Program Pembinaan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Posted By frf on Jumat, 21 Oktober 2016 | 15.21.00

Program Pembinaan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Program Pembinaan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bertujuan terutama untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, kemampuan organisasi Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup. Dalam rangka pembinaan dan pengelolaan lingkungan hidup telah diluncurkan beberapa buku rujukan utama yang memuat informasi pengelolaan lingkungan hidup nasional yaitu Almanak Lingkungan Hidup Indonesia, Agenda 21 dan Atlas Keanekaragaman Hayati di Indonesia pada tahun 1997. Informasi yang terkandung dalam buku rujukan tersebut diharapkan dapat mendorong semua pihak untuk lebih memperhatikan kelestarian lingkungan hidup sekaligus memasyarakatkannya.

Kegiatan pemasyarakatan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dilanjutkan disertai dengan Audit Lingkungan. Pelaksanaannya secara bertahap mulai dari penyempurnaan metodologi penyusunan AMDAL, pengkajian prosedur pelaksanaan dan penetapan lingkup kegiatan tertentu yang memerlukan AMDAL, dan penyusunan berbagai panduan AMDAL untuk berbagai kegiatan penting di wilayah pesisir dan perairan laut, metodologi penyusunan AMDAL bagi pengembangan kota baru dan kawasan lahan basah serta pengembangan pola/sistem manajemen lingkungan untuk pulau-pulau kecil.

Dalam Repelita VI telah dilakukan penyempurnaan terhadap berbagai peraturan yang berkaitan dengan penyusunan AMDAL bagi kegiatan wajib-AMDAL. Sampai dengan tahun keempat


Repelita VI telah disusun penerapan teknik penyusunan AMDAL untuk 86 jenis kegiatan wajib-AMDAL. Selain itu, sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 1993, sampai dengan tahun 1997/98 tercatat sebanyak 2.037 kegiatan pembangunan utama yang telah memiliki dokumen AMDAL termasuk diantaranya 6 (enam) dokumen AMDAL Kegiatan Terpadu dan 7 (tujuh) dokumen AMDAL Regional yang sebagian besar berkaitan dengan pembangunan perkotaan baru. Upaya-upaya tersebut dilanjutkan dengan pengembangan tata laksana penyusunan AMDAL, evaluasi pemantauan pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan/Rencana Pemantauan Lingkungan (RKL/RPL) serta pelaksanaan Audit Lingkungan terutama bagi kegiatan-kegiatan yang memiliki dampak penting yang diperkirakan akan tuntas pada tahun 1998/99.

Peningkatan kemampuan sumber daya manusia dalam pengelolaan lingkungan hidup diupayakan antara lain melalui kursus-kursus AMDAL, yang sampai dengan tahun 1997/98 telah diikuti oleh 13.690 orang peserta Kursus Dasar-dasar AMDAL, 3.461 orang peserta Kursus Penyusunan AMDAL dan 3.029 orang peserta Kursus Penilaian AMDAL. Dengan demikian dalam empat tahun pelaksanaan Repelita VI telah dihasilkan sebanyak 20.180 orang lulusan peserta kursus AMDAL dari berbagai kategori, atau bertambah sebesar 4.814 orang apabila dibandingkan dengan pelaksanaan pada tahun 1993/94 (Tabel XI-3). Kegiatan pelatihan AMDAL yang dimulai sejak awal Repelita III memperlihatkan kecenderungan yang semakin meningkat terutama dalam jumlah pesertanya (Tabel XI-3 A). Apabila dibandingkan dengan rencana pelatihan AMDAL dalam Repelita VI yaitu sebesar 20.000 peserta maka realisasinya sampai pada tahun 1997/98 telah melebih sasaran. Hal tersebut menunjukkan adanya perhatian masyarakat yang tinggi untuk ikut berperan serta dalam penerapan AMDAL.

Selain kursus AMDAL, telah dilaksanakan berbagai kursus lain yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup, antara lain Kursus Penegakan Hukum Lingkungan Hidup yang diikuti 162 orang peserta, Kursus Pengelolaan Limbah Rumah Sakit yang diikuti 60 orang peserta, Kursus Manajemen Lingkungan bagi 37 orang peserta, Kursus Pengendalian Pencemaran Pesisir dan Laut yang diikuti 40 orang peserta, Kursus Peningkatan Peran Aparat ABRI dalam Kepedulian terhadap Lingkungan Hidup sebanyak 25 orang peserta, Kursus Inspeksi Industri diikuti oleh 18 orang peserta, Kursus Penilaian dan Pengawasan Konservasi Lahan Basah diikuti oleh 100 orang peserta, dan Kursus Patroli Jagawana yang diikuti oleh 200 orang peserta.

Dalam rangka memantapkan organisasi dan tata kerja Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) serta untuk menanggulangi masalah pengendalian dampak lingkungan di berbagai wilayah, telah selesai disusun pokok-pokok rumusan pembentukan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) sebagai instansi Pemerintah Dati I dan Dati II dan berfungsi pendamping bagi Bapedal Wilayah (Bapedalwil) di 3 (tiga) wilayah yang berkedudukan di Pekanbaru, Denpasar, dan Ujungpandang. Bapedalda Tingkat I telah terbentuk di 24 daerah propinsi. Kehadiran Bapedalwil dan Bapedalda tersebut diharapkan akan meningkatkan kemampuan pemantauan kualitas lingkungan, penanggulangan pencemaran, pemulihan kerusakan lingkungan dan bantuan bimbingan teknis bagi pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat setempat.


Peningkatan kapasitas kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup disertai dengan pembaharuan sistem hukum lingkungan. Dalam rangka itu telah diselesaikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Perundangan ini menggantikan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Melalui pembaharuan yang dilakukan dalam peraturan perundangan tersebut diharapkan dapat diperoleh kepastian hukum yang Lebih baik dalam penanganan berbagai permasalahan lingkungan hidup yang muncul di masa mendatang.

Selain itu juga telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang serta Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Penetapan peraturan­peraturan ini sangat penting dalam memberikan arah dalam perencanaan alokasi sumberdaya yang erat kaitannya dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Untuk meningkatkan kegiatan pemantauan kualitas lingkungan, sejak tahun 1996/97 telah dilaksanakan rehabilitasi fisik 60 laboratorium milik instansi sektoral (Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Kesehatan dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan) melalui pengembangan instalasi penunjang, pengadaan peralatan laboratorium, peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dan penyempurnaan metoda analisis laboratorium agar dapat berfungsi sebagai laboratorium lingkungan di 27 propinsi. Pada tahun 1998/99 diharapkan seluruh laboratorium tersebut telah dapat berfungsi sebagai laboratorium lingkungan melalui pengembangan jaringan kerjasama antar


laboratorium sektoral, pengembangan jaringan informasi antar laboratorium, peningkatan sistem pelatihan teknis dan pengembangan sistem akreditasinya. Kegiatan penting lain dalam tahun 1998/99 adalah melanjutkan penyusunan berbagai pedoman antara lain pedoman analisis contoh dalam lingkup uji laboratorium, prosedur pengambilan contoh dan analisis parameter lingkungan. Peningkatan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup melalui pola kemitraan terus dikembangkan melalui berbagai kerjasama antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat yang bersifat penggalangan misalnya Program Peringkat (Proper), Program Kali Bersih (Prokasih) dan Adipura.

Peningkatan kesadaran masyarakat perkotaan terhadap pentingnya kelestarian fungsi lingkungan hidup didorong antara lain melalui upaya menjaga kebersihan dan keindahan kota dalam mencapai kualitas lingkungan yang baik serta dapat meningkatkan kesehatan warganya. Penghargaan diwujudkan melalui pemberian Adipura untuk kota yang berprestasi baik. Sampai dengan pelaksanaan Repelita VI tahun keempat, jumlah kota penerima sertifikat dan Adipura telah mencapai 264 kota, yang terdiri dari 24 kota penerima Adipura Kencana, 8 kota raya, 2 kota besar, 68 kota sedang dan 162 kota kecil.

Peran serta masyarakat dalam pelestarian lingkungan juga dilakukan secara perorangan, dan untuk ini diberikan penghargaan Kalpataru. Sejak tahun 1994/95 sampai dengan tahun 1996/97 telah diberikan penghargaan Kalpataru kepada 5 orang Perintis Lingkungan, 5 kelompok Penyelamat Lingkungan, 5 orang Pengabdi Lingkungan, dan 2 orang Pembina Lingkungan.

Peningkatan kapasitas pengelolaan lingkungan hidup diikuti dengan penyusunan baku mutu limbah berbagai media pencemaran. Baku mutu limbah ini berisi penetapan baku mutu limbah bagi 23 jenis industri yang memiliki dampak penting bagi kelestarian fungsi lingkungan hidup termasuk didalamnya baku mutu limbah cair untuk pengelolaan minyak dan gas serta panas bumi. Disamping itu, sampai dengan tahun 1997/98 telah ditetapkan baku mutu untuk tingkat kebisingan, baku mutu tingkat getaran, baku mutu tingkat kebauan, serta baku mutu limbah cair untuk kegiatan hotel dan rumah sakit. Pengembangan baku mutu limbah udara juga semakin diperhatikan antara lain melalui penetapan Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak yang diikuti dengan penyusunan panduan teknis pemantauan kualitas emisi industri semen, besi baja, pulp dan kertas. Selanjutnya dalam rangka pengembangan Sistem Pemantauan Lingkungan Hidup Nasional penetapan baku mutu lingkungan termasuk baku mutu limbah baik untuk tingkat nasional, wilayah atau propinsi diharapkan akan tuntas pada akhir Repelita VI (1998/99).

Sebagai perwujudan kepedulian terhadap menurunnya kualitas lingkungan global telah diikuti berbagai kerjasama internasional dalam berbagai bentuk pengendalian bersama yang meliputi pengendalian kerusakan sistem atmosfer yang dapat menyebabkan perubahan iklim dan penipisan lapisan ozon, pelestarian keanekaragaman hayati dan pengendalian pencemaran laut lintas batas negara. Untuk itu telah dibentuk beberapa forum antara lain Komite Nasional Perlindungan Lapisan Ozon yang bertugas untuk melaksanakan Program Nasional Perlindungan Lapisan Ozon. Komite ini juga melakukan kegiatan pemasyarakatan kebijaksanaan penghapusan ODS (ozone depleting substances) secara bertahap serta membantu dunia usaha dalam



persiapan menghadapi penghapusan penggunaan metil bromida yang banyak dipergunakan dalam bidang pertanian. Sebagai antisipasi terhadap dampak perubahan iklim akibat peningkatan volume gas rumah kaca, Indonesia juga telah ikutserta dalam berbagai kerjasama internasional antara lain melalui Konperensi Antarpihak dalam Pengendalian Perubahan Iklim Akibat Gas Rumah Kaca di Jenewa pada tahun 1996 yang diikuti dengan kegiatan inventarisasi sumber dan jumlah emisi gas metan serta karbon dioksida, serta penyusunan evaluasi dampaknya. Dengan dihasilkannya Protokol Kyoto pada bulan Desember 1997, maka penyusunan National Action Plan on Dealing with Global Warming, Climate Change and Sea Level Rise di Indonesia yang sudah dirintis, menjadi makin penting untuk pengelolaan lingkungan yang memiliki dampak terhadap perubahan iklim global.

SUMBER;
Blog, Updated at: 15.21.00

0 komentar:

Posting Komentar