pembelajaran, maka akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa. 
  • Kadang-kadang dalam mengimplementasikan memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukannya. 
  • Selama kriteria keberhasialan belajar ditemukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pembelajaran, maka strategi pembelajaran inkuiri akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru (Wina Sanjaya, 2010:208-209). 
Blog, Updated at: 08.14.00

0 komentar:

Posting Komentar