Teori Kebijakan Moneter , Pengertian dan Konsep Kebijakan Moneter

Posted By frf on Senin, 27 Maret 2017 | 04.36.00

TEORI KEBIJAKAN MONETER
Setelah membaca bab ini, mahasiswa diharapkan mampu:
  1. Memahami tentang konsep dasar dan pengertian Kebijakan Moneter
  2. Memahami tentang konsep tenggang waktu (lag) efek dari kebijakan moneter terhadap perkembangan perekonomian
  3. Menjelaskan tentang kerangka strategis kebijakan moneter
  4. Menjelaskan tentang mekanisme transmisi kebijakan moneter
  5. Menjelaskan tentang kerangka operasional kebijakan moneter
  6. Memahami konsep penargetan inflasi atau Inflation Targeting Framework (ITF)
Deskripsi Singkat:
Paba bab 9: Kebijakan Moneter, menguraikan tentang konsep-konsep dasar dan pengertian kebijakn moneter, adanya tenggang waktu (lag) efek dari kebijakan moneter terhadap perkembangan perekonomian, kerangka strategis kebijakan moneter, beberapa mekanisme transmisi kebijakn moneter anatara lain melalui jalur suku bunga, jalur harga aset, jalur kredit, dan jalur ekspektasi, cara kerja kebijakan moneter yang dijelaskan melalui kerangka kerja kebijakan moneter, dan konsep penargetan inflasi atai Inflation Targeting Framework sebagai konsep baru dalam kebijakan moneter.

1. Konsep dan Pengertian
Kebijakan Moneter merupakan kebijakan otoritas moneter atau bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter dan atau suku bunga untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Pada dasarnya tujuan kebijakan moneter adalah dicapainya keseimbangan interen (internal balance) dan keseimbangan ekstern (external balance). Keseimbangan interen biasanya diwujudkan oleh terciptanya kesempatan kerja yang tinggi, dan laju inflasi yang rendah. Sedangkan keseimbangan ekstern ditujukan agar neraca pembayaran internasional seimbang.

Kebijakan moneter dibagi dalam dua jenis, yaitu kebijakan moneter ekspansif dan kebijakan moneter kontraktif. Kebijakan moneter ekspansif adalah kebijakan moneter yang ditujukan untuk mendorong kegiatan ekonomi, yang antara lain dilakukan melalui peningkatan jumlah uang beredar. Sedangkan kebijakan moneter kontraktif adalah kebijakan moneter yang ditujukan untuk memperlambat kegiatan ekonomi, yang antara lain dilakukan melalui penurunan jumlah uang beredar.

2. Tenggang Waktu (Lag) Efek dari Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter untuk tujuan stabilisai ekonomi tergantung pada, kuat/tidaknya hubungan antara perubahan kebijakan moneter dengan kegiatan ekonomi dan jangka waktu antara perubahan kebijakan moneter dan efeknya terhadap kegiatan ekonomi. Jangka waktu antara perubahan kebijakan dengan perubahan kegiatan ekonomi sering disebut tenggang waktu (lag).

Ada dua macam lag dalam kebijakan moneter, yaitu inside lag dan outside lag. Yang dimaksud dengan inside lag adalah jarak waktu dari timbulnya permasalahan di dalam perekonomian sampai dengan dimulainya tindakan kebijakan untuk mengatasinya. Inside lag terdiri dari tiga macam lag. Pertama, adalah jarak waktu mulai dari timbulnya masalah sampai dengan saat para pembuat kebijakan menyadari bahwa memang ada masalah. Ini disebut recognition lag. Kedua, adalah jarak waktu antara saat diketahuinya ada masalah dan saat diputuskannya suatu tindakan. Disebut dengan decision lag. Ketiga adalah jarak waktu antara saat keputusan kebijakn diambil dan saat keputusan tersebut mulai dilaksanakan. Ini disebut action lag. Sedangkan outside lag adalah jarak waktu antara saat mulai dilaksanakannya langkah kebijakan dan saat timbulnya akibat pada perekonomian.

Masalah lag menjadi sangat penting terutama dalam kaitannya dengan kebijakan stabilisasi. Lag ini menunjukkan efisiensi kebijakan moneter, karena dengan adanya lag, seringkali kebijakan moneter yang ditujukan untuk stabilisasi kegiatan ekonomi justru berakhir dengan ketidakstabilan.

Kebijakan moneter pada umumnya diterapkan sejalan dengan siklus kegiatan ekonomi (business cycle). Kebijakan moneter yang diterapkan pada kondisi ketika perekonomian sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat (boom) tentu berbeda dengan kebijakan moneter yang diterapkan pada saat perekonomian sedang melambat (resesi). Kebijakan moneter yang ekspansif diyakini dapat mendorong kegiatan ekonomi yang sedang mengalami resesi. Sebaliknya, kebijakan moneter kontraktif dapat memperlambat laju inflasi yang pada umumnya terjadi pada saat kegiatan perekonomian sedang mengalami boom. Gambaran yang lebih jelas mengenai kondisi tersebut dapat dilihat pada grafik dibawah ini

Pada situasi dalam kurun waktu atau fase kegiatan perekonomian sedang mengalami resesi (misalkan dari A ke B), bank sentral dapat memperpendek periode resesi dengan melakukan kebijakan moneter yang ekspansif sehingga perekonomian dapat lebih cepat mengalami pemulihan kembali (recovery) dan sebaliknya. Namun, dengan adanya lag sering mengakibatkan mekanisme tersebut tidak berjalan dengan baik.

Kebijakan moneter yang ekspansif diambil pada saat perekonomian lesu. Karena efek kebijakan ini ada tenggang waktu, maka baru terasa justru pada waktu perekonomian membaik dan bahkan kegiatan ekonomi dapat lebih melonjak dibandingkan dengan apabila tidak diambil kebijakan moneter yang ekspansif. Kegiatan ekonomi terus meningkat dan inflasi mungkin dapat timbul. Untuk mencegahnya, maka diambil kebijakan moneter yang kontraktif. Karena adanya lag, maka efeknya terasa pada waktu kegiatan ekonomi menurun, dan bahkan menurunnya lebih tajam.

3. Kerangka Strategis Kebijakan Moneter
Kerangka strategis kebijakan moneter pada dasarnya terkait dengan penetapan tujuan akhir kebijakan moneter dan strategi untuk mencapainya. Permasalahan yang sering terjadi adalah bahwa sasaran akhir yang ingin dicapai dari suatu kebijakan moneter sangat banyak dan belum tentu semua dapat dicapai secara bersamaan dan bahkan bisa saling kontradiktif. Misalnya, upaya untuk mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja pada umumnya dapat mendorong peningkatan harga sehingga pencapaian stabilitas ekonomi makro tidak optimal. Menyadari hal ini, beberapa negara secara bertahap telah bergeser menerapkan kebijakan moneter yang lebih memfokuskan pada sasaran tunggal.

Secara prinsip terdapat beberapa strategi dalam mencapai tujuan kebijakan moneter. Masing-masing strategi memiliki karakteristik sesuai dengan indikator tertentu yang digunakan sebagai nominal anchor ”jangkar nominal” atau ”sasaran antara” dalam mencapai tujuan akhir. Beberapa strategi kebijakan moneter tersebut, antara lain:

1. Penargetan Nilai Tukar (Exchange Rate Targeting)
Strategi kebijakan moneter dengan penargetan nilai tukar mendasarkan pada keyakinan bahwa nilai tukarlah yang paling dominan pengaruhnya terhadap pencapaian sasaran akhir kebijakan moneter. Pada umumnya, strategi ini ditempuh oleh negara-negara yang perekonomiannya relatif kecil tetapi sangat terbuka seperti Singapura dan Belanda.

Dalam pelaksanaannya, terdapat tiga alternatif yang dapat ditempuh:
  1. dengan menetapkan nilai mata uang domestik terhadap harga komoditas tertentu yang diakui secara internasional
  2. dengan menetapkan nilai mata uang domestik terhadap mata uang negara-negara besar yang mempunyai laju inflasi yang rendah
  3. dengan menyesuaikan nilai mata uang domestik terhadap mata uang negara tertentu ketika perubahan nilai mata uang diperkenankan sejalan dengan perbedaan laju inflasi diantara kedua negara.
Kelebihan dari strategi penargetan nilai tukar adalah:
  1. dapat meredam laju inflasi yang berasal dari perubahan harga barang-barang impor
  2. dapat mengarahkan ekspektasi masyarakat terhadap inflasi
  3. dapat memberikan kaidah baku (rules) dan dapat mendisiplinkan pelaksanaan kebijakan moneter
  4. penargetan nilai tukar bersifat cukup sederhana dan jelas sehingga mudah dipahami oleh masyarakat
Sedangkan kelemahan dari strategi penargetan nilai tukar adalah:
  • Penargetan nilai tukar dalam kondisi perekonomian suatu negara sangat terbuka dan mobilitas dana luar negeri sangat tinggi akan menghilangkan independensi kebijakan moneter domestik dari pengaruh luar negeri
  • Dapat menyebabkan setiap gejolak struktural yang terjadi di negara lain akan berdampak secara langsung pada stabilitas perekonomian domestik
  • Rentan terhadap tindakan spekulasi dalam pemegangan mata uang domestik
2. Penargetan Besaran Moneter (Monetary Targeting)
Penargetan besaran moneter dilakukan dengan menetapkan pertumbuhan jumlah uang beredar sebagai sasaran antara, serta kredit. Kelebihan utama dari penargetan besaran moneter adalah dimungkinkannya kebijakan moneter yang independen sehingga bank sentral dapat memfokuskan pencapaian tujuan yang ditetapkan.

3. Penargetan Inflasi (Inflation Targeting)
Penargetan inflasi dilakukan dengan mengumumkan kepada public mengenai target inflasi jangka menengah dan komitmen bank sentral untuk mencapai stabilitas harga sebagai tujuan jangka panjang dari kebijakan moneter. Dengan menargetkan inflasi sebagai jangkar nominal, bank sentral dapat menjadi lebih kredibel dan lebih fokus didalam mencapai kestabilan harga sebagai tujuan akhir.

4. Strategi Kebijakan Moneter tanpa jangkar yang tegas (implicit but not explicit anchor)
Dalam rangka mencapai kinerja perekonomian yang memuaskan , beberapa Negara lebih memilih strategi kebijakan moneter tanpa mengungkapkan penargetan secara tegas. Akan tetapi, bank sentral tetap memberikan perhatian dan komitmen untuk mencapai tujuan akhir kebiajakn moneter.

4. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Kerangka strategis kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral banyak dipengaruhi oleh keakinan bank sentral yangb bersangkutan terhadap suatu proses tertentu mengenai bagaimana kebijakan moneter berpengaruh terhadap perekonomian. Proses ini dikenal dengan mekanisme transmisi kebijakan moneter.

Ada beberapa jalur moneter yang mempengaruhi kegiatan ekonomi, diantaranya:
1. Jalur suku bunga
Mekanisme transmisi melalui jalur suku bunga menekankan bahwa kebijakan moneter dapat mempengaruhi permintaan agregat melaui perubahan suku bunga. Pengaruh perubahan suku bunga jangka pendek ditransmisikan pada suku bunga jangka menengah-panjang melalui mekanisme penyeimbangan sisi permintaan dan penawaran di pasar uang. Perkembangan suku bunga tersebut akan mempengaruhi cost of capital (biaya modal) yang pada gilirannya akan mempengaruhi pengeluaran investasi dan konsumsi yang merupakan komponen dari permintaan agregat.

2. Jalur nilai tukar
Mekanisme transmisi melalui jalur nialai tukar menekankan bahwa pergerakan nilai tukar dapat mempengaruhi perkembangan penawaran dan permintaan agregat, dan selanjutnya output dan harga.

3. Jalur harga aset
Mekanisme transmisi melalui jalur harga aset menekankan bahwa kebijakan moneter berpengaruh pada perubahan harga aset dan kekayaan masyarakat yang selanjutnya mempengaruhi pengeluaran investasi dan konsumsi. Apabila bank sentral melakukan kebijakan moneter kontraktif, maka hal tersebut akan mendorong peningkatan suku bunga, dan pada gilirannya akan menkan harga pasar aset perusahaan. Penurunan harga aset dapat berakibat pada dua hal. Pertama, mengurangi kemampuan perusahaan untuk melakukan ekspansi. Kedua, menurunkan nilai kekayaan dan pendapatan, yang pada gilirannya mengurangi pengeluaran konsumsi. Secara keseluruhan kedua hal tersebut berdampak pada penurunan pengeluaran agregat.

4. Jalur kredit
Mekanisme transmisi melalui jalur kredit menekankan bahwa pengaruh kebijakan moneter terhadap output dan harga terjadi melalui kredit perbankan. Transmisinya dibedakan menjadi dua jalur. Pertama, bank lending channel (jalur pinjaman bank) yang menekankan pengaruh kebijakan moneter pada kredit karena kondisi keuangan bank , khususnya sisi aset. Kedua, firm balance sheet channel (jalur neraca perusahaan) yang menekankan pengaruh kebijakan moneter pada kondisi keuangan perusahaan seperti cash flow (arus kas) dan leverage (rasio utang terhadap modal) dan selanjutnya mempengaruhi akses perusahaan untuk mendapatkan kredit.

Menurut jalur pinjaman bank, selain sisi aset, sisi liabilitas bank juga penting dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter. Apabila bank sentral melaksanakan kebijakan moneter kontraktif, maka melalui rasio giro wajib minimum di bank sentral, cadangan yang ada di bank akan mengalami penurunan sehingga dana yang dapat dipinjamkan (loanable fund) oleh bank akan mengalami penurunan. Apabila hal tersebut tidak diatasi dengan melakukan penambahan dana/pengurangan surat-surat berharga, maka kemampuan bank untuk memberikan pinjaman akan menurun. Kondisi ini menyebabkan investasi dan selanjutnya mendorong penurunan output.

Sedangkan jalur neraca perusahaan menekankan bahwa kebijakan moneter yang dilakukan oleh bank sentral akan mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan. Apabila bank sentral melakukan kebijakan moneter yang ekspansif, maka suku bunga di pasar akan turun, dan mendorong harga saham meningkat dengan demikian nilai pasar dari modal perusahaan akan meningkat dan rasio leverage perusahaan akan menurun sehingga dapat memperbaiki tingkat kelayakan permohonan kredit yang diajukan perusahaan kepada bank. Kondisi ini mendorong pemberian kredit oleh bank, selanjutnya meningkatkan investasi dan pada akhirnya meningkatkan output.

5. Jalur ekspektasi
Mekanisme transmisi melalui jalur ekspektasi menekankan bahwa kebijakan moneter dapat diarahkan untuk mempengaruhi pembentukan ekspektasi mengenai inflasi dan kegiatan ekonomi. Kondisi tersebut mempengaruhi perilaku agen-agen ekonomi dalam melakukan keputusan konsumsi dan investasi, yang pada gilirannya akan mendorong perubahan permintaan dan inflasi.

5. Kerangka Operasional Kebijakan Moneter
Untuk mengetahui bagaimana suatu kebijakan moneter dilaksanakan, maka perlu dipahami tentang kerangka operasional kebijakan moneter yang pada umumnya mencakup instrumen, sasaran operasional, dan sasaran antara yang dipergunakan untuk mencapai sasaran akhir yang telah ditetapkan.

Implementasi kebijakan moneter dalam mencapai sasaran akhir dapat dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatankuantitas besaran moneter (quantity based approach) dan suku bunga sebagai harga besaran moneter (price based approach). Pendekatan berdasarkan kuantitas dilakukan dengan menetapkan sasaran operasional ug primer dan sasaran antara jumlah uang beredar atau kredit pada tingkat tertentu. Sedangkan pendekatan berdasarkan suku bunga dilakukan dengan mentapkan sasaran oparional suku bunga jangka pendek pada tingkat tertentu, tetapi perkembangn suku bunga jangka menengah tidak ditetapkan secara tegas sebagai sasaran antara. Pengaruh perubahan sasaran operasional ditransmisikan pada perubahan sasaran akhir melalui perkembangan beragam variabel informasi yang berfungsi sebgai indikator utama dari perkembangan kegiatan ekonomi dan tekanan inflasi.

Sasaran antara diperlukan karena untuk mencapai sasaran akhir yang ditetapkan, terdapat tenggang waktu antara pelaksanaan kebijakan moneter dan hasil pencapaian sasaran akhir. Oleh karena itu, diperlukan adanya indikator-indikator yang lebih segera dapat dilihat untuk mengetahui indikasi arah pergerakan ekonomi dan inflasi ke depan dan respon kebijakan moneter yang diperlukan, yang biasanya disebut sasaran antara. Selain itu, sasaran antara yang dipilih harus memiliki kestabilan hubungan dengan sasaran akhir. Beberapa sasaran antara yang dapat digunakan antara lain adalah besaran moneter seperti M1, M2, kredit, dan suku bunga.

Selanjutnya, untuk mencapai sasaran antara tersebut, bank sentral memerlukan sasaran-sasaran yang bersifat operasional agar proses transmisi dapat berjalan sesuai dengan rencana. Sasaran operasional yang dpilih harus memiliki kestabilan hubungan dengan sasaran antara, dapat dikendalikan bank sentral, dan informasi tersedia lebih awal daripada sasaran antara. Beberapa sasaran operasional yang dapat digunakan antara lain adalah uang primer (M0) dan suku bunga jangka pendek.

Sedangkan, instrumen moneter adalah instrumen yang dimiliki oleh bank sentral yang dapat digunakan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mempengaruhi sasaran-sasaran operasional yang telah ditetapkan. Instrumen kebijakan moneter dapat digolongkan kedalam dua jenis, yaitu instrumen kebijakan moneter langsung (direct monetary policy instrument) dan instrumen kebijakan moneter tidak langsung (indirect monetary policy instrument).

1. Instrumen Kebijakan Moneter Langsung
Instrumen kebijakan moneter langsung adalah instrumen pengendalian moneter yang digunakan bank sentral untuk mempengaruhi jumlah uang beredar secara langsung, atau dengan kata lain adalah instrumen pengendalian moneter yang dapat secara langsung mempengaruhi sasaran operasional yang diinginkan oleh bank sentral. Instrumen kebijakan moneter langsung yang biasa digunakan oleh bank sentral, anatara lain adalah:

a. Pagu Kredit (credit ceilling)
Pagu kredit adalah penentuan jumlah batas maksimal kredit yang diperbolehkan untuk disalurkan oleh masing-masing bank yang ditetapkan oleh bank sentral. Penentuan jumlah pagu kredit dapat ditetapkan berdasarkan jumlah modal yang dimiliki oleh bank atau dikaitkan dengan jumlah dana pihak ketiga yang dikelola bank. Kebijakan pagu kredit ini pernah dilakukan di Indonesia sampai pada era deregulasi atau kebijakan moneter dan perbankan 1 Juni 1983.

b. Penetapan tingkat bunga (interest rate ceilling)
Penetapan tingkat bunga dilakukan dengan menentukan besarnya tingkat bunga yang diberikan atau dikenakan oleh bank kepada nasabahnya, baik nasabah deposan atau penabung maupun nasabah debitur. Pengunaan instrumen ini pernah dilakukan Indonesia sampai dengan pertengahan 1983 bersamaan dengan ditinggalkannya kebiajakn pagu kredit 1 Juni 1983.

c. Penurunan nilai uang
Salah satu kebijakan pengendalian moneter yang berdampak langsung terhadap pengurangan jumlah uang beredar adalah dengan menurunkan nilai uang yang ada di tangan masyarakat atau perbankan. Penurunan nilai uang biasanya dilakukan dengan prosentase tertentu dari nilai nominal uang, tergantung pada kebijakan pemerintah atau bank sentral. Pengurangan uang itu tidak mendapat penggantian dari pemerintah. Pada akhir tahun 1950-an pemerintah Indonesia pernah melakukan penurunan nilai uang dengan cara menggunting uang menjadi hanya bernilai 50% saja. 

d. Kredit langsung (direct loan)
Kredit langsung dimaksudkan untuk membantu pembiayaan sektor-sektor usaha tertentu yang merupakan sektor yang diprioritaskan untuk dikembangkan dan telah diprogram oleh pemerintah. Kredit ini disalurkan langsung oleh pemerintah melalui lembaga keuangan (perbankan) sebagai agen pemerintah. Pemerintah Indonesia telah banyak menyalurkan kredit langsung pada tahun 1980-an untuk memacu perkembangan sektor usaha kecil menengah, yaitu kredit modal kerja permanen dan kredit investasi kecil.

2. Instrumen Kebijakan Moneter Tidak Langsung
Instrumen kebijakan moneter tidak langsung adalah instrumen pengendalian moneter yang secara tidak langsung mempengaruhi sasaran operasional ke arah yang ditargetkan oleh bank sentral sebagi otoritas moneter. Instrumen tidak langsung yang digunakan bank sentral adalah sebagai berikut:

a. Likuiditas Wajib Minimum (Statutory Reserve Requirements)
Likuiditas wajib minimum adalah ketentuan yang mewajibkan setiap bank memelihara sejumlah minimum alat likuid yang dinyatakan dalam prosentase tertentu dari jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun atau kewajiban lancer bank. Di Indonesia sampai dengan Pakto 27, 1988, alat likuid yang wajib dipelihara terdiri dari kas dan giro pada Bank Indonesia sebesar 15% dari kewajiban segera bank. Selanjutnya, ketentuan likuiditas wajib minimum berdasarkan Pakto 27, 1988 mengalami perubahan. Komponen alat likuid yang wajib dipelihara bank hanyalah saldo giro pada BI sebesar minimum 2% dari dana pihak ketiga. Sedangkan komponen kas yang sebelumnya menjadi komponen alat likuid pengelolaannnya diserahkan ke masing-masing bank. Oleh karena itu, ketentuan likuiditas wajib minimum juga disebut sebagai Giro Wajib Minimum (GWM).

b. Fasilitas Diskonto (Discount Facility)
Fasilitas diskonto adalah fasilitas yang diberikan kepada perbankan dalam bentuk pinjaman dengan menggunakan surat-surat berharga yang dimiliki sebagai jaminan. Tingkat diskonto (discount rate) untuk fasilitas pinjaman ini sangat dipengaruhi oelh arah kebijakan moneter.

c. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka (OPT) adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh bank sentral dengan bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter. OPT dilakukan melalui kegiatan: penerbitan Sertifikat Bank Indonesia (SBI), jual beli surat berharga dalam rupiah yang meliputi SBI, Surat Utang Negara dan surat berharga lain yang berkualitas tinggi dan mudah dicaikan, penyediaan Fasilitas Simpanan Bank Indonesia dalam rupiah (FASBI), dan jual beli valas.

d. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Cara kerja instrument ini adalah bank sentral memberikan himbauan kepada bank-bank, biasanya terutama kepada bank-bank utama saja (leading bank), agar menjalankan himbauan atau perintaan bank sentral sesuai dengan kebijakan moneter yang dijalankannya. 

6. Inflation Targeting Framework (ITF)
Inflation Targeting Framework merupakan suatu kerangka kerja kebijakan moneter yang mempunyai cirri-ciri utama, yaitu adanya pernyataan resmi dari bank sentral dan dikuatkan dengan undang-undang bahwa tujuan akhir kebijakan moneter adalah mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang rendah, serta pengumuman target inflasi kepada publik.

Prinsip dasar yang melandasi kerangka kerja ITF adalah bahwa sasaran akhir dari kebijakan moneter diutamakan untuk mencapai dan memelihara laju inflasi yang rendah dan stabil. Hal ini didasarkan pada dua pertimbangan pokok. Pertama, laju inflasi yang tinggi menimbulkan biaya sosial yang harus ditanggung oleh masyarakat karena menurunnya daya beli atas pendapatan yang diperolehnya maupun meningkatnya ketidakpastian yang dapat mempersulit perencanaan usaha dan memperburuk kegiatan perekonomian. Kedua, perkembangan teori ekonomi dalam literatur dan temuan empiris di berbagai negara menunjukkan bahwa kebijakan moneter dalam jangka menengah-panjang hanya berpengaruh pada inflasi.

Konsep dasar kebijakan moneter dengan ITF dapat dijelaskan dengan pokok-pokok kerangka kerja berikut:
1. Sasaran Inflasi
Kerangka ITF dimulai dengan penetapan dan pengumuman sasaran inflasi yang ingin dicapai oleh bank sentral. Penetapan sasaran inflasi mempertimbangkan berbagai faktor dan perkembangan ekonomi makro negara yang bersangkutan, terutama besarnya kerugian sosial yang ditimbulkan oleh pengaruh tingginya inflasi terhadap penurunan daya beli masyarkat. Selain itu, harus dipertimbangkan pula efektivitas pencapaiannya melalui pelaksanaan kebijakan moneter bank sentral, termasuk jenis inflasi yang dipergunakan dan jangka waktu pencapaiannya.

2. Kebijakan moneter mengarah ke depan
Dengan inflasi sebagai sasaran akhir, perumusan kebijakan moneter diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan untuk jangka waktu beberapa tahun ke depan. Mengingat adanya lag dari pengaruh kebijakan moneter terhadap inflasi, maka kebijakan moneter yang dilakukan sekarang merupakanlangkah yang bersifat antisipatif, bukan reaktif, atas akan terjadinya tekanan inflasi di masa yang akan datangdibandingkan dengan sasaran inflasi yang telah ditetapkan.

3. Transparansi
Penerapan ITF menuntut transparansi (keterbukaan) yang tinggi dari bank sentral. Transparansi bank sentral diperlukan untuk menjelaskan kebijakan moneter yang ditempuhnya kepada masyarakat. Transparansi juga merupakan sarana untuk menunjukkan komitmen bank sentral dalam mengatasi maslah inflasi. Dengan demikian pelaku ekonomi akan semakin memahami dan meyakini dasar pertimbangan dan arah kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral dalam mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan. Pemahaman ini akan mengarahkan ekspektasi masyarakat terhadap inflasi kearah sasaran inflasi yang diinginkan oleh bank sentral.

4. Akuntabilitas dan Kredibilitas
Dengan mengumumkan sasaran inflasi secara eksplisit kepada masyarakat berarti melekat akuntabilitas karena pada akhirnya bank sentral harus mempertanggungjawabkan pencapaian sasaran tersebut kepada masyarakat. Kredibilitas bank sentral dengan demikian akan sangat tergantung pada komitmen dan kemampuannya dalam mencapai target inflasi yang ditetapkan

Beberapa syarat keberhasilan penerapan ITF, yaitu:
  1. Kemandirian bank sentral terutama dalam melaksanakan kebijakan moneter harus di atur dalam undang-undang dan dapat diwujudkan oleh bank sentral yang bersangkutan
  2. penerapan ITF biasanya disertai dengan sistem nilai tukar yang mengambang.
  3. Adanya suatu indikator harga yang relevan dengan sasaran kebijakan moneter
  4. Bank sentral harus mampu membangun metodologi proyeksi inflasi yang baik.
  5. Tidak adanya dominasi sektor fiskal dalam arti bahwa bank sentral harus dilindungi dengan undang-undang dan dibebaskan dari segala pengaruh atau kewajiban untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah.
Kelebihan kebijakan ITF, yaitu:
  1. Kebijakan moneter lebih jelas dan terfokus
  2. Membantu menurunkan atau mengarahkan ekspektasi inflasi dan lebih baik dalam membatasi kejutan inflasi
  3. Komunikasi, transparansi, dan akuntabilitas secara bersama diperkuat
  4. Membantu dalam menurunkan volatilitas output dalam jangka menengah
  5. Teruji dalam menghadapi kejutan ekonomi yang kurang menguntungkan
  6. Relatif fleksibel dalam mengakomodasi kejutan inflasi temporer yang tidak mengganggu pencapaian sasaran inflasi jangka menengah
  7. Sejalan dengan independensi bank sentral dalam melaksanakan kebijakan moneter diperkuat.
Soal-soal:
  1. Jelaskan pengertian kebijakan moneter dan apakah tujuan dari adanya kebijakan moneter!
  2. Untuk tujuan stabilisai ekonomi tergantung pada, kuat/tidaknya hubungan antara perubahan kebijakan moneter dengan kegiatan ekonomi dan jangka waktu (lag) antara perubahan kebijakan moneter dan efeknya terhadap kegiatan ekonomi. Jelaskan tentang pembagian lag efek kebijakan moneter terhadap perkembangan perekonomian!
  3. Agar tujuan kebijakan moneter dapat tercapai, maka perlu ada kerangka strategis dalam kebijakan moneter. Jelaskan berbagai pilihan kerangka strategis yang dapat diambil agar tujuan kebijakan moneter dapat tercapai!
  4. Jelaskan tentang berbagai mekanisme transmisi kebijakan moneter yang dapat dipilih oleh otoritas moneter! 
Daftar Pustaka;
  • Bank Indonesia (2004), Bank Indonesia Bank Sentral Republik Indonesia: Sebuah Pengantar, Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, BI. Jakarta.
  • Pohan, Aulia (2008), Kerangka Kebijakan Moneter, Rajawali Press, Jakarta.
Blog, Updated at: 04.36.00

0 komentar:

Posting Komentar