ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN
1. Kedudukan ilmu dan Kehormatan Para Ilmuan dalam Islam.
Kedudukan ilmu dalam Islam adalah sangat sentral. Vitalitas dan keutamaan ilmu terungkap dalam sanjungan dan kehormatan yang diberikan kepada para ilmuan, tersirat dalam wahyu pertama yang diterima Rasulullah saw., berupa kunci ilmu, yakni membaca, QS. 96: 1-5 dan hadits mengenai ilmu pengetahuan.
Al-Qur’an sebagai kitab suci pedoman utama, terdapat ratusan ayat-ayat yang menerangkan tentang ilmu, tentang ajakan untuk berpikir dan melakukan penalaran.
Sanjungan kepada orang-orang yang berilmu adalah bukti autentik yang tak dapat diragukan lagi akan kebenaran bahwa al-Qur’an sumber inspirasi ilmu pengetahuan. Keutamaan ilmu sebagai karunia Allah SWT., kehormatan para ilmuan, penghargaan Allah SWT., kepada mereka yang berilmu serta ilmu sebagai milik yang boleh diandalkan untuk memikul jabatan/kehormatan yang tinggi tercantum dalam ayat-ayat sebagai berikut : QS. 2:247, 3:18, 12:55, 15:53, 18:66, 16:43, 21:7 dan 79, 27:15, 29:43, 58:11
2. Fungsi Ilmu dalam Memperkuat Iman
Selain ilmu dapat mengangkat dan meningkatkan derajat manusia, maka ilmu pengetahuan juga memperluas cakrawala serta memperkaya bahan pertimbangan dalam sikap dan tindakan manusia tersebut. Keluasan pandangan serta kekayaan informasi akan membuat seseorang lebih cenderung kepada objektivitas, realitas dan kebenaran. Ilmu adalah sarana untuk untuk mendekati kebenaran dalam berbagai bentuknya. Ilmu adalah upaya mendekati kebenaran. Ilmu cinta kepada kebenaran.
Kebenaran adalah suatu yang multi dimensional dengan berbagai manifestasinya dengan berbagai manifestasinya. Di balik semua wajah-wajah kebenaran itulah tersirat kebenaran mutlak yang bersifat universal. Allah swt. adalah zat mutlak pemilik kebenaran. Allah swt. sumber kebenaran (Q.S. 2:147). Allah swt. yang berwenang menyampaikan kebenaran. Dalam pada itu, lebih banyak ilmu seseoran, akan lebih menyempurnakan sistem kendali kehidupannya. Sistem kendali yang efektif akan lebih memudahkan seseorang untuk meniti jalan lurus (shirathal mustaqiem) menuju kebenaran mutlak untuk memperkuatm iman. Hal-hal tersebut di atas dapat dilihat dalam ayat-ayat berikut: Q.S. 3:7, 18, 4:162, 17:107-108, 29:43, 22:54, 27:42, 28:80, 30, 56, 34:6, 35:27-28.
3. Kunci Membuka Khazanah Ilmu
3.1. Membaca
Ayat pertama yang diwahyukan serta dengan ayat itu pula tugas kerasulan Muhammad saw. Dimulai, adalah dimulai denganperintah membaca. Pahami surat al-‘Alaq ayat 1-5: 1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, 4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam.
3.2. Menulis
Demikian pentingnya tulis baca sebagai kunci ilmu pengetahuan, sehingga diabadikan dalam al-Qur’an salah satu suratnya, yakni surat al-Qalam, surat ke 68 yang berarti pena atau alat tulis Masa sejarah dimulai sejak manusia mempunyai kemampuan untuk menulis dan membaca, zaman sebelumnya disebut zaman pra-sejarah. Tulisan adalah suatu proses visualisasi dari konsep-konsep atau dengan kata lain; suatu abstraksi konseption. Dengan tulisan, peristiwa-peristiwa (historis maupun ilmu) dapat dicatat dan dapat dibaca oleh orang lain, baik yang berada di tempat lain maupun yang hidup di zaman lian, sehingga terjadilah penyebaran dan pemasyarakatan pengetahuan (socialization knowledge).
Andaikata al-Qur’an tidak ditulis segera setelah setiap selesai setiap ayat-ayat diwahyukan, sudah barang tentu tidak mungkin setelah 14 abad yang lalu, kita di zaman kini bisa mengenal serta mempelajari al-Qur’an dalam keadaan persis aslinya. Demikian pula dengan Sunnah (hadis) Rasulullah saw. Dan karya para intelektual muslim, seperti syafi’i, Hanafi, Maliki, Hambali, al-Ghazali, Ibu Taimiyah, Muhammad Abduh Iqbal dan lain sebagainya.
Andaikata ilmu dan filsafat sarjana-sarjana Yunani Socrates, Plato, aristoteles, Pythagoras, Arcimides dan lain-lainnya tidak ditulis, sudah barang tentu tidak mungkin para sarjana Arab mempelajari dan mengembangkannya, karena ilmu-ilmu tersebut telah terkubur berabad-abad.
Andaikata ilmu dan filsafat para sarjana Arab/Islam; Ibnu Rusyd (Averros), Ibnu Sina (Avessina), al-Khawarisme, Ibnu Khaldun dan lain-lainnya tidak ditulis, maka tentu tidak mungkin dunia Barat/Eropah memulai kebangunannya (Reanissance, sejaka abad 14) dan keluar dari masa kegelapan yang sudah dialaminya hampir seribu tahun.
Berbeda dengan penyebaran dari mulut ke mulut yang selalu subyektif sehingga bertambah jauh dan bertambah lama menjadi bertambah menyimpang dan keluar dari realitas obyeknya, sehingga suatu pengetahuan tidak berhasil dikembangkan, bahkan dirusak/ditiadakan, maka dengan tulisan, generasi berikut masih mungkin untuk membaca aslinya dan berupaya untuk mengembangkan pengetahuan tersebut.
3.3. Menalar
Setelah membaca dan menulis sebagai kunci pembuka khazanah ilmu untuk disebarluaskan dan dikembangkan, didalam al-Qur’an bertebaran ayat-ayat yang mendorong serta mengajak manusia untuk memperhatikan, mengamati, menalar, menyeledidiki, dengan seksama (logis dan analitis) segala fenomena alam, mulai dari ciri pribadi, sosial kemasyarakatan, gejala-gejala biologis sampai alam semesta (langit dengan segala planet ruang angkasa dan bumi dengan segala makhluk yang ada di atasnya dan segala kandungan isi perutnya). Misalnya terdapat pada ayat-ayat berikut:Masalah individual: surat al-Zariyat ayat 21 dan al-Hasyr ayat 18. Masalah sosial: surat al-An’am ayat 65, al-A’raf ayat 103 dan surat al-maidah ayat 75. Masalah pengetahuan alam: surat al-Ghaziyah ayat 17-20, Yunus ayat 101 dan surat al-Rum ayat 50. Masalah kesehatan: surat ‘Abasa ayat 24.
Ayat-ayat tersebut adalah di antara 45 ayat yang menajak manusia untuk menalar yang disebut dalam bahasa al-Qur’an dengan kata نظر (nazhara) yang berubah menjadi bahasa indonesia nalar yang mengandung arti merenung dengan menggunakan pikiran dengan penuh perhatian terhadap masalah-masalah kongkrit, non emperical, non spekulatif sebagai langkah-langkah awal memasuki kegiatan ilmiah.
Dalam koteks yang lain, ajakan untuk menalar itu didukung oleh 63 ayat yang mengajak manusia untuk berpikir dan merenung” tentang segala sesuatu (al-Qur’an tidak memberi tempat kepada perasaan subyektif yang mudah dipermainkan hawa nafsu sebaliknya memberi tempat terhormat kepada pemikiran-pemikiran obyektif yang akan mendekati kebenaran). Misalnya antara lain ayat-ayat berikut: Surat Ali Imran ayat190-191, al-Ra’d ayat 3, al-Nahl ayat 11, 68-69, al-Anbiya’ ayat 66-67, al-Rum ayat 21, Yasin ayat 62, al-Hasyr ayat 21 al-Mulk ayat 10.
Dalam pada itu tidak kurang dari 16 ayat al-Qur’an menyanjung, sekaligus berharap penuh optimis kepada orang-orang yang suka mendayagunakan akalnya sehingga lepas dari belenggu emosi dan hawa nafsunya. Orang-orang yang berpikir inilah tumpahan harapan yang terbiasa berolah pikir dan berolah jiwa. Merekalah yang mampu menjalankan fungsi khalifah di muka bumi Allah ini. Merekalah yang biasa dititipi ilmu untuk dipelihara, disebarkan dan dikembangkan. Mereka pulalah yang mampu mengisi ke Islamannya dengan ihsan, serta taqwa dan akhlak al-karimah. Terdapat 16 ayat yang membicarakan hal ini, antara lain: Surat al-Baqarah ayat 169 dan 197, Ali Imran ayat 190, al-Maidah ayat 100, Shad ayat 29, al-Zumar ayat 9 dan 21 dan surat al-Mukmin ayat 54.
4. Hadis-hadis Rasulullah SAW. tentang Ilmu
Sebagai sumber rujukan kedua sesudah al-Qur’an, hadis-hadis Nabi saw. Sebagai sunnah rasul banyak pula mengungkapkan tentang ilmu dan ilmuan. Berikut ini adalah kumpulan arti hadis-hadis Nabi saw. Tentang ilmu yang sudah populer (mutawatir). Dalam tulisan ini dicukupkan penyampaian materi (terjemahan) hadis saja, tanpa dilengkapi dengan sanad dan rawinya. Penulis menganggap ini sudah cukup memadai.
4.1. Keutamaan Ilmu dan Ilmuan Menurut Hadis Rasulullah SAW.
4.1.1. Orang-orang yang berilmu adalah pewaris Nabi.
4.1.2. Bahwa ilmu itu menambah mulia orang-orang yang sudah mulia dan meninggalkan seorang budak sampai ketingkat raja-raja.
4.1.3. Apabila datang kepadaku hari yang tidak bertambah ilmuku padanya, yang mendekatkan aku kepada Allah swt., maka tidak adalah berkatnya bagiku pada terbit mata hari itu.
4.1.4. Isi langit dan isi bumi memintakan ampun untuk orang yang berilmu.
4.1.5. Kelebihan seorang berilmu dari seorang ‘abid (rajin beribadah kurang ilmu) adalah seperti kelebihan terang bulan purnama dari bintang-bintang yang lain.
4.1.6. Kelebihan seorang mukmin yang berilmu dari seorang mukmin yang ‘abid ialah tujuh puluh derajat.
4.1.7. Barang siapa yang menjalani suatu jalan untuk menuntut ilmu, maka dianugerahkan Allah swt. Kepadanya jalan ke surga.
4.1.8. Bahwa sesungguhuya engkau berjalan pergi mempelajari suatu bab dari ilmu adalah lebih baik daripada engkau shalat sunnat seratus kali.
4.1.9. Menuntut ilmu itu wajib atas tiap-tiap muslim.
4.1.10. Menghadiri majlis orang yang berilmu, lebih utama daripada mendirikan shalat sunnat seribu raka’at. Mengunjungi seribu orang sakit dan berta’ziah seribu jenazah.
4.2. Peringatan Kepada para Ilmuan
4.2.1. Tidak wajar bagi orang bodoh berdiam diri atas kebodohannya. Dan tidak wajar bagi orang yang berilmu berdiam diri atas ilmunya
4.2.2. Apabila manusia mempelajari ilmu dan meninggalkan sedangkan mereka berkasih-kasihan dengan lisan dan bermarah-marahan dengan hati serta berputus-putusan silaturrahmi, maka kenalah mereka kutukan Allah swt. ketika itu. Ditulikan telinga mereka dan dibutakan mata mereka.
4.2.3. Barang siapa bertambah ilmunya dan tidak bertambah petunuk, niscaya dia tidak bertambah dekat melainkan bertambah jauh dari Allah SWT..
4.2.4. Di antara bencana dari seorang yang berilmu ialah lebih suka ia berkata-kata daripada mendengar.
4.2.5. Yang binasa dari umatku ialah orang berilmu yang zalim dan orang beribadat yang bodoh. Kejahatan yang paling jahat ialah kejahatanorang yang berilmu dan kebaikan yang paling baik ialah kebaikan orang yang berilmu.
4.2.6. Pada hari kiamat dibawa seorang yang berilmu, lalu dilemparkan ke dalam neraka. Maka keluarlah isi perutnya. Dia mengelilingi isi perutnya itu seperti keledai mengelilingi gilingan gandum. Penghuni neraka mengelilingi, seraya bertanya: “Mengapa engkau begini?” Orang itu menjawab: “Adalah aku menyuruh dengan kebaikan dan aku sendiri tidak mengerjakannya. Aku melaang dari kejahatan dan aku sendiri mengerjakannya”.
4.2.7. Ulama (ilmuan) ini terbagi dua. Yang satu dianugerahi Allah swt. ilmu pengetahuan lalu diberikannya kepada orang lain dengan tidak mengharap apa-apa dan tidak dperjual belikan. Ilmuan (ulama) yang seperti ini didoakan kepadanya oleh burung-burung di udara, ikan-ikan didalam air, hewan-hewan di atas bumi dan para malaikat yang menuliskan perbuatan amal manusia. Dia dibawa kehdapan Allah swt. pada hari kiamat sebagai seorang tuan yang mulia sehingga menjadi teman para Rasul Tuhan. Ilmuan yang satu lagi dianugerahi Allah SWT. ilmu pengetahuan dalam dunia ini, tapi ia kikir memberikan kepada hamba Allah swt. mengharap apa-apa dan memperjual belikan ilmunya. Ilmuan seperti ini datang pada hari kiamat mulutnya dikekang api neraka. Di hadapan orang banyak tampil seorang penyeru menyerukan: “Inilah si Anu anak si Anu, dia dianugerahi Allah swt. ilmu pengetahuan maka kikir dia memberikannya kepada hamba Allah SWT., dia mengharap apa-apa dan memperjual belikannya”. Ilmuan tadi di azab sampai selesai manusia-manusia lain dihitung amalnya.
4.2.8. Barang siapa yang ditanya tentang suatu ilmu kemudian ia menyembunyikannya (tidak mau menerangkannya), maka Allah swt. akan mengekangnya pada hari kiamat dengan kekangan dari api neraka.
4.2.9. Barang siapa menuntut ilmu, yang mestinya untuk mencari ridha Allah swt lalu ia tidak mempelajarinya kecuali hanya untuk mendapatkan harta dunia, maka ia tidak akan memperoleh bau harumnya surga pada hari kiamat.
4.2.10. Orang yang sangat rugi nanti pada hari kiamat ialah lagi-laki yang si waktu di dunia dan memungkinkan untuk menuntut ilmu, lalu dia tidak mau untuk menuntut ilmu.Dan seorang yang mengajarkan ilmu, lalu orang yang diajar mendapatkan manfa’at dari ilmunya, sedangkan dirinya tidak melaksanakanny.
4.3. Sikap terhadap Ilmu
4.3.1. Seorang bertanya: “Ilmu apa engkau kehendaki?” Nabi menjawab: “Ilmu pengetahuan mengenal Allah swt.”
4.3.2. Pelajarilah olehmu ilmu yang kau minati,
4.3.3. Pelajarilah olehmu akan ilmu dan belajarlah untuk mendapat ilmu dengan ketenagaan dan kesopanan dan bertawadhu’lah kepada orang yang mengajarkan ilmu,
4.3.4. Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri Cina,
4.3.5. Tuntutlah ilmu dari kecil sampai tua renta (meningal dunia),
4.3.6. Seorang adalah berilmu selama dia menuntut ilmu, jika dia menganggap merasa sueah pandai, maka dia telah bodoh.
5. Berdiskusi dan Seminar dengan Dasar Ilmu
Setiap orang mempunyai pendapat serta keyakinan tersendiri terhadap sesuatu obyek masalah. Dengan demikian nilai logika kebenaran ataupun obyektifitas dari hasil interaksi akan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan masing-masing. Jika dua pendapat berhadapan, maka bukanlah persepsi dan praduga masing-masing yang diadu, akan tetapi argumentasi ilmiahnya. Dengan demikian yang dinilai adalah obyektifitas dan mutu logikanya, termasuk dalil aqli (ilmiah) dan naqli (wahyu)-Nya. Demikianlah yang dikehendaki Islam sebagaimana tersebut dalam QS.3:61, 66, 6: 143 dan 148, 2: 111, 27: 63-64 .
6. Peringatan Sesudah Mendapat Ilmu
Ilmu adalah sarana untuk mencari kebenaran dan mendekati kebenaran. Siapa pun yang telah mendapat ilmu, dalam disiplin apapun, semestinya mendayagunakan ilmunya dengan efektif mendekati kebenaran lewat jalur disiplin masing-masing. Jika lebih dari satu disiplin ilmu yang dipunyai, maka pendekatan kepada kebenaran harus dilakukan secara inter-disipliner.
Kegagalan dalam mendayagunakan ilmu untuk memaslahatan dan kebenaran, beberapa kali Allah swt. memperingatkan dalam al-Qjr’an untuk diwaspadai oleh para ilmuan Lihat Q.S. 2:145, 3:19 10:93, 28:78, 39:49, 23:83, 26:14, 45:17.
Tidak sedikit ilmuan yang pola pemikirannya, sikap dan perbuatannya bertentangan dengan hakekat keilmuannya sehingga merusak citra ilmuan itu sendiri dihadapan sesama manusia maupun dihadap pemilik alam semesta dan pemilik kebenaran itu sendiri Allah SWT., karena ilmu itu adalah kebenaran yang polos, sedangkan manusia adalah sejenis makhluk yang diamanati sebagai khalifah dibumi dengan sifat dan kemampuan yang complex, penuh liku-liku, samar, kontradiktif dan serba mungkin. Manusia selalu diliputi oleh dua kutub yang saling bertentangan; cinta dan benci, rendah hati dan sombong, ikhlas dan ria, rela dan dengki, obyektifitas akal dan subyektifivitas emosi, kejerniahanpikiran dan kekotoroan hawa nafsu, kepuasaan memberi dan kerakusan menerima, kesadaran dan ekalpaan. Dengan kata lain antara malaikat dan iblis Ilahiyat surat al-Syam ayat 7-10.
Dalam hal ini fungsi ilmu adalah membantu manusia untuk memperluas jangkauan penalarannya, membuka horizon-horizon baru untuk mendapatkan informasi lebih banyak tentang sudut-sudut kebenaran. Sudah semestinya bagi ilmuan bahwa kebenaran adalah panglima. Dan fungsi ilmu adalah membantu menunjuk kepada kebenaran.
TUGAS/LATIHAN
- Tulislah minimal 15 dn maksimal 20 pertanyaan dan jawabannya dari materi bab ini!
- Tulislah Makalah dengan Judul: EKSISTENSI DAN FUNGSI ILMU/ILMUAN DALAM ISLAM
DAFTAR PUSTAKA
- Al-qur’anul Karim
- Al-Huffi, Ahmad Muhammad, DR., akhlak Nabi Muhammad saw., Bulan Bintang, Jakarta, 1978
- Djatnika, Rachmad, DR. Sistem Etika Islam, Pustaka Islam Surabaya, 1985
- Masyhur, Kahar, Drs., Membina Akhlak dan Moral, Kalam Mulia Jakarta, 1987
- Muhammad TH., DR., Kedudukan Ilmu dalam Islam, Ikhlash Surabaya, 1982
- Salim, Hadiyah, Mukhtarul al Ahadits, PT. Al Ma’arif, Bandung, 1985
- Omar, Amin Hoesin, DR., Kultur Islam., Bulan Bintang Jakarta, 1981
- Ilyas, Yunahar, Drs. Lc. MA., Kuliah Akhlak, LPPI UMY: Yogyakarta, 2001
0 komentar:
Posting Komentar