Program Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air
Program ini bertujuan untuk melestarikan fungsi dan kemampuan sumber alam hayati dan non hayati serta lingkungan hidup melalui penyelamatan hutan, tanah dan air yang merupakan sumber alam dan sekaligus pula lingkungan hidup. Oleh karena itu pengelolaan secara terarah sumber-sumber alam ini akan sangat menentukan keseimbangan sistem pengendalian tata air, laju erosi, daya dukung lahan dan besaran akumulasi sedimentasinya.
Dalam program ini, kegiatan utamanya berkaitan dengan peningkatan kapasitas pengelolaan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam baik daratan maupun lautan termasuk kegiatan pelestarian flora, fauna dan keunikan alamnya, untuk melindungi dan memelihara keanekaragaman hayati plasma nutfah beserta ekosistemnya.
Dalam Repelita VI sampai tahun keempat penetapan jumlah, luas dan lokasi kawasan konservasi terus meningkat. Dalam kurun waktu tersebut telah dikembangkan kawasan konservasi darat dan laut sebanyak 20 unit yang terdiri atas cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata, taman buru, dan taman laut. Secara keseluruhan, sampai dengan tahun 1997/98 jumlah kawasan konservasi sumber daya alam telah mencapai 337 unit dengan luas 12,1 juta hektare. Disamping itu, dalam Repelita VI telah ditetapkan 11 taman nasional baru sehingga secara keseluruhannya jumlah taman nasional menjadi 36 unit dengan luas 14,1 juta hektare pada tahun 1997/98 atau bertambah seluas 8,5 juta hektare apabila dibandingkan dengan tahun 1993/94.
Dalam rangka pemantapan koordinasi pengelolaan taman nasional dan peningkatan keterpaduan pengelolaannya dengan pembangunan daerah, telah dibentuk berbagai forum komunikasi pengelolaan taman-taman nasional untuk wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan taman nasional juga terus dilakukan antara lain dengan telah ditetapkannya 210 desa penyangga dari sasaran sebanyak 682 desa dan berbagai upaya untuk melibatkan kelompok masyarakat di sekitar taman nasional dalam penyusunan rencana pengelolaan taman nasional di 26 propinsi. Perlindungan ekosistem hutan selain dilakukan dengan melibatkan peran serta masyarakat di sekitar kawasan hutan, juga dilaksanakan dengan mengadakan pelatihan tenaga Jagawana sebanyak 7.100 orang atau telah mencapai 50% dari sasaran pengadaan tenaga Jagawana sebanyak 15.000 orang selama Repelita VI.
Bencana kebakaran hutan dan lahan yang melanda sebagian wilayah Indonesia pada akhir tahun 1997 merupakan bencana lingkungan yang terburuk selama lima belas tahun terakhir. Sampai dengan bulan Oktober 1997 tercatat sekitar 330.772 hektar hutan dan lahan yang terbakar dan berakibat pada terganggunya kehidupan bagi sekitar 20 juta orang. Dalam menghadapi bencana kebakaran lahan dan hutan yang sering menyebabkan permasalahan lingkungan antarnegara telah dilakukan berbagai usaha pengendalian baik di lokasi kejadian maupun penyempurnaan sistem pengendaliannya, antara lain melalui penyusunan perkiraan daerah rawan kebakaran di 26 propinsi dengan menetapkan nilai potensi terbakar secara kualitatif, penyusunan prosedur tetap pengendalian kebakaran hutan dan lahan, penyusunan peta rawan kebakaran wilayah Sumatera dan Kalimantan, dan penyempurnaan sistem tanggap darurat untuk tiap unit pelaksana pembukaan lahan.
Disamping itu telah dilakukan pelatihan pencegahan, pengendalian dan mitigasi kebakaran hutan bagi masyarakat yang diikuti oleh 5.840 orang (537 regu).
Perlindungan dan pelestarian fungsi sumber alam lainnya yang penting terutama sumber daya air untuk menjamin keberlanjutan aliran manfaatnya diupayakan serasi dengan penyusunan penataan ruang. Mulai tahun 1997/98 pengelolaan kawasan lindung nasional seluas 34 juta hektare diserahkan pelaksanaannya kepada Pemerintah Daerah Tingkat I melalui Bantuan Pengelolaan Kawasan Lindung yang dilaksanakan dengan mekanisme Inpres. Pengelolaan kawasan lindung yang dipadukan dengan pengembangan daerah khususnya kawasan lindung yang berfungsi sebagai daerah tangkapan hujan, daerah resapan air, danau, atau situ dilakukan dengan pendekatan pengelolaan ekosistem wilayah aliran sungai yang melihat tata air secara menyeluruh mulai dari sumber air di pegunungan sampai ke muara sungai. Pendekatan ini diharapkan dapat menjamin sediaan air secara berkelanjutan.
Pengelolaan sumber daya air juga dilaksanakan melalui kegiatan penatagunaan sungai, yang terkait dengan pengembangan wilayah dan upaya penanggulangan bencana alam. Tujuan utamanya adalah untuk mengendalikan daya rusak dari aliran air dalam suatu kawasan melalui berbagai upaya teknis dan sosial. Sampai dengan tahun keempat Repelita VI, kegiatan perbaikan, pengaturan, dan pemeliharaan sungai yang telah dilaksanakan di seluruh wilayah tanah air telah mencapai areal seluas 2,3 juta hektare. Apabila dibandingkan dengan pelaksanaan pada tahun 1993/94 terdapat perluasan sebesar 288,3 ribu hektare (Tabel XI-2). Kemampuan dalam pemulihan kualitas lingkungan di tingkat regional ini menunjukkan peningkatan 8 kali lipat dibandingkan dengan kondisi pada akhir Repelita
Upaya konservasi untuk kawasan tertentu juga dilakukan melalui penggunaan lahan yang hemat terutama pada daerah resapan air. Penggunaan lahan yang tidak boros tersebut ditempuh antara lain dengan penetapan keseimbangan yang serasi antara koefisien dasar ruang terbuka hijau dan koefisien kerapatan dasar bangunan dan lingkungan. Upaya pengaturan koefisien sebagai persyaratan kawasan resapan air ditempuh terutama untuk penataan ruang skala tapak. Dalam kaitan ini untuk meningkatkan mutu kawasan resapan air, sampai dengan tahun 1997/98 telah disusun rencana pengelolaan dan pengembangan Taman Hutan Raya yang merupakan kawasan yang memiliki potensi resapan air besar di 11 lokasi yang tersebar di seluruh Indonesia. Untuk menjamin pengelolaan Taman Hutan Raya yang terkait dengan pengembangan wilayah, maka mulai tahun 1997/98 pengelolaannya diserahkan kepada Pemerintah Daerah Tingkat I.
Perluasan cakupan kegiatan-kegiatan dalam program penyelamatan hutan, tanah dan air akan terus berlangsung hingga akhir Repelita VI. Diharapkan sampai dengan tahun 1998/99 sebesar 10 persen dari ekosistem alam dapat disisihkan untuk keperluan pemeliharaan sumber alam dan lingkungan hidup yang disertai dengan terpeliharanya kawasan konservasi, hutan lindung, dan kawasan yang memiliki fungsi ekosistem khusus. Dalam tahun 1998/99 diharapkan leas kawasan konservasi alam akan bertambah seluas 6,5 juta hektare diikuti penunjukan 4 taman nasional baru, serta peningkatan koordinasi dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di wilayah Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
SUMBER;
https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4590033009607805970#editor/target=post;postID=8858732617189292700;onPublishedMenu=editor;onClosedMenu=editor;postNum=4;src=link
SUMBER;
https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4590033009607805970#editor/target=post;postID=8858732617189292700;onPublishedMenu=editor;onClosedMenu=editor;postNum=4;src=link
0 komentar:
Posting Komentar