HUBUNGAN PENDIDIKAN, OLAHRAGA, KEBUDAYAAN NASIONAL DAN KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA

Posted By frf on Senin, 27 Maret 2017 | 20.53.00

PENDIDIKAN, OLAHRAGA, KEBUDAYAAN NASIONAL DAN KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA
A. PENDAHULUAN
Sesuai dengan pasal 31 UUD 1945, tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran, dan Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan Undang-undang. Pendidikan yang berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan sedini mungkin merupakan tanggung jawab keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Oleh karena itu, peran aktif masyarakat dalam semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan terus didorong dan ditingkatkan. Dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) maka segenap kegiatan pendidikan menjadi lebih terarah, sesuai dengan fungsinya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam upaya mewujudkan bangsa Indonesia yang maju, mandiri, sejahtera lahir batin.

Pembangunan pendidikan selama Pembangunan Jangka Panjang Pertama (PJP I) telah banyak menghasilkan kemajuan. Salah satu upaya strategis dalarn pembangunan pendidikan dalam PJP I dan telah berhasil dilaksanakan adalah program Wajib Belajar Enam Tahun. Memasuki Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP-II) program tersebut ditingkatkan menjadi Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun sebagai landasan yang kukuh bagi upaya pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi persaingan global yang makin keras. Hal tersebut sesuai pula dengan titik berat PJP II menurut GBHN 1993, yaitu bidang ekonomi, yang merupakan penggerak utama pembangunan, seiring dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Sesuai dengan amanat GBHN 1993, memasuki Repelita VI, pelaksanaan pembangunan pendidikan lebih ditingkatkan lagi melalui berbagai program dengan mengacu pada empat kebijaksanaan pokok yaitu memperluas kesempatan memperoleh pendidikan bagi setiap warga negara; meningkatkan mutu pendidikan pada semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan; meningkatkan relevansi pendidikan dengan dunia usaha dan kebutuhan lapangan kerja; serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas pendidikan.

Pelaksanaan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun sampai dengan tahun keempat Repelita VI telah berhasil meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) tidak termasuk Madrasah Tsanawiyah (MTs) dari 43,4 persen pada tahun 1993/94 menjadi 58,7 persen pada tahun 1997/98. Apabila jumlah murid diperhitungkan maka APK SLTP pada tahun 1997/98 mencapai 72,5 persen, yang berarti telah melampaui sasaran tahun keempat Repelita VI sebesar 62,9 persen dan bahkan telah melampaui sasaran akhir Repelita VI yaitu 66,2 persen. Selain itu untuk memberi kesempatan kepada anak didik yang tidak dapat mengikuti pendidikan pada SLTP reguler karena berbagai alasan seperti keterbatasan biaya dan keharusan bekerja membantu orang tua mereka, telah dikembangkan pola SLTP Terbuka. Sampai dengan tahun 1997/98 telah terselenggara sebanyak 1.417 SLTP Terbuka, yang tersebar di 27 propinsi.

Pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu pada sekolah lanjutan. tingkat atas yang terdiri dari sekolah menengah umum (SMU), sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah (MA), sampai dengan tahun keempat Repelita VI juga telah dicapai kemajuan yang cukup berarti. APK pendidikan menengah tidak termasuk madrasah aliyah (MA) meningkat dari 30,3 persen pada tahun 1993/94 menjadi 36,7 persen pada tahun 1997/98. Apabila murid MA diperhitungkan maka APK SLTA telah mencapai 40,3 persen, yang berarti telah melampaui sasaran tahun keempat Repelita Vl yaitu 37,7 persen.

Peningkatan APK juga terjadi pada jenjang pendidikan tinggi (PT) tidak termasuk pendidikan tinggi agama (PTA) yaitu dari 9,5 persen pada tahun 1993/94 menjadi 12,2 persen pada tahun 1997/98. Apabila mahasiswa PTA diperhitungkan maka APK pendidikan tinggi mencapai 13,4 persen. Dengan demikian telah melampaui sasaran tahun keempat Repelita VI yaitu 12,2 persen, bahkan telah melampaui sasaran akhir Repelita VI sebesar 12,8 persen.

Upaya peningkatan mutu pendidikan dilakukan antara lain dengan meningkatkan mutu guru melalui berbagai pendidikan dan pelatihan. Salah satu upaya penting adalah program penyetaraan guru untuk meningkatkan kualifikasi guru SD dan SLTP. Bagi guru SD dan MI dilaksanakan penyetaraan D2 yang sampai tahun keempat Repelita VI telah menjangkau sekitar 400 ribu orang, baik melalui bantuan pemerintah (APBN) maupun secara swadana. Bagi guru SLTP juga dilaksanakan penyetaraan D3. Sampai tahun keempat Repelita VI jumlah guru SLTP peserta program penyetaraan D3 adalah sebanyak 77,7 ribu orang. Sementara itu bagi guru SLTA dilaksanakan program pendidikan guru dari Diploma 3 (D3) ke Strata 1 (S1). Sampai tahun 1997/98 program tersebut telah diikuti oleh 11,3 ribu orang.

Pada jenjang pendidikan tinggi peningkatan mutu diupayakan antara lain dengan meningkatkan jumlah dan mutu dosen. Jumlah dosen pada tahun 1997/98 meningkat menjadi sekitar 127,2 ribu orang dari sebanyak 88,7 ribu orang pada tahun 1993/94. Mutu dosen perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi swasta (PTS) ditingkatkan melalui berbagai pendidikan dan pelatihan baik di dalam maupun di luar negeri. Selama Repelita VI pendidikan pasca sarjana (Magister dan Doktor) telah diikuti oleh sekitar 34,8 ribu orang dosen, dan pelatihan atau penataran diikuti oleh lebih dari 34,6 ribu dosen. Sejak tahun pertama Repelita VI telah diselenggarakan program beasiswa unggulan dalam upaya menjaring para sarjana yang berprestasi akademik tinggi untuk langsung mengikuti pendidikan S2/S3 guna memperkuat tenaga akademik di perguruan tinggi negeri maupun swasta. Pada tahun 1997/98 beasiswa unggulan diberikan kepada 160 orang untuk program S2 dan 13 orang untuk program S3. Secara kumulatif selama Repelita VI sampai dengan tahun keempat beasiswa tersebut telah diberikan kepada 932 orang yang terdiri dari 890 orang untuk program S2 dan 42 untuk program S3.

Pendidikan Iuar sekolah merupakan bagian tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional, bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah dan memungkinkan untuk melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Kegiatan pendidikan luar sekolah meliputi pemberantasan buta aksara atau Kelompok Belajar Paket A tidak setara SD, Paket A Setara SD, Paket B Setara SLTP, Kejar Usaha, Magang dan kursus­kursus oleh masyarakat.

Selain melalui pembangunan pendidikan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia juga dilaksanakan melalui pernbangunan olahraga. Pembinaan dan pengembangan olahraga yang merupakan bagian dari upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia diarahkan kepada peningkatan kesehatan jasmani, mental, dan rohani masyarakat; pembentukan watak dan kepribadian, disiplin dan sportivitas yang tinggi; serta peningkatan prestasi yang dapat membangkitkan kebanggaan nasional. Guna membantu daerah dalam pembibitan dan pembinaan calon-calon olahragawan prestasi, rnulai tahun keempat Repelita VI dikembangkan bantuan pembinaan olahraga prestasi di daerah melalui Inpres Dati 1.

Program pernbinaan keolahragaan untuk meningkatkan prestasi olahraga di kalangan pelajar, mahasiswa dan masyarakat telah dilaksanakan melalui berbagai kegiatan antara lain: pembinaan olahraga, pemassalan olahraga, pernanduan bakat, peningkatan mutu tenaga pembina/pelatih keolahragaan dan pengembangan prasarana/sarana olahraga. Kegiatan-kegiatan tersebut didukung oleh pembangunan berbagai sarana dan prasarana olahraga di sekolah dasar dan sekolah lanjutan sampai dengan perguruan tinggi. Selain itu penyediaan sarana dan prasarana pada Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) di berbagai propinsi dan pada SLTP dan SMU Ragunan telah ditingkatkan.

Pembangunan kebudayaan nasional sebagai perwujudan cipta, rasa, karsa dan karya bangsa Indonesia ditujukan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia, jati diri dan kepribadian bangsa, mempertebal rasa harga diri, kebanggaan nasional, serta memperkukuh jiwa persatuan dan kesatuan bangsa sebagai pencerminan pernbangunan yang berbudaya. Dalam rangka mengembangkan kebudayaan bangsa selama Repelita VI telah ditingkatkan upaya untuk menumbuhkan kemampuan untuk mengembangkan nilai budaya daerah yang luhur serta kemampuan untuk menyerap nilai budaya asing yang positif yang dapat memperkaya budaya nasional.

Melalui program pembinaan kesenian dalam Repelita VI dilanjutkan upaya menumbuhkan daya cipta kreatif yang dapat memperkaya khasanah kebudayaan nasional dan upaya memperkukuh jati diri dan kepribadian bangsa antara lain melalui kegiatan pameran seni termasuk Pameran Seni Rupa Kontemporer Negara-negara Gerakan Nonblok, Kongres Kesenian, pengiriman misi kesenian ke luar negeri, serta penyelenggaraan Festival Persahabatan Indonesia - Jepang pada tahun 1997. Guna menumbuhkan kreativitas seniman dan budayawan di daerah dalam menciptakan kreasi-kreasi baru seni-budaya, mulai tahun keempat
Repelita VI dikembangkan bantuan pembinaan seni-budaya di daerah melalui Inpres Dati I.

B. PENDIDIKAN
1. Sasaran, Kebijaksanaan, dan Program Repelita VI
Sasaran pernbangunan pendidikan dalam Repelita VI sesuai petunjuk GBHN 1993 adalah mantapnya penataan pendidikan nasional untuk mewujudkan manusia yang beriman dan bertagwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan, dengan mengutamakan pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan dasar serta perluasan pendidikan keahlian dan kejuruan.

Secara lebih rinci sasaran Repelita VI adalah terwujudnya keterkaitan dan kesepadanan yang lebih baik antara pendidikan dan dunia kerja; meningkatnya pernerataan pendidikan di semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan yang ditunjukkan oleh angka partisipasi kasar (APK) pada akhir Repelita VI sekitar 115 persen untuk SD terrnasuk M1, sekitar 66 persen untuk SLTP termasuk madrasah tsanawiyah (MTs), sekitar 41 persen untuk SLTA termasuk madrasah aliyah (MA), dan sekitar 13 persen untuk PT termasuk perguruan tinggi agama (PTA); meningkatnya jumlah guru SD yang berkualifikasi D2, guru SLTP yang berkualifikasi D3 dan guru SLTA yang berkualifikasi S1 dan menurunnya angka buta aksara penduduk usia 10 tahun ke atas menjadi sekitar 10 persen.

Untuk mencapai sasaran-sasaran pembangunan pendidikan dalam Repelita VI tersebut, ditempuh berbagai kebijaksanaan, antara lain melaksanakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun; membina pendidikan menengah umum, pendidikan menengah kejuruan, pendidikan tinggi dan pendidikan luar sekolah; membina guru dan tenaga kependidikan lainnya; mengembangkan kurikulum dan buku; melengkapi sarana dan prasarana pendidikan; meningkatkan peran serta masyarakat termasuk dunia usaha dalam penyelenggaraan pendidikan; serta meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas pendidikan.

Berdasarkan pada sasaran dan kebijaksanaan pembangunan pendidikan nasional tersebut, dalam Repelita VI dilaksanakan berbagai program pokok yang meliputi :

  1. pembinaan pendidikan dasar,
  2. pembinaan pendidikan menengah,
  3. pembinaan pendidikan tinggi,
  4. pendidikan luar sekolah,
  5. pendidikan kedinasan, dan
  6. pembinaan tenaga kependidikan. Program­program tersebut didukung oleh 6 program penunjang, dua diantaranya dilaporkan dalam bab ini adalah program penelitian dan pengembangan pendidikan, dan program pengembangan informasi pendidikan. 

Sedangkan program lainnya dilaporkan pada sektor-sektor yang bersangkutan.
2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan sampai dengan Tahun Keempat Repelita VI
Pembangunan pendidikan diselenggarakan melalui berbagai program pokok dan program penunjang, yang pokok-pokok pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
a. Program Pokok
1) Program Pembinaan Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar sebagai jenjang awal dari pendidikan di sekolah ditujukan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Menurut UUSPN, pendidikan dasar meliputi pendidikan selama 6 (enam) tahun pada sekolah dasar (SD) atau madrasah ibtidaiyah (MI) dan selama 3 (tiga) tahun pada sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) atau madrasah tsanawiyah (MTs). Dalam Repelita VI program ini meliputi pembinaan pendidikan prasekolah, pembinaan sekolah dasar, pembinaan sekolah lanjutan tingkat pertama, dan pembinaan sekolah luar biasa.

a) Pembinaan Pendidikan Prasekolah
Pendidikan prasekolah bertuj uan untuk membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya. Pendidikan prasekolah diselenggarakan antara lain melalui Taman Kanak­- kanak (TK), kelompok bermain dan penitipan anak. Taman Kanak­kanak merupakan bentuk satuan pendidikan prasekolah pada jalur sekolah yang menyediakan program pendidikan dini bagi anak usia empat tahun sampai memasuki pendidikan dasar. Walaupun pendidikan prasekolah tidak merupakan prasyarat untuk memasuki pendidikan dasar, namun pendidikan prasekolah diharapkan dapat menjadi landasan bagi anak didik untuk melanjutkan ke sekolah dasar sehingga keberhasilan pendidikan pada jenjang sekolah dasar dapat lebih terjamin.

Dalam penyelenggaraan pendidikan TK, kesempatan yang seluas-luasnya dibuka bagi masyarakat untuk menyelenggarakan pendidikan TK disertai dengan bimbingan dan pembinaan. Prakarsa dan partisipasi masyarakat dalam pembinaan pendidikan prasekolah tercermin dari meningkatnya jumlah TK yang dikelola oleh masyarakat. Jumlah TK Swasta sampai dengan tahun 1997/98 telah mencapai sekitar 41 ribu sekolah, sementara jumlah TK Negeri hanya 131 buah.

Upaya peningkatan mutu pendidikan pada TK dalam Repelita VI dilakukan melalui penyelenggaraan penataran guru, kepala sekolah, dan pengawas TK dalam bidang metodologi mengajar dan manajemen TK, pembinaan kurikulum, dan bantuan pengadaan buku perpustakaan, peralatan pendidikan serta pelaksanaan lomba kreativitas guru dan murid. Di samping itu untuk meningkatkan mutu pendidikan prasekolah dibangun TK Pembina yang berfungsi sebagai TK percontohan di berbagai propinsi serta dimaksudkan pula sebagai tempat pendidikan dan pelatihan bagi para guru dan pengelola TK. Jumlah TK Pembina sampai dengan tahun 1997/98 adalah 115 buah.

b) Pembinaan Sekolah Dasar
Pendidikan sekolah dasar bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke SLTP.

Perluasan kesempatan belajar di sekolah dasar termasuk madrasah ibtidaiyah (SD-MI) dilaksanakan terutama melalui Program Bantuan Pembangunan Sekolah Dasar (Inpres SD) yang diselenggarakan sejak tahun 1973, yang kemudian didukung oleh Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Enam Tahun yang dilancarkan sejak tahun 1984. Program Inpres SD dan Program Wajib Belajar Enam Tahun telah mencapai hasil yang cukup memuaskan. Hal ini ditandai dengan tercapainya angka partisipasi murni pada jenjang SD dan MI sebesar 94,8 persen dan angka partisipasi kasar sebesar 113,6 persen pada tahun 1997/98 (Tabel XVIII-1).

Melalui Program Inpres SD selama Repelita VI telah ditingkatkan penyediaan berbagai fasilitas, yaitu unit gedung baru (UGB), tarnbahan ruang kelas (TRK), rumah dinas guru, rumah dinas kepala sekolah, dan rumah penjaga sekolah serta asrama murid; alat peraga, buku pelajaran pokok dan buku bacaan; serta ditingkatkan pula penyediaan biaya operasional dan pemeliharaan (BOP) (Tabel XVIII-2). Dalam kurun waktu tersebut, pembangunan UGB mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini sesuai dengan menurunnya jumlah penduduk usia 7-12 tahun sebagai hasil dari program keluarga berencana, yang menyebabkan menurunnya jumlah murid di sekolah dasar. Oleh karena itu pembangunan UGB hanya diprioritaskan pada daerah permukiman baru, daerah transmigrasi dan daerah terpencil. Pada tahun 1997/98 pembangunan UGB mengalami peningkatan dengan adanya pembangunan gedung MI sebanyak 104 UGB. Selama ini MI yang tersedia belum seluruhnya dapat menampung murid yang ada sehingga murid harus belajar secara bergantian yaitu kelas pagi dan kelas siang (double shift). Secara kumulatif dalam lima tahun terakhir ini telah dibangun sebanyak 2.761 UGB yang terdiri dari 699 UGB pada tahun 1993/94 dan 2.062 UGB selama 4 tahun Repelita VI. Pembangunan TRK dalam kurun waktu yang sama juga meningkat. Pembangunan TRK ditujukan untuk meningkatkan daya tampung bagi sekolah-sekolah yang berada di daerah padat penduduk. TRK digunakan juga untuk melengkapi fasilitas SD Inti yaitu untuk ruang perpustakaan, ruang KKG (Kelompok Kerja Guru), atau ruang serba guna SD Inti merupakan SD percontohan yang berfungsi melayani SD-SD di sekitarnya. Secara kumulatif dalam periode tersebut telah dibangun sebanyak 12.176 TRK, terdiri dari 1.600 TRK pada tahun 1993/94 dan 10.576 TRK selama 4 tahun Repelita VI (Tabel XVIII-2).

Untuk memperbaiki sekolah-sekolah yang rusak, kepada daerah disediakan bantuan rehabilitasi SD/MI. Sejak tahun 1994195 (tahun pertama Repelita VI) bantuan rehabilitasi SD/MI yang pada tahun sebelumnya menjadi, komponen kegiatan dalam Inpres SD dialihkan melalui Program Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat 11 (Inpres Dati 11). Kebijaksanaan ini dimaksudkan untuk lebih meningkatkan peran Dati 11 terhadap keberadaan SD di wilayahnya. Di samping itu diharapkan agar rehabilitasi SD/MI dapat dilaksanakan secara lebih berdaya guna dan berhasil guna karena Pemda Dati 11 dapat lebih leluasa dalam menentukan lokasi secara lebih tepat.

Pada tahun 1998/99 sebagai tahun terakhir Repelita VI program Inpres SD dilanjutkan dengan pembangunan 343 gedung baru SD dan MI terutama di daerah transmigrasi dan permukiman baru; pembangunan 850 rumah kepala sekolah, rumah penjaga sekolah, rumah guru dan asrama murid; pembangunan tambahan ruang kelas sebanyak 3.033 ruang; pemberian bantuan biaya operasional dan perawatan dan pembinaan olahraga dan pramuka bagi sekitar 171.300 SD/MI; pengadaan 27 juta buku pelajaran pokok dan 13,5 juta buku bacaan; penataran dan penyetaraan guru SD dan MI setara D2 bagi 255 ribu orang; serta pengadaan 23 ribu set alat peraga pendidikan.

Berbagai upaya pembangunan tersebut telah menghasilkan peningkatan angka partisipasi pendidikan (Tabel XVII-1). Pada tahun 1997/98 angka partisipasi murni (APM) atau rasio jumlah murid SD/MI berusia 7-12 tahun terhadap jumlah penduduk kelompok usia 7-12 tahun mencapai 94,8 persen. APM SD/MI yang telah dicapai tersebut telah melampaui sasaran tahun keempat Repelita VI sebesar 94 persen dan bahkan telah mencapai sasaran akhir Repelita VI yang juga sebesar 94 persen. Jika dibandingkan dengan APM lima tahun sebelumnya yaitu pada tahun 1992/93 yang mencapai 91,5 persen, maka APM tahun 1997/98 mengalami peningkatan sebesar 3,3 persen. Sementara itu angka partisipasi kasar (APK) atau rasio jumlah murid SD-MI terhadap jumlah penduduk kelompok usia 7-12 tahun pada tahun 1997/98 meningkat pula menjadi 113,6 persen dari 107,4 persen pada tahun 1992/93, atau mengalami peningkatan sebesar 6,2 persen dalam kurun waktu lima tahun. APK SD/MI tahun 1997/98 dapat dikatakan telah mencapai sasaran tahun keempat Repelita VI yaitu sebesar 113,9 persen.

Meskipun angka partisipasi dan daya tampung selalu meningkat, masih ada sekitar 5,2 persen anak usia 7-12 tahun yang tidak bersekolah. Hal ini disebabkan terutama oleh rendahnya kemampuan ekonomi keluarga dan sulitnya menjangkau sekolah karena tinggal di daerah terpencil dan kebiasaan berpindah-pindah. Guna meningkatkan pelayanan pendidikan bagi masyarakat suku terasing, penduduk yang berpindah-pindah dan penduduk yang tinggal di daerah-daerah berpendudukjarang,sejak tahun 1995/96 dikembangkan SD satu guru. SD satu guru adalah SD yang memiliki murid sangat sedikit sehingga pada tahap awal hanya dibutuhkan satu guru. Guru tersebut diseleksi secara ketat dan dipersiapkan secara khusus sebelum ditugaskan. Sampai dengan tahun 1997/98 sudah dikembangkan sebanyak 13 SD satu guru di 13 propinsi yaitu di Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat, Maluku, dan Irian Jaya.

Guna memberi perhatian pada anak penyandang cacat fisik atau mental yang berusia 7-12 tahun yang belum dapat mengikuti pendidikan di sekolah dilaksanakan program guru kunjung. Program ini yang dirintis sejak awal Repelita V terus dilanjutkan terutama bagi anak-anak di daerah terpencil. Bagi siswa yang berprestasi dan berasal dari keluarga tidak mampu diberikan beasiswa. Pada Repelita VI pemberian beasiswa terus ditingkatkan. Pada awal Repelita VI beasiswa diberikan pada sekitar 30 ribu siswa, dan pada tahun keempat (1997/98) beasiswa diberikan pada hampir 47 ribu siswa. Program bantuan seperti pemberian beasiswa ini telah pula menggugah masyarakat untuk membantu, misalnya melalui Yayasan Supersemar, juga melalui Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GN-OTA). Lembaga ini juga telah menyalurkan bantuan ke seluruh propinsi berupa pakaian seragam yang terdiri dari pakaian sekolah, pakaian pramuka dan pakaian olahraga, serta peralatan sekolah.

Dalam upaya mengurangi angka putus sekolah dan angka tinggal kelas sebagai salah satu akibat dari rendahnya mutu gizi dan kesehatan anak, dikembangkan program makanan tambahan untuk anak sekolah (PMT-AS). Program ini dinamakan Program Makanan Tambahan Anak Sekolah atau disingkat PMT-AS dan telah diujicobakan sebelumnya oleh Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pada tahun 1996/97 program ini dicanangkan sebagai program nasional yang terpadu dan lintas sektor dengan sumber pendanaan melalui Inpres Sarana Kesehatan dan ditujukan bagi siswa SD dan MI Negeri dan Swasta yang berlokasi di desa tertinggal (IDT). Pada tahun 1996/97 program PMT-AS baru menjangkau 21 propinsi di luar pulau Jawa dan Bali yang mencakup lebih dari 2,3 juta murid di 18.518 SD/MI, tersebar di 14.445 desa tertinggal di 175 kabupaten. Mulai tahun 1997/98 dengan dukungan Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 1997 tanggal 15 Januari 1997 program ini diperluas ke seluruh SD dan MI negeri maupun swasta di desa IDT di seluruh Indonesia yaitu di 297 kabupaten, 26.421 desa/kelurahan IDT serta menjangkau lebih 7,2 juta murid di 49.539 SD/MI. Sesuai dengan hasil ujicoba sebelumnya, PMT-AS diberikan paling sedikit tiga hari dalam seminggu selama 9 bulan waktu belajar efektif atau selama 108 hari. Makanan tambahan yang disiapkan sekurang­kurangnya mengandung 300 kalori dan 5 gram protein. Agar konsumsi makanan tambahan tersebut menjadi efektif, setiap anak juga diberi obat cacing setiap 6 bulan sekali atau dua kali setahun. Program ini dimaksudkan juga sebagai upaya meningkatkan gizi dan kesehatan anak sekolah. Salah satu prinsip dari PMT-AS adalah bahwa bahan makanan yang menjadi unsur pokok makanan tambahan harus diperoleh dari hasil pertanian desa setempat atau desa sekitar. Dengan demikian program ini juga merupakan upaya pemberdayaan ekonomi rakyat dan ekonomi desa. Pada tahun 1998/99 progam ini akan dilanjutkan dengan sasaran yang sama yaitu seluruh SD dan MI di desa-desa tertinggal di seluruh Indonesia dengan menekankan kegiatan pada peningkatan cakupan dan mutu penyelenggaraannya, karena didukung oleh data dan sistem informasi yang lebih baik.

Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di sekolah dasar, melalui program Inpres SD antara lain dilakukan penambahan jumlah dan jenis buku pelajaran dan buku bacaan, serta pengadaan alat peraga untuk berbagai mata pelajaran (Tabel XVTII-2). Dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini telah dilakukan pengadaan buku pelajaran pokok sebanyak 214,5 juta eksemplar, yaitu 14,9 juta eksemplar pada tahun 1993/94 dan 199,6 juta eksemplar selama Repelita VI. Upaya ini dilakukan untuk mempercepat penyediaan buku pelajaran anak sekolah dasar sehingga memenuhi kebutuhan satu paket (7 buah buku) untuk satu anak. Sasaran paket buku pelajaran untuk semua murid sekolah telah dicapai pada tahun 1997/98, namun karena berbagai hal terutama masalah lokasi sekolah dan keadaan geografis maka di beberapa lokasi masih terdapat kekurangan buku pelajaran. Pada tahun 1998/99 pengadaan buku pelajaran akan dilanjutkan yaitu guna mengganti buku-buku yang telah digunakan selama tiga tahun atau lebih dan melengkapi sekolah-sekolah yang masih kekurangan. Dalam rangka meningkatkan minat baca di tingkat sekolah dasar dalam kurun waktu yang sama diadakan buku bacaan untuk perpustakaan sekolah sebanyak 95,7 juta eksemplar, yaitu 22,2 juta eksemplar pada tahun 1993/94 dan 73,5 juta eksemplar selama 4 tahun Repelita VI, yang didistribusikan ke seluruh sekolah dasar termasuk madrasah ibtidaiyah. Pada tahun 1997/98 telah dilakukan pengadaan peralatan perpustakaan sekolah melalui komponen bantuan operasional dan perawatan.

Untuk meningkatkan pendidikan jasmani (olahraga) dan kepramukaan di sekolah dasar, melalui program Inpres SD, sejak tahun 1995/96 telah diberikan bantuan olahraga dan pramuka bagi seluruh SD Negeri, SD Swasta dan MTs Swasta. Di samping itu dalam rangka meningkatkan mutu SD dilakukan berbagai kegiatan antara lain pembinaan kemampuan profesionalisme guru melalui penyelenggaraan kelompok kerja guru (KKG).

Mutu guru SD ditingkatkan melalui berbagai penataran dan penyetaraan Diploma II (D2), sesuai dengan ketetapan bahwa pendidikan D2 adalah syarat minimal untuk guru SD-MI. Program penyetaraan D2 mulai dilaksanakan pada tahun 1990/91. Sampai dengan tahun 1997198 guru SD (guru kelas dan guru pendidikan jasmani dan kesehatan) yang mengikuti pendidikan D2 adalah sekitar 400 ribu orang, baik melalui bantuan pemerintah (APBN) maupun secara swadana. Peserta penyetaraan D2 ini juga termasuk guru pendidikan agama SD/MI dari semua agama, dan mulai tahun 1997/98 kesempatan juga diberikan kepada guru kelas MI. Pada tahun 1998/99 melalui APBN direncanakan akan diterima sekitar 36 ribu orang peserta baru. Dengan demikian masih ada sekitar 260 ribu guru SD/MI yang belum mengikuti penyetaraan D2.

Untuk menumbuhkembangkan wawasan iptek sejak dini, dilakukan penyempurnaan kurikulum dan metode belajar mengajar dan mengembangkannya sesuai dengan perkembangan jiwa dan daya nalar anak. Proporsi mata pelajaran matematika dan IPA dalam kurikulum sekolah dasar diperbesar, serta wawasan iptek diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran. Pengembangan wawasan iptek ini diimbangi dengan pembekalan keimanan dan ketaqwaan (imtaq) dan wawasan kebangsaan sehingga diharapkan dapat membentuk perkembangan pribadi yang utuh, selaras dan seimbang.

c) Pembinaan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar yang merupakan perluasan serta peningkatan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh di SD, yang bermanfaat bagi siswa untuk mengembangkan kehidupan sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan warga negara, serta mempersiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan menengah. Pembinaan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dalam Repelita VI lebih ditekankan pada upaya perluasan kesempatan memperoleh pendidikan dan peningkatan mutu sebagai bagian dari program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun.

Dalam rangka Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, daya tampung SLTP terus ditingkatkan. Dalam lima tahun terakhir ini telah dilaksanakan pembangunan gedung baru sebanyak 1.860 unit gedung baru (UGB) yaitu sebanyak 205 unit dibangun pada tahun 1993/94 dan 1.655 unit selama 4 tahun Repelita VI. Selain itu dilakukan pula pembangunan 25.357 ribu ruang kelas baru (RKB), yaitu 1.878 ruang pada tahun 1993/94 dan 23.479 ruang selama 4 tahun Repelita VI. Pada tahun 1997/98 pembangunan lebih diarahkan pada penambahan RKB untuk menambah daya tampung dari sekolah-sekolah yang calon muridnya meningkat. Jumlah tersebut belum termasuk pembangunan gedung baru dan tambahan ruang kelas pada MTs dan pada SLTP swasta. Untuk meningkatkan mutu pendidikan, dalam kurun waktu yang sama telah pula dibangun 502 ruang

Iaboratorium IPA, yaitu 184 ruang pada tahun 1993/94 dan 318 ruang selama 4 tahun Repelita VI, serta 1.569 ruang perpustakaan, yang dibangun sebanyak 902 ruang pada tahun 1993/94 dan sebanyak 667 ruang selama 4 tahun Repelita VI (Tabel XVIII-2).

Penambahan berbagai fasilitas tersebut telah berhasil meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) pada tingkat SLTP (tidak termasuk MTs) yaitu rasio antara jumlah murid SLTP dengan jumlah penduduk kelompok usia 13-15 tahun dari 43,4 persen pada tahun 1993/94 menjadi 58,7 persen pada tahun 1997/98. atau mengalami peningkatan sebesar 15,3 persen (Tabel XVIII-3). Apabila murid MTs diperhitungkan, maka APK pada tahun 1997/98 adalah sebesar 72,5 persen atau 19,8 persen lebih tinggi dibandingkan APK tahun 1993/94 sebesar 52,7 persen. Dengan demikian APK SLTP-MTs yang dicapai pada 1997/98. telah melampaui sasaran tahun keempat Repelita VI yaitu sebesar 62,9 persen dan bahkan melampaui sasaran akhir Repelita VI sebesar 66,2 persen. Sementara itu jumlah lulusan SD-MI yang melanjutkan ke SLTP pada tahun 1997/98 adalah sekitar 2.774,7 ribu orang atau 68,8 persen dari jumlah seluruh lulusan SD-MI. Angka melanjutkan ini meningkat sebesar 12,7 persen bila dibandingkan dengan tahun 1993194 yaitu sebesar 56,1 persen. Dengan meningkatnya angka melanjutkan ini, jumlah murid SLTP meningkat pula dari 5.746,3 ribu orang pada tahun 1993/94 menjadi 7.879,5 ribu orang pada tahun 1997/98.

Bagi lulusan SD-MI yang tidak dapat meneruskan pendidikan ke SLTP dan MTs reguler dikembangkan SLTP Terbuka terutama bagi anak-anak yang kurang mampu secara sosial-ekonomi dan mempunyai waktu yang terbatas untuk mengikuti pendidikan di SLTP reguler karena harus bekerja membantu orangtuanya. Tempat belajar SLTP Terbuka disesuaikan dengan keadaan setempat seperti di pondok, balai pertemuan atau tempat kegiatan belajar (TKB). Setiap SLTP Terbuka menginduk kepada satu SLTP reguler. Murid SLTP Terbuka belajar secara mandiri dengan mempelajari materi yang disediakan dalam bentuk modul. Jumlah SLTP Terbuka terus meningkat sehingga sampai tahun 1997/98 sudah dikembangkan SLTP Terbuka di 1.417 Iokasi yang tersebar di 27 propinsi. Dengan jumlah TKB sebanyak 9.363 buah tersebut secara keseluruhan dapat ditampung hampir 121 ribu orang siswa. Bagi siswa SLTP yang berasal dari keluarga tidak mampu diberikan beasiswa dalam upaya memperluas kesempatan memperoleh pendidikan.

Guna menunjang peningkatan mutu pendidikan pada jenjang SLTP, penyediaan buku pelajaran pokok SLTP terus dilanjutkan agar setiap siswa dapat memperoleh buku pelajaran lengkap (rasio 1 : 1). Selama lima tahun sampai dengan tahun 1997/98 telah dilakukan pengadaan sebanyak 98 juta eksemplar, yaitu 10 juta eksemplar pada tahun 1993/94 dan 88 juta eksemplar selama 4 tahun Repelita VI, yang berarti telah memenuhi kebutuhan buku pelajaran. Namun demikian guna mengganti buku yang sudah digunakan selama tiga tahun atau lebih, pada tahun 1998/99 direncanakan pengadaan buku pelajaran sebanyak sekitar 25 juta eksemplar. Selain itu diadakan pula buku perpustakaan sebanyak 6,3 juta eksemplar.

Sejalan dengan peningkatan daya tampung SLTP mutu proses belajar mengajar juga mendapat perhatian. Untuk itu mutu guru ditingkatkan melalui berbagai jenis dan jenjang pelatihan dan penataran. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah penyetaraan guru setara Diploma-III (D3) bagi mereka yang belum mencapai jenjang tersebut. Sampai dengan tahun 1997/98 guru SLTP yang mengikuti pendidikan D3 adalah sebanyak 77,7 ribu orang. Pada tahun anggaran 1998/99 akan dilaksanakan penyetaraan guru setara D3 bagi 14.100 orang guru. Dari sekitar 434 ribu guru SLTP (negeri dan swasta) masih ada sekitar 185 ribu orang yang belum mengikuti penyetaraan D3 atau sekitar 42,7 persen.

Seperti pada tingkat sekolah dasar, untuk menumbuhkan dan mengembangkan wawasan iptek sejak dini, proporsi mata pelajaran matematika dan IPA dalam kurikulum SLTP telah ditingkatkan. Sehubungan dengan itu, wawasan iptek diupayakan diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran baik di dalam bahan ajar maupun oleh guru pada saat kegiatan belajar-mengajar. Untuk mengembangkan sifat kepemimpinan, kreativitas, dan bela negara, kegiatan ekstrakurikuler di SLTP ditingkatkan melalui berbagai kegiatan seperti organisasi pramuka, palang merah remaja (PMR), budaya, kesenian, olahraga, dan organisasi kesiswaan lainnya. Di samping itu dalarn rangka meningkatkan imtaq bagi siswa di sejumlah SLTP telah dilakukan pula pembinaan pesantren kilat untuk mengisi acara liburan di setiap catur wulan.

d) Pembinaan Sekolah Luar Biasa
Pendidikan luar biasa bertujuan membantu peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SLTP) yang menyandang kelainan fisik dan atau mental agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai pribadi ataupun anggota masyarakat, dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar, serta dapat mengembangkan kemampuan bekerja atau untuk mengikuti pendidikan selanjutnya.

Sekolah Luar Biasa (SLB) merupakan satuan pendidikan yang khusus diselenggarakan bagi peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan atau mental. Partisipasi masyarakat dalam mengembangkan sekolah luar biasa sangat menonjol. Hal ini dapat dilihat dari jumlah sekolah luar biasa yang dikelola swasta. Dalam rangka peningkatan pelayanan pendidikan di SLB dikembangkan dan dibangun secara bertahap SLB pembina negeri. Sampai dengan tahun 1997/98 jumlah SLB sudah mencapai 1.154 sekolah, yang terdiri dari 30 SLB Pembina Negeri, 223 SDLB swasta, 165 SLB Terpadu dan 736 SLB Swasta. Untuk meningkatkan mutu pendidikan pada sekolah luar biasa telah diadakan 858 ribu buku perpustakaan, 21,1 ribu buku braille, 5 ribu talking book, serta 358,5 ribu alat peraga pendidikan. Sementara itu untuk menunjang komunikasi bagi penyandang tuna rungu penyempurnaan kamus bahasa isyarat terus ditingkatkan melalui penambahan kosa kata baru. Selain itu dilakukan pula penataran guru, bimbingan langsung ke sekolah, serta pelatihan bagi pengelola SLB.

2) Program Pembinaan Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah bertujuan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan dan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta untuk mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan iptek. Pendidikan menengah terdiri dari Sekolah Menengah Umum (SMU) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) serta Madrasah Aliyah (MA). Sesuai dengan UUSPN, mulai tahun ajaran 1994195 nama SMA secara resmi telah berubah menjadi SMU. Sementara, itu istilah sekolah menengah kejuruan tingkat atas telah resmi pula berubah menjadi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Pada tahun 1997/98 jumlah murid baru pendidikan menengah (SMU dan SMK), tidak termasuk madrasah aliyah (MA) tercatat 1,851 juta orang. Angka partisipasi kasar (APK) SLTA tidak termasuk madrasah aliyah (MA) pada tahun 1997/98 adalah 36,7 persen atau bila dibandingkan dengan tahun 1993/94 meningkat sebesar 6,4 persen (Tabel XVIII-4). Bila jumlah murid MA diperhitungkan maka APK pendidikan menengah mencapai 40,3 persen. Dengan demikian sampai dengan tahun keempat Repelita VI APK pendidikan menengah telah melampaui sasaran tahun keempat Repelita VI yaitu sebesar 37,7 persen.

a) Pembinaan Sekolah Menengah Umum (SMU)
Dalam rangka meningkatkan pemerataan kesempatan belajar, daya tampung SMU terus ditingkatkan. Dalam kurun waktu lima tahun dari 1993/94 sampai dengan 1997/98 telah dilakukan pembangunan sebanyak 367 UGB yaitu 83 UGB pada tahun 1993/94 dan 284 UGB selama 4 tahun Repelita VI, serta 4.394 RKB yaitu 895 RKB pada tahun 1993/94 dan 3.499 RKB selama 4 tahun Repelita VI. Di samping itu dalam rangka meningkatkan mutu telah dibangun pula 577 ruang laboratorium IPA dan 452 ruang perpustakaan (Tabel XVIII-5).

Dengan bertambahnya daya tampung SMU, jumlah murid baru kelas I SMU pada tahun 1997/98 meningkat menjadi 1.129,4 ribu orang, dari 835,8 ribu orang pada tahun 1993/94 sehingga jumlah murid SMU pada tahun 1997/98 menjadi 2.995,9 ribu orang atau meningkat sekitar 606,4 ribu orang dari tahun 1993/94 sebesar 2.389,5 ribu orang. APK SMU, atau rasio jumlah murid SMU terhadap jumlah penduduk usia 16-18 tahun pada tahun 1997/98 mencapai 22,4 persen (Tabel XVIII-4), yang berarti telah melampaui sasaran tahun keempat Repelita VI sebesar 20,8 persen dan bahkan melampaui sasaran akhir Repelita VI yaitu 22,3 persen.

Upaya peningkatan perluasan kesempatan belajar di SMU tersebut diiringi pula dengan upaya peningkatan mutu pendidikannya. Untuk itu selama lima tahun pembangunan sampai dengan tahun 1997/98 telah dilakukan pengadaan sebanyak 36,6 juta eksemplar buku pelajaran pokok, sehingga berdasarkan perencanaan kebutuhan buku pelajaran SMU dalam Repelita VI sesuai kurikulum 1994 sudah hampir terpenuhi. Di samping itu diadakan pula 1,3 juta buku perpustakaan, sekitar 10 ribu perangkat alat peraga matematika, 3.754 paket alat laboratorium 1PS, serta 6,3 ribu perangkat peralatan kesenian dan olahraga.

Dalam upaya meningkatkan budaya iptek di kalangan siswa SMU, kegiatan pelatihan penelitian terus ditingkatkan. Upaya ini didukung oleh berbagai lomba karya ilmiah dari tingkai sekolah sampai tingkat nasional. Sejalan dengan itu, dilakukan pula berbagai kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan jiwa kepemimpinan dan kreativitas peserta didik, seperti melalui kegiatan usaha kesehatan sekolah, palang merah remaja, dan pramuka.

Pengembangan SMU Plus yang dirintis pada akhir Repelita V dilanjutkan dalam Repelita VI. Sekolah ini dimaksudkan untuk menampung siswa yang memiliki potensi tinggi.dari segi akademik maupun keterampilan. Sampai dengan tahun 1997/98 telah tercatat 105 SMU Plus tersebar di 27 propinsi, yang umumnya dibangun atas prakarsa pemerintah daerah dan masyarakat melalui yayasan­yayasan. Dari jumlah tersebut 64 sekolah negeri, 25 sekolah swasta, 14 sekolah merupakan kerja sama negeri dan swasta sedangkan 2 sekolah merupakan kerjasama antara swasta dengan swasta yang lain.

b) Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
Pembinaan sekolah menengah kejuruan ditujukan untuk menyiapkan tenaga kerja terampil ditingkat menengah untuk bekerja di industri dan dunia usaha pada umumnya. Untuk itu dalam upaya meningkatkan daya tampung dan kesempatan belajar pada SMK, pada tahun 1997/98 dilakukan perluasan dan rehabilitasi berbagai fasilitas pendidikan (Tabel XVIII-6). Jumlah SMK negeri secara bertahap terus bertambah dan pada tahun 1997/98 telah ada 751 SMK negeri terdiri dari 8 STM Pembangunan, 176 STM 3 Tahun, 49 STM Pertanian, 12 STM Khusus terdiri dari STM Penerbangan, STM Perkapalan, STM Grafika dan STM Kimia, 339 SMEA dan 167 SMK lainnya yang tersebar di semua propinsi (Tabel XVIII-6).

Dengan meningkatnya daya tampung tersebut jumlah murid baru kelas I SMK meningkat dari 506,3 ribu orang pada tahun 1993/94 menjadi 721,7 ribu orang pada tahun 1997/98. Sejalan dengan itu, jumlah murid SMK secara keseluruhan juga meningkat dari 1.366,3 ribu menjadi 1.914,4 ribu orang pada tahun 1997/98 (Tabel XVIII-4). Dengan demikian pada tahun 1997/98 APK SMK menjadi 14,3 persen atau meningkat sebesar 3,3 persen bila dibandingkan dengan tahun 1993/94 yaitu sebesar 11 persen. Dengan demikian APK SMK tersebut telah melampaui sasaran tahun keempat Repelita VI sebesar 13,3 persen dan hampir mencapai sasaran akhir Repelita VI sebesar 14,5 persen.

Penyelenggaraan SMK tidak hanya dilakukan Pemerintah tetapi juga dilakukan oleh swasta yang pada umumnya menawarkan bidang studi nonteknik seperti ekonomi, bisnis, pariwisata dan sebagainya. Sehubungan dengan itu pengembangan pendidikan kejuruan oleh pemerintah diutamakan pada bidang-bidang teknik serta peningkatan mutu secara keseluruhan. Untuk lebih menjamin agar lulusan SMK memenuhi standar yang dapat diterima oleh dunia kerja, dikembangkan unit produksi dan sistem uji profesi, serta diperbanyak jam praktek dalam proses belajar mengajar. Unit produksi yang mulai dirintis sejak tahun 1994/95, pada tahun 1997/98 dikembangkan di 726 sekolah. Di samping itu terus dikembangkan pula program pendidikan sistem ganda (dual system) yang juga dimulai pada tahun 1994/95. Program pendidikan sistem ganda bertujuan untuk lebih menyesuaikan program pendidikan SMK dengan kebutuhan industri dan dunia usaha Iainnya serta perkembangan iptek. Sampai tahun 1997/98 program pendidikan sistem ganda telah diikuti oleh 2.693 SMK termasuk SMK swasta, 590 ribu siswa dan dan melibatkan sekitar 72,7 ribu industri (Tabel XVIII-6). Pada tahun 1998/99 program pendidikan sistem ganda akan dilanjutkan dengan menekankan kegiatan pada peningkatan mutu penyelenggaraan program tersebut.

Sejalan dengan meningkatnya daya tampung dan kesempatan belajar di SMK, mutu guru SMK ditingkatkan antara lain dengan meningkatkan kemampuan guru melalui diklat guru umum di SMK dan diklat guru bidang studi kejuruan di sekolah (in house training) dan juga di industri (on the job training) serta pelatihan guru bidang mata pelajaran di PPPG Kejuruan. Sejalan dengan upaya peningkatan kemampuan guru dan pengelola SMK, ditingkatkan pula pengadaan buku pelajaran, pengadaan peralatan praktik yang sesuai dengan kebutuhan program studi, serta peningkatan kemampuan manajerial kepala sekolah kejuruan.

3) Program Pembinaan Pendidikan Tinggi
Pembinaan dan pengembangah pendidikan tinggi berupaya untuk menyiapkan serta membekali peserta didik menjadi anggota masyarakat yang rnemiliki kemampuan akademik dan/atau profesional, serta kemampuan kepemimpinan yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Upaya-upaya untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan antara lain melalui perluasan kesempatan belajar, peningkatan mutu, peningkatan relevansi, serta peningkatan efisiensi dan efektivitas pendidikan.

Jumlah lembaga perguruan tinggi terus meningkat, demikian pula sarananya telah makin baik, sehingga telah memperluas kesempatan mengikuti kuliah. Pertambahan jumlah perguruan tinggi terutama terjadi pada perguruan tinggi swasta. Pada tahun 1997/98 jumlah perguruan tinggi negeri dan swasta tercatat sebanyak lebih dari 1.340 lembaga atau bertambah sekitar 188 lembaga dibandingkan jumlah perguruan tinggi negeri dan swasta pada tahun 1993/94. Berbagai perguruan tinggi negeri selama kurun waktu antara tahun 1993/94 hingga tahun 1997/98 telah menambah gedung pendidikannya yang keseluruhannya mencapai luas 1.394,7 ribu m2 terdiri dari gedung kuliah dan gedung kantor seluas 759,7 ribu m2, gedung laboratoriurn 509 ribu m2, dan perpustakaan seluas 126 ribu m2. Dari keseluruhan gedung pendidikan tersebut, seluas 313,3 ribu m2 dibangun pada akhir Repelita V (1993/94) dan 1.081,4 ribu m2 dibangun selama 4 tahun Repelita VI. Selain itu telah direhabilitasi pula gedung pendidikan tinggi seluas 1.067,4 ribu m2, dilakukan pada tahun 1993/94 seluas 386 ribu m2 dan 681,4 ribu direhabilitasi selama 4 tahun Repelita VI (Tabel XVIII-8).

Perluasan dan rehabilitasi tersebut telah meningkatkan daya tampung perguruan tinggi bagi para lulusan SLTA yang jumlahnya terus bertambah sehingga jumlah mahasiswa baru pada tahun ajaran 1997/98 meningkat lebih dari satu setengah kali lipat menjadi 661 ribu orang dari 418,1 ribu orang pada tahun 1993/94. Dengan demikian angka melanjutkan ke perguruan tinggi atau rasio jumlah mahasiswa baru terhadap jumlah lulusan SLTA pada tahun 1997/98 menjadi 48,3 persen, atau meningkat 10,5 persen dibanding tahun 1993/94 sebesar 37,8 persen (Tabel XVIII-7).

Dengan meningkatnya jumlah mahasiswa baru tersebut maka jumlah mahasiswa seluruhnya pada tahun keempat Repelita VI menjadi 2.939,9 ribu, meningkat dari sekitar 2.056,7 ribu pada akhir Repelita V. Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi atau rasio jumlah mahasiswa dengan penduduk kelompok usia 19-24 tahun pada tahun 1997/98 adalah sebesar 12,2 persen yang berarti telah melebihi sasaran tahun keempat Repelita VI sebesar 11 persen. Apabila jumlah mahasiswa perguruan tinggi agama (PTA) diperhitungkan, maka APK perguruan tinggi pada tahun 1997/98 rnencapai 13,4 persen. Dengan demikian APK perguruan tinggi telah melampaui sasaran tahun keempat Repelita Vl sebesar 12,2 persen dan bahkan melampaui sasaran akhir Repelita VI sebesar 12,8 persen (Tabel XVIII-7).

Pada tahun keempat Repelita VI jumlah lulusan pendidikan tinggi juga meningkat sejalan dengan meningkatnya angka melanjutkan dan APK. Pada tahun 1997/98 jumlah lulusan pendidikan tinggi adalah 371,4 ribu orang, meningkat hampir dua kali lipat dibanding tahun 1993/94, yaitu sebesar 199,2 ribu orang (Tabel XVIII-7).

Untuk membantu mahasiswa dari keluarga yang kurang mampu tetapi berprestasi akademik tinggi agar mempunyai kesempatan belajar di perguruan tinggi diberikan beasiswa. Pada tahun 1997/98 penyediaan beasiswa menjangkau 40 ribu mahasiswa atau meningkat lebih dari 6 kali lipat dibandingkan tahun 1993/94 yaitu 6.400 mahasiswa. Apabila beasiswa yang diberikan oleh masyarakat termasuk swasta dan Yayasan Supersemar diperhitungkan, maka jumlah penerima beasiswa pada tahun keempat Repelita VI mencapai lebih dari 50 ribu mahasiswa. Untuk tahun 1997/98 pemberian beasiswa oleh pemerintah akan ditingkatkan lagi yaitu bagi lebih dari 50 ribu mahasiswa.

Peningkatan mutu pendidikan tinggi juga terus diupayakan sejalan dengan perluasan kesempatan belajar, antara lain dengan meningkatkan jumlah dan rnutu dosen. Jumlah dosen yang pada tahun 1993/94 adalah sebanyak 88,7 ribu orang, bertambah menjadi sekitar 127,2 ribu orang pada tahun 1997/98 atau meningkat sekitar 38,5 ribu orang (43,4 persen). Mutu dosen ditingkatkan melalui berbagai pendidikan dan pelatihan baik di dalam maupun di luar negeri. Secara kumulatif, selama kurun waktu lima tahun terakhir, tahun 1993/94 hingga tahun 1997/98 pendidikan pasca sarjana (Magister dan Doktor) telah diikuti oleh sekitar 40,5 ribu orang dosen baik dari perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi swasta, dan pelatihan atau penataran diikuti oleh lebih dari 38 ribu dosen. Pada tahun 1998/99 pendidikan pasca sarjana (S2 dan S3) akan disediakan bagi 12.150 dosen.

Selain itu, dilanjutkan program Beasiswa Unggulan yaitu upaya menjaring para sarjana yang berprestasi akademik tinggi untuk langsung mengikuti pendidikan program S2 atau S3 guna memperkuat tenaga akademik di perguruan tinggi negeri maupun swasta. Pada tahun 1997/98 beasiswa unggulan diberikan kepada 173 orang, terdiri dari 160 orang untuk program S2 dan 13 orang program S3. Apabila dihitung secara kumulatif, sejak tahun pertama Repelita VI (1994/95) hingga tahun keempat (1997/98), beasiswa tersebut telah diberikan kepada 932 orang, terdiri dari 890 orang untuk program S2 dan 42 orang program S3.

Sejalan dengan upaya peningkatan mutu dosen tersebut, program pasca sarjana di dalam negeri terus diperluas. Sampai dengan tahun 1997/98 jumlah perguruan tinggi yang berwenang menyelenggarakan program pasca sarjana adalah sebanyak 24 perguruan tinggi negeri dan 54 perguruan tinggi swasta. Jumlah tersebut mencerminkan peningkatan yang sangat berarti bila dibandingkan dengan tahun 1994/95 di mana jumlah perguruan tinggi yang berwenang menyelenggarakan program pasca sarjana baru sebanyak 10 perguruan tinggi negeri dan 40 perguruan tinggi swasta.

Selama Repelita VI, sarana penunjang peningkatan mutu pendidikan juga ditingkatkan. Sejak tahun 1993/94 hingga 1997/98 telah dilakukan pengadaan buku perpustakaan sebanyak lebih dari 710,7 ribu eksemplar, yaitu pada akhir Repelita V sebanyak 51,5 ribu eksemplar dan selama 4 tahun Repelita VI sebanyak 659,2 ribu eksemplar. Dalam kurun waktu yang sama diadakan peralatan laboratorium sebanyak lebih dari 13,8 ribu perangkat, yaitu sebanyak 2,4 ribu perangkat pada tahun 1993/94 dan 11,4 ribu perangkat selama 4 tahun Repelita VI (Tabel XVIII-8).

Untuk mendukung upaya meningkatkan mutu pendidikan tinggi negeri maupun swasta dibentuk Badan Akreditasi Nasional guna memantapkan sistem akreditasi melalui penilaian program studi, yang mulai bekerja pada tahun kedua Repelita VI. Hingga tahun keempat Repelita VI telah dilakukan akreditasi program strata satu (S1) bagi 3.305 program studi yang menghasilkan rekomendasi akreditasi sebanyak 3.131 program studi, yaitu: 1.181 program studi bagi perguruan tinggi negeri, 1.659 program studi bagi perguruan tinggi swasta, dan 5 program studi pada perguruan tinggi kedinasan, serta 276 program studi perguruan tinggi agama. Pada tahun 1998/99 akan dilanjutkan akreditasi bagi sekitar 1.500 program studi di perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta.

Dalam Repelita VI upaya peningkatan mutu perguruan tinggi swasta telah dilanjutkan antara lain melalui pengembangan growth center (pusat pengembangan) di 4 Kopertis, yaitu di Medan, Semarang, Surabaya, dan Ujung Pandang. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan mencakup penambahan sarana pendidikan seperti laboratorium beserta peralatannya yang digunakan oleh para dosen dan mahasiswa dari perguruan tinggi swasta yang belum memiliki laboratorium yang memadai. Dengan tersedianya sarana pendidikan tersebut, terutama laboratorium ilmu alam dasar dan bahasa yang lengkap dengan peralatannya, maka mutu proses belajar-mengajar di perguruan tinggi swasta di daerah tersebut dapat lebih meningkat. Oleh karena itu terus diupayakan pengembangan growth center ke wilayah-wilayah lainnya.

Penelitian di perguruan tinggi dilanjutkan dan ditingkatkan, terutama melalui penelitian Hibah Bersaing yang bersifat kompetitif. Pada tahun 1997/98 saja, jumlah penelitian seluruhnya mencapai lebih dari 3.200 judul, meningkat lebih dari dua kali lipat dibanding dengan jumlah penelitian yang dilakukan pada tahun 1993/94 sejumlah 1.498 judul. Peningkatan yang tinggi tersebut terutama disebabkan oleh makin meningkatnya penelitian bagi doktor baru dan tim peneliti pasca sarjana yaitu sebanyak lebih dari 400 judul. Penekanan pada mutu hasil penelitian tetap diperhatikan melalui seleksi oleh tim pakar yang sangat ketat, sebagaimana tampak pada penelitian Hibah Bersaing. Pada tahun 1997/98 dari sekitar 2.000 judul yang diusulkan terpilih hanya sebanyak 298 judul. Dengan demikian pada tahun 1997/98 secara keseluruhan program penelitian Hibah Bersaing ini membiayai 688 judul penelitian, termasuk penelitian lanjutan tahun 1996/97 (113 judul), 1995/96 (22 judul), 1994/95 (13 judul), dan tahun terakhir bagi 12 judul penelitian yang dilakukan sejak tahun 1993/94. Di samping itu tetap dibuka kesempatan penelitian pembibitan dalam berbagai bidang ilmu (BBI), yang tingkat seleksinya tidak seketat penelitian Hibah Bersaing, dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan meneliti dosen muda di perguruan tinggi yang kapasitas penelitiannya masih rendah. Pada tahun 1997/98 dilakukan sebanyak 1.730 judul penelitian dosen muda dalam berbagai bidang ilmu dari berbagai perguruan tinggi negeri maupun swasta di bidang Ilmu Pengetahuan Terapan yang hasilnya dapat segera diterapkan di masyarakat. Sejalan dengan itu dilakukan pula penelitian Ilmu Pengetahuan Dasar sebanyak 123 judul, dan 211 judul penelitian voucher, yaitu penelitian yang dilakukan bekerjasama dengan pengusaha industri kecil sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan langsung oleh industri tersebut guna pengembangan usahanya.

Dalam upaya meningkatkan relevansi pendidikan masih dihadapi masalah komposisi bidang studi yang masih seimbang dan belum sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Bidang-bidang studi sains dan keteknikan termasuk pertanian yang sangat dibutuhkan masih sangat rendah proporsinya, yaitu masih kurang dari 30 persen dari total mahasiswa. Oleh sebab itu upaya pengembangan daya tampung di perguruan tinggi negeri lebih diarahkan pada bidang-bidang sains dan keteknikan, disamping terus dilakukan pula penataan jumlah dan jenis, dan peningkatan mutu program­- program studi yang ada.

Pengembangan pendidikan politeknik dilanjutkan dan ditingkatkan dalam upaya memenuhi kebutuhan tenaga profesional sesuai perkembangan dunia usaha dan industri. Sampai dengan tahun keempat Repelita VI ini telah ada 26 politeknik yang terdiri dari 6 politeknik pertanian dan 20 politeknik keteknikan, yang 12 diantaranya menyelenggarakan program bisnis. Keduapuluh enam politeknik tersebut diselenggarakan di 20 perguruan tinggi negeri.

Upaya mengembangkan kampus sebagai masyarakat ilmiah ditingkatkan melalui berbagai kegiatan lomba karya ilmiah seperti Lomba Karya Inovatif Produktif, Lomba Karya Tulis Ilmiah, dan Lomba Karya Widya Utama yang dilakukan secara berjenjang dari tingkat perguruan tinggi sampai tingkat nasional. Di samping itu kegiatan kemahasiswaan lainnya seperti keolahragaan dan kesenian juga terus dikembangkan. Dalam upaya meningkatkan kegiatan keolahragaan bagi mahasiswa, dalam Repelita VI sampai dengan tahun keempat telah dibangun sarana olahraga di 20 perguruan tinggi negeri, berupa lapangan sepak bola yang dilengkapi lintasan atletik, atau berupa kolarn renang. Penentuan jenis sarana olahraga tersebut disesuaikan dengan kebutuhan perguruan tinggi yang bersangkutan dikaitkan dengan sarana olahraga yang sudah ada di wilayahnya, karena sarana olahraga tersebut dapat dimanfaatkan pula oleh masyarakat di sekitarnya maupun oleh mahasiswa perguruan tinggi lainnya.

4) Program Pembinaan Pendidikan Luar Sekolah
Sesuai dengan UU SPN, pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar jalur persekolahan antara lain melalui kegiatan-kegiatan Pemberantasan Buta Aksara atau Kelompok Belajar Paket A tidak setara SD, Paket A setara SD dan Paket B setara SLTP, Kejar Usaha, Magang, dan kursus-kursus yang diselenggarakan oleh masyarakat. Kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri bekerja mencari nafkah dan memungkinkan untuk melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Dengan demikian warga masyarakat melalui jalur pendidikan luar sekolah selalu mendapat peluang dan kesempatan belajar dan berusaha.

Kegiatan di dalam program pembinaan pendidikan luar sekolah yang ditempuh melalui pembinaan Kejar Paket A tidak setara SD meliputi tiga tahapan, yaitu: (1) tahap pemberantasan; (2) tahap pembinaan; dan (3) tahap pelestarian. Tahap pembinaan dan pelestarian tersebut di atas dilakukan melalui berbagai upaya, seperti Kelompok Belajar Usaha (KBU), dan magang. Program ini diarahkan untuk memberikan pelayanan pendidikan, dan kesempatan belajar kepada warga masyarakat yang masih buta aksara, serta sekaligus menjamin penduduk yang sudah melek aksara agar tidak menjadi buta aksara kembali. Dalam upaya menunjang program pemberantasan buta aksara tersebut dilaksanakan pula Operasi Bhakti ABRI Manunggal Aksara (OBAMA) yang mulai dilaksanakan pada tahun 1995/96. Sampai dengan tahun 1997/98 telah mencapai 3 juta orang.

Pelaksanaan kegiatan pemberantasan buta aksara selama lima tahun sejak akhir Repelita V sampai dengan tahun ke empat Repelita VI telah mencapai 5,6 juta orang. Sejalan dengan peningkatan jumlah peserta program pemberantasan buta aksara tersebut telah terjadi penurunan angka buta aksara. Dari hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) yang dilakukan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) tercatat bahwa angka buta aksara di Indonesia pada tahun 1985 masih sebesar 19,07 persen (22,9 juta orang) dari jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas sebanyak 120,4 juta orang. Sedangkan berdasarkan hasil SUPAS tahun 1995 angka buta aksara di Indonesia telah turun menjadi 12,56 persen (19,2 juta orang) dari jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas sebanyak 152,5 juta orang. Bila dilihat dari angka penurunan buta aksara tersebut maka diperkirakan sasaran Repelita VI sekitar 10 persen akan dapat dicapai.

Pembinaan Kejar Paket A Setara SD dan Kejar Paket B Setara SLTP merupakan upaya dalam rangka mendukung wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Program itu diarahkan pada peningkatan pengetahuan warga-belajar yang setara dengan sekolah dasar dan setara SLTP dan diberikan pelajaran tambahan muatan lokal rnengenai pengetahuan bermacam-macam keterampilan dengan tujuan meningkatkan kemampuan warga belajar dalam berwirausaha. Kegiatan Kejar Paket A setara SD baru dimulai pada awal Repelita VI dengan membelajarkan sebanyak 100 ribu orang, dan sampai dengan tahun ke empat Repelita VI telah mencapai sebanyak 370 ribu orang. Selanjutnya kegiatan Kejar Paket B Setara SLTP baru diuji-cobakan pada Repelita V, dan pada tahun 1993/94 baru membelajarkan sebanyak 18,7 ribu orang. Sampai dengan tahun keempat Repelita VI pembelajaran kejar paket B tersebut telah mencapai 441,3 ribu orang.

Pembinaan kegiatan kelompok belajar usaha (KBU) dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan bagi warga belajar sehingga mereka mempunyai motivasi untuk mempertahankan atau melestarikan kemampuan baca tulis hitung sebagai modal di dalam meningkatkan kualitas hidupnya. Pada tahun 1993/94 telah dibelajarkan sebanyak 14,8 ribu orang, dan selama empat tahun Repelita VI telah dibelajarkan sebanyak 93,2 ribu orang dengan lebih meningkatkan kualitas dari kegiatan KBU. Pada tahun 1998/99 kegiatan ini akan disediakan bagi sekitar 11 ribu orang.

Kegiatan magang ditujukan untuk memberikan keterampilan kepada peserta didik agar mampu mengelola usaha kecil atau dapat langsung bekerja pada lembaga atau usaha tempat magang. Kegiatan magang diharapkan dapat memperluas kesempatan memperoleh pekerjaan yang sekaligus mengurangi pengangguran. Apabila pada tahun 1993/94 jumlah peserta didik baru mencapai 15 ribu orang, selama empat tahun Repelita VI telah mencapai 53 ribu orang.

Pembinaan pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat ditujukan kepada lembaga kursus-kursus pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat. Jumlah lembaga kursus yang terdaftar dan memiliki izin dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1997/98 telah mencapai 19.725 lembaga kursus. Sejak tahun 1993/94 sampai dengan tahun 1997/98 bagi peserta kursus yang berasal dari kalangan sosial ekonomi lernah telah diberikan beasiswa, yang telah diikuti oleh 29 ribu orang. Prograrn ini bertujuan untuk memberikan bekal kemandirian berusaha bagi warga masyarakat khususnya dari kalangan sosial ekonomi lemah sehingga dapat menciptakan lapangan kerja sendiri.

Sejak awal Repelita VI, telah diselenggarakan rintisan pembinaan pendidikan terhadap anak dini usia (usia 0 - 8 tahun) dengan lebih inenitik-beratkan pada pembinaan kesehatan dan nutrisi yang berintikan pada pendekatan intelektual, emosi, sosial, dan kepribadian anak. Pembinaan dan pendidikan dilaksanakan melalui kelompok bermain, penitipan anak, posyandu, bina keluarga balita (BKB), dan program-program pendidikan keluarga. Dalam rangka mendukung rintisan pembinaan pendidikan terhadap anak dini usia tersebut telah dilaksanakan studi lapangan di Propinsi Sumatera Barat, Jawa Barat, Bali, dan Sulawesi Selatan. Berdasarkan hasil studi lapangan tersebut maka dilaksanakan lokakarya perencanaan dan upaya-upaya koordinasi dengan beberapa instansi terkait seperti Departemen Dalam Negeri, Departernen Kesehatan, Departemen Sosial, dan BKKBN untuk mengintegrasikan dan memantapkan kegiatan pengembangan anak dini usia.

5) Program Pembinaan Pendidikan Kedinasan
Pendidikan kedinasan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan, keterampilan, pengetahuan, dan sikap mental karyawan pemerintah di berbagai bidang pembangunan. Usaha tersebut dimaksudkan untuk lebih menyiapkan dan menyesuaikan mutu tenaga dengan bidang tugasnya agar dapat secara terus menerus mengikuti dan menguasai cara-cara pengelolaan bidang tugas yang selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat, perkembangan dunia pada umumnya dan khususnya perkembangan teknologi.

Pada tahun 1997/98 jumlah mahasiswa program kedinasan secara keseluruhan adalah sebanyak 139,3 ribu orang. Jumlah mahasiswa tersebut mengalami fluktuasi sejak 1993/94 karena adanya perubahan status terhadap beberapa perguruan tinggi kedinasan (PTK) menjadi perguruan tinggi swasta (PTS) dan penghapusan pengelolaan beberapa program studi yang sudah dilaksanakan di perguruan tinggi negeri (PTN). Mahasiswa PTK tersebut tersebar di berbagai lembaga pendidikan yang berada di bawah pengelolaan berbagai Departemen atau LPND antara lain di Departemen Dalam Negeri, Departemen Kehakiman, Departemen Kesehatan, Departemen Keuangan, Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi, Departemen Penerangan, Departemen Perhubungan, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Pertahanan dan Keamanan, Departemen Pertambangan dan Energi, Departemen Pertanian, Departemen Sosial, Departemen Tenaga Kerja, Badan Pertanahan Nasional, Badan Tenaga Atom Nasional, Sekretariat Negara, dan Lembaga Administrasi Negara.

6) Program Pembinaan Tenaga Kependidikan
Pembinaan tenaga kependidikan dan kebudayaan bertujuan untuk meningkatkan mutu tenaga kependidikan agar program pembangunan pendidikan dapat dilaksanakan dengan lebih baik, efektif, dan efisien. Kegiatan yang dilakukan meliputi penyetaraan guru SD setara D2, penyetaraan guru SLTP setara D3, pendidikan guru SD (D2-PGSD), pendidikan guru sekolah menengah (PGSM), serta penataran bagi tenaga pendidikan luar sekolah. Selain itu melalui program ini diupayakan pula peningkatan kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan.

Pendidikan tenaga kependidikan ditingkatkan mutunya antara lain, melalui penelusuran minat dan kemampuan, pengembangan sistem seleksi, penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang lebih bermutu dan sesuai dengan kurikulum dan jenis pekerjaan di tempat lulusan bertugas.

Penyetaraan guru SD setara D2 dilaksanakan melalui program pola belajar jarak jauh (PBJJ) yang dikelola Universitas Terbuka dengan menggunakan modul dan dikombinasikan dengan kegiatan tutorial secara berkala. Dalam kurun waktu 1993/94 sampai dengan 1997/98 guru SD yang mengikuti penyetaraan D2 melalui Universitas Terbuka adalah sebanyak 400 ribu orang, terdiri dari 38,6 ribu pada tahun 1993/94 dan selama 4 tahun Repelita VI sekitar 341,4 ribu. Di samping itu sejak tahun 1996/1997 telah dimulai penyetaraan D2 yang diselengggarakan dengan pola tatap muka pada lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK).

Dalam upaya memenuhi kebutuhan calon guru baru untuk SD, program D2 pendidikan guru sekolah dasar (D2-PGSD) yang diselenggarakan oleh LPTK dengan pola tatap muka terus dilanjutkan. Program yang dilaksanakan sejak tahun 1990/91 tersebut diselenggarakan di 10 IKIP Negeri dan 1 IKIP Swasta, 2 STKIP Negeri, serta 18 FKIP Negeri dan 5 FKIP Swasta. Program D2-PGSD ini diharapkan dapat mendukung program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dengan tersedianya calon guru SD yang lebih bermutu.

Selama kurun waktu 1993/94 sampai dengan 1997/98 jumlah mahasiswa program D2-PGSD mencapai lebih dari 24 ribu orang, dan telah lulus sekitar 21,2 ribu orang. Dalam Repelita VI jumlah mahasiswa program tersebut lebih dari 17,1 ribu orang, dan lulus sebanyak 14,1 ribu. Jumlah mahasiswa tersebut pada tahun 1997/98 saja lebih dari 10,1 ribu orang. Jumlah tersebut menurun sekitar 4,5 ribu mahasiswa jika dibandingkan dengan jumlah mahasiswa pada tahun 1996/97, karena program D2-PGSD sejak tahun 1996/97 hanya menampung mahasiswa baru dari lulusan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) dan Sekolah Guru Olahraga (SGO) yang telah melakukan wiyata bakti di berbagai sekolah khususnya di daerah terpencil, daerah transmigrasi, dan daerah kekurangan/sulit guru. Hal ini dimaksudkan untuk menyelesaikan pengangkatan guru lulusan SPG dan SGO tersebut. Di samping itu, pembatasan jumlah mahasiswa baru tersebut adalah sejalan dengan kebutuhan akan tambahan guru sekolah dasar yang semakin menurun.

Peningkatan kualitas guru di tingkat SLTP dilakukan melalui program penyetaraan guru SLTP setara D3. Dalam kurun waktu yang sama jumlah guru SLTP peserta program penyetaraan D3 melalui PBJJ Universitas Terbuka adalah 77,7 ribu orang. Penyetaraan guru SLTP setara D3 tersebut adalah untuk guru bidang studi MIPA, Bahasa lnggris, Bahasa Indonesia, IPS dan guru untuk Sekolah Luar Biasa.

Untuk meningkatkan mutu guru SLTA, sejak tahun 1996/97 dilaksanakan penyetaraan pendidikan guru dari Diploma 3 (D3) ke Strata 1 (SI) melalui program Pendidikan Guru Sekolah Menengah (PGSM). Sampai dengan tahun 1997/98 guru SLTA peserta program ini yang diselenggarakan di 17 LPTK adalah sebanyak 11.300 orang.

Di samping itu untuk meningkatkan program kegiatan tenaga kependidikan pendidikan luar sekolah, pemuda dan olahraga (Diklusepora) telah dilakukan pengembangan tugas dan fungsi Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) dan Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB) yang bertugas melaksanakan percontohan dan pengendalian mutu pelayanan program Diklusepora. Sesuai dengan tugas dan fungsi SKB dan BPKB tersebut maka dituntut pula peningkatan. kualitas dan kuantitas bagi pamong belajar dan penilik melalui kegiatan-kegiatan pelatihan. Pada akhir Repelita V (1993/94) jumlah pamong belajar yang telah dilatih sebanyak 458 orang, dan selama 4 tahun Repelita VI jumlah pamong yang dilatih mencapai 1.124 orang. Sedangkan jumlah penilik yang dilatih pada tahun 1993/94 sebanyak 368, dan selama 4 tahun Repelita VI mencapai 6.395 orang.

Kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan diupayakan untuk terus ditingkatkan antara lain melalui pembinaan karier yang terencana, peningkatan tunjangan kependidikan yang telah dilakukan tiga kali selama Repelita VI termasuk tunjangan bagi pamong belajar yang bertugas diluar sekolah, peningkatan honorarium kelebihan jam mengajar bagi guru yang mengajar lebih dari jam wajib mengajar, dan penghargaan bagi mereka yang bertugas di daerah terpencil, seperti memberikan tunjangan pengabdian. Kesejahteraan guru diupayakan pula dengan memberikan kemudahan kenaikan pangkat/jabatan dengan sistem angka kredit. Dengan peraturan yang baru seorang guru dapat dimungkinkan untuk naik pangkat sampai ke jenjang tertinggi kepangkatan apabila mampu mengumpulkan angka kredit yang disyaratkan. Upaya lain untuk meningkatkan kesejahteraan guru adalah dengan menambah tunjangan pendidikan. Di samping itu, disediakan pula asrama guru untuk mereka yang bertugas di daerah terpencil.

b. Program Penunjang
1) Program Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
Program penelitian dan pengembangan pendidikan bertujuan untuk memperoleh masukan bagi upaya perbaikan, perluasan, pendalaman, dan penyempurnaan sistem pendidikan nasional yang menyangkut penyelenggaraan kegiatan pendidikan, serta sarana dan prasarana penunjang. Program ini dilaksanakan antara lain melalui kegiatan penelitian dan ujicoba kurikulum baru, metode belajar mengajar baru, dan alat peraga baru, serta sistem pembinaan tenaga kependidikan yang berdampak pada peningkatan mutu, kesesuaian, efisiensi, dan efektivitas pendidikan.

Selama Repelita VI telah dilakukan kegiatan berupa: (1) penelitian dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, yaitu penelitian tentang kemampuan guru bidang studi matematika di SMU, cara penentuan kelulusan, kemampuan guru dalam melakukan evaluasi di tingkat kelas, mutu soal pilihan ganda untuk ujian sumatif, pelaksanaan SMU Plus, penelitian tentang kemampuan guru SD dalam mengajar Bahasa Indonesia, penelitian tentang metode mengajar di TK, penelitian tentang model pelatihan guru pada jenjang pendidikan dasar, serta survei mutu pendidikan tingkat SLTP; model peningkatan kemampuan baca tulis siswa sekolah dasar, dan sistem pembinaan profesional guru; (2) penelitian mengenai upaya peningkatan pemerataan dan perluasan kesempatan memperoleh pendidikan, yaitu penelitian tentang pelaksanaan pemberantasan buta aksara melalui Operasi Bhakti Manunggal Aksara, serta penelitian tentang anak yang mengalami kesulitan belajar di pendidikan dasar; (3) penelitian tentang kesesuaian antara pendidikan nasional dengan kebutuhan pembangunan sumber daya manusia, yaitu penelitian tentang upaya pendidikan budi pekerti dan bimbingan siswa dari berbagai lingkungan kebudayaan dan pendidikan, serta pengembangan pendidikan seks di Indonesia; (4) penelitian tentang keterkaitan pendidikan dengan dunia usaha, yaitu penelitian tentang pelaksanaan sistem ganda, serta penelitian tentang pelaksanaan kurikulum pendidikan luar sekolah program Paket A dan Paket B; (5) penelitian mengenai upaya peningkatan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan, yaitu perencanaan dan pengawasan; daya ramal NEM tingkat SLTP terhadap keberhasilan siswa di SMU; efisiensi sistem dan daya ramal alat seleksi masuk perguruan tinggi; kesenjangan antara kurikulum/Garis-garis Besar Pokok Pengajaran dengan buku sejarah; penelitian tentang perencanaan Repelita VI1, serta penelitian mengenai pengelolaan sarana pendidikan dalam rangka Wajib Belajar Sembilan Tahun.

Selain penelitian-penelitian tersebut di atas telah dilakukan pula kegiatan pengkajian permasalahan oleh Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (BPPN). Kegiatan pengkajian tersebut meliputi permasalahan tentang : (1) pengembangan sistem analisis data dan informasi kebijakan pendidikan dan kebudayaan; isu-isu kebijakan pendidikan dan kebudayaannya terhadap pengelolaan pendidikan dasar dan menengah yang lebih efektif, (2) pengembangan kualitas sumber daya manusia pada jenjang pendidikan tinggi, (3) peran pendidikan dalam pengembangan kepedulian sosial, (4) pelaksanaan pendidikan dan kebudayaan daerah tingkat 11 otonomi dan pemantauan serta evaluasi pelaksanaan penyerahan urusan yang diserahkan dan yang tidak diserahkan pada kabupaten percontohan, dan penyiapan bahan kajian dalam rangka pencanangan otonomi pada kotamadya ibukota propinsi.

2) Program Pengembangan Informasi Pendidikan
Program ini bertujuan meningkatkan, mengembangkan, dan memantapkan sistem informasi pendidikan sehingga mampu memberikan data dan informasi yang akurat, tepat waktu dan sesuai kebutuhan guna proses pengambilan keputuhan, baik di tingkat pusat maupun daerah serta untuk memberikan data dan informasi dalam rangka meningkatkan peranserta masyarakat dalam pembangunan pendidikan. Kegiatan yang dilakukan antara lain meliputi pengembangan sistem analis data dan informasi kebijaksanaan, pengkajian dan peneeaahan kebijaksanaan pendidikan dan kebudayaan dalam kaitannya dengan berbagai sektor pembangunan, pembangunan infrasruktur sistem informasi tingkat propinsi dan tingkat kabupaten/kotamadya, dan pengembangan "database" pendidikan dan kebudayaan serta pengelolaan sumber daya teknologi informasi. Hasil pengumpulan, pengolahan, dan analisis data yang dilakukan antara lain telah dirangkum dalam buku Statistik Pendidikan dalam Grafik Indikator Pemerataan Pendidikan diIndonesia,Indikator.Mutu Pendidikan di Indonesia, dan buku Pendidikan di Indonesia yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

Selain itu, telah dilakukan pengembangan pangkalan data penelitian dalam versi bahasa Indonesia dan versi bahasa Inggris. Pengembangan pangkalan data dalam bahasa Inggris dimaksudkan untuk meningkatkan kerja sama dengan negara-negara lain, khususnya negara-negara yang tergabung dalam "Southeast Asian Research Review and Advisory Group (SEARRAG)", yaitu Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Thailand, Phillipina, dan Indonesia.

C. OLAHRAGA
1. Sasaran, Kebijaksanaan, dan Program Repelita VI
Sesuai amanat GBHN 1993, dalam Repelita VI sasaran pembangunan olahraga adalah meningkatnya pemassalan olahraga secara meluas dan merata ke seluruh pelosok tanah air yang mencakup seluruh lapisan masyarakat; meningkatnya peringkat pada Asian Games dan mempertahankan juara umum pada SEA Games; meningkatnya perolehan medali emas pada Olimpiade; dan terciptanya sistem pembinaan olahraga yang mendukung peningkatan prestasi.

Beberapa kebijaksanaan yang ditempuh untuk mencapai sasaran pembangunan olahraga antara lain adalah meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya olahraga; meningkatkan prestasi olahraga melalui pembibitan dan pembinaan olahraga sejak usia dini, pernantauan bakat dan pemilihan bibit olahragawan berpotensi; meningkatkan pembinaan terhadap tenaga keolahragaan; meningkatkan peran serta masyarakat dan organisasi keolahragaan yang tumbuh di masyarakat termasuk di perdesaan dalam upaya mendorong keberhasilan pemassalan dan pemasyarakatan olahraga; dan mengembangkan iklim yang mendukung peningkatan keterpaduan dan koordinasi antarlembaga dan instansi terkait guna menumbuhkan pengertian dan tanggung jawab bersama dalam pembinaan dan pengembangan olahraga.

Sehubungan dengan sasaran dan kebijaksanaan pembangunan olahraga tersebut, dalam Repelita VI dilaksanakan satu program pokok yaitu Program Pembinaan Keolahragaan yang didukung oleh berbagai program penunjang, yaitu: (a) Program Pendidikan, Pelatihan, dan Penyuluhan Olahraga; (b) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Olahraga; dan (c) Program Penelitian dan Pengembangan Olahraga.

2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan sampai dengan Tahun Keempat Repelita VI
Pembangunan bidang olahraga merupakan bagian penting dalam upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya. Oleh karena itu, kegiatan dan pembinaan olahraga terus dilanjutkan dan ditingkatkan agar makin menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Selain itu juga terus ditingkatkan budaya berolahraga dan iklim yang sehat untuk mendorong peran serta aktif masyarakat dalam peningkatan prestasi olahraga.

a. Program Pokok
Program pokok pembangunan olahraga adalah Program Pembinaan Keolahragaan yang meliputi kegiatan-kegiatan: pemasalan olahraga dan peningkatan kesegaran jasmani, pemantauan bakat, pembibitan, dan peningkatan prestasi olahraga, pembinaan olahraga yang berkembang di masyarakat, pembinaan olahraga untuk kelompok khusus, dan pembinaan kelembagaan dan organisasi induk olahraga.

Pendekatan program pembinaan keolahragaan yang berorientasi pada pemerataan dilaksanakan melalui upaya pemasyarakatan olahraga dan mengolahragakan masyarakat.

1) Pemassalan Olahraga dan Peningkatan Kesegaran Jasmani
Kegiatan ini bertujuan mendorong dan menggerakkan masyarakat agar lebih memahami dan menghayati hakikat dan manfaat olahraga sebagai kebutuhan hidup, khususnya jenis olahraga yang bersifat murah, murah, menarik, bermanfaat dan massal. Salah satu bentuk kegiatannya adalah peningkatan kesegaran jasmani dalam rangka peningkatan kualitas fisik manusia Indonesia. Secara tidak langsung, peningkatan kesegaran jasmani akan mendukung peningkatan prestasi belajar, prestasi olahraga, dan produktivitas kerja, serta sekaligus merupakan landasan yang kuat bagi peningkatan prestasi olahraga Indonesia.

Pada tahun 1997/98 dilanjutkan dan ditingkatkan pemassalan senam kesegaran jasmani bagi pelajar dari tingkat tarnan kanak­kanak sampai tingkat SLTA, mahasiswa, dan rnasyarakat luas. Pemassalan olahraga diselenggarakan melalui pernbinaan dan pembentukan 1.301 klub olahraga yang tersebar baik di sekolah maupun luar sekolah. Iumlah tersebut meningkat cukup besar dibanding tahun 1993/94 yang baru berjumlah 248 klub. Hal ini mencerminkan banyaknya minat dari daerah untuk mendirikan klub olahraga yang lebih efektif dalam rangka memunculkan bibit-bibit olahragawan pada cabang-cabang tertentu. Pada tahun 1998/99 pembinaan terhadap klub-klub tersebut akan terus dilanjutkan.

2) Pemanduan Bakat, Pembibitan, dan Peningkatan Prestasi Olahraga
Tujuan kegiatan pemanduan bakat, pembibitan dan peningkatan prestasi olahraga adalah untuk memperoleh calon atlet berprestasi yang dilakukan melalui pembinaan olahraga usia dini bagi anak berumur 6-14 tahun melalui perkumpulan olahraga, pembinaan pendidikan jasmani dan olahraga di sekolah ataupun di luar sekolah melalui pertandingan cabang olahraga tertentu. Melalui kegiatan ini diupayakan mencari bibit olahragawan yang berpotensi, serta meningkatkan mutu guru pendidikan jasmani dan kesehatan dalam membina, memantau, dan menemukan bibit olahragawan yang berbakat, baik di perkumpulan maupun di sekolah.

Kegiatan pembibitan olahragawan berbakat yang dilakukan melalui sekolah atau kelas olahraga seperti SMU Negeri Ragunan Jakarta dan melalui pusat-pusat pendidikan dan latihan olahragawan pelajar (PPLP) terus ditingkatkan. Jumlah PPLP bertambah menjadi 43 PPLP pada tahun 1997/98 dibanding tahun 1993/94 yang baru berjumlah 17 PPLP. PPLP tersebut tersebar di 26 propinsi, meliputi 13 cabang olahraga, yaitu anggar, sepak bola, renang, sepak takraw, bulutangkis, panahan, senam, tenis meja, balap sepeda, tinju, dayung, loncat indah, dan pencak silat. Dengan bertambahnya jumlah PPLP tersebut maka jumlah olahragawan pelajar yang dibina juga meningkat yaitu dari 250 orang pada tahun 1993/94 menjadi 749 orang pada tahun 1997/98.

Dalam Repelita VI dicatat prestasi internasional yang menonjol yaitu keberhasilan Indonesia menjadi juara umum pada Sea Games ke XIX di Jakarta. Hal ini sesuai dengan sasaran Repelita VI yaitu mempertahankan sebagai juara umum, bahkan merupakan prestasi yang sangat menonjol karena Indonesia mampu memperoleh 194 medali emas. Jumlah tersebut merupakan jumlah perolehan medali tertinggi sepanjang sejarah Sea Games. Kesuksesan Sea Games ke XIX ini dapat dijadikan momentum kebangkitan kernbali prestasi olahraga di Indonesia.

Prestasi lainnya di dunia internasional adalah keberhasilan Tim Bulutangkis Indonesia yaitu pasangan ganda pria mesebut juara All England, juara dunia Perahu Naga tahun 1997, Tim Angkat Besi Putri Indonesia Junior dan Senior yang menjadi juara dunia tahun 1997, Tim Angkat Berat Putra Indonesia yang menjadi juara dunia tahun 1997, Tim Karate Puteri Indonesia yang berhasil menembus peringkat elit di kejuaraan dunia, dan Tim Bridge Indonesia yang menjadi runner-up pada Olympiade Bridge tahun 1997.

3) Pembinaan Olahraga yang Berkembang di Masyarakat
Kegiatan pembinaan olahraga masyarakat dalam Repelita VI ditujukan untuk menggali, melestarikan, dan mengembangkan jenis olahraga yang berkembang di masyarakat, seperti olahraga tradisional dan olahraga pecinta alam. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat dalam berolahraga, meningkat pula kegiatan­-kegiatan olahraga masyarakat yang salah satu bentuknya adalah olahraga tradisional yang pengembangannya bersifat khas daerah dan banyak yang dikaitkan dengan hiburan atau pariwisata. Olahraga pencinta alam dan alam terbuka juga terus dikembangkan khususnya di perguruan tinggi.

4) Pembinaan Olahraga untuk Kelompok Khusus
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada keompok khusus masyarakat seperti penyandang cacat dan penduduk usia lanjut untuk berolahraga dan ikut berperan, serta berprestasi pada kejuaraan khusus untuk mereka, baik tingkat nasional, regional maupun internasional.

Kegiatan olahraga khusus bagi penyandang cacat yang dibina oleh badan pembina olahraga cacat (BPOC), telah berhasil meningkatkan sportivitas dan solidaritas di kalangan penyandang cacat, dan meningkatkan prestasi atlet penyandang cacat sampai tingkat internasional.

Jenis olahraga khusus lain yang berkembang di masyarakat adalah yang terkait dengan pemeliharaan atau pemulihan kesehatan seperti olahraga rehabilitasi penderita penyakit jantung, olahraga pernapasan bagi penderita asma, dan olahraga kelenturan bagi penderita rematik sendi. Sebagai contoh, Yayasan Jantung Indonesia telah mengembangkan olahraga jantung sehat, dan untuk itu telah terbentuk Klub Jantung Sehat Indonesia (KJSI), yang telah menjangkau semua propinsi, bahkan telah mempunyai cabang sampai ke daerah tingkat II dan kecamatan-kecamatan.

5) Pembinaan Kelembagaan dan Organisasi Induk Olahraga
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas, efisiensi, efektivitas, dan fungsi kelembagaan, serta mekanisme kerja lembaga-Iembaga keolahragaan disertai dengan peningkatan koordinasi kerja sektoral baik di pusat maupun di daerah. Pembinaan bagi organisasi-organisasi keolahragaan, termasuk pembinaan yang dilakukan oleh Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan organisasi olahraga lainnya telah menunjukkan hasilnya dalam berbagai prestasi olahraga seperti tersebut di atas.

b. Program Penunjang
1) Program Pendidikan, Pelatihan, dan Penyuluhan Olahraga
Program ini bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan dan kualitas sumber daya manusia di bidang olahraga, baik dari aspek keilmuan maupun keterampilan. Pembinaan dan peningkatan prestasi para olahragawan berbakat, memerlukan keberadaan, keterlibatan dan penanganan yang optimal dan profesional dari pelatihnya. Selama ini kebutuhan dan tuntutan akan jumlah dan mutu pelatih masih belum dapat dipenuhi. Pada akhir Replita V (1993/94) penataran guru, pelatih dan penggerak olahraga baru sekitar 3 ribu orang, dan selama 4 tahun Repelita VI telah mencapai lebih dari 19,8 ribu orang. Hal ini menunjukkan meningkatnya kebutuhan tenaga pembina dan penggerak olahraga sejalan dengan pembentukan klub/ perkum­pulan olahraga yang terus bertambah.

Kegiatan penyuluhan bagi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran berolahraga juga ditingkatkan. Salah satu bentuk kegiatannya adalah penyuluhan melalui media massa, termasuk melalui media elektronik seperti televisi. Kegiatan ini didukung dengan penyediaan buku pedoman kegiatan olahraga, yaitu 10 ribu eksemplar pada tahun terakhir Repelita V dan 190 ribu eksemplar selama 4 tahun Repelita VI.

2) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Olahraga
Peningkatan sarana dan prasarana olahraga bertujuan mengupayakan ketersediaan, pengadaan dan pembangunan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang kegiatan pembinaan dan pengembangan olahraga.

Di samping itu, dari sekolah-sekolah tingkat sekolah dasar sampai tingkat pendidikan tinggi secara terus menerus dibangun sarana dan prasarana olahraga. Sarana olahraga yang dibangun di perguruan tinggi tidak saja digunakan oleh mahasiswa, tetapi dapat juga digunakan oleh masyarakat di sekitarnya. Sampai dengan tahun 1997/98 telah dibangun fasilitas olahraga di 20 perguruan tinggi, antara lain yaitu di Institut Teknologi Bandung, Universitas Diponegoro, Universitas Sebelas Maret, Universitas Gajah Mada, Universitas Airlangga, Universitas Sumatera Utara, Universitas Tanjungpura, Universitas Hasanuddin, Universitas Halu Oleo, Universitas Cenderawasih, Universitas Jember, Universitas Andalas, Universitas Syah Kuala, Universitas Jenderal Soedirman, Universitas Lampung, Universitas Palangkaraya, Universitas Udayana, Universitas Pattimura, Universitas Mulawarman, dan

IKIP Ujung Pandang. Di samping itu sarana olahraga di perguruan tinggi-perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan keolahragaan juga terus ditingkatkan. Dalam rangka menambah pengetahuan dan kecintaan berolahraga, dilanjutkan pula pengadaan buku-buku olahraga di sekolah.

Peran serta swasta dan masyarakat dalam penyediaan sarana dan prasarana olahraga juga terus didorong. Jumlah fasilitas olahraga di kompleks-kompleks permukiman seperti lapangan tenis, kolam renang, dan pusat kebugaran (fitness center) terus bertambah.

3) Program Penelitian dan Pengembangan Olahraga
Program ini bertujuan rnengernbangkan, memanfaatkan, dan menerapkan iptek di bidang olahraga, terutama dalam upaya mencapai prestasi olahraga setinggi-tingginya. Selama Repelita VI telah dilanjutkan dan ditingkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan kesegaran jasmani dan rekreasi dalam rangka peningkatan prestasi.

D. KEBUDAYAAN NASIONAL DAN KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA
1. Sasaran, Kebijaksanaan, dan Program Repelita VI
Sesuai amanat GBHN 1993, sasaran pembangunan kebudayaan nasional dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam Repelita VI adalah meningkatkan penghayatan nilai­-nilai luhur budaya bangsa yang menjiwai perilaku manusia dan masyarakat dalam segenap aspek kehidupan. Sasaran tersebut dijabarkan lebih lanjut dengan makin kukuhnya. jati diri, kepribadian bangsa dan jiwa persatuan dan kesatuan, dan kebanggaan nasional, terwujudnya sikap maju dan mandiri melalui penanaman budaya iptek, makin mantapnya mekanisme penya­ringan terhadap pengaruh kebudayaan yang negatif yang disebarluaskan melalui berbagai media, serta makin meningkatnya penyebarluasan informasi dan pertukaran budaya, baik pada tingkat nasional, regional maupun internasional.

Sasaran pembinaan kebahasaan, kesastraan, dan kepustakaan, antara lain, adalah makin meningkatnya pemakaian dan mutu pemakaian bahasa Indonesia dengan baik dan benar, serta makin berkembangnya bahasa Indonesia sebagai bahasa iptek, tersusunnya bahan bacaan bermutu yang digali dari naskah kuno, cerita rakyat, dan sejarah kepahlawanan, meningkatnya penulisan dan penerjemahan berbagai buku bermutu, serta terselenggaranya pelayanan perpustakaan sampai ke pedesaan dalam rangka mengembangkan minat baca dan minat belajar masyarakat.

Dalam pembinaan kesenian, sasaran yang akan dicapai, antara lain, adalah tergali dan terbinanya kesenian daerah yang hampir punah serta berkembangnya bentuk kesenian kreasi baru, terutama yang berakar pada puncak-puncak budaya daerah.

Sasaran pembinaan tradisi, peninggalan sejarah dan permuseuman, antara lain, adalah berkembangnya tradisi, peninggalan sejarah, dan purbakala sebagai unsur pembentuk rasa cinta tanah air dan kebanggaan nasional, serta makin meningkatnya fungsi museum sebagai tempat rekreasi dan lembaga pendidikan budaya, termasuk sebagai wahana pembudayaan iptek sejak usia dini.

Dalam hal pembinaan penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sasaran pada Repelita VI adalah makin meningkatnya kualitas kerukunan antara penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan meningkatnya peran mereka dalam pembangunan. Selain itu organisasi kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa terbina, sehingga tidak mengarah kepada pembentukan agama baru dan pelaksanaannya sesuai dengan Pancasila, terutarna sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

Dalam rangka mencapai sasaran pembangunan kebudayaan nasional dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa seperti di atas, ditempuh berbagai kebijaksanaan yang meliputi pembinaan dan pengembanganm nilai-nilai budaya, antara lain melalui identifikasi peranan budaya dan pengembangan komunikasi pemikiran budaya, pembinaan kebahasaan, kesastraan, dan kepustakaan antara lain melalui pemasyarakatan pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar serta peningkatan apresiasi masyarakat terhadap kesenian daerah serta peningkatan peran perpustakaan, pembinaan kesenian antara lain melalui peningkatan apresiasi masyarakat terhadap kesenian daerah serta peningkatan peran serta masyarakat, termasuk dunia usaha dan organisasi kesenian dalam membina dan pengembangkan kesenian, dan membina tradisi, peninggatan sejarah, dan permuseuman, antara lain, melalui peningkatan pengamanan dan perlindungan benda cagar budaya dan peningkatan peranan museum sebagai wahana penelitian dan pendidikan budaya, termasuk pengembangan budayaiptek sejak usia dini; serta pembinaan penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Berdasarkan sasaran dan kebijaksanaan tersebut di atas, digariskan enam program pokok pembangunan kebudayaan nasional dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang meliputi: (1) pembinaan dan pengembangan nilai-nilai budaya, (2) pembinaan kebahasaan dan kesastraan, (3) pembinaan kepustakaan; (4) pembinaan kesenian; (5) pembinaan tradisi, peninggalan sejarah, dan permuseuman; serta (6) pembinaan penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Program-program tersebut didukung oleh empat program penunjang, satu diantaranya dilaporkan dalam bab ini adalah program pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan kebudayaan; sedangkan program penunjang lainnya dilaporkan pada sektor-sektor yang bersangkutan.

2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan sampai dengan Tahun Keempat Repelita VI
a. Program Pokok
1) Program Pembinaan dan Pengembangan Nilai-Nilai
Budaya
Program pembinaan dan pengembangan nilai-nilai budaya bertujuan untuk mengungkapkan, menanamkan, dan memasyarakatkan nilai-nilai luhur budaya Indonesia dalam rangka memperkukuh jati diri dan kepribadian bangsa. Lingkup kegiatannya meliputi usaha-usaha inventarisasi, penelitian, pengkajian, pendidikan, dan pengungkapan nilai-nilai luhur budaya bangsa.

Melalui program pembinaan nilai-nilai budaya dalam kurun empat tahun Repelita VI telah dilakukan penelitian sebanyak 381 naskah. Selain itu dilakukan pula pengkajian dan perekaman kebudayaan daerah yang meliputi berbagai cerita rakyat, adat istiadat, dan arsitektur daerah. Hasil penelitian dan pengkajian tersebut telah dicetak sebanyak 432 ribu eksemplar dan disebarluaskan keberbagai perpustakaan, taman budaya dan lembaga-lembaga pendidikan. Selanjutnya hasil penelitian dan pengkajian tersebut telah disebarluaskan pula melalui media massa, baik media cetak maupun elektronik seperti TVRI dan RRI, sebanyak 197 kali.

Untuk lebih meningkatkan pembinaan dan pengembangan nilai-nilai budaya terutama nilai budaya di daerah, dalam empat tahun Repelita VI juga dilakukan pembangunan lanjutan gedung Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional (BKSNT) di 8 propinsi yaitu DI Yogyakarta, Sulawesi Utara, Maluku, DI Aceh, Bali, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, dan Irian Jaya. Dengan semakin meningkatnya penyebarluasan hasil penelitian serta penyediaan sarana dan prasarana yang diperlukan, pembinaan dan pemasyarakatan nilai Iuhur bangsa semakin mantap untuk memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa serta ketahanan nasional.

2) Program Pembinaan Kebahasaan, Kesusastraan
Program pembinaan kebahasaan dan kesusastraan bertujuan untuk membina dan mengembangkan bahasa dan sastra Indonesia dalam upaya membina bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan mengembangkan bahasa Indonesia menjadi bahasa modern yang dapat berperan sebagai sarana komunikasi nasional dan wahana pengembangan iptek.

Dalam rangka pembinaan kebahasaan, selama empat tahun Repelita VI telah dilakukan penyuluhan bahasa Indonesia sebanyak 80 kali melalui berbagai media massa dan ceramah di lembaga pendidikan dan berbagai instansi baik di pusat maupun daerah. Dalam kurun waktu yang sama dilaksanakan 590 penelitian bahasa Indonesia dan bahasa daerah, yang meliputi penelitian struktur bahasa, sosiolinguistik, dialektologi, filologi dan aspek kebahasaan lainnya. Dari naskah-naskah tersebut dipilih 80 judul dan kemudian dicetak sebanyak 40 ribu eksemplar dan telah disebarluaskan ke seluruh perpustakaan pusat maupun daerah, taman budaya serta lembaga-lembaga penelitian. Selain itu juga terus dilanjutkan pembakuan kebahasaan meliputi kegiatan revisi Kamus Besar Bahasa Indonesia, penyusunan Kamus Pelajar, Kamus Bidang Ilmu, Kamus Indonesia - Daerah, Tata Bahasa pengajaran dan lain-lain.

Untuk mendukung kegiatan pembinaan kebahasaan di.daerah, peranan Balai Bahasa sangatlah penting. Selama empat tahun Repelita VI telah dikembangkan gedung Balai Bahasa di 6 propinsi yaitu Jawa Timur, Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Tengah.

Dalam rangka pembinaan kesastraan, selama empat tahun Repelita VI telah dihasilkan 86 naskah dari kegiatan pengumpulan naskah sastra lama Indonesia dan sastra daerah yang bermutu serta langka. Untuk meningkatkan pengetahuan dan kecintaan anak terhadap sastra, telah disusun naskah sastra anak-anak sebanyak 77 naskah, kemudian naskah-naskah tersebut telah dicetak sebanyak 73 ribu eksemplar dan disebarluaskan ke sekolah-sekolah dan perpustakaan. Sernentara itu dalam rangka pembinaan dan peningkatan apresiasi sastrawan pada tahun 1997 dilakukan Pertemuan Sastrawan Nusantara yang dilaksanakan di Kayu Tanam, Sumatera Barat yang diikuti oleh sastrawan baik dari dari dalam negeri maupun dari negara-negara ASEAN.

Dalam upaya mendukung program kebahasaan dan kesastraan ini telah dicanangkan Bulan Buku pada tanggal 2 Mei 1995 dan Hari Aksara Internasional, Bulan Gemar Membaca dan Kunjung Perpustakaan pada tanggal 14 September 1995 yang bertujuan, antara lain, untuk memasyarakatkan buku perpustakaan sebagai salah satu sarana untuk mengembangkan masyarakat belajar (learning society) dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

3) Program Pembinaan Kepustakaan
Program pembinaan kepustakaan ditujukan untuk meningkatkan kesempatan membaca buku bagi masyarakat, sehingga mendukung upaya mewujudkan masyarakat yang gemar membaca dan belajar dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa menuju terwujudnya masyarakat yang makin berbudaya tinggi, maju, dan mandiri. Melalui program ini dilakukan antara lain pernantapan sistem perpustakaan nasional dan pelayanannya serta pembinaan pengelolaan bagi berbagai perpustakaan.

Dalam upaya memantapkan sistem perpustakaan nasional dan pelayanannya kepada masyarakat sampai ke desa-desa, selama empat tahun Repelita VI telah dilanjutkan otornasi jaringan layanan serta penambahan 2,1 juta eksemplar koleksi buku dan bahan pustaka lainnya. Sebagian dari buku-buku tersebut, sekitar 11,3 ribu judul disimpan di Perpustakaan Nasional untuk koleksi dan pelayanan umum, selebihnya disebarkan ke perpustakaan keliling sebanyak 410,6 ribu eksemplar, perpustakaan daerah sebanyak 1,31 juta eksemplar, perpustakaan umum Dati 11 110 ribu eksemplar, perpustakan umum kecamatan/desa sebanyak 120,5 ribu eksemplar, perpustakaan sekolah 90 ribu eksemplar, serta perpustakaan rumah ibadah sebesar 44 ribu eksemplar.

Selama empat tahun Repelita VI telah dilakukan pembinaan pengelolaan perpustakaan bagi 230 buah perpustakaan keliling/terapung, 264 buah perpustakaan umum Dati 11, 10 ribu perpustakaan umum kecamatan/desa, dan sekitar 94 ribu perpustakaan sekolah. Selain itu untuk meningkatkan kemampuan tenaga teknis perpustakaan telah dilakukan pelatihan bagi 1.480 orang.

Berdasarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1990 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam, selama empat tahun Repelita VI, jurnlah karya cetak dan karya rekam yang terkumpul sudah meningkat pesat. Karya cetak dan karya rekam yang terkumpul antara lain berupa majalah 10,7 ribu eksemplar, monografi 41,6 ribu eksemplar, surat kabar 72 ribu eksemplar, bulletin 39,8 ribu eksemplar, brosur 750 judul, kaset audio 10,4 ribu buah, dan Laserdisk / Video CD sebanyak 34 buah.

Dalam rangka penyediaan sarana layanan dan penyimpanan koleksi karya cetak dan karya rekam sebagai pelaksanaan UU No. 4 Tahun pembangunan tahap I gedung Deposit dengan luas seluruhnya 3.400 m2 di Perpustakaan Nasional, yang diperuntukkan bagi penyimpanan karya cetak dan karya rekam tersebut. Dengan selesainya berbagai sarana layanan tersebut diharapkan pelayanan dan pendokumentasian koleksi karya cetak dan karya rekam akan lebih lancar.

Pada tahun anggaran 1998/99 akan dilaksanakan penambahan koleksi bahan pustaka sebanyak 300 ribu eksemplar, pengadaan 10 mobil perpustakaan keliling, dan lanjutan perluasan gedung layanan perpustakaan di Perpustakaan Daerah Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, dan Nusa Tenggara Barat.

4) Program Pembinaan Kesenian
Program pembinaan kesenian diarahkan pada upaya menumbuhkan daya cipta kreatif yang dapat memperkaya khasanah kebudayaan nasional dalam rangka memperkukuh jati diri dan kepribadian bangsa, meningkatkan kebanggaan nasional, mengungkapkan kehalusan perasaan dan keindahan, serta memperkukuh peraatuan dan kesatuan. Kegiatan yang dilakukan antara lain adalah penyelenggaraan berbagai pergelaran seni dan pemberian bantuan peralatan kesenian.

Melalui program pembinaan kesenian, selama empat tahun Repelita VI telah diselenggarakan rekonstruksi kesenian yang hampir punah sebanyak 27 kali, eksperimentasi seni 27 kali, 459 kali pergelaran apresiatif seni di taman budaya pada tingkat propinsi, serta 641 kali pergelaran seni di tingkat kabupaten. Bersamaan dengan kegiatan kesenian di daerah tersebut, telah pula diberikan bantuan peralatan kesenian sebanyak 480 unit untuk kabupaten/kotamadya, daerah transmigrasi dan Taman Budaya. Sementara itu dalam rangka pengembangan Wisma Seni Nasional disediakan alat seni budaya sebanyak 100 unit.

Dalam kurun waktu yang sama juga telah diselenggarakan Kongres Kesenian Pertama yang diikuti oleh para. tokoh, cendekiawan, seniman dari semua cabang seni, penyelenggaraan 317 kali pameran seni, termasuk Parneran Seni Rupa Kontemporer Negara-negara Gerakan Nonblok, pengiriman misi kesenian ke luar negeri, dan penyelenggaraan Festival Persahabatan Indonesia - Jepang di Tokyo pada tahun 1997.

Guna menumbuhkan kreativitas seniman dan budayawan di daerah dalam menciptakan kreasi-kreasi baru seni-budaya, mulai tahun 1997/98 dikembangkan bantuan pembinaan seni-budaya di daerah melalui Inpres Dati I. Pada tahun anggaran 1998/99 bantuan pembinaan seni-budaya di daerah tersebut akan dilanjutkan, di samping terus dilakukan pula peningkatan citra seni Indonesia melalui kegiatan parneran seni baik di dalam maupun di luar negeri, bantuan pengadaan peralatan kesenian bagi taman budaya, Kabupaten/Kotamadya dan daerah-daerah transmigrasi. Selain itu juga diberikan bantuan peralatan sebanyak 100 unit bagi Perwakilan Diplomatik Negara Republik Indonesia di luar negeri. Dengan meningkatkan upaya pembinaan dan pengembangan kesenian serta dengan semakin memadainya sarana dan prasarana yang diperlukan maka ketahanan budaya terhadap pengaruh budaya luar terasa berangsur-angsur semakin kukuh.

5) Program Pembinaan Tradisi, Peninggalan Sejarah, dan Permuseuman
Program pembinaan tradisi, peninggalan sejarah dan permuseuman ditujukan untuk mendukung upaya pembinaan kebudayaan nasional yang berakar kuat pada tradisi dan nilai-nilai kesejarahan dengan tetap memelihara dinamika yang tinggi, serta untuk melestarikan dan memanfaatkan bukti-bukti peninggalan sejarah dan kepurbakalaan, untuk menunjang program pendidikan guna mempertinggi rasa cinta tanah air dan kebanggaan nasional serta memperkaya budaya bangsa dan mendukung kegiatan pariwisata.

Dalam rangka pelestarian dan pemanfaatan peninggalan sejarah dan purbakala, selarna empat tahun Repelita VI telah dilanjutkan kegiatan konservasi Candi Borobudur melalui observasi stabilitas batu candi 5.760 m2 dan lingkungan, evaluasi struktur candi, dokumentasi, dan pengamanan Candi Borobudur. Selain itu, telah dilanjutkan pemugaran bekas Kerajaan Majapahit di Trowulan, antara lain, pemugaran Candi Kraton dan Candi Gentong, serta Ianjutan pernugaran Kraton Kaibon di bekas kota lama Banten.

Pengamanan dan perneliharaan situs kepurbakalaan di daerah­daerah terus dilanjutkan dan ditingkatkan. Selama empat tahun Repelita VI telah dilakukan pengamanan/ pemeliharaan terhadap 1.603 situs, pelestarian/pemanfaatan peninggalan sejarah dan purbakala di 48 lokasi, serta pemugaran benda cagar budaya di sebanyak 186 lokasi.

Dalam rangka pengembangan museum, selama empat tahun Repelita VI telah dilakukan pameran sebanyak 104 kali dan bantuan kepada 72 buah museum swasta. Selain itu, dilaksanakan pengadaan dan penyiapan tanah museum negeri seluas 21 ribu m2 (antara lain untuk Museum Mpu Tantular di Jawa Timur dan Museum La Galigo di Sulawesi Selatan), dan rehabilitasi sejumlah gedung museum yang rusak, serta pengadaan koleksi, peralatan teknis, dan peralatan pengamanan.

Untuk lebih meningkatkan fungsi Museum Nasional agar menjadi museum yang bertaraf internasional, selama empat tahun Repelita VI telah dilakukan perluasan tanah 7 ribu m2, serta rehabilitasi gedung seluas 12,8 ribu m2. Di samping itu telah dilakukan pembangunan gedung Museum Nasional seluas 27 ribu m2, renovasi/ penyempurnaan tata pameran tetap Museum Nasional seluas 1.500 m2. Selanjutnya dilaksanakan pula penerbitan 130 ribu eksemplar folder dan brosur yang berisikan informasi mengenai berbagai koleksi museum dan telah diselenggarakan pula 35 kali pameran khusus.

Untuk mewujudkan gagasan pendirian museum iptek yang berfungsi sebagai sarana pendidikan nonformal dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, serta untuk mendorong kesadaran dan motivasi masyarakat pada ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama generasi muda, mulai tahun kedua Repelita VI (1995/96) telah dilakukan beberapa persiapan yang meliputi penyusunan master plan, pembuatan maket dan rancang bangun, survey koleksi di 6 propinsi, pengadaan tiga jenis benda cagar budaya, serta pembudayaan dan pemasyarakatan museum iptek.

Di samping kegiatan-kegiatan tersebut di atas, dalam empat tahun Repelita V1 dilanjutkan pula penelitian arkeologi untuk mengungkapkan nilai-nilai budaya luhur yang terkandung dalam peninggalan sejarah yang telah menghasilkan naskah penelitian arkeologi dari 224 situs yang meliputi situs prasejarah arkeologi klasik, arkeologi lslam, dan arkeometri. Selain itu dilakukan pembangunan balai arkeologi seluas 2.700 m2 di Sumatera Utara, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku dan Irian Jaya. Kegiatan-kegiatan tersebut pada tahun 1998/99 akan dilanjutkan.

Selaras dengan meningkatnya upaya pemugaran, konservasi dan pemeliharaan benda cagar budaya, sangat berpengaruh bagi pengembangan sektor sosial dan ekonomi semakin meningkat serta lebih meningkatkan pula pemahaman jati diri bangsa terutama bagi generasi muda.

6) Program Pembinaan Penganut Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Pembinaan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa ditujukan agar tidak mengarali kepada pembentukan agama baru dan imtuk mengefektifkan pengambilan langkah-langkah agar pelaksanaan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berlangsung menurut dasar-dasar kemanusiaan yang adil dan beradap. Sebagai hasil dari pelaksanaan pembangunan prograrn pernbinaan penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa selama empat tahun Repelita VI telah diselesaikan inventarisasi organisasi penghayat 24 naskah, bimbingan dan penyuluhan sebanyak 48 kali, serta penyebaran informasi tentang budaya spiritual dan budi luhur melalui media massa, khususnya TVRI dan RRI, sebanyak 180 naskah/tayangan. Di samping itu, telah dilakukan pula kegiatan pemaparan budaya spiritual di semua propinsi.

Dengan semakin intensifnya penyelenggaraan penyebarluasan informasi tentang budaya spiritual dan budi luhur melalui berbagai media, terasa semakin mantap terciptanya kerukunan antar dan antara penganut kepercayaan dengan umat beragama di Indonesia.

b. Program Penunjang
Program penunjang dalam pembangunan kebudayaan nasional dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan efektivitas sumber daya manusia di bidang kebudayaan dalam mendidik, melatih, dan mengelola kebudayaan, baik teknis maupun administratif, untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan kebudayaan, serta meningkatkan wawasan budaya masyarakat. Selama empat tahun Repelita VI telah dilaksanakan pelatihan bagi 1.471 orang tenaga teknis kebudayaan.

Program pembinaan anak dan remaja bertujuan untuk mempersiapkan anak dan remaja agar mengenal, mendalami, dan menghayati nilai-nilai luhur budaya bangsa sejak usia dini guna memperkukuh kepribadiannya. Selama Repelita VI, melalui program ini telah dilakukan kegiatan lomba 4 kali, temu seniman/sastrawan dengan anak dan remaja 12 kali, sayembara certa fiksi ilmiah bergambar 5 kali, serta penelitian sebanyak 6 kali.

Untuk menunjang pelaksanaan dan kelancaran tugas di bidang kebudayaan, selama empat tahun Repelita VI telah dilakukan kegiatan pengembangan sistem informasi kebudayaan sebanyak 4 paket unhik 4 Jokasi yaitu pusat dan 3 daerah (DI Yogyakarta, Bali dan Sulawesi Selatan) serta didukung dengan pengadaan peralatan bagi jaringan sistem informasi kebudayaan sebanyak 93 unit.

E. PENUTUP
Dalam kurun waktu lima tahun yaitu sejak tahun terakhir Repelita V sampai dengan tahun keempat Repelita VI pembangunan pendidikan, olahraga dan kebudayaan nasional yang merupakan upaya pokok dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia telah mencapai kemajuan yang dapat memperkukuh landasan bagi pembangunan tahap selanjutnya. Pada umumnya sasaran-sasaran yang ditetapkan dalam Repelita VI telah dapat dicapai, meskipun dalam pelaksanaan pembangunan di sektor ini dihadapi banyak kendala dan masalah.

Pembangunan pendidikan selama empat tahun Repelita VI telah meningkatkan angka partisipasi pendidikan pada sernua jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi. Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang digalakkan rnulai awal Repelita V1 telah meningkatkan APK pada jenjang SLTP secara bermakna sehingga telah melampaui sasaran tahun keempat Repelita VI, dan bahkan telah melampaui sasaran akhir Repelita V1. Demikian pula halnya dengan APK pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi yang kesemuanya telah melampaui sasaran tahun keempat Repelita VI.

Dengan demikian,, pelaksanaan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, yang merupakan program strategis di bidang pendidikan dalam PJP 11 telah berjalan dengan baik dan dapat berlanjut sesuai dengan rencana. Namun demikian, dalam pelaksanaannya di masa depan akan dihadapi berbagai masalah. Pertama adalah hambatan karena kemampuan keuangan negara yang dipengaruhi oleh gejolak moneter yang terjadi pada tahun keempat Repelita VI, dan masih akan dirasakan dampaknya beberapa tahun ke depan. Kedua, salah satu komponen yang penting adalah ketersediaan lahan, yang makin. lama makin sulit, oleh karena meningkatnya kebutuhan akan tanah dari berbagai sektor pembangunan dan kehidupan masyarakat. Ketiga, keterbatasan sosial ekonomi keluarga, yang menyebabkan ada keluarga yang masih membutuhkan bantuan anak-anaknya untuk memperoleh nafkah. Hal ini tercermin pada masih tingginya tingkat putus sekolah, terutama pada jenjang pendidikan dasar.

Dalam Repelita VI peningkatan mutu pendidikan di semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan telah diupayakan melalui penyediaan berbagai sarana dan prasarana pendidikan serta peningkatan mutu guru dan dosen melalui berbagai program pendidikan dan pelatihan. Walaupun demikian mutu pendidikan terutama pada jenjang sekolah dasar masih lebih rendah dari mutu pendidikan di negara-negara tetangga, misalnya jika diukur dari kemampuan baca tulis dan hitung peserta didik. Salah satu hal yang menjadi penyebab rendahnya mutu pendidikan adalah belum terpenuhinya kebutuhan guru yang memenuhi syarat untuk dapat rnemberi pendidikan sesuai perkembangan jaman. Selain itu juga karena masih belum memadainya kesejahteraan guru, meskipun telah ada peningkatan terus menerus, bersama dengan peningkatan gaji pegawai pada umumnya.

Dalam memasuki era persaingan global yang makin keras, makin dibutuhkan keterkaitan dunia pendidikan dengan dunia usaha dan lapangan kerja. Oleh karena itu dimulai pada awal Repelita VI, pada jenjang pendidikan menengah dan pada jenjang pendidikan tinggi telah dikembangkan berbagai program yang dapat menunjang upaya tersebut, antara lain pengembangan pendidikan sistem ganda (dual system) pada jenjang pendidikan menengah dan pendidikan politeknik pada jenjang pendidikan tinggi. Program tersebut telah mulai berjalan karena adanya dukungan dari kalangan dunia usaha dan industri melalui Kamar Dagang dan Industri (KADIN). Namun memang masih belum mantap betul karena masih dicari pola yang cocok betul untuk Indonesia. Pada jenjang pendidikan tinggi, meskipun telah banyak kemajuan namun proporsi mahasiswa yang belajar di bidang sains dan keteknikan masih jauh lebih kecil dibanding yang belajar di bidang ilmu-ilmu sosial.

Tingkat pencapaian APK pada semua jenjang pendidikan merupakan hasil pembangunan di bidang pendidikan yang sangat nyata. Namun angka putus sekolah dan angka tingggal kelas terutama pada jenjang sekolah dasar masih tetap tinggi. Setiap tahun diperkirakan ada sekitar satu juta murid SD dan MI yang putus sekolah, yang sebagian besar disebabkan oleh faktor kemiskinan dan kondisi kesehatan dan gizi anak. Oleh karena itu, program pemberian beasiswa baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat seperti GN-OTA, Yayasan Supersemar dan berbagai yayasan lainnya serta Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) terus dikembangkan untuk menjangkau seluruh peserta didik yang berasal dari keluarga tidak mampu, supaya faktor-faktor penyebab putus sekolah tersebut dapat dihilangkan.

Selain melalui jalur sekolah, pendidikan juga dilaksanakan melalui jalur luar sekolah yang merupakan bagian tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional. Pendidikan luar sekolah disediakan bagi warga masyarakat yang ingin meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri bekerja mencari nafkah dan untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Pendidikan luar sekolah juga mendukung program pemberantasan buta aksara yang hasilnya cukup menggembirakan.

Melalui kegiatan olahraga sebagai bagian dari pembangunan SDM dalam Repelita VI telah diupayakan untuk dapat meningkatkan kesehatan jasmani, mental dan rohani masyarakat, pembentukan watak dan kepribadian, disiplin dan sportivitas yang tinggi serta peningkatan prestasi yang dapat membangkitkan kebanggaan nasional. Keberhasilan Indonesia sebagai juara umum SEA Games ke XIX di Jakarta merupakan prestasi olahraga yang patut dibanggakan, dan diharapkan dapat merupakan momentum kebangkitan prestasi olahraga Indonesia, yang belakangan ini dirasakan menurun.

Di bidang kebudayaan, upaya untuk membangun kebudayaan nasional adalah kegiatan yang akan terus berlanjut dalam membentuk bangsa yang maju, mandiri, dan memiliki jati diri. Dalam era globalisasi yang telah dimasuki sekarang ini ketahanan budaya amat diperlukan agar perjalanan bangsa senantiasa berada pada arah yang mantap. Pengalaman pembangunan selama ini, khususnya selama Repelita VI, yaitu masa yang menjadi transisi
Blog, Updated at: 20.53.00

0 komentar:

Posting Komentar