Seni Lukis Kaligrafi Islam

Posted By frf on Minggu, 23 Oktober 2016 | 16.02.00

Seni Lukis Kaligrafi Islam
Kaligrafi di wilayah Timur (eastern) perkembangannya lebih pesat dibanding dengan wilayah Barat (western). Ada tiga jenis kaligrafi yang menonjol di dunia, yaitu kaligrafi Islam/Arab, kaligrafi Cina dan kaligrafi Jepang. Namun yang paling menonjol dan berkembang adalah kaligrafi Islam/Arab. 

Kaligrafi Islam/Arab ini diciptakan dan dikembangkan oleh kaum Muslim sejak kedatangan Islam, kemudian berkembang pesat sejak bangsa Arab memeluk agama Islam. Dapat dikatakan bahwa kaligrafi berkembang bersamaan dengan mulai dikenalnya huruf. Pada tahun 3.500 SM, orang Mesir menciptakan Hieroglyphics yang berarti simbol-simbol berupa gambar yang berfungsi menyerupai huruf. 

Kaligrafi merupakan tulisan tangan yang indah sebagai hiasan. Definisi kaligrafi semacam itu sangatlah umum, maka kaligrafi dipersempit lingkupnya menjadi kaligrafi Islam. Sekilas kaligrafi Arab juga tepat, namun apabila diteliti lebih dalam, ternyata Arab tidak identik dengan Islam. Kaligrafi Islam merupakan bahasa yang paling tepat untuk mengidentikkan kaligrafi dengan Islam. Kaligrafi Islam menggunakan bahasa Arab. Sebagai bahasa yang memiliki karakter huruf yang lentur dan artistik, huruf Arab menjadi bahan yang sangat kaya untuk penulisan kaligrafi. 

Kaligrafi Islam sangat berkaitan dengan Al-Qur’an dan Hadist, karena sebagian besar tulisan indah dalam bahasa Arab menampilkan ayat-ayat Al-Qur’an atau Hadist Nabi Muhammad SAW. 

Berhubungan dengan perspektif kaligrafi sebagai huruf yang menjadi simbol penulisan atau kata, maka perlu diketahui terlebih dahulu fungsi dari huruf atau aksra itu sendiri. Secara sederhana ada tiga fungsi aksara. Pertama fungsi spiritual, kedua fungsi praktis, dan yang ketiga fungsi estetis. 

Pada fungsi spiritual, huruf diperlakukan sebagai benda sakral. Seperti diketahui bahwa pada awal kelahirannya yang mempunyai wewenang untuk mempergunakan tulisan hanya komunitas tertentu saja. Di India misalnya, pada masa kekastaan masih ketat dijalankan, aksara hanya boleh dipergunakan oleh Kasta Brahmana dan Kasta Ksatria saja. Anggapan suci terhadap huruf ini terdapat dalam berbagai agama dan kepercayaan. Sebagai benda sakral, wujud huruf adalah media untuk menyatukan diri dengan Yang Maha Kuasa. 

Fungsi yang kedua dari aksara adalah fungsi praktis. Disini aksara diperlakukan sebagai alat komunikasi. Sebagai alat komunikasi tentu saja mempunyai persyaratan yaitu mudah untuk dibaca. Walaupun ada persyaratan seperti itu, namun karena manusia tidaklah lepas dari keinginan untuk membubuhkan segi estetis. Unsur inilah yang melahirkan berbagai gaya dalam tulisan. Dan inilah sebenarnya yang dinamakan kaligrafi murni, dimana tulisan indah yang dibuat sesuai dengan kaidah baku. 

Persyaratan mudah dibaca tergeser oleh dominasi fungsi ketiga dari aksara, yaitu segi estetis. Berbeda dengan tulisan kaidah baku (kaligrafi murni), maka dalam lukisan kaligrafi, dominasi segi estetis melebihi kebutuhan akan keterbacaan, bahkan ada yang lepas sama sekali dari kaidah dan fungsi huruf sebagai alat komunikasi. 

Kaligrafi Islam memberikan kontribusi yang besar bagi perkembangan seni rupa di dunia. Sir Thomas Arnold dan Alfred Guillaume, dalam buku The Legacy of Islam yang terbit untuk pertama kali pada tahun 1931 (Abay D Subarna, 2007) menjelaskan bahwa kaligrafi pada arsitektur Islam banyak mempengaruhi inskripsi pada sejumlah gereja. 

2.2 Seniman Kaligrafi Islam 
2.2.1 Biodata Seniman
Mustafa Abdulgani, lahir di Bandung pada tanggal 5 Juni 1956 dari keluarga seniman, orang tua Pelukis Batik Pekalongan dan Seniman Musik Tradisional Sunda. Semasa kecil sudah ada bakat melukis, suka menggambar dinding-dinding rumah, sekolah dan toko-toko dengan coretan ekspresi anak. Pada tahun 1976, mulai menekuni melukis dengan belajar sendiri (otodidak) hanya bermodalkan bakat seni yang ada pada dirinya, diawali dengan melukis lukisan realis dan naturalis. 

Tahun 1977 menjadi pelukis jalanan di Alun-Alun Bandung, Setahun kemudian di umurnya yang masih 22 tahun mulai melukis poster film layar lebar sebagai media informasi di bioskop-bioskop kota Bandung, seperti Nusantara, Aneka, Elita dan Majesty (sekarang gedung AACC). Bidang gambar yang digunakan untuk melukis poster film adalah kain dan cat tembok sebagai pewarnanya.

Tahun 1980 mulai melukis lukisan dekoratif, kemudian berkembang menjadi lukisan kaligrafi Islam. Mustafa Abdul Gani mulai memasarkan karyanya ke Jakarta sebagai pasar utama, kemudian mulai masuk pasar Bandung di jalan Braga, Pulau Sumatra dan sekarang karya lukisannya sudah tesebar ke Manca Negara diantaranya Malaysia, Singapura bahkan Amerika Serikat. Kaligrafer asal Bandung ini memilih rumah tinggalnya sebagai tempat untuk berkarya, Rinjani Serenata Fine Art Gallery Bandung nama dari galeri milik pribadinya, yang berlokasi di Jl. Nyengseret Utara No. 269/198 B RT. 04/02 Bandung. 

Dengan ciri khas yang dimilikinya yaitu Kubisme, dan kemampuan mengolah setiap objek disekitarnya kemudian dengan daya imajinasi dan bakat seni yang kuat dapat menghasilkan lukisan yang sangat indah. Selain itu lukisannya memiliki tekstur yang diaplikasikan menggunakan pasir laut, lem, aqua proof, kayu, batu, dan lain sebagainya sehingga lukisan terlihat semakin nyata, tidak hanya dalam bentuk 2 dimensi tetapi juga 3 dimensi. Alat yang digunakan untuk melukis diantaranya kuas, roll dan palet/pisau. Melukis di bidang kanvas berwarna putih, sementara itu jenis cat yang digunakan adalah cat akrilik dengan berbagai macam warna. 

2.2.2 Lukisan Kaligrafi Islam Karya Mustafa Abdul Gani
2.3 Definisi Fotografi
Foto seringkali menjadi semacam “monumen” kenangan bagi. Tempat mengabadikan berbagai peristiwa penting dan pemandangan - pemandangan yang berkesan (Bayu Tapa Brata, 2007). Berbicara mengenai foto, tak akan lepas dari aktivitas memotret. Sementara memotret adalah satu langkah kerja dalam bidang fotografi. Fotografi sendiri adalah suatu bentuk seni rupa dengan asas dasarnya yaitu melukis. Berbeda dengan lukisan biasa, komponen utama yang digunakan dalam fotografi adalah cahaya.

Dalam kamus bahasa Indonesia, pengertian fotografi adalah seni atau proses penghasilan gambar dan cahaya pada film. Secara sederhana fotografi dapat diartikan “melukis dengan cahaya”. Tentunya hal tersebut berasal dari kata fotografi itu sendiri, yaitu berasal dari bahasa Yunani, photos (cahaya) dan graphos (tulisan). Dalam pengertian lain,fotografi adalah proses pembuatan lukisan dengan menggunakan komponen cahaya. Maka fotografi berarti proses atau metode untuk menghasilkan gambar yang disebut foto dari suatu obyek dengan merekam citra pantulan cahaya (atau sumber cahaya itu sendiri) yang mengenai obyek tersebut pada media yang peka cahaya. Alat untuk menangkap cahaya ini adalah kamera.

Melihat pengertian tersebut terlihat ada persamaan antara fotografi dan karya seni lukis atau menggambar. Perbedaannya terletak pada media yang digunakannya. Bila dalam seni lukis yang dipakai menggambar dengan menggunakan media warna (cat), kuas dan kanvas. Sedangkan dalam fotografi menggunakan cahaya yang dihasilkan melalui kamera. Tanpa adanya cahaya yang masuk dan terekam di dalam kamera, sebuah karya seni fotografi tidak akan tercipta. 

Selain itu, adanya film yang terletak di dalam kamera menjadi media penyimpanan cahaya tersebut. Film yang berfungsi untuk merekam gambar terdiri dari lapisan tipis. Lapisan itu mengandung emulsi peka di atas dasar yang fleksibel dan transparan. Emulsi mengandung zat perak halide, yaitu suatu senyawa kimia yang peka cahaya yang menjadi gelap jika terekspos oleh cahaya. Ketika film secara selektif terkena cahaya yang cukup maka sebuah gambar tersembuyi akan terbentuk. Tentunya gambar tersebut akan terlihat jika film yang telah digulung ke dalam selongsongnya kemudian di cuci dengan proses khusus (Bayu Tapa Brata, 2007).

Aktivitas berkreasi dengan cahaya tersebut tentunya sangat berhubungan dengan pelakunya (subjek) dan objek yang akan direkam. Setiap pemotret mempunyai cara pandang yang berbeda tentang kondisi cuaca, pemandangan alam, tumbuhan, kehidupan hewan serta aktivitas manusia ketika melihatnya di balik lensa kamera. Cara memandang atau persepsi inilah yang kemudian direfleksikan lewat bidikan kamera. Hasilnya sebuah karya foto yang merupakan hasil ide atau konsep dari si pembuat foto. 

2.4 Esai Foto
Esai foto adalah serangkaian foto-foto yang menggambarkan berbagai aspek dari suatu masalah yang dikupas secara mendalam dan diartikan sebagai rangkaian dari cerita atau nyata yang digambarkan melalui foto secara berurutan atau bercerita (Iskandar, 2007). Yang membedakan esai tulisan dari esai foto adalah media penyampainnya. Apabila dalam esai foto terdapat tulisan, kehadirannya sebagai pelengkap yang membingkai tema serta sebagai keterangan mengenai hal –hal yang tidak terungkap secara mendetail dalam foto. 

Esai foto dilakukan untuk menggambarkan runtutan kejadian yang terjadi atau dengan kata lain memindahkan sebuah kejadian kedalam ruang dua dimensi dalam bentuk foto, dengan tidak melepaskan unsur ruang dan waktu. 

2.5 Fotografi dalam Aspek Komunikasi
2.5.1 Konsep Komunikasi Visual
Foto selalu menarik untuk dilihat atau diamati. Selain lebih mudah diingat dibandingkan tulisan, sebuah foto mempunyai nilai dokumentasi yang tinggi karena mampu merekam sesuatu yang tidak mungkin terulang kembali, seperti tentang cerita pribadi, keluarga, keindahan alam, atau peristiwa seni budaya. Melalui foto juga, seseorang dapat terpikat pada suatu objek, produk, olahraga, makanan, minuman, sampai hasil industri. Oleh karena itu lahirlah ungkapan “foto mampu berbicara lebih dari seribu kata”.

Berdasarkan klasifikasi yang dibuat oleh Thomas Murno, fotografi dapat dimasukkan sebagai cabang seni rupa (visual art), seni yang hanya bisa dirasakan melalui indera penglihatan maanusia. Dengan kata lain, fotografi merupakan bagian kegiatan penyampaian pesan secara visual dari pengalaman yang dimiliki/ fotografer kepada orang lain dengan tujuan orang lain mengikuti jalan pikirannya. Agar tercapai proses penyampaian pesan ini maka harus melalui beberpa persyaratan komunikasi yang baik, yaitu dengan konsep AIDA yang meliputi:

1. Attention (menimbulkan perhatian)
Sebuah karya foto pertama-tama harus mampu mendapatkan perhatian orang untuk melihatnya. Tanpa proses ini, sebuah pesan dari karya foto maupun karya seni lainnya akan berhenti disitu saja.

2. Interest (menimbulkan ketertarikan)
Kemudian setelah mampu mendapat perhatian orang maka karya foto harus mampu menimbulkan ketertarikan terhadap pesan yang akan disampaikan. 

3. Desire (menimbulkan keinginan/hasrat)
Setelah orang tertarik pada karya foto yang dibuat, maka dari situ proses tetap berlangsung dengan timbulnya keinginan untuk mengetahui lebih jauh pesan yang disampaikan. 

4. Action (menimbulkan tindakan)
Proses terakhir adalah dengan timbunya tindakan seperti yang diharapkan oleh seniman/ fotografer sesuai pesan yang disampaikannya. 

Tujuan berkomunikasi melalui fotografi adalah untuk menciptakan gambar yang memiliki bahasa visual, yaitu yang dapat mengutarakan maksud, pesan dan gagasan yang terbagi dalam enam bagian yaitu :
1. Bahasa Penampilan (Performance Language)
  • Bahasa ekspresi muka
  • Bahasa isyaratBahasa penciuman
  • Bahasa pendengaran
  • Bahasa tindakan yang terbagi dalam nyata dan tidak nyata
2. Bahasa Komposisi (Compotion Language)
  • Bahasa warna
  • Bahasa tekstur
  • Bahasa garis
  • Bahasa cahaya
  • Bahasa bentuk 
  • Bahasa tata letak
3. Bahasa Gerak (Motion Language)
  • Panning
  • Zooming
  • Exposure time
  • dMultiple Exposure
4. Bahasa Konteks (Contextual Language)
5. Bahasa Obyek (Object Language)
6. Bahasa Tanda (Sign Language)

2.5.2 Konsep Fotografi
2.5.2.1 Metode EDFAT
Selain menggunakan konsep AIDA, dalam pembuatan karya esai foto juga menggunakan metode EDFAT agar dapat membantu fotografer dalam menyelesaikan karya tersebut. Metode EDFAT (Entire, Detail, Frame, Angel, Time) yang dierkenalkan oleh “Walter Cronkite School of Journalism and Telecommunication Arizona State University”, merupakan konsep pengembangan fotografi pribadi.

EDFAT adalah suatu metode pemotretan untuk melatih optis melihat sesuatu dengan detil dan tajam. Tahapan-tahapan yang dilakukan pada setiap unsur dari metode itu adalah suatu proses dalam mengincar suatu bentuk visual atas peristiwa yang bernilai. Tahapan-tahapan tersebut adalah:

1. Entire (E)
Tahapan yang dikenalkan juga sebagai ‘established shot’, suatu keseluruhan pemotretan yang dilakukan begitu melihat suatu peristiwa atau bentuk penugasan lain, untuk mengintai bagian-bagian lain untuk dipilih sebagai objek pemotretan.

2. Detail (D)
Suatu pilihan atas bagian tetentu dan keseluruhan pandangan terdahulu (entire). Dalam tahap ini dilakukan suatu pilihan pengambilan keputusan atas sesuatu yang dinilai paling tepat sebagai point of interest-nya.

3. Frame (F)
Tahap dimana kita membingkai suatu detail yang telah dipilih. Fase ini mengatur seorang fotografer mengenal arti sebuah komposisi, pola, tekstur dan bentuk obyek pemotretan secara akurat. Dalam fase ini rasa artistic seorang fotografer semakin penting.

4. Angel (A)
Tahap dimana sudut pandang menjadi dominan sebagai pilihan untuk posisi dalam mengambil gambar. Kreatifitas dalam melihat sudut yang menarik berperan dalam hal ini. Pada tahapan ini seorang fotografer menjadi penting untuk mengkonsepsikan visual apa yang diinginkannya.

5. Time (T)
Tahapan penentuan dengan kombinasi yang tepat anatara diafragma dan kecepatan (shutter speed) atas ke-empat tingkatan tahapan yang telah disampaikan sebelumnya. Pengetahuan teknis atas keinginan pembekuan gerak atau memilih ketajaman ruang adalah satu syarat dasar yang sangat diperlukan. 

2.5.2.2 Ukuran 
Ukuran foto yang akan diaplikasikan dalam sebuah karya yang akan dipamerkan berukuran 12RP (30 cm x 45 cm). Ukuran tersebut merupakan ukuran standar sebuah karya pada pameran.

2.5.2.3 Komposisi
Komposisi dalam bidang seni rupa dan fotografi dapat diartikan sebagai cara penempatan objek dalam bidang gambar dengan memanfaatkan faktor-faktor komposisi, sedemikian rupa sehingga dapat benar-benar menjadi titik pusat perhatian (focus of interest) bagi orang yang melihatnya. 

1. Horizontal dan Vertikal
Orientasi komposisi horizontal akan memberikan nuansa ketenangan (rileks), harmoni,3 keteraturan, kestabilan, dan kedamaian. Sedangkan, orientasi komposisi vertikal akan memberikan aura ketegaran, kokoh, keagungan, kekuatan (energi) dan agresivitas.

2. Golden Ratio (The Rule of Third)
The Rule of Third atau aturan sepertiga adalah komposisi klasik yang didapatkan dengan membagi bidang gambar dalam tiga bagian yang sama besar dan proporsional, horizontal dan vertical. Dengan menarik garis-garis khayal di atas bidang gambar tersebut, akan diperoleh empat titik perpotongan di mana di salah satu titik tersebut objek yang menjadi pusat perhatian harus di tempatkan.

3. Golden Section
Komposisi ini tercipta dengan menarik garis diagonal, menghubungkan dua sudut bidang foto yang saling berhadapan. Selanjutnya, ditarik garis tegak lurus terhadap garis diagonal, berawal dari titik sudut yang lain sehingga mendapatkan tiga segitiga siku-siku yang saling berhimpit. Titik pertemuan itulah yang menjadi posisi ideal untuk menempatkan objek foto. 

4. Komposisi Statis dan Dinamis
Komposisi statis dan dinamis tidak ada kaitannya dengan objek foto yang bergerak atau diam. Suatu kompisisi dikatakan (atau terlihat) statis bila penempatan objek fotonya berada di tengah-tengah bidang gambar, sementara bila objek fotonya tidak ditempatkan secara simetris, akan memberikan kesan yang lebih dinamis dan hidup.

SUMBER;
Blog, Updated at: 16.02.00

0 komentar:

Posting Komentar