Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Akhir-akhir
ini tampak suatu fenomena administratif pada tingkat yang belum pernah
terlihat sebelumnya, yaitu semakin besarnya perhatian semakin banyak
pihak terhadap pentingnya manajemen sumber daya manusia. Perhatian yang
semakin besar tersebut ditunjukkan baik oleh para politisi, para tokoh
industri, para pembentuk opini yaitu para pimpinan media massa para
birokrat di lingkungan pemerintahan maupun oleh para ilmuwan yang
menekuni berbagai cabang ilmu, terutama ilmu-ilmu sosial.
Manajemen
sumber daya manusia merupakan terjemahan dari Man Power Management dan
dianggap mempunyai pengertian yang sama dan Personal Management atau
manajemen personalia. Secara umum, baik istilah manajemen sumber daya
manusia maupun istilah manajemen personalia sama-sama diartikan sebagai
manajemen kepegawaian dalam hal ini orang-orang yang mengadakan kerja
sama dalam mencapai tujuan dari organisasi yang bersangkutan.
Manajemen
sumber daya manusia memiliki arti penting sebagai salah satu fungsi
manajemen selain fungsi manajemen pemasaran, keuangan, dan produksi, di
mana manajemen sumber daya manusia meliputi
usaha-usaha/aktivitas-aktivitas suatu organisasi dalam mengelola sumber
daya manusia yang dimilikinya secara umum dimulai dari proses pengadaan
karyawan, penempatan, pengelolaan, pemeliharaan, pemutusan hubungan
kerja, hingga hubungan industrial. Departemen sumber daya manusia yang
ada dalam suatu organisasi membantu karyawan dan organisasi mencapai
tujuan mereka. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka studi tentang
manajemen sumber daya manusia akan menunjukkan bagaimana seharusnya
suatu organisasi memperoleh, menggunakan, mengembangkan, mengevaluasi
dan memelihara karyawannya dalam kuantitas dan kualitas yang tepat.
Diantara
para ahli mempunyai pandangan yang berbeda dalam mendefinisikan
Manajemen Sumber Daya Manusia. Namun demikian, secara umum intisari
pengertian yang dikemukakan oleh para ahli memiliki kesamaan tujuan.
Manajemen
sumberdaya manusia merupakan sistem yang terdiri dari banyak aktivitas
interdependen (saling terkait satu sama lain). Aktivitas ini tidak
berlangsung menurut isolasi: yang jelas setiap aktivitas mempengaruhi
sumber daya manusia lain. Misalnya keputusan buruk menyangkut kebutuhan
staffing bisa menyebabkan persoalan ketenaga-kerjaan, penempatan,
kepatuhan sosial, hubungan serikat buruh, manajemen, dan kompensasi.
Bila aktivitas sumber daya manusia dilibatkan secara keseluruhan, maka
aktivitas tersebut membantu sistem manajemen sumber daya manusia
perusahaan. Perusahaan dan orang merupakan sistem terbuka karena mereka
dipengaruhi oleh lingkungannya. Manajemen sumber daya manusia juga
merupakan sistem terbuka yang dipengaruhi oleh lingkungan luar.
Handoko
dalam Rachmawati (2008 : 3) mengemukakan bahwa manajemen sumber daya
manusia merupakan suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan
dan pengawasan kegiatan-kegiatan pengadaan, pengembangan, pemberian
kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan sumber daya
manusia agar tercapai berbagai tujuan individu, organisasi dan
masyarakat.
Yuniarsih
dan Suwatno (2008 : 3) mengemukakan bahwa manajemen sumber daya manusia
adalah serangkaian kegiatan pengelolaan sumber daya manusia yang
memusatkan kepada praktek dan kebijakan, serta fungsi-fungsi manajemen
untuk mencapai tujuan organisasi “.
Sofyandi
(2008 : 6) mengemukakan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah
suatu strategi dalam menerapkan fungsi-fungsi manajemen yaitu planning,
organizing, leading, and controlling, dalam setiap aktivitas/ fungsi
organisasi sumber daya manusia mulai dari proses penarikan, seleksi,
pelatihan dan pengembangan, penempatan yang meliputi promosi, demosi dan
transfer, penilaian kinerja, pemberian kompensasi, hubungan industrial,
hingga pemutusan hubungan kerja, yang ditujukan bagi peningkatan
kontribusi produktif dari sumber daya manusia organisasi terhadap
pencapaian tujuan organisasi secara lebih efektif dan efisien.
Manajemen
sumber daya manusia merupakan bagian dari manajemen keorganisasian yang
memfokuskan diri pada unsur sumber daya manusia. Stres merupakan salah
satu hal yang tidak dapat dipungkiri dapat dialami karyawan. Stres dapat
mempengaruhi produktivitas kerja karyawan, adalah tugas manajemen
sumber daya manusia untuk mengelola unsur manusia secara baik agar
diperoleh tenaga kerja yang memuaskan dalam pekerjaannya.
Manajemen
sumber daya manusia (MSDM) mempunyai berbagai aktivitas yang merupakan
tindakan-tindakan yang diambil untuk menyediakan dan mempertahankan
lingkungan kerja yang tepat dalam organisasi. Suatu organisasi kecil
mungkin tidak memiliki suatu departemen sumber daya manusia.
Aktivitas-aktivitas manajemen sumber daya manusia sering disebut juga
sebagai fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia.
Rivai
(2009 : 1) mengemukakan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan
salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian.
Menurut
Schuler dalam buku Sutrisno (2009 : 4) mengemukakan bahwa : "Manajemen
sumber daya manusia merupakan pengakuan tentang pentingnya tenaga kerja
organisasi sebagai sumber daya manusia yang sangat penting dalam memberi
kontribusi bagi tujuan-tujuan organisasi, dan menggunakan beberapa
fungsi dan kegiatan untuk memastikan bahwa sumber daya manusia tersebut
digunakan secara efektif dan adil bagi kepentingan individu, organisasi
dan masyarakat."
Fokus
manajemen sumber daya manusia terletak pada upaya mengelola sumber daya
manusia di dalam dinamika interaksi antara organisasi pekerja yang
seringkali memiliki kepentingan berbeda. Manajemen sumber daya manusia
meliputi penggunaan sumber daya manusia secara produktif dalam mencapai
tujuan-tujuan organisasi dan pemuasan kebutuhan pekerja secara
individual.
Jadi
manajemen sumber daya manusia dapat juga merupakan kegiatan
perencanaan, pengadaan, pengembangan, pemeliharaan, serta penggunaan
sumber daya manusia untuk mencapai tujuan baik secara individu maupun
organisasi. Walaupun objeknya sama-sama manusia, namun pada hakikatnya
ada perbedaan hakiki antara manajemen sumber daya manusia dengan
manajemen tenaga kerja atau dengan manajemen personalia.
Pengertian Budaya Kerja
Pada
mulanya istilah budaya (culture) populer dalam disiplin ilmu
antropologi. Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta buddhayah.
Kata buddhayah merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi”
atau “akal”. Sedangkan kata culture berasal dari kata colere yang
memiliki makna “mengolah”, “mengerjakan”. Istilah culture berkembang
hingga memiliki makna sebagai “segala daya dan upaya manusia untuk
mengubah alam”.
Dalam
rentang dua puluh tahun terakhir, topik budaya kerja menarik perhatian
banyak orang, khususnya mereka yang mempelajari masalah perilaku kerja.
Budaya kerja mulai dipandang sebagai sesuatu hal yang memiliki peranan
penting dalam mencapai tujuan akhir suatu perusahaan.
Jadi
pandangan-pandangan tentang budaya kerja umumnya menekankan pada
pentingnya nilai-nilai yang dianut bersama yang menjadi pengikat
diantara anggota perusahaan yang memberi pengaruh terhadap perilaku
anggota perusahaan. Budaya juga membedakan antara satu perusahaan dengan
perusahaan lainnya.
Lingkungan
yang berbeda akan memberi dampak pada pola dan warna budaya, karena itu
terjadi pola dan warna budaya yang tebal dan tipis. Dalam budaya yang
tebal terdapat kesepakatan yang tinggi dari anggotanya untuk
mempertahankan apa yang diyakini benar dari berbagai aspek sehingga
dapat membina keutuhan, loyalitas dan komitmen perusahaan. Kesepakatan
bersama ini diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Jadi
ada proses dalam mengadaptasi budaya kepada pegawai. Masalah sosialisasi
budaya dilakukan pada saat perusahaan menerima pegawai baru, sehingga
pegawai bersangkutan sudah terbentuk perilakunya sesuai dengan budaya
yang ada.
Menurut
Moeljono (2005 : 2) mengemukakan bahwa : ” Budaya kerja pada umumnya
merupakan pernyataan filosofis, dapat difungsikan sebagai tuntutan yang
mengikat pada karyawan karena dapat diformulasikan secara formal. Dalam
berbagai peraturan dan ketentuan perusahaan ”.
Secara
individu maupun kelompok seseorang tidak akan terlepas dari budaya yang
ada dalam perusahaan. Pada umumnya mereka akan dipengaruhi oleh
keanekaragaman sumberdaya-sumberdaya yang ada sebagai stimulus sehingga
seseorang dalam perusahaan mempunyai perilaku yang spesifik bila
dibandingkan dengan kelompok organisasi atau perusahaannya.
Budaya
kerja menurut Mangkunegara (2005 : 113) yang dikutip dari Edgar H.
Schein mendefinisikan bahwa : Budaya kerja adalah seperangkat asumsi
atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam
organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya
untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal.
Budaya
kerja mempunyai dua tingkatan yaitu pada tingkatan yang lebih dalam dan
kurang terlihat, budaya merujuk pada nilai-nilai yang dianut bersama
oleh orang dalam kelompok dan cenderung bertahan sepanjang waktu.
Pengertian ini mencakup tentang apa yang penting dalam kehidupan dan
sangat bervariasi dalam perusahaan yang berbeda. Pada tingkatan yang
lebih terlihat, budaya menggambarkan pola atau gaya perilaku suatu
perusahaan, sehingga pegawai-pegawai baru secara otomatis terdorong
untuk mengikuti perilaku sejawatnya.
Menurut
Rachmawati (2004 : 118) bahwa : ” Budaya kerja merupakan sistem
penyebaran kepercayaan dan nilai-nilai yang berkembang dalam suatu
perusahaan dan mengarahkan perilaku segenap anggota perusahaan. Selain
itu budaya perusahaan mengacu ke suatu sistem makna bersama yang dianut
oleh anggota-anggota yang membedakan perusahaan itu dari
perusahaan-perusahaan lain ”.
Ruky
(2006 : 315) mengemukakan bahwa budaya kerja adalah mencerminkan cara
mereka melakukan sesuatu (membuat keputusan, melayani orang, dsb), yang
dapat dilihat dan dirasakan terutama oleh orang di luar organisasi
tersebut.
Tika
(2008 : 4) berpendapat bahwa budaya kerja adalah pokok penyelesaian
masalah-masalah eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan
secara konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian mewariskan kepada
anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan,
dan merasakan terhadap masalah-masalah terkait seperti di atas.
Sedangkan
menurut Mc Kenna dan Nic Beech (2000 : 62) mengemukakan bahwa budaya
kerja atau perusahaan sebagai pola asumsi-asumsi yang mendasar di mana
kelompok yang ada menciptakan, menemukan atau berkembang dalam proses
belajar untuk menanggulangi kesulitan-kesulitan adaptasi eksternal dan
integrasi internal.
Unsur-unsur yang terkandung dalam budaya kerja menurut Tika (2008 : 5) dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Asumsi dasar
Dalam
budaya kerja terdapat asumsi dasar yang dapat berfungsi sebagai pedoman
bagi anggota maupun kelompok dalam organisasi untuk berperilaku.
2. Keyakinan yang dianut
Dalam
budaya kerja terdapat keyakinan yang dianut dan dilaksanakan oleh para
anggota perusahaan. Keyakinan ini mengandung nilai-nilai yang dapat
berbentuk slogan atau motto, asumsi dasar, tujuan umum perusahaan,
filosofi usaha, atau prinsip-prinsip menjelaskan usaha.
3. Pimpinan atau kelompok pencipta dan pengembangan budaya kerja.
Budaya kerja perlu diciptakan dan dikembangkan oleh pemimpin perusahaan atau kelompok tertentu dalam perusahaan tersebut.
4. Pedoman mengatasi masalah
Dalam
perusahaan, terdapat dua masalah pokok yang sering muncul, yakni
masalah adaptasi eksternal dan masalah integrasi internal. Kedua masalah
tersebut dapat diatasi dengan asumsi dasar dan keyakinan yang dianut
bersama anggota organisasi.
5. Berbagai nilai (sharing of value)
Dalam
budaya kerja perlu berbagi nilai terhadap apa yang paling diinginkan
atau apa yang lebih baik atau berharga bagi seseorang.
6. Pewarisan (learning process)
Asumsi
dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota perusahaan perlu
diwariskan kepada anggota-anggota baru dalam organisasi sebagai pedoman
untuk bertindak dan berperilaku dalam perusahaan tersebut.
7. Penyesuaian (adaptasi)
Perlu
penyesuaian anggota kelompok terhadap peraturan atau norma yang berlaku
dalam kelompok atau organisasi tersebut, serta adaptasi perusahaan
terhadap perubahan lingkungan.
Jenis-Jenis Budaya Kerja
Sedangkan jenis-jenis budaya kerja berdasarkan proses informasi dan tujuannya menurut Tika (2008 : 7) adalah :
1. Berdasarkan Proses Informasi
Robert
E. Quinn dan R. McGrath (dalam buku Arie Indra Chandra) membagi budaya
organisasi berdasarkan proses informasi terdiri dari :
a) Budaya rasional
Dalam
budaya ini, proses informasi individual (klarifikasi sasaran
pertimbangan logika, perangkat pengarahan) diasumsikan sebagai sarana
bagi tujuan kinerja yang ditunjukkan (efisiensi, produktivitas dan
keuntungan atau dampak)
b) Budaya ideologis
Dalam
budaya ini, pemrosesan informasi intuitif (dari pengetahuan yang dalam,
pendapat dan inovasi) diasumsikan sebagai sarana bagi tujuan
revitalisasi (dukungan dari luar, perolehan sumber daya dan pertumbuhan)
c) Budaya konsensus
Dalam
budaya ini, pemrosesan informasi kolektif (diskusi, partisipasi dan
konsensus) diasumsikan untuk menjadi sarana bagi tujuan kohesi (iklim,
moral dan kerja sama kelompok)
d) Budaya hierarkis
Dalam
budaya hierarkis, pemrosesan informasi formal (dokumentasi, komputasi
dan evaluasi) diasumsikan sebagai sarana bagi tujuan kesinambungan
(stabilitas, control dan koordinasi)
2. Berdasarkan Tujuannya
Talizuduhu Ndraha membagi budaya kerja berdasarkan tujuannya, yaitu :
- Budaya organisasi perusahaan,
- Budaya organisasi publik
- Budaya organisasi sosial.
Fungsi Budaya Kerja
Adapun fungsi utama budaya kerja adalah sebagai berikut :
a. Sebagai batas pembeda terhadap lingkungan, organisasi maupun kelompok lain.
Batas
pembeda ini karena adanya identitas tertentu yang dimiliki oleh suatu
perusahaan atau kelompok yang tidak dimiliki organisasi atau kelompok
lain.
b. Sebagai perekat bagi karyawan dalam suatu perusahaan
Hal
ini merupakan bagian dari komitmen kolektif dari karyawan. Mereka
bangga sebagai seorang pegawai/karyawan suatu perusahaan. Para karyawan
mempunyai rasa memiliki, partisipasi, dan rasa tanggungjawab atas
kemajuan perusahaannya.
c. Mempromosikan stabilitas sistem sosial.
Hal ini tergambarkan di mana lingkungan kerja dirasakan positif, mendukung dan konflik serta perubahan diatur secara efektif.
d.
Sebagai mekanisme kontrol dalam memadu dan membentuk sikap serta
perilaku karyawan. Dengan dilebarkannya mekanisme kontrol, didatarkannya
struktur, diperkenalkannya dan diberi kuasanya karyawan oleh
perusahaan, makna bersama yang diberikan oleh suatu budaya yang kuat
memastikan bahwa semua orang diarahkan ke arah yang sama.
e. Sebagai integrator
Budaya
kerja dapat dijadikan sebagai integrator karena adanya sub budaya baru.
Kondisi seperti ini biasanya dialami oleh adanya perusahaan-perusahaan
besar di mana setiap unit terdapat para anggota perusahaan yang terdiri
dari sekumpulan individu yang mempunyai latar belakang budaya yang
berbeda.
f. Membentuk perilaku bagi karyawan
Fungsi seperti ini dimaksudkan agar para karyawan dapat memahami bagaimana mencapai tujuan perusahaan.
g.
Sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah-masalah pokok perusahaan.
Masalah utama yang sering dihadapi perusahaan adalah masalah adaptasi
terhadap lingkungan eskternal dan masalah integrasi internal. Budaya
kerja diharapkan dapat berfungsi mengatasi masalah-masalah tersebut.
h. Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan perusahaan.
Fungsi
budaya kerja adalah sebagai acuan untuk menyusun perencanaan pemasaran,
segmentasi pasar, penentuan positioning yang akan dikuasai perusahaan
tersebut.
i. Sebagai alat komunikasi
Budaya
kerja dapat berfungsi sebagai alat komunikasi antara atasan dan bawahan
atau sebaliknya, serta antara anggota organisasi. Budaya sebagai alat
komunikasi tercermin pada aspek-aspek komunikasi yang mencakup
kata-kata, segala sesuatu bersifat material dan perilaku. Kata-kata
mencerminkan kegiatan dan politik organisasi. Material merupakan
indikator dari status dan kekuasaan, sedangkan perilaku merupakan
tindakan-tindakan realistis yang pada dasarnya dapat dirasakan oleh
semua insan yang ada dalam perusahaan.
j. Sebagai penghambat berinovasi
Budaya
kerja dapat juga sebagai penghambat dalam berinovasi. Hal ini terjadi
apabila budaya kerja tidak mampu mengatasi masalah-masalah yang
menyangkut lingkungan eksternal dan integrasi internal.
Perubahan-perubahan terhadap lingkungan tidak cepat dilakukan adaptasi
oleh pimpinan organisasi. Demikian pula pimpinan organisasi masih
berorientasi pada kebesaran masa lalu.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Budaya Kerja
Faktor-faktor utama yang menentukan kekuatan budaya kerja adalah kebersamaan dan intensitas.
1. Kebersamaan
Kebersamaan adalah sejauh mana anggota organisasi mempunyai nilai-nilai inti yang dianut secara bersama.
Derajat
kebersamaan dipengaruhi oleh unsur orientasi dan imbalan. Orientasi
dimaksudkan pembinaan kepada anggota-anggota organisasi khususnya
anggota baru maupun melalui program-program latihan. Melalui program
orientasi, anggota-anggota baru organisasi diberi nilai-nilai budaya
yang perlu dianut secara bersama oleh anggota-anggota organisasi. Di
samping orientasi kebersamaan, juga dipengaruhi oleh imbalan dapat
berupa kenaikan gaji, jabatan (promosi), hadiah-hadiah,
tindakan-tindakan lainnya yang membantu memperkuat komitmen nilai-nilai
inti budaya kerja.
2. Intensitas
Intensitas
adalah derajat komitmen dari anggota-anggota perusahaan kepada
nilai-nilai inti budaya kerja. Derajat intensitas bisa merupakan suatu
hasil dari struktur imbalan. Oleh karena itu, pimpinan perusahaan perlu
memperhatikan dan mentaati struktur imbalan yang diberikan kepada
anggota-anggota perusahaan guna menanamkan nilai-nilai budaya kerja.
Menurut
Stepen P. Robbins dalam buku Tika (2008 : 10) menyatakan adalah 10
karakteristik yang apabila dicampur dan dicocokkan, akan menjadi budaya
kerja. Kesepuluh karateristik budaya organsisasi tersebut sebagai
berikut :
1. Inisiatif Individual
Yang
dimaksud inisiatif individual adalah tingkat tanggung jawab, keberadaan
atau independensi yang dipunyai setiap individu dalam mengemukakan
pendapat. Inisiatif tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan
suatu perusahaan sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan
mengembangkan perusahaan.
2. Toleransi terhadap Tindakan Berisiko
Dalam
budaya kerja perlu ditekankan, sejauh mana para pegawai dianjurkan
untuk dapat bertindak agresif, inovatif dan mengambil resiko. Suatu
budaya kerja dikatakan baik, apabila dapat memberikan toleransi kepada
anggota/para pegawai untuk dapat bertindak agresif dan inovatif untuk
memajukan organisasi/perusahaan serta berani mengambil risiko terhadap
apa yang dilakukannya.
3. Pengarahan
Pengarahan
dimaksudkan sejauh mana suatu organisasi/perusahaan dapat menciptakan
dengan jelas sasaran dan harapan yang diinginkan. Sasaran dan harapan
tersebut jelas tercantum dalam visi, misi dan tujuan perusahaan. Kondisi
ini dapat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
4. Integrasi
Integrasi
dimaksudkan sejauh mana suatu perusahaan dapat mendorong unit-unit
perusahaan untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi. Kekompakan
unit-unit perusahaan dalam bekerja dapat mendorong kualitas dan
kuantitas pekerjaan yang dihasilkan.
5. Dukungan Manajemen
Dukungan
manajemen dimaksudkan sejauh mana para manajer dapat memberikan
komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan yang jelas terhadap
bawahan.
Perhatian manajemen terhadap bawahan (karyawan) sangat membantu kelancaran kinerja suatu perusahaan.
6. Kontrol
Alat
kontrol yang dapat dipakai adalah peraturan-peraturan atau norma-norma
yang berlaku dalam suatu perusahaan. Untuk itu diperlukan sejumlah
peraturan dan tenaga pengawas (atasan langsung) yang dapat digunakan
untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku pegawai/karyawan dalam suatu
perusahaan.
7. Identitas
Identitas
dimaksudkan sejauh mana para anggota/karyawan suatu perusahaan dapat
mengidentifikasikan dirinya sebagai satu kesatuan dalam perusahaan dan
bukan sebagai kelompok kerja tertentu atau keahlian profesional
tertentu. Identitas diri sebagai satu kesatuan dalam perusahaan sangat
membantu manajemen dalam mencapai tujuan dan sasaran perusahaan.
8. Sistem Imbalan
Sistem
imbalan dimaksudkan sejauh mana alokasi imbalan (seperti kenaikan gaji,
promosi dan sebagainya) didasarkan atas prestasi kerja pegawai, bukan
sebaliknya didasarkan atas senioritas, sikap pilih kasih, dan
sebagainya. Sistem imbalan yang didasarkan atas prestasi kerja pegawai
dapat mendorong pegawai/karyawan suatu perusahaan untuk bertindak dan
berperilaku inovatif dan mencari prestasi kerja yang maksimal sesuai
kemampuan dan keahlian yang dimilikinya.
Sebaliknya,
sistem imbalan yang didasarkan atas senioritas dan pilih kasih, akan
berakibat tenaga kerja yang punya kemampuan dan keahlian dapat berlaku
pasif dan frustasi. Kondisi semacam ini dapat berakibat kinerja
perusahaan menjadi terhambat.
9. Toleransi terhadap konflik
Sejauh
mana para pegawai/karyawan didorong untuk mengemukakan konflik dan
kritik secara terbuka. Perbedaan pendapat merupakan fenomena yang sering
terjadi dalam suatu perusahaan. Namun, perbedaan pendapat atau kritik
yang terjadi bisa dijadikan sebagai media untuk melakukan perbaikan atau
perubahan strategi untuk mencapai tujuan suatu perusahaan.
10. Pola Komunikasi
Sejauh
mana komunikasi dapat dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal.
Kadang-kadang hierarki kewenangan dapat menghambat terjadinya pola
komunikasi antara atasan dan bawahan atau antar karyawan itu sendiri.
Untuk
dapat menentukan karakteristik budaya kerja yang dapat meningkatkan
kinerja perusahaan, diperlukan kriteria ukuran. Kriteria ukuran budaya
kerja juga bermanfaat untuk memetakan sejauh mana karakteristik tipe
budaya kerja tepat atau relevan dengan kepentingan suatu organisasi
karena setiap perusahaan memiliki spesifikasi tujuan dan karakter sumber
daya yang berlainan. Karakteristik perusahaan yang berbeda akan membawa
perbedaan dalam karakteristik tipe budaya kerja.
DAFTAR PUSTAKA
- Eugene McKenna dan Nie Beech, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi pertama, cetakan pertama, Penerbit : ANDI, Yogyakarta.
- Hasibuan, H. Malayu S.P. 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara.
- Malthis, Robert L. & John H. Jackson. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia, Terjemahan oleh Jimmy Sadeli & Bayu Prawira Hie. Jakarta Salemba Empat.
- Mangkunegara, Anwar Prabu, 2005, Perilaku dan Budaya Organisasi, cetakan pertama, Penerbit : Remaja Rosda Karya, Malang
- Moeljono, Djokosantoso, 2005, Budaya Organisasi dalam Tantangan, Penerbit : Elex Media Komputindo, Jakarta.
- Moh. Pabundu Tika, 2008, Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan, cetakan kedua, Penerbit : Bumi Aksara, Jakarta.
- Mangkunegara, Anwar Prabu, 2008, Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, edisi kedua, cetakan ketiga, Penerbit : Refika Aditama, Bandung
- Rachmawati, Nuraini Eka, 2004, Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia sebagai Basis Meraih Keunggulan Kompetitif, edisi pertama, cetakan pertama, Penerbit : Ekonisia, Yogyakarta.
- Rivai, Veithzal, 2009, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan, edisi kedua, cetakan kedua, RajaGrafindo Persada, Jakarta
- Ruky S. Achmad, 2006, Sumber Daya Berkualitas, Mengubah Visi Menjadi Realita, cetakan kedua, Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
- Sutrisno, Edy, 2009, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi pertama, cetakan pertama, Penerbit : Kencana Prenada Media Group, Jakarta
- Sofyandi, Herman, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi pertama, cetakan pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta
- T. Hani Handoko dan Rahmawati, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi revisi cetakan kedua, Penerbit : BPFE, Yogyakarta
- Yuniarsih Tjutju, dan Suwatno, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, cetakan pertama, Penerbit : Alfabeta, Bandung
0 komentar:
Posting Komentar