BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pegawai
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Muhammad Ali), kata pegawai
berarti orang yang bekerja pada pemerintah (Perusahaan dan sebagainya) Sedangkan
negeri berarti “negara“ atau “pemerintah“ Jadi pegawai negeri adalah orang yang
bekerja pada pemerintah atau negara“. Di dalam Undang-Undang Nomor 8/1974
tentang pokok-pokok kepegawaian memberikan dua perumusan Pegawai Negeri.
- Dinyatakan pada pasal 3 undang-undang Nomor 8/1974 yang menyatakan: Pegawai Negeri adalah unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi masyarakat yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, UndangUndang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah dan pembangunan.
- Terdapat pada pasal 1 sub a Undang-Undang Nomor 8/1947 tentang pokokpokok kepegawaian, merumuskan pegawai negeri sebagai berikut: “Pegawai Negeri adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan disetai tugas negara lainnya, yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Dari rumusan di atas, terdapat unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh
seseorang agar dapat disebut Pegawai Negeri yaitu, seseorang yang memenuhi syaratsyarat
sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundangan yang berlaku, diangkat
oleh pejabat yang berwenang, diserahi tugas dalam sesuatu jabatan negeri atau tugas negara lainnya, digaji menurut peraturan perundangan yang berlaku.
(http://irend.wordpress.com/2008/11/28/korps-pegawai-republikindonesia-sebagai
wadah-penghimpun-pegawai-negeri-sipil-meningkatkanmutu-pelayanan-publik/
diakses pada tanggal 19 Januari 2010 pukul 20:57 WIB)
2.2. Konsumsi dan Gaya Hidup
Konsumsi dipandang dalam sosiologi bukan sebagai sekedar pemenuhan
kebutuhan yang bersifat fisik dan biologis manusia tetapi berkaitan kepada aspekaspek
sosial budaya. Konsumsi berhubungan dengan masalah selera,identitas, atau
gaya hidup. Sosiologi memandang selera sebagai sesuatu yang dapat berubah,
difokuskan pada kualitas simbolik dari barang, dan tergantungan pada persepsi
tentang selera dari orang lain. Selera merupakan pengikat kelompok dalam (ingroup).
Aktor-aktor kolektif atau kelompok status, berkompetisi dalam penggunaan
barang-barang simbolik. Keberhasilan dalam berkompetisi ditandai dengan
kemampuan untuk memonopoli sumber-sumber budaya, akan meningkatkan prestise
dan solidaritas kelompok dalam (Weber dalam Damzar 2002:136).
Konsumsi terhadap barang merupakan landasan bagi penjenjangan dari
kelompok status yang dibedakan dari kelas yang landasan penjenjangannya adalah
hubungan terhadap produksi dan perolehan barang-barang. Situasi kelas ditentukan
secara murni ekonomi sedangkan situasi status ditentukan oleh penghargaan sosial
terhadap kehormatan. Misalnya, pada beberapa masyarakat pedesaan indonesia
memberikan penghargaan sosial yang lebih tinggi pada kelompok status guru
dibandingkan kelompok status pedagang; meskipun secara ekonomi yang disebut
terakhir mempunyai penghasilan yang lebih tinggi, terjadi tumpang tindih antara kelas dan kelompok status. Hal itu disebabkan kelompok status tertentu mempunyai
peluang yang lebih untuk masuk pada pperolehan pendapatan yang lain. Kembali
kepada kasus kelompok status guru di pedesaan, banyak di antara mereka mempunyai
pekerjaan sampingan, menjadi pedagang misalnya. Mereka cenderung lebih berhasil
melakukan aktivitas berdagang dibandingkan pedagang tulen. Karena masyarakat
desa menganggap guru sebagai orang jujur dan pendidik masyarakat maka guru
dianggap tidak akan mungkin melakukan penipuan seperti mengubah standar
timbangan.
2.3 Antropologi dan Teori Motivasi
Seperti telah diketahui bahwa antropologi adalah ilmu yang mempelajari
manusia sebagai individu yang mempunyai jati diri yang khas. Telah dimaklumi pula
bahwa istilah antropologi berasal dari dua suku kata dalam Bahasa Yunani, yaitu
antropos yangberarti manusia dan logos yang berarti ilmu. Berbagai hal tentang
manusia sebagai individu seperti karateristik biografikalnya, lingkungannya, latar
belakang pendidikannya, latar belakang sosialnya merupakan ruang lingkup studi
ilmu ini yang bermuara pada pengenalan karateristik personal orang yang
bersangkutan yang sifatnya khas itu. Karakteristik personal dari orang itulah yang
kemudian tercermin dalam perilaku dan tindak tanduknya yang didasarkan pada
persepsi tertentu.
Aplikasinya secara tepat akan berakibat pada penggunaan teknik motivasi
tertentu. Persepsi seseorang tentang skala prioritas pemenuhan kebutuhan adalah
salah satu contoh. Dengan berbagai alasan yang didasarkan pada persepsi dan
harapan tertentu, tidak mustahil menemukan pemuasaan kebutuhan primer sebagai ukuran keberhasilannya berkarya. Artinya, jika dalam skala prioritas seseorang
pemuasaan kebutuhan yang bersifat kebendaan ditempatkan pada tingkat pertama,
dalam kehidupan organisasionalnya imbalan berupa penghasilan akan dijadikannya
sebagai pertimbangan utama. Lain halnya jika pada skala prioritas pemuasan
kebutuhan non materiil pada peringkat terasa. Peranan uang baginya menjadi
sekunder dan faktor-faktor motivasional lainnya yang akan memegang peranan yang
lebih penting. (Siagian, 2004:52)
2.4 Teori Harapan
Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “work and Motivation”
mengetengahkan suatu teori yang disebut sebagai : Teori Harapan”. Menurut teori ini,
motivasi merupakan akibat dari suatu hasil yang dicapai oleh tindakannya akan
mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat
menginginkan sesuatu, dan jalan nampaknya terbuka untuk memperolehnya yang
bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.
Dinyatakan dengan cara yang seseorang menginginkan sesuatu dan harapan
untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong
untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh
hal yang diinginkannya itu tipis, motivasi untuk berupaya pun akan menjadi rendah.
(Sondang 1995:292 dalam Sitompul 1995:16 )
2.5 Kondisi Status Sosial-Ekonomi Masyarakat
Setiap individu yang masih bayi dilahirkan dalam status sosial yang dimiliki
orangtuanya. Jika ia tidak mau menerima kedudukan sosial yang diwariskan dan mau
mencari kedudukan yang lebih tinggi harus memperhitungkan dua hal yaitu bakat kemampuannya dan jalan yang sesuai dengan bakatnya untuk ditempuh melewati
jenjang-jenjang sosial (vertikal) menuju pada strata kedudukan sosial yang lebih
tinggi. Kenyataan membuktikan, bahwa tidak sedikit anak yang berhasil meraih
kedudukan sosial yang lebih tinggi dati pada kedudukan orangtuanya. Apa yang
dicapai inilah berkat apa yang disebut dengan prestasi individu (Ishomuddin,
2005:295).
Kedudukan (status) seseorang atau kedudukan yang melekat padanya dapat
terlihat pada kehidupan sehari-harinya melalui ciri-ciri tertentu yang dinamakan
prestise-simbol (status-symbol). Ciri-ciri tersebut seolah-olah sudah menjadi bagian
hidupnya yang telah institutionalized atau bahkan internalized. Ada beberapa ciri-ciri
tertentu yang dianggap sebagai status symbol, seperti cara berpakaian, pergaulan, cara
mengisi waktu senggang, memilih tempat tinggal, cara dan corak menghias rumah
kediaman dan seterusnya (Soekanto, 2001:267).
Kehidupan manusia secara wajar, telah dilihat dari segi tingkat pendapatannya
serta besar jumlah uang yang dikonsumsikan juga tidak terlepas dari posisi didalam
pergaulan hidup masyarakat. Sebab tingkat hidup seseorang juga mempengaruhi
pergaulan hidup di dalam lingkungan. Dalam hidup, manusia memiliki seperangkat
nilai yang telah tertanam didalam dirinya. Suatu nilai adalah suatu konsep abstrak
dalam diri manusia mengenai apa yang baik dan apa yang dianggapnya buruk. Yang
baik akan dianutnya sedangkan yang buruk akan dihindarinya. Sistem nilai-nilai akan
timbul atas dasar pengalaman-pengalaman manusia di dalam berinteraksi yang
kemudian membentuk pergaulan hidup, oleh karena :
- Nilai-nilai abstraksi dari pengalaman-pengalaman pribadi seseorang
- Nilai-nilai tersebut senantiasa diisi dan bersifat dinamis
- Nilai-nilai merupakan kriteria untuk mencapai tujuan hidup yang terwujud dalam prikelakuan (Soejono Soekanto dalam Simarmata 2001)
2.6 Teori Pilihan Rasional
Teori pilihan rasional memusatkan pada aktor. Aktor dipandang sebagai
manusia yang mempunyai tujuan atau mempunyai maksud. Artinya aktor mempunyai
dan tindakannya tertuju pada upaya untuk mencapai tujuan itu. Aktor dipandang
mempunyai pilihan (atau nilai, keperluan). Teori pilihan rasional tak menghiraukan
apa yang menjadi pilihan atau apa yang menjadi sumber pilihan aktor yang penting
adalah kenyataan bahwa tindakan dilakukan untuk mencapai tujuan yang sesuai
dengan tingkatan pilihan aktor. Meski teori pilihan rasional berawal dari tujuan atau
maksud aktor, namun teori ini memperhatikan sekurang-kurangnya dua pemaksa
utama tindakan. Pertama adalah keterbatasan sumber, aktor mempunyai sumber yang
berbeda maupun akses yang berbeda terhadap sumber daya yang lain. Bagi aktor
yang mempunyai sumber daya yang besar, pencapaian tujuan mungkin relatif mudah.
Tetapi, bagi aktor yang mempunyai sumber daya sedikit, pencapaian tujuan mungkin
sukar atau mustahil sama sekali (Ritzer & Goodman, 2007:357 ).
Ide dasar aliran pemikiran ini dapat dirujuk kepada tiga proposisi utama yang
diajukan oleh (Swedberg & Granovetter 1992:619), tindakan ekonomi adalah suatu
bentuk dari tindakan sosial, tindakan ekonomi disituasikan secara sosial, institusiinstitusi
ekonomi dikonstruksi secara sosial.
Ketiga proposisi tersebut berakar dari pemikiran weber yang dikembangkan secara lebih luas tajam oleh Swedberg dan,
granovetter. Memahami tindakan ekonomi sebagai bentuk dari tindakan sosial dapat
dirujuk kepada konsep tindakan sosial yang diajukan Weber. Bagi Weber, dunia
sebagaimana kita saksikan terwujud karena tindakan sosial.
Manusia melakukan sesuatu karena mereka memutuskan untuk melakukan itu
untuk mencapai apa yang mereka kehendaki. Setelah memiih sasaran, mereka
memperhitungkan keadaan, kemudian memilih tindakan. Struktur sosial adalah
produk (hasil) tindakan itu. Cara hidup adalah produk dari pilihan yang dimotivasi.
Keadaan sosial yang tercipta karena tindakan itu menjadi hambatan sebagai kekuatan
struktural, tetapi bagaimanapun tindakan sejatinya tetap mental yang dipilih dalam
persepsi pelaku dari hambatan srtuktural itu. Memahami realitas sosial yang
dihasilkan oleh tindakan itu berarti menjelaskan mengapa manusia menentukan
pilihan. Teori-teori sosiologi bukanlah teori-teori mengenai system social, yang
memiliki dinamikanya sendiri, melainkan mengenai makna di balik tindakan.
Tipe-tipe
tindakan sosial: tindakan tradisional, tindakan afektif, tindakan berorientasi nilai,
atau penggunaan rasionalitas nilai, tindakan berorientasi tujuan, atau penggunaan
rasionalitas instrumental. Misalnya, “Saya melakukan ini karena saya selalu
melakukannya”, “Apa boleh buat saya lakukan”, “Yang saya tahu hanya melakukan
ini”, Tindakan ini paling efisien untuk mencapai tujuan ini, dan inilah cara terbaik
untuk mencapainya”. (http://ferarashekill.blogspot.com/2009/08/bab-1-pendahuluansebagaimana-kita.html
di akses pada tanggal 10 Januari 2010 pukul : 20:18 WIB). Tindakan ekonomi dapat di pandang sebagai suatu tindakan sosial sejauh
tindakan tersebut memperhatikan tingkah laku orang lain. Memberikan perhatian ini
dilakukan secara sosial dalam berbagai cara misalnya memperhatiakn orang lain,
berbincang dengan mereka, berpikir tentang mereka, dan memberi senyum kepada
mereka. Lebih jauh Weber menjelaskan bahwa aktor selalu mengarahkan tindakannya
kepada perilaku orang orang lain melalui makna-makna yang terstruktur. Itu berarti
bahwa aktor menginterpresikan (verstehen) kebiasan-kebiasaan, adat, dan normanorma
yang dimiliki, dalam sistem hubungan sosial yang sedang berlangsung (Weber
1964:112).
Adanya kelompok formal dan informal yaitu suatu gejala yang menarik
perhatian banyak ilmuwan sosial ialah adanya keterkaitan antara kelompok formal
dan informal. Segera setelah seseorang menjadi anggota organisasi formal seperti
sekolah, universitas, perusahaan atau kantor, ia sering mulai menjalin hubungan
persahabatan dengan anggota lain dalam organisai formal tersebut sehingga dalam
organisasi formal akan terbentuk berbagai kelompok informal, seperti kelompok
teman sebaya, kelompok yang tempat tinggalnya berdekatan, kelompok yang
bertugas dalam satu bagian kantor yang sama, kelompok yang lulus dari perguruan
tinggi sama, kelompok yang lulus sekolah seangkatan dan sebagainya. Dalam
tindakan ekonomi adanya etika subsistensi, muncul dari kekhawatiran akan
mengalami kekurangan pangan dan merupakan konsekuensi dari satu kehidupan yang
begitu dekat dengan garis dari krisis subsitensi (James Scott dalam Damzar 2002:
1976).
2.7 Mobilitas Sosial
Mobilitas sosial menunjukan pada perpindahan individu-individu dari satu
status sosial ke status sosial yang lain. Perpindahan ini bisa naik bisa turun, atau tetap
pada tingkat yang sama tetapi dalam pekerjaan yang berbeda (Bruce J. Cohen dalam
Ishomuddin,2005:293). Tipe-tipe gerak sosial yang prinsipil ada dua macam, yaitu
gerak sosial yang horizontal dan vertikal.
1. Mobilitas sosial vertikal adalah perpindahan individu atau objek sosial dari
kedudukan sosial kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Mobilitas
osial vertikal sendiri terdiri dari:
a) Gerak sosial vertikal yang naik mempunyai dua bentuk utama, yaitu:
- Masuknya individu-individu yang mempunyai kedudukan rendah ke dalam kedudukan yang lebih tinggi.
- Pembentukan suatu kelompok baru, yang kemudian ditempatan pada derajat yang lebih tinggi dari kedudukan individu-individu pembentukan kelompok tersebut.
b) Gerak sosial vertikal yang menurun mempunyai dua bentuk utama, yaitu:
- Turun kedudukan individu ke kedudukan yang lebih rendah derajatnya,
- Turunnya derajat sekelompok individu yang dapat berupa disintegrasi kelompok sebagai kesatuan (Soekanto, 2001:275).
2. Mobilitas sosial horizontal adalah perpindahan individu atau objek-objek
sosial lainnya dari sutau kelompok sosial yang satu ke kelompok sosial
lainnya yang sederajat. Dalam mobilitas horizontal tidak ada perubahan dalam
derajat status seseorang atau objek sosial lainnya. Horton dan Hunt menerangkan ada 2 faktor yang mempengaruhi tingkat
mobilitas pada masyarakat modern, yaitu:
- Faktor struktur, yaitu jumlah relatif dari kedudukan tinggi yang bisa dan harus diisi serta kemudahan untuk memperolehnya.
- Faktor individu, yaitu kualitas orang per orang, baik di tinjau dari segi tingkat pendidikannya, penampilannya, keterampilan pribadi dan termasuk faktor kesempatan yang menentukan siapa yang berhasil mencapai kedudukan itu.
Mobilitas juga di bagi menjadi 2 yaitu:
- Mobilitas intragenerasi yang mengacu pada mobilitas sosial yang dialami seseorang dalam masa hidupnya. Misalnya dari status asisten dosen menjadi guru besar, atau perwira pertama yang menjadi perwira tinggi.
- Mobilitas antar generasi yang mengacu pada perbedaan status yang dicapai seseorang dengan status orang tuanya. Misalnya anak tukang sepatu berhasil menjadi Insinyur (Kartika, 2010:19).
2.8 Defenisi Konsep
Untuk memudahkan penelitian ini digunakan beberapa konsep yaitu :
- Diversifikasi adalah bagaimana cara kita dalam menempatan investasi atau pekerjaan kita yang lainnya di bidang yang berbeda-beda.
- Okupasi adalah jenis atau pekerjaan yang dimiliki seseorang.
- Strategi adalah suatu prosedur yang mempunyai alternatif-alternatif pada berbagai tahap atau langkah ( Soekanto, 1983:484). Strategi yang dimaksud adalah langkah tepat yang digunakan dalam memenuhi kebutuhan sekunder setelah kebutuhan primer.
- Status adalah merupakan perwujudan atau pencerminan dari hak dan kewajiban individu dalam tingkah lakunya. Status sering juga disebut sebagai kedudukan atau posisi, peringkat seseorang dalam kelompok masyarakat.
- Sosial Ekonomi adalah kehidupan perekonomian masyarakat sebagai kedudukan atau posisi dalam peningkatan taraf kehidupan di masyarakat.
- Pegawai Negri Sipil adalah salah satu jenis Kepegawaian Negeri di samping Anggota TNI dan Anggota Polri (UU No 43 Th.1999). Pengertian Pegawai Negeri adalah warga negara RI yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 1 ayat 1 UU 43/1999).
- Subsitensi adalah memenuhi kebutuhan sekunder setelah terpenuhinya kebutuahan primer. Universitas Sumatera Utara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar