Sejarah Berdirinya Koperasi Di Indonesia
Koperasi sebagai suatu sistem ekonomi, mempunyai kedudukan (politik) yang cukup kuat karena memiliki cantolan konstitusional, yaitu berpegang pada Pasal 33 UUD 1945, khususnya Ayat 1 yang menyebutkan bahwa ?Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan?. Dalam Penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha yang paling cocok dengan asas kekeluargaan itu adalah Koperasi. Tafsiran itu sering pula dikemukakan oleh Mohammad Hatta, yang sering disebut sebagai perumus pasal tersebut.
Koperasi sebagai suatu sistem ekonomi, mempunyai kedudukan (politik) yang cukup kuat karena memiliki cantolan konstitusional, yaitu berpegang pada Pasal 33 UUD 1945, khususnya Ayat 1 yang menyebutkan bahwa ?Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan?. Dalam Penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha yang paling cocok dengan asas kekeluargaan itu adalah Koperasi. Tafsiran itu sering pula dikemukakan oleh Mohammad Hatta, yang sering disebut sebagai perumus pasal tersebut.
Pada
Penjelasan konstitusi tersebut juga dikatakan, bahwa sistem ekonomi
Indonesia didasarkan pada asas Demokrasi Ekonomi, di mana produksi
dilakukan oleh semua dan untuk semua yang wujudnya dapat ditafsirkan
sebagai Koperasi.Dalam wacana sistem ekonomi dunia, Koperasi disebut
juga sebagai the third way, atau ?jalan ketiga?, istilah yang
akhir-akhir ini dipopulerkan oleh sosiolog Inggris, Anthony Giddens,
yaitu sebagai ?jalan tengah? antara kapitalisme dan sosialisme.Koperasi
diperkenalkan di Indonesia oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa
Tengah pada tahun 1896. Ia mendirikan Koperasi kredit dengan tujuan
membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. R. Aria
Wiriatmadja atau Tirto Adisuryo, yang kemudian dibantu pengembangannya
oleh pejabat Belanda dan akhirnya menjadi program resmi pemerintah.
Seorang pejabat pemerintah Belanda, yang kemudian menjadi sarjana
ekonomi, Booke, juga menaruh perhatian terhadap Koperasi. Atas dasar
tesisnya, tentang dualisme sosial budaya masyarakat Indonesia antara
sektor modern dan sektor tradisional, ia berkesimpulan bahwa sistem
usaha Koperasi lebih cocok bagi kaum pribumi daripada bentuk badan-badan
usaha kapitalis.
Pandangan
ini agaknya disetujui oleh pemerintah Hindia Belanda sehingga
pemerintah kolonial itu mengadopsi kebijakan pembinaan Koperasi.Meski
Koperasi tersebut berkembang pesat hingga tahun 1933-an, pemerintah
Kolonial Belanda khawatir Koperasi akan dijadikan tempat pusat
perlawanan, namun Koperasi menjamur kembali hingga pada masa pendudukan
Jepang dan kemerdekaan. Pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan Koperasi
di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya.
Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.Bung Hatta
meneruskan tradisi pemikiran ekonomi sebelumnya. Ketertarikannya kepada
sistem Koperasi agaknya adalah karena pengaruh kunjungannya ke
negara-negara Skandinavia, khususnya Denmark, pada akhir tahun 1930-an.
Walaupun
ia sering mengaitkan Koperasi dengan nilai dan lembaga tradisional
gotong-royong, namun persepsinya tentang Koperasi adalah sebuah
organisasi ekonomi modern yang berkembang di Eropa Barat. Ia pernah juga
membedakan antara ?Koperasi sosial? yang berdasarkan asas gotong
royong, dengan ?Koperasi ekonomi? yang berdasarkan asas-asas ekonomi
pasar yang rasional dan kompetitif.Bagi Bung Hatta, Koperasi bukanlah
sebuah lembaga yang antipasar atau nonpasar dalam masyarakat
tradisional. Koperasi, baginya adalah sebuah lembaga self-help lapisan
masyarakat yang lemah atau rakyat kecil untuk bisa mengendalikan pasar.
Karena itu Koperasi harus bisa bekerja dalam sistem pasar, dengan cara
menerapkan prinsip efisiensi. Koperasi juga bukan sebuah komunitas
tertutup, tetapi terbuka, dengan melayani non-anggota, walaupun dengan
maksud untuk menarik mereka menjadi anggota Koperasi, setelah merasakan
manfaat berhubungan dengan Koperasi.
Dengan
cara itulah sistem Koperasi akan mentransformasikan sistem ekonomi
kapitalis yang tidak ramah terhadap pelaku ekonomi kecil melalui
persaingan bebas (kompetisi), menjadi sistem yang lebih bersandar kepada
kerja sama atau Koperasi, tanpa menghancurkan pasar yang kompetitif itu
sendiri.Dewasa ini, di dunia ada dua macam model Koperasi. Pertama,
adalah Koperasi yang dibina oleh pemerintah dalam kerangka sistem
sosialis. Kedua, adalah Koperasi yang dibiarkan berkembang di pasar oleh
masyarakat sendiri, tanpa bantuan pemerintah. Jika badan usaha milik
negara merupakan usaha skala besar, maka Koperasi mewadahi usaha-usaha
kecil, walaupun jika telah bergabung dalam Koperasi menjadi badan usaha
skala besar juga. Di negara-negara kapitalis, baik di Eropa Barat,
Amerika Utara dan Australia, Koperasi juga menjadi wadah usaha kecil dan
konsumen berpendapatan rendah. Di Jepang, Koperasi telah menjadi wadah
perekonomian pedesaan yang berbasis pertanian.
Di
Indonesia, Bung Hatta sendiri menganjurkan didirikannya tiga macam
Koperasi. Pertama, adalah Koperasi konsumsi yang terutama melayani
kebutuhan kaum buruh dan pegawai. Kedua, adalah Koperasi produksi yang
merupakan wadah kaum petani (termasuk peternak atau nelayan). Ketiga,
adalah Koperasi kredit yang melayani pedagang kecil dan pengusaha kecil
guna memenuhi kebutuhan modal. Bung Hatta juga menganjurkan
pengorganisasian industri kecil dan Koperasi produksi, guna memenuhi
kebutuhan bahan baku dan pemasaran hasil.Menurut Bung Hatta, tujuan
Koperasi bukanlah mencari laba yang sebesar-besarnya, melainkan melayani
kebutuhan bersama dan wadah partisipasi pelaku ekonomi skala kecil.
Tapi, ini tidak berarti, bahwa Koperasi itu identik dengan usaha skala
kecil. Koperasi bisa pula membangun usaha skala besar berdasarkan modal
yang bisa dikumpulkan dari anggotanya, baik anggota Koperasi primer
maupun anggota Koperasi sekunder. Contohnya adalah industri tekstil yang
dibangun oleh GKBI (Gabungan Koperasi Batik Indonesia) dan berbagai
Koperasi batik primer.
Karena
kedudukannya yang cukup kuat dalam konstitusi, maka tidak sebuah
pemerintahpun berani meninggalkan kebijakan dan program pembinaan
Koperasi. Semua partai politik, dari dulu hingga kini, dari Masyumi
hingga PKI, mencantumkan Koperasi sebagai program utama. Hanya saja
kantor menteri negara dan departemen Koperasi baru lahir di masa Orde
Baru pada akhir dasarwarsa 1970-an. Karena itu, gagasan sekarang untuk
menghapuskan departemen Koperasi dan pembinaan usaha kecil dan menengah,
bukan hal yang mengejutkan, karena sebelum Orde Baru tidak dikenal
kantor menteri negara atau departemen Koperasi. Bahkan, kabinet-kabinet
yang dipimpin oleh Bung Hatta sendiri pun tidak ada departemen atau
menteri negara yang khusus membina Koperasi.
Pasang-surut
Koperasi di IndonesiaKoperasi di Indonesia dalam perkembangannya
mengalami pasang dan surut. Sebuah pertanyaan sederhana namun
membutuhkan jawaban njelimet, terlontar dari seorang peserta. ?Mengapa
jarang dijumpai ada Koperasi yang bertumbuh menjadi usaha besar yang
menggurita, layaknya pelaku ekonomi lain, yakni swasta (konglomerat) dan
BUMN? Mengapa gerakan ini hanya berkutat dari persoalan yang satu ke
persoalan lain, dan cenderung stagnan alias berjalan di tempat? Mengapa
Koperasi sulit berkembang di tengah ?habitat? alamnya di Indonesia??
Inilah sederet pertanyaan yang perlu dijadikan bahan perenungan.Padahal,
upaya pemerintah untuk ?memberdayakan? Koperasi seolah tidak pernah
habis. Bahkan, bila dinilai, mungkin amat memanjakan.
Berbagai paket program bantuan dari pemerintah seperti kredit program: KKop, Kredit Usaha Tani (KUT), pengalihan saham (satu persen) dari perusahaan besar ke Koperasi, skim program KUK dari bank dan Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang merupakan kredit komersial dari perbankan, juga ?paket program? dari Permodalan Nasional Madani (PNM), terus mengalir untuk memberdayakan gerakan ekonomi kerakyatan ini. Tak hanya bantuan program, ada institusi khusus yang menangani di luar Dekopin, yaitu Menteri Negara Urusan Koperasi dan PKM (Pengusaha Kecil Menengah), yang seharusnya memacu gerakan ini untuk terus maju. Namun, kenyataannya, Koperasi masih saja melekat dengan stigma ekonomi marjinal, pelaku bisnis yang perlu dikasihani, pelaku bisnis ?pupuk bawang?, pelaku bisnis tak profesional.Masalah tersebut tidak bisa dilepaskan dari substansi Koperasi yang berhubungan dengan semangat. Dalam konteks ini adalah semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Jadi, bila Koperasi dianggap kecil, tidak berperan, dan merupakan kumpulan serba lemah, itu terjadi karena adanya pola pikir yang menciptakan demikian.Singkatnya, Koperasi adalah untuk yang kecil-kecil, sementara yang menengah bahkan besar, untuk kalangan swasta dan BUMN.
Berbagai paket program bantuan dari pemerintah seperti kredit program: KKop, Kredit Usaha Tani (KUT), pengalihan saham (satu persen) dari perusahaan besar ke Koperasi, skim program KUK dari bank dan Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang merupakan kredit komersial dari perbankan, juga ?paket program? dari Permodalan Nasional Madani (PNM), terus mengalir untuk memberdayakan gerakan ekonomi kerakyatan ini. Tak hanya bantuan program, ada institusi khusus yang menangani di luar Dekopin, yaitu Menteri Negara Urusan Koperasi dan PKM (Pengusaha Kecil Menengah), yang seharusnya memacu gerakan ini untuk terus maju. Namun, kenyataannya, Koperasi masih saja melekat dengan stigma ekonomi marjinal, pelaku bisnis yang perlu dikasihani, pelaku bisnis ?pupuk bawang?, pelaku bisnis tak profesional.Masalah tersebut tidak bisa dilepaskan dari substansi Koperasi yang berhubungan dengan semangat. Dalam konteks ini adalah semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Jadi, bila Koperasi dianggap kecil, tidak berperan, dan merupakan kumpulan serba lemah, itu terjadi karena adanya pola pikir yang menciptakan demikian.Singkatnya, Koperasi adalah untuk yang kecil-kecil, sementara yang menengah bahkan besar, untuk kalangan swasta dan BUMN.
Di
sinilah terjadinya penciptaan paradigma yang salah. Hal ini mungkin
terjadi akibat gerakan Koperasi terlalu sarat berbagai embel-embel,
sehingga ia seperti orang kerdil yang menggendong sekarung beras di
pundaknya. Koperasi adalah ?badan usaha?, juga ?perkumpulan orang?
termasuk yang ?berwatak sosial?. Definisi yang melekat jadi memberatkan,
yakni ?organisasi sosial yang berbisnis? atau ?lembaga ekonomi yang
mengemban fungsi sosial.?Berbagai istilah apa pun yang melekat, sama
saja, semua memberatkan gerakan Koperasi dalam menjalankan visi dan misi
bisnisnya. Mengapa tidak disebut badan usaha misalnya, sama dengan
pelaku ekonomi-bisnis lainnya, yakni kalangan swasta dan BUMN, sehingga
ketiganya memiliki kedudukan dan potensi sejajar. Padahal, persaingan
yang terjadi di lapangan demikian ketat, tak hanya sekadar pembelian
embel-embel. Hanya kompetisi ketat semacam itulah yang membuat mereka
bisa menjadi pengusaha besar yang tangguh dan profesional.
Para pemain ini akan disaring secara alami, mana yang efisien dalam menjalankan bisnis dan mereka yang akan tetap eksis.Koperasi yang selama ini diidentikkan dengan hal-hal yang kecil, pinggiran dan akhirnya menyebabkan fungsinya tidak berjalan optimal. Memang pertumbuhan Koperasi cukup fantastis, di mana di akhir tahun 1999 hanya berjumlah 52.000-an, maka di akhir tahun 2000 sudah mencapai hampir 90.000-an dan di tahun 2007 ini terdapat Koperasi di Indonesia. Namun, dari jumlah yang demikian besar itu, kontribusinya bagi pertumbuhan mesin ekonomi belum terlalu signifikan. Koperasi masih cenderung menempati ekonomi pinggiran (pemasok dan produksi), lebih dari itu, sudah dikuasai swasta dan BUMN. Karena itu, tidak aneh bila kontribusi Koperasi terhadap GDP (gross domestic product) baru sekitar satu sampai dua persen, itu adalah akibat frame of mind yang salah.Di Indonesia, beberapa Koperasi sebenarnya sudah bisa dikatakan memiliki unit usaha besar dan beragam serta tumbuh menjadi raksasa bisnis berskala besar. Beberapa Koperasi telah tumbuh menjadi konglomerat ekonomi Indonesia, yang tentunya tidak kalah jika dibandingkan dengan perusahaan swasta atau BUMN yang sudah menggurita, namun kini banyak yang sakit. Omzet mereka mencapai milyaran rupiah setiap bulan. Konglomerat yang dimaksud di sini memiliki pengertian: Koperasi yang bersangkutan sudah merambah dan menangani berbagai bidang usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak dan merangsek ke berbagai bidang usaha-bisnis komersial
Para pemain ini akan disaring secara alami, mana yang efisien dalam menjalankan bisnis dan mereka yang akan tetap eksis.Koperasi yang selama ini diidentikkan dengan hal-hal yang kecil, pinggiran dan akhirnya menyebabkan fungsinya tidak berjalan optimal. Memang pertumbuhan Koperasi cukup fantastis, di mana di akhir tahun 1999 hanya berjumlah 52.000-an, maka di akhir tahun 2000 sudah mencapai hampir 90.000-an dan di tahun 2007 ini terdapat Koperasi di Indonesia. Namun, dari jumlah yang demikian besar itu, kontribusinya bagi pertumbuhan mesin ekonomi belum terlalu signifikan. Koperasi masih cenderung menempati ekonomi pinggiran (pemasok dan produksi), lebih dari itu, sudah dikuasai swasta dan BUMN. Karena itu, tidak aneh bila kontribusi Koperasi terhadap GDP (gross domestic product) baru sekitar satu sampai dua persen, itu adalah akibat frame of mind yang salah.Di Indonesia, beberapa Koperasi sebenarnya sudah bisa dikatakan memiliki unit usaha besar dan beragam serta tumbuh menjadi raksasa bisnis berskala besar. Beberapa Koperasi telah tumbuh menjadi konglomerat ekonomi Indonesia, yang tentunya tidak kalah jika dibandingkan dengan perusahaan swasta atau BUMN yang sudah menggurita, namun kini banyak yang sakit. Omzet mereka mencapai milyaran rupiah setiap bulan. Konglomerat yang dimaksud di sini memiliki pengertian: Koperasi yang bersangkutan sudah merambah dan menangani berbagai bidang usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak dan merangsek ke berbagai bidang usaha-bisnis komersial
Landasan Koperasi Indonesia
Di
samping melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi
yang berlaku secara universal, keberadaan koperasi Indonesia adalah juga
berdasarkan landasan idiil, yaitu Pancasila dan landasan struktural,
yaitu Undang-Undang Dasar 1945.
Fungsi dan Peran Koperasi
1. Fungsi Koperasi antara lain adalah:
- Memenuhi kebutuhan anggota untuk memajukan kesejahteraannya;
- Membangun sumber daya anggota dan masyarakat;
- Mangembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota;
- Mengembangkan aspirasi ekonomi anggota dan masyarakat di lingkungan kegiatan koperasi;
- Membuka peluang kepada anggotanya untuk mengaktualisasikan diri dalam bidang ekonomi secara optimal.
2. Peran Koperasi antara lain adalah sebagai:
- Wadah peningkatan tarat hidup dan ketangguhan berdaya saing para anggota koperasi dan masyarakat di lingkungannya;
- Bagian integral dari sistem ekonomi nasional;
- Pelaku stategis dalam sistem ekonomi rakyat;
- Wadah pencerdasan anggota dan masyarakat di lingkungannya.
0 komentar:
Posting Komentar