Program Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup
Program ini bertujuan untuk mengurangi kemerosotan mutu dan fungsi lingkungan hidup perairan darat dan laut, tanah, dan udara yang disebabkan oleh makin meningkatnya kegiatan pembangunan. Dalam program ini terdapat bermacam-macam program aksi. Salah satunya yang penting, Program Kali Bersih (Prokasih) yang pertama kali dicanangkan pada tahun 1989/1990 bertujuan untuk meningkatkan kualitas air sungai, melalui penurunan beban pencemaran, dan peningkatan kapasitas kelembagaan pengendaliannya hingga tingkat daerah. Sampai dengan tahun 1997/98 lingkup kegiatan Prokasih sebanyak 37 ruas sungai telah melampaui sasaran Repelita VI sebanyak 35 ruas sungai di 17 propinsi yang meliputi Propinsi DI Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Jambi, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara dan Bali. Hasil terpenting dari pelaksanaan Prokasih ini adalah menurunnya beban pencemaran buangan limbah cair pada badan air sungai yang menunjukkan adanya peningkatan kesadaran masyarakat khususnya dunia usaha untuk ikut berperan serta dalam pengendalian pencemaran air sungai.
Disamping itu dalam usaha minimisasi limbah dilanjutkan pembinaan terhadap pengelolaan limbah industri kecil. Sampai dengan tahun keempat pelaksanaan Repelita VI telah dibangun Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) Terpadu di 3 (tiga) lokasi yaitu sentra penyamakan kulit di Garut, sentra pengolahan tapioka di Pati dan sentra produksi tempe di Sidoarjo.
Mulai tahun 1994/95 diterapkan strategi baru pengendalian pencemaran melalui pendekatan penaatan dan penegakan hukum dalam rangka meningkatkan kinerja pelaksanaan Prokasih, yaitu dengan memasyarakatkan hasil penilaian kinerja pengolahan limbah di tiap unit industri sebagai informasi publik. Hal tersebut dilaksanakan dengan penyebarluasan informasi kinerja pengelolaan limbah dari 270 unit industri melalui Program Peringkat (Proper) pada tahun 1996/97. Penentuan peringkat kinerja tersebut selain bertujuan untuk memperbesar pengurangan limbah, juga membantu industri dalam meningkatkan daya saingnya di dunia internasional. Upaya-upaya tersebut telah meningkatkan kesadaran dunia usaha untuk melakukan pengelolaan limbah industrinya secara lebih baik terutama dalam memenuhi baku mutu limbah yang ditetapkan. Atas keberhasilan program ini, dalam tahun 1996/97 Indonesia memperoleh penghargaan Leadership Award on Zero Emissions dari Universitas Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Dalam rangka pengendalian pencemaran udara, sejak tahun 1996/97 telah dilaksanakan Program Langit Biru. Dalam rangka itu, terutama untuk kegiatan pengendalian pencemaran udara dari sumber bergerak, telah dilaksanakan pemantauan emisi gas buang kendaraan bermotor di empat kota besar yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, dan Yogyakarta, yang disertai upaya untuk mendorong pemakaian bahan bakar gas dan bahan bakar minyak tanpa timah hitam (Pb). Untuk pengendalian pencemaran udara dari sumber tidak bergerak telah ditetapkan baku mutu emisi bagi empat jenis industri yaitu industri baja, industri semen, industri kertas dan pulp, serta pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar batubara. Sampai dengan tahun 1997/98 jumlah industri yang dipantau mencapai 54 industri. Upaya ini akan terus ditingkatkan utamanya pada kawasan perkotaan dan padat pembangunan.
Pengendalian pencemaran lainnya terns ditingkatkan terutama untuk mengendalikan dampak merugikan dari limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) yang makin besar jumlahnya. Secara keseluruhannya, sampai dengan tahun 1997/98, Pusat Pengolahan Limbah Industri-B3 (PPLI-B3) di Cileungsi Bogor telah mengolah sebanyak 68.362 ton limbah B3. Selain itu mulai tahun 1995/96 telah dilaksanakan kegiatan pemantauan terhadap penaatan pengelolaan limbah B3 melalui Program Kemitraan dalam Pengelolaan Limbah B3 (Kendali B3). Dalam empat tahun pelaksanaan Repelita VI sebanyak 199 industri di DKI Jaya, Jawa Barat, dan Jawa Timur telah menjadi peserta program tersebut. Selanjutnya dalam upaya untuk mengurangi perpindahan bahan pencemar B3 antar negara telah dikembangkan kerjasama internasional. Lokasi pendidikan dan pelatihan di Indonesia pengelolaannya dilaksanakan bersama dengan Cina untuk selanjutnya berfungsi sebagai Pusat Regional untuk Pelatihan dan Transfer Teknologi bagi kawasan Asia Pasifik. Tujuannya adalah untuk membantu negara-negara di kawasan ini agar dapat menerapkan Konvensi Basel tentang kegiatan minimisasi limbah dan pengawasan perpindahan limas batas limbah B3. Selain itu dikembangkan pula jaringan pemantauan aliran limbah B3 berikut pembangunan jaringan sistem tanggap daruratnya.
Upaya lain dalam pengendalian pencemaran lingkungan yang bersifat tidak langsung adalah kampanye produksi bersih (Produksih) dengan tujuan mengurangi atau mencegah terjadinya pencemaran lingkungan langsung dari sumbernya. Dalam kaitan dengan pendekatan produksi bersih, mulai tahun 1996 telah dikembangkan pendekatan nir emisi bagi industri pulp dan kertas, tekstil, dan pengolahan bahan kimia. Pendekatan yang bersifat sukarela ini berupaya untuk mengubah model linier dalam proses produksi suatu industri menjadi model terpadu, dengan menitikberatkan bahwa secara keseluruhan sumberdaya dalam proses produksi dapat memberikan manfaat dan tidak menghasilkan limbah (produksi bersih).
Sejalan dengan pengembangan produksi bersih juga dilaksanakan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan penerapan ekolabel. Pembentukan Lembaga Ekolabel Indonesia, penyusunan konsep standar dan kriteria ekolabel untuk produk kertas tisu dan kertas kemasan merupakan langkah awal dalam mendukung berkembangnya industri yang berwawasan lingkungan. Pada tahun 1996/97 telah dibentuk Komite Tenaga Ahli Ekolabel Indonesia yang bertugas merumuskan pokok-pokok kegiatan dan produk barang/ jasa yang diatur dalam program Ekolabel. Hal ini juga dilaksanakan sebagai antisipasi terhadap penerapan ISO seri 14000 oleh dunia usaha.
Upaya lain dalam pengendalian pencemaran juga dilaksanakan melalui sistem insentif. Pengembangan sistem insentif ini dilakukan melalui pemberian pinjaman lunak untuk pembangunan infrastruktur pengolahan limbah khususnya bagi industri berskala besar. Sistem insentif tersebut diharapkan dapat mendorong dunia usaha untuk Lebih mentaati baku mutu limbah dan emisi yang telah ditetapkan.
Dalam tahun 1998/99 upaya pengendalian pencemaran akan ditingkatkan dengan mengembangkan kapasitas pemerintah daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup, pengembangan prasarana pendukung pengendalian pencemaran terutama pencemaran udara, serta peningkatan upaya pengendalian kerusakan lingkungan dalam kawasan hutan dan dalam pembukaan lahan-lahan baru untuk kepentingan perkebunan maupun transmigrasi.
SUMBER;
https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4590033009607805970#editor/target=post;postID=8858732617189292700;onPublishedMenu=editor;onClosedMenu=editor;postNum=4;src=link
SUMBER;
https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4590033009607805970#editor/target=post;postID=8858732617189292700;onPublishedMenu=editor;onClosedMenu=editor;postNum=4;src=link
0 komentar:
Posting Komentar