Defenisi Fiqhud Da’wah al-Fardiyah (Dakwah)

Posted By frf on Minggu, 19 Februari 2017 | 11.27.00

Fiqhud Da’wah al-Fardiyah
1.a. PENGENALAN
  • Dakwah adalah kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah di setiap masa. Apalagi pada zaman sekarang, umat Islam tengah menghadapi serangan ganas yang bertubi-tubi dari musuh-musuh Allah, maka tingkat kewajiban berdakwah pada zaman sekarang menjadi lebih berat
  • Dakwah merupakan suatu kemuliaan yang agung bagi pengembannya. (Fushilat:33)
  • Dakwah sangat mulia dan besar pahalanya “Sungguh, sekiranya Allah memberikan hidayah kepada seorang lelaki lantaran (dakwah)-mu, itu lebih baik daripada terbitnya matahari.” (Hadits)
  • Dakwah adalah menyeru kejalan yang benar, di tengah-tengah penyelewengan nilai-nilai Islam. Maka, ini adalah perkara yang sangat mendesak untuk segera dilakukan
1.b. Bagian Pertama : METODE dan TAHAPAN DAKWAH FARDIYAH
Pembicaraan kita hanya berkisar tentang dakwah kepada orang Islam, karena kita ingin membawa mereka :
  • Dari keadaan yang serba terbatas (dalam pemahaman keislaman, dalam beramal, sikap ekstrim, dll) kepada pemahaman Islam yang sempurna dan benar
  • Agar berubah menjadi orang yang memiliki pengetahuan tentang semua tuntutan Islam dan mengetahui bagaimana cara merealisasikannya dengan cara yang paling sempurna dan benar
Kelemahan dan pengendapan iman di dalam jiwa masyarakat kita – ditambah dengan ketiadaan pengetahuan yang benar tentang hakikat agama ini dan diperparah lagi oleh ghazwul fikri – inilah penyebab utama keadaan critical yang dialami oleh mayoritas umat Islam.

Tugas pertama da’i adalah membangunkan sebelum memperingatkan !
Dakwah fardiyah ialah ajakan atau seruan ke jalan Allah yang dilakukan seorang da’i (penyeru) kepada orang lain secara perseorangan dengan tujuan memindahkan al mad’uw (penerima dakwah) pada keadaan yang lebih baik dan diridhai Allah.

Para sahabat juga melakukan dakwah dengan cara seperti ini. Masing-masing dari mereka menyampaikannya kepada setiap orang yang dijumpainya sehingga Allah memberinya petunjuk. Pada waktu itu tidak ada seorang pun yang berpindah dari kekafiran kepada keimanan hanya semata-mata karena ucapan, melainkan disertai sikap bersahabat dan pendekatan dai’i kepada mad’uw.

Abu Bakar Ash Shiddiq r.a. misalnya, melakukan dakwah kepada orang yang mempunyai hubungan erat dengannya. Ibnu Hisyam meriwayatkan: “Para pemuka kaumnya selalu datang kepadanya untuk berbagai urusan, seperti ilmu, urusan perdagangan, atau sekadar duduk-duduk bersamanya, karena ia juga suka berkumpul bersama mereka dengan sikapnya yang baik. Lalu mereka diajaknya ke jalan Allah untuk memeluk Islam. Berkat dakwah yang dilakukannya, masuk Islamlah beberapa tokoh penting, seperti Usman bin Affan, Az zuber bin Al Awwam, Abdur Rahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqash dan Thalhah bin Ubaidillah. Setelah mereka menyam-but seruannya, mereka pun diajaknya menghadap Rasulullah saw. Lantas mereka mengikrarkan keislaman mereka dan rajin mengerjakan shalat.

Mush’ab bin Umair diutus oleh Rasulullah saw. ke Madinah setelah terjadinya Bai’at Al ‘Aqabah yang pertama. Pada saat itu di Madinah hanya ada dua belas orang yang memeluk Islam, yakni mereka yang ikut serta pada bai’at pertama. Maka pada tahun itu juga Mus’ab melakukan pendekatan kepada mereka dan mengajak mereka memeluk agama Allah. Dia mempergauli penduduk Madinah dan menjalin hubungan yang kokoh dengan mereka. Tidak sampai setahun dia berdakwah di Madinah, tujuh puluh dua orang datang kepada Rasulullah saw. untuk melakukan Bai’at Al ‘Aqabah yang kedua. Inilah upaya dakwah salah seorang sahabat, Mush’ab bin Umair r.a. Dalam waktu kurang dari setahun ia telah berhasil mengislamkan beberapa tokoh Anshar.

Defenisi Iltizam Menurut Agama Islam

Para sahabat yang ditugaskan Rasulullah saw. ke berbagai penjuru untuk mengajarkan agama kepada para penduduknya benar-benar melaksanakannya dengan baik, dan hampir seluruhnya berhasil mengislamkan manusia atas petunjuk Allah.

1.b.i. TAHAPAN PERTAMA : “Membina hubungan dan mengenal setiap orang yang hendak didakwahi”
Mad’u harus merasakan bahwa kita betul-betul memperhatikannya dan selalu menanyakannya di saat ia tidak ada, agar hatinya lebih terbuka dan siap menerima perkataan yang dapat diambil manfaatnya.

Seberapa banyak perhatian dan simpati yang diperoleh mad’u pada tahap ini, sebanyak itulah tanggapan dan penerimaannya terhadap apa yang didakwahkan kepadanya.

Tahap ini mungkin diperlukan waktu berminggu-minggu.
1.b.ii. TAHAPAN KEDUA : “Membangkitkan iman yang mengendap dalam jiwa”Sebaiknya berjalan secara tabi’i, - seolah-olah tidak sengaja – dengan memanfaatkan moment-moment tertentu seperti tafakur alam.

Dengan kebangkitan iman kepada Allah, iman dengan keesaan dan sifat-sifat kesempurnaan-Nya, hati mulai hidup dengan ma’rifatullah dan bersedia menyempurnakan keimanannya. Sebagaimana ia mulai mengenal tujuan penciptaannya di dunia ini.

1.b.iii. TAHAPAN KETIGA
“Membantu memperbaiki keadaan dirinya dengan mengenalkan perkara-perkara yang bernuansa ketaatan kepada Allah dan bentuk-bentuk ibadah yang diwajibkan.”

Juga membantunya melatih dan membiasakan diri dalam ketaatan dan disiplin melaksanakan ibadah dan menghiasi dirinya dengan akhlak Islamiyah

Penting juga membekalinya dengan bahan-bahan bacaan berupa buku-buku sederhana dalam bidang aqidah, ibadah dan akhlak.

Perlu pula dibiasakan untuk menghadiri kuliah dan ceramah-ceramah, serta diperkenalkan dengan orang-orang shalih sambil dinasihatkan agar menjauhi orang-orang jahat.

Demikianlah, sebuah lingkungan yang baik dan kondusif dipersiapkan untuknya agar dapat membantu menyempurnakan kepribadian muslimnya.

Jangan sekali-kali membiarkannya terlalu lama tanpa bimbingan dan bantuan supaya ia terus melanjutkan perjalanannya di atas jalan dakwah dan terhindar dari faktor-faktor futur, kasal, dan tafrid (kejenuhan, kemalasan dan meremehkan urusan)

1.b.iv. TAHAPAN KEEMPAT
“Menjelaskan tentang pengertian ibadah secara syamil (menyeluruh/komprehensif)”
Ibadah itu mencakup segala aspek kehidupan, asalkan memenuhi dua syarat utamanya: niat yang benar (karena Allah) dan menepati syara’ (mengikuti teladan Rasulullah)

1.b.v. TAHAPAN KELIMA : “Bahwa keberagamaan kita tidak cukup hanya dengan keislaman diri kita sendiri”
Agama kita adalah agama jama’i (kolektif integral). Ia adalah system kehidupan, hukum, perundang-undangan, sistem kenegaraan, jihad dan kesatuan umat.

Pemahaman yang benar tentang Islam yang demikian mendorong kita agar berse-dia memikul segala kewajiban dan tanggung jawab social, semata-mata karena Allah, supaya masyarakat kita berdiri di atas prinsip-prinsip Islam dalam segala aspeknya

Tidaklah mungkin seorang muslim yang hidup dengan keislaman yang benar dan sempurna, namun ia terasing dari komunitas kaum muslimin, apalagi tidak tersentuh hatinya dengan bermacam peristiwa dan penderitaan yang ditimpakan musuh-musuh Allah swt. ke atas saudara-saudaranya di seantero dunia.

Setelah itu barulah dijelaskan kewajiban beramal untuk menegakkan negara Islam dan mengembalikan sistem kekhalifahan Islam yang telah diserang dan dihancurkan oleh konspirator dari musuh-musuh Allah swt.

Wajib dijelaskan juga bahwa tanggung jawab menegakkan negara Islam bukan semata-mata berada di pundak para penguasa atau ulama, namun juga merupakan tanggung jawab setiap pribadi muslim dan muslimah yang hidup di sepanjang masa Dakwah Islamiyah. Semua umat Islam akan menanggung dosa jika tidak berusaha untuk mendirikan negara Islam.

1.b.vi. TAHAPAN KEENAM : “Kewajiban di atas tidak mungkin dapat ditunaikan secara individu”
Masing-masing orang secara terpisah tidak mungkin mampu menegakkan negara Islam dan mengembalikan system kekhalifahan. Maka, perlu sebuah jamaah yang memadukan potensi semua individu untuk memperkuat tugas memikul kewajiban yang berat tersebut.

Ini merupakan langkah asasi, sebab banyak di kalangan umat Islam tidak melihat pentingnya mendirikan sebuah jamaah, atau tidak mau punya keterikatan dengan jamaah karena takut terhadap tugas-tugas berjamaah

1.b.vii. TAHAPAN KETUJUH : “Dengan jamaah mana ia akan bergabung ?”
Suatu jamaah yang benar hendaknya memiliki kriteria sebagai berikut :
  • Mengutamakan aspek tarbiyah dan mempersiapkan penyatuan umat daripada penggunaan kekuatan. Segala usaha untuk mencapai kekuasaan atau dengan partai-partai politik tanpa melalui tarbiyah dan usaha penyatuan umat adalah riskan bahkan dapat memprematurkan amal Islami karena tidak berkembang secara alami diatas sebuah landasan yang kokoh.
  • Mestilah mengambil Islam secara sempurna dan utuh.
  • Mempunyai imtidad ufuqi (ekspansi horizontal) ke seluruh penjuru dunia untuk mempersiapkan sarana dan mengokohkan pondasi yang luas bagi tegaknya negara Islam global, bukan hanya pemerintahan local di negara tertentu.
  • Semakin kaya sebuah jamaah dengan ujian dan pengalaman semakin dapat diyakini akan mampu merealisasikan tujuan-tujuannya, cepat membuahkan hasil dan proporsional dalam mempergunakan waktu dan tenaga. Jamaah yang demikian, pemahaman dan pergerakannya jauh dari sikap tafrih dan ifrath (meremehkan urusan atau sebaliknya berlebih dalam pandangan dan tindakan).
  • Memiliki tanzhim (terorganisir) dengan baik. Program-programnya teratur dan terencana sehingga mudah dijalankan.
Perlu juga dijelaskan tentang kesalahan dan bahaya perpecahan serta terlalu mudah mengobral tenaganya untuk perkumpulan-perkumpulan kecil.

1.c. Bagian Kedua : 19 PESAN KHUSUS UNTUK DAKWAH FARDIYAH
  1. Giat dan sungguh-sungguh dalam beramal serta melakukan pengecekan dan evaluasi secara rutin agar dapat meneruskan perjalanan dakwah dengan tenang dan sukses
  2. Mereka yang menjalankan Dakwah Fardiyah sebaiknya diarahkan dan diberi bimbingan dalam hal metode, pengertian-pengertian, dan urutan tahapan-tahapan dakwah.
  3. Membantu aktivitas dakwah mad’u, mungkin dapat diberikan ketika acara liqa’at (pertemuan-pertemuan) dengan penjelasan materi, keterangan dan penegasan mengenai nilai-nilai tertentu.
  4. Tujuh tahapan di atas harus terwujud dan terbentuk dalam jiwa mad’u secara bertahap.
  5. Jangan sampai hanya karena ingin agar mad’u sampai pada tahapan yang lebih tinggi, menjadikan bertindak gegabah dan tergesa-gesa meningkatkannya, padahal ia belum mempunyai keyakinan dan penerimaan yang sempurna terhadap setiap tahapan yang dilalui. Hal ini dilakukan sebagai langkah preventif terhadap kemungkinan apabila mad’u berbalik arah karena keragu-raguan dalam hatinya
  6. Sebaiknya dialog dan perbincangan seputar tujuh tahapan tersebut dilakukan dengan intensif, begitu juga pembicaraan mengenai berbagai dalil dan berbagai factor yang dapat membuat mad’u puas.
  7. Jalan dakwah harus benar-benar “bersih”, bersih seluruh prasyaratnya dari persangkaan negatif, bersih seluruh amal islaminya dari syubhat, bersih sarana dan prasarananya dari najis, dan tentunya juga bersih para pengembannya dari maksiyat. Sehingga tidak ada lagi kesan keragu-raguan dalam jiwa mad’u.
  8. Seluruh kebaikan dan keberuntungan yang diraih oleh orang yang meneriman dakwah harus ditonjolkan, begitu juga bahaya besar yang mengancam orang yang menolak seruannya. Metode targhib dan tarhib (membangkitkan rasa harap pada pahala dan rasa takut terhadap siksa) mungkin akan sangat berkesan bagi mad’u
  9. Sesama aktifis dakwah seharusnya bahu-membahu, nasihat-menasihati, dan bersama-sama memikirkan masalah dan solusi terhadap problematika di jalan dakwah. Misalnya, dengan saling membagi pengalaman di medan dakwah.
  10. Selama dalam tahapan-tahapan tersebut, perlu di bekali dengan buku-buku, risalah-risalah, majalah-majalah, atau apa saja yang dapat diberikan kepada mad’u. Di samping itu, perlu juga memberi beberapa pertanyaan kepada mad’u sehingga perkara yang kurang jelas dapat diketahui dan diberi penjelasannya.
  11. Seorang mad’u yang sudah siap dan telah mampu menjalankan Dakwah Fardiyah, sepatutnya dianjurkan untuk segera melakukannya sambil tetap diberi bimbingan dan diikuti perkembangannya
  12. Barakah, taufiq dan hasil dalam dakwah dapat diperoleh sesuai dengan kadar keikhlasan, kesungguhan, sikap lapang dada dan kesabaran seorang da’i.
  13. Dakwah fardiyah dapat dijalankan dalam segala situasi, berbeda dengan Dakwah Ammah yang kadang-kadang dihambat dan dirintangi
  14. Keistimewaan Dakwah Fardiyah adalah dapat menciptakan hubungan dan ikatan langsung dengan mad’u, sementara Dakwah Ammah tidak demikian.
  15. Dakwah Fardiyah dapat mengkayakan pelakunya dengan berbagai pengalaman dan sebagai latihan berdakwah di jalan Allah yang merupakan salah satu kewajiban utama.
  16. Dakwah Fardiyah mendorong pelakunya agar produktif dan giat membekali diri dengan bekal-bekal dakwah agar dapat menunaikan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya.
  17. Dakwah Fardiyah mendorong pelakunya agar dapat menjadi qudwah (teladan) bagi orang lain
  18. Dakwah Fardiyah memberi peluang langsung kepada mad’u untuk meminta penjelasan tentang berbagai masalah yang dihadapi dan sekaligus dapat menghilangkan ganjalan dalam hatinya, sehingga pembentukan pribadinya berlangsung dalam keadaan bersih
  19. Dengan menggunakan perhitungan matematis.
1.d. Bagian Ketiga : 9 SIFAT YANG MESTI DISANDANG OLEH SEORANG DA’I
  1. Pertama dan paling utama adalah sifat ikhlas, sebab tanpa keikhlasan segala amal usaha akan sia-sia
  2. Harus dapat memperkirakan besarnya tugas yang akan diemban sehingga dapat memberikan perhatian secara proporsional dengan tetap mengharapkan balasan-Nya yang agung.
  3. Bersikap bijak dan hati-hati dalam memilih metode pendekatan, memberi nasihat yang baik dan berargumentasi dengan ahsan (cara yang terbaik)
  4. Bersikap lembut dan berakhlak mulia; penyabar, dapat menahan diri (tidak emosional), dan terhadap segala kesulitan di jalan dakwah, perhitungannya langsung diserahkan kepada Allah swt. Demikian ini, karena meneladani Rasulullah saw. dan orang-orang yang mengikutinya di jalan dakwah
  5. Hendaknya memiliki pengetahuan yang komprehensif tentang masyarakat tempat aktivitas dakwahnya berlangsung. Mengetahui segala permasalahan dan aliran yang berkembang di tengah-tengahnya dan berusaha mengetahui lebih banyak tentang orang yang didakwahi.
  6. Da’i harus memiliki pemahaman agama yang mendalam dan senantiasa menimba ilmu agar pemberiannya dapat sempurna
  7. 7. Hendaklah mengkaji sirah Rasulullah saw. dan sahabat-sahabatnya yang mulia, juga mengkaji Tarikh Islam secara mendalam agar dapat dijadikan bekal dan bantuan ketika ada permasalahan di jalan dakwah. Demikianlah sikap para pelopor dakwah pendahulu kita.
  8. Hendaklah menghafal Al-Qur’an sesuai dengan kemampuan agar dapat digunakan sebagai dasar-dasar dalam dakwahnya. Bahkan metode penceritaan Al-Qur’an mempunyai kesan yang kuat dalam jiwa manusia.
  9. Dalam pembicaraannya jangan hanya bermuatan rasional, tetapi harus dipadukan dengan muatan emosional, karena sentuhan terhadap unsur emosi dapat mempersiapkan jiwa manusia menerima apa yang diterima oleh akal, bahkan kesannya lebih mendalam.
Maraji’
Musthafa Masyhur, Fiqh Dakwah Jilid 1
Ali Abdul Halim Mahmud, Da’wah Fardiyah : Metode Membentuk Pribadi Muslim
Blog, Updated at: 11.27.00

0 komentar:

Posting Komentar