1. Pengertian Membaca
Membaca adalah suatu proses yang kompleks dan rumit. Kompleks berarti dalam proses membaca terlibat berbagai faktor internal dan faktor eksternal pembaca. Faktor internal berupa intelegensi, minat, sikap, bakat, motivasi, tujuan membaca, dan lain sebagainya. Faktor eksternal bisa dalam bentuk sarana membaca, latar belakang sosial dan ekonomi, dan tradisi membaca. Rumit artinya faktor eksternal dan internal saling berhubungan membentuk koordinasi yang rumit untuk menunjang pemahaman bacaan (Nurhadi, 2008 : 13). Kegiatan membaca meliputi 3 keterampilan dasar yaitu recording, decoding, dan meaning. Recording merujuk pada kata-kata dan kalimat, kemudian mengasosiakannya dengan bunyi-bunyinya sesuai dengan sistem tulisan yang digunakan. Proses decoding merujuk pada proses penerjemahan rangkaian grafis ke dalam kata-kata. Sedangkan meaning merupakan proses memahami makna yang berlangsung dari tingkat pemahaman, pemahaman interpretatif, kreatif, dan evaluatif. Proses recording dan decoding berlangsung pada siswa kelas awal, sedangkan meaning lebih ditekankan pada kelas tinggi (Farida Rahim, 2008: 2). Samsu Somadayo (2011: 4) mengungkapkan bahwa membaca adalah suatu kegiatan interaktif untuk memetik serta memahami arti yang terkandung di dalam bahan tulis. Pendapat tersebut didukung Henry Guntur, Tarigan (1985: 9) yang menjelaskan bahwa membaca adalah memahami pola-pola bahasa dari gambaran tulisannya. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa membaca adalah proses pengasosiaan huruf, penerjemahan, dan pemahaman makna isi bacaan.
2. Tujuan Membaca
Menurut Farida Rahim (2008: 11) ada beberapa tujuan membaca yang mencakup:
- kesenangan,
- menyempurnakan membaca nyaring,
- menggunakan strategi tertentu,
- memperbaharui pengetahuannya tentang suatu topik,
- mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahuinya,
- memperoleh informasi untuk laporan lisan dan tertulis,
- mengkonfirmasikan atau menolak prediksi,
- menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang diperoleh dari suatu teks dalam beberapa cara lain,
- mempelajari tentang struktur teks, dan
- menjawab pertanyaan-pertanyaan yang spesifik.
Sedangkan menurut Henry Guntur Tarigan (1985: 9) tujuan membaca adalah memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta, memperoleh ideide utama, mengetahui urutan atau susunan organisasi cerita, membaca untuk menyimpulkan, mengelompokkan atau mengklasifikasi, menilai dan mengevaluasi, serta memperbandingkan atau mempertentangkan. Dari uraian tersebut peneliti menyimpulkan bahwa tujuan membaca yang paling utama adalah memperoleh informasi. Setelah informasi diperoleh pembaca akan melakukan tindak lanjut yang dapat berupa kegiatan menyimpulkan, menilai, dan membandingkan isi bacaan.
3. Ciri-ciri Membaca
Anderson (Sabarti Akhadiah, dkk., 1992: 23-24) menjelaskan bahwa ada lima ciri membaca yaitu membaca adalah proses konstruktif, membaca harus lancar, membaca harus dilakukan dengan strategi yang tepat, membaca memerlukan motivasi, serta membaca merupakan keterampilan yang harus dikembangkan secara berkesinambungan.
Dalam memahami dan menafsirkan bacaan memerlukan bantuan latar belakang pengetahuan dan pengalaman pembaca. Sabarti Akhadiah, dkk. (1992: 23) menjelaskan bahwa pemahaman pembaca mengenai suatu tulisan merupakan hasil pengolahan berdasarkan informasi yang terdapat dalam tulisan itu dipadukan dengan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki. Di samping itu Sabarti Akhadiah, dkk. (1992: 23) juga menjelaskan bahwa kelancaran membaca ditentukan oleh kesanggupan pembaca mengenali kata-kata. Artinya, pembaca harus dapat menghubungkan tulisan dengan maknanya. Dari hasil penelitian ternyata konteks yang bermakna dapat mempercepat pengenalan itu.
Akhadiah, dkk. (1992: 23-24) menyampaikan bahwa pembaca yang terampil dengan sendirinya akan menyesuaikan strategi membaca dengan taraf kesulitan tulisan, pengenalannya tentang topik yang dibaca, serta tujuan membacanya. Pembaca akan memanfaatkan pengetahuan yang dimilikinya berkenaan dengan topik tersebut dan memantau pemahamannya tentang bacaan yang dihadapinya, serta menyesuaikan strateginya bila ia tidak berhasil memahaminya. Selanjutnya, Sabarti Akhadiah, dkk. (1992: 24) menjelaskan bahwa membaca memerlukan motivasi. Motivasi merupakan kunci keberhasilan dalam membaca. Membaca pada dasarnya adalah sesuatu yang menyenangkan. Akan tetapi pembelajaran membaca mungkin membosankan terutama pada siswa yang sering menemukan kegagalan. Untuk itu siswa harus diberi motivasi dalam berlatih membaca. Hal itu berhubungan dengan keterampilan membaca tidak dapat diperoleh secara mendadak. Keterampilan membaca diperoleh melalui belajar, tahap demi tahap dan terus menerus.
4. Komponen Kegiatan Membaca
Farida Rahim (2008: 12) menyampaikan bahwa kegiatan membaca terdiri dari dua komponen yaitu:
- proses membaca, dan
- produk membaca.
a. Proses Membaca
Farida Rahim (2008: 12) menyampaikan bahwa proses membaca terdiri dari 9 aspek, yaitu sensori, perseptual, urutan, pengalaman, pikiran, pembelajaran, asosiasi, sikap, dan gagasan. Proses sensori visual menurut Farida Rahim (2008: 12) diperoleh dengan pengungkapan simbol-simbol grafis melalui indra penglihatan. Anak-anak belajar membedakan secara visual simbol-simbol grafis (huruf atau kata) yang digunakan untuk mempresentasikan bahan lisan. Kegiatan perseptual dijelaskan Farida Rahim (2008: 12) sebagai aktivitas mengenal suatu kata sampai pada suatu makna berdasarkan pengalaman yang lalu. Aspek urutan merupakan kegiatan mengikuti rangkaian tulisan yang tersusun secara linear, yang umumnya tampil dalam satu halaman dari kiri ke kanan atau dari atas ke bawah. Pengalaman merupakan aspek penting dalam proses membaca.
Farida Rahim (2008: 12) menyampaikan bahwa anak-anak yang memiliki pengalaman banyak akan mempunyai kesempatan yang lebih luas dalam mengembangkan pemahaman kosakata dan konsep yang mereka hadapi dalam membaca dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki pengalaman terbatas. Untuk memahami makna bacaan, pembaca terlebih dahulu harus memahami kata-kata dan kalimat yang dihadapinya. Kemudian pembaca membuat simpulan dengan menghubungkan isi preposisi yang terdapat dalam materi bacaan. Agar proses ini dapat berlangsung pembaca harus berpikir sistematis, logis, dan kreatif. Guru dapat membimbing siswa meningkatkan kemampuan berpikir melalui membaca dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Adapun pertanyaanpertanyaan yang diberikan sehubungan dengan bacaan tidak hanya pertanyaan yang menghasilkan jawaban yang berupa fakta.
Proses membaca selanjutnya yaitu aspek asosiasi meliputi mengenal hubungan antara simbol dengan bunyi bahsa dan makna (Farida Rahim, 2008: 13). Selanjutnya, Farida Rahim (2008: 13) menerangkan bahwa masih ada aspek proses membaca yang lain yaitu sikap atau afektif berkenaan dengan kegiatan memusatkan perhatian, membangkitkan kegemaran membaca, menumbuhkan motivasi membaca ketika sedang membaca. Motivasi dan kesenangan membaca sangat membantu siswa untuk memusatkan perhatian pada membaca. Aspek dari proses membaca yang terakhir menurut Farida Rahim (2008: 13) adalah pemberian gagasan dimulai dengan penggunaan sensori dan perseptual dengan latar belakang pengalaman dan tanggapan afektif serta membangun makna teks yang dibacanya secara pribadi. Makna dibangun berdasarkan pada teks yang dibacanya, tetapi tidak seluruhnya ditemui di dalam teks. Pembaca akan menghasilkan makna yang berbeda dari teks yang sama jika pengalaman dan reaksi afektif dari pembaca tersebut berbeda (Farida Rahim, 2008: 14).
b. Produk Membaca
Komponen kegiatan membaca yang kedua yaitu produk membaca. Farida Rahim (2008: 12) menjelaskan bahwa produk membaca merupakan komunikasi dari pemikiran dan emosi antara penulis dan pembaca. Komunikasi juga bisa terjadi dari konstruksi pembaca melalui integrasi pengetahuan yang telah dimiliki pembaca dengan informasi yang disajikan dalam teks. Komunikasi dalam membaca tergantung pada pemahaman yang dipengaruhi oleh seluruh aspek proses membaca.
5. Aspek-aspek Membaca
Henry Guntur Tarigan (1985: 11) menjelaskan ada dua aspek penting dari membaca yaitu keterampilan yang bersifat mekanis dan keterampilan yang bersifat pemahaman. Keterampilan yang bersifat mekanis (mechanical skills) yaitu keterampilan yang berada pada kedudukan yang lebih rendah. Aspek ini menurut Henry Guntur Tarigan (1985: 11) mencakup pengenalan bentuk huruf, pengenalan unsur-unsur linguistik (fonem, kata, frase, pola klausa, kalimat, dan lain-lain), pengenalan hubungan/ korespondensi pola ejaan dan bunyi (kemampuan menyuarakan bahan tertulis), dan kecepatan membaca bertaraf lambat. Adapun keterampilan yang bersifat pemahaman (comprehension skills) menurut Henry Guntur Tarigan (1985: 11) yaitu keterampilan yang berada pada kedudukan yang lebih tinggi.
Aspek ini mencakup memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal, retorikal), memahami signifikasi atau makna, evaluasi atau penilaian, kecepatan membaca fleksibel, yang mudah disesuaikan dengan keadaan. Untuk mencapai tujuan dari dua keterampilan tersebut diperlukan aktivitas membaca yang berbeda. Seperti yang diungkapkan Henry Guntur Tarigan (1985: 12) yaitu agar keterampilan yang bersifat pemahaman dapat diperoleh maka aktivitas membaca yang tepat yaitu membaca dalam hati, sedangkan untuk dapat memperoleh keterampilan yang bersifat mekanis maka aktivitas yang perlu dikembangkan adalah membaca nyaring. Henry Guntur Tarigan (1985: 13) membagi jenis-jenis membaca yang menjadi bagian dari membaca dalam hati sebagai berikut.
- Membaca ekstensif Membaca ekstensif ini mencakup membaca survey, membaca sekilas, dan membaca dangkal.
- Membaca intensif Membaca intensif dibagi membaca telaah isi yang mencakup membaca teliti, membaca pemahaman, membaca kritis, dan membaca ide. Bagian yang kedua dari membaca intensif yaitu membaca telaah bahasa, mencakup membaca bahasa asing dan membaca sastra.
6. Kemampuan Membaca Pemahaman a. Pengertian Kemampuan Membaca Pemahaman D.P. Tampubolon (1990: 7) menjelaskan bahwa kemampuan membaca adalah kecepatan membaca dan pemahaman isi bacaan secara keseluruhan. Sedangkan Puji Santosa, dkk. (2010: 3.20) menjelaskan bahwa membaca pemahaman merupakan lanjutan dari membaca dalam hati, mulai diberikan di kelas 3, membaca tanpa suara dengan tujuan untuk memahami isi bacaan. Pendapat tersebut didukung Sabarti Akhadiah, dkk. (1992: 37) yang mengungkapkan bahwa membaca pemahaman merupakan sub pokok bahasan dari membaca lanjut. Tujuannya agar siswa mampu memahami, menafsirkan, serta menghayati isi bacaan. Aktivitas membaca pemahaman dapat diklasifikasi menjadi pemahaman literal, pemahaman interpretasi, pemahaman kritis, dan pemahaman kreatif. Selanjutnya Henry Guntur Tarigan (1985: 56) menyatakan bahwa membaca pemahaman merupakan jenis membaca yang bertujuan untuk memahami standar-standar atau norma-norma kesastraan, resensi kritis, drama tulis serta pola-pola fiksi. Lebih lanjut, Samsu Somadayo (2011: 10) menjelaskan bahwa kemampuan membaca pemahaman merupakan suatu proses pemerolehan makna yang secara aktif melibatkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki oleh pembaca serta dihubungkan dengan isi bacaan.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca pemahaman adalah kemampuan dalam memperoleh makna baik tersurat maupun tersirat dan menerapkan informasi dari bacaan dengan melibatkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki. Aktivitas membaca yang tepat untuk memperoleh keterampilan pemahaman ini adalah dengan membaca dalam hati.
b. Prinsip-prinsip Membaca Pemahaman Prinsip-prinsip membaca pemahaman menurut Farida Rahim (2008: 3-4), ialah seperti yang dikemukakan berikut ini.
- Pemahaman merupakan proses kontruktivis sosial.
- Keseimbangan kemahiraksaraan adalah kerangka kerja kurikulum yang membantu perkembangan pemahaman.
- Guru membaca yang profesional mempengaruhi belajar siswa.
- Pembaca yang baik memegang peranan yang strategis dan berperan aktif dalam proses membaca.
- Membaca hendaknya terjadi dalam konteks yang bermakna.
- Siswa menemukan manfaat membaca yang berasal dari berbagai teks pada berbagai tingkat kelas.
- Perkembangan kosakata dan pembelajaran mempengaruhi pemahaman membaca.
- Pengikutsertaan adalah suatu faktor kunci pada proses pemahaman.
- Strategi dan keterampilan membaca bisa diajarkan.
- Asesmen yang dinamis menginformasikan pembelajaran membaca pemahaman.
c. Bahan Penilaian Kemampuan Membaca Pemahaman
Nurgiyantoro (2010: 371) menyampaikan bahwa penilaian kemampuan membaca bertujuan untuk mengukur kompetensi peserta didik dalam memahami isi informasi yang terdapat dalam bacaan. Pemilihan wacana hendaknya dipertimbangkan dari segi tingkat kesulitan, panjang pendek isi, dan jenis atau bentuk wacana. Tingkat Kesulitan wacana terutama ditentukan oleh kekomplekan kosakata dan struktur serta kadar keabstrakan informasi yang dikandung. Semakin sulit dan kompleks kedua aspek tersebut akan semakin sulit pemahaman wacana yang bersangkutan.
Demikian pula yang terkait dengan isi wacana. Jika isi wacana tersebut bersifat umum, konkret, dalam jangkauan pengalaman peserta didik atau dalam bidang keilmuan yang sama, wacana tersebut relatif tidak sulit bagi mereka. Secara umum dapat dikatakan bahwa wacana yang baik untuk bahan tes kompetensi membaca adalah wacana yang tingkat kesulitannya sedang, atau yang sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik (Burhan Nurgiyantoro, 2010: 371). Wacana yang diteskan untuk membaca pemahaman sebaiknya tidak terlalu panjang. Sepuluh butir tes dari tiga atau empat wacana lebih baik daripada hanya dari sebuah wacana panjang. Dengan wacana yang pendek, kita dapat membuat soal tentang berbagai hal sehingga lebih komprehensif. Kecuali alasan tersebut secara psikologis peserta didik juga lebih senang dengan wacana pendek karena tidak membutuhkan waktu banyak untuk membacanya dan wacana pendek terlihat lebih mudah. Wacana pendek yang dimaksud yaitu berupa satu atau dua alenia atau kira-kira sebanyak 50 sampai 100 kata (Burhan Nurgiyantoro, 2010: 373). Wacana yang dipergunakan sebagai bahan untuk tes kompetensi membaca dapat berupa wacana yang berjenis prosa nonfiksi, dialog, teks kesastraan, tabel, diagram, iklan, dan lain-lain.
Berbagai wacana tersebut dapat efektif untuk digunakan apabila dimanfaatkan secara tepat (Burhan Nurgiyantoro, 2010: 373). Wacana berbentuk dialog adalah wacana yang berisi percakapan dalam berbagi konteks namun sebaiknya dipilih percakapan yang formal atau semiformal. Wacana kesastraan sebaiknya juga digunakan ketika soal tes kompetensi membaca terdiri dari beberapa wacana. Wacana ini dapat berupa kutipan fiksi (cerpen, novel), puisi, maupun teks drama. Karena informasi yang dikandung di dalam puisi lebih sulit dipahami, maka tes pemahaman dengan bentuk puisi belum dipergunakan untuk sekolah dasar (SD dan SMP). Namun demikian puisi juga perlu diteskan di tingkat sekolah dasar (Burhan Nurgiyantoro, 2010: 374). Wacana lain yang dimaksud di sini adalah berbagai bentuk komunikasi yang dikemukakan selain ketiga cara di atas. Jadi dapat berwujud surat, tabel, diagram, iklan, telegram, dan lain-lain.
Dalam penelitian ini tes kemampuan membaca pemahaman menggunakan wacana prosa nonfiksi dan wacana kesastraan yang tidak terlalu panjang. Satu wacana digunakan untuk 2-5 butir soal supaya siswa tidak merasa bosan. Adapun tingkat kesukaran wacana dipilih dengan memperkirakan tingkat kosakata dan informasi yang dikandung pada taraf sedang untuk siswa kelas IV. d. Tingkatan Tes Kemampuan Membaca Pemahaman Tingkatan tes kemampuan membaca pemahaman menurut Ahmad Rofi’uddin dan Darmiyati Zuchdi (1999: 254) menggunakan taksonomi Bloom (1913-1999). Pendapat ini didukung Burhan Nurgiyantoro (2010: 61), yang membagi jenjang berpikir menjadi dua yaitu jenjang berpikir sederhana (ingatan, pemahaman, penerapan) dan jenjang berpikir kompleks (analisis, sintesis, evaluasi). Sedangkan Suharsimi Arikunto (2009: 12) mengungkapkan jenjang berpikir yang cocok diterapkan untuk Sekolah Dasar adalah ingatan, pemahaman, dan aplikasi. Untuk itu, kemampuan membaca pemahaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenjang berpikir ingatan, pemahaman, dan penerapan yang akan dijelaskan berikut ini.
- Tes membaca tingkat ingatan, yakni kemampuan menyebutkan kembali fakta, definisi, konsep yang terkandung dalam wacana. Tes ini meminta peserta didik untuk menyebutkan, mengenal, atau mengingat kembali fakta atau informasi yang telah ditemukan sebelumnya. Kata-kata operasional yang dapat digunakan yaitumendefinisikan, mengidentifikasikan, menjodohkan, menyebutkan, memperluas, menyatakan, memilih, mendeskripsikan, menyimpulkan, dan mendaftar.
- Tes membaca tingkat pemahaman, yakni kemampuan memahami wacana, mencari hubungan antarhal, mencari hubungan sebab akibat, perbedaan dan persamaan antarhal dalam wacana. Tes ini menanyakan ide pokok, gagasan, tema, dan makna. Kata-kata operasional yang dapat digunakan yaitu mempertahankan, menduga, membedakan, menerangkan, memperluas, menyimpulkan, menggenerelalisasikan, memberi contoh, memperkirakan, menjelaskan, menafsirkan, meramalkan, dan meringkas.
- Tes membaca tingkat penerapan, yakni kemampuan untuk menerapkan pemahamannya pada situasi atau hal yang berkaitan. Misalnya menerapkan atau memberi contoh baru dari suatu konsep, ide, pengertian, atau pikiran yang terdapat di dalam teks. Kata-kata operasional yang dapat digunakan yaitu mengubah, menghitung, mendemonstrasikan, menemukan, memanipulasi, memodifikasi, menghasilkan, menghubungkan, menunjukkan, memecahkan, dan menggunakan. Sedangkan Samsu Somadayo (2011: 19-26) memaparkan tentang jenis-jenis atau tingkatan membaca pemahaman yaitu pemahaman literal, pemahaman interpretasi, pemahaman kritis, dan pemahaman kreatif. Menurut Farida Rahim (2008: 113) tingkat ingatan dan pemahaman dapat dikategorikan dalam jenis pemahaman literal, tingkat penerapan dapat masuk kategori jenis pemahaman interpretatif, tingkat analisis dapat masuk pemahaman kritis, dan tingkat sintesis serta evaluasi dapat dikategorikan pemahaman kreatif. Jenjang kognitif untuk siswa SD meliputi ingatan, pemahaman, dan aplikasi.
Ketiganya termasuk pemahaman literal dan interpretasi. Untuk itu di sini hanya dijelaskan tentang pemahaman literal dan pemahaman interpretasi saja. Pemahaman literal merupakan kegiatan membaca sebatas mengenal dan menangkap arti yang tertera secara tersurat sehingga pembaca hanya berusaha menangkap informasi yang terletak secara literal dalam bacaan dan tidak berusaha menangkap makna yang lebih dalam. Kata tanya yang dapat digunakan sebagai arahan yaitu siapa, apa, kapan, bagaimana, dan mengapa. Dalam pemahaman interpretasi pembaca berusaha mengetahui apa yang dimaksudkan penulis yang tidak secara langsung dinyatakan dalam teks bacaan. Kegiatan ini meliputi menarik kesimpulan, membuat generalisasi, memahami hubungan sebab akibat, membuat perbandingan, menemukan hubungan baru antara fakta-fakta yang disebut dalam bacaan.
e. Pembuatan Penilaian Kemampuan Membaca
Burhan Nurgiyantoro (2010: 377) mengungkapkan bahwa ada dua macam tes kompetensi membaca yaitu tes kompetensi membaca dengan merespon jawaban dan tes kompetensi membaca dengan mengonstruksi jawaban sendiri. Tes kompetensi membaca dengan merespon jawaban menurut Burhan Nurgiyantoro (2010: 377) digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik dengan cara memilih jawaban yang disediakan oleh pembuat soal. Soal ini biasanya berbentuk objektif pilihan ganda. Dalam soal dari jenis wacana prosa sebaiknya kita tidak boleh menanyakan hal yang sudah umum diketahui tanpa membaca. Menurut Burhan Nurgiyantoro (2010: 377) soal yang dapat ditanyakan antara lain tema, gagasan pokok, gagasan penjelas makna tersurat dan tersirat, bahkan juga makna istilah dan ungkapan.
Jika wacana yang diteskan agak panjang, satu wacana dapat dibuat menjadi beberapa soal, namun harus ada kejelasan perintah. Wacana dialog yang dapat digunakan sebagai tes kompetensi membaca menurut Burhan Nurgiyantoro (2010: 374) yaitu pembicaraan atau rekaman telepon dan berbagai bentuk dialog lain yang melibatkan berbagai orang dalam berbagai profesi. Bahan tes yang diambil dari teks kesastraan tidak jauh berbeda dengan wacana yang bukan kesastraan. Pada teks kesastraan sering dikaitkan dengan unsur-unsur intrinsik pembangun teks. Burhan Nurgiyantoro (2010: 285) juga menjelaskan tentang wacana surat yang diujikan sebaiknya dibatasi pada berbagai surat resmi.
Hal yang dapat ditanyakan dalam soal antara lain terkait dengan komponen pendukung, isi pesan, masalah makna dan ungkapan. Sebuah surat resmi, tabel, dan iklan atau bentuk yang lain dapat dibuat menjadi satu atau beberapa soal tergantung kopleksitas wacana tersebut. Pada tes jenis mengonstruksi jawaban, peserta ujian harus mengemukakan jawaban sendiri dengan mengreasikan bahasa berdasarkan informasi yang diperoleh dari wacana yang diteskan. Menurut Burhan Nurgiyantoro (2010: 389) ada dua macam pertanyaan dalam tes kompetensi membaca dengan mengonstruksi jawaban yaitu pertanyaan terbuka dan tugas menceritakan kembali. Agar lebih efektif dan efisien, peneliti menggunakan tes kompetensi membaca yang berbentuk merespon jawaban berupa pilihan ganda.
0 komentar:
Posting Komentar